© 2004 R.Pamekas Posted , 23 March 2004
Makalah pribadi
Pengantar ke Falsafah
Sains (PPS702)
Sekolah Pasca Sarjana /
S3
Institut Pertanian Bogor
Maret 2004
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
MODEL SISTEM
EVALUASI MUTU AIR UNTUK PENDUKUNG KEPUTUSAN
Oleh :
R.
PAMEKAS
Nrp: P062034164
Abstract
Kita (manusia)
sangat pandai dalam menciptakan teori atau system yang baik, tetapi seringkali
gagal atau tidak pandai dalam
menerapkan teori atau system yang baik tadi untuk mendukung pengambilan keputusan-keputusan strategis.
Makalah ini membahas salah satu upaya untuk
mengurangi kegagalan tersebut yaitu dengan menyediakan contoh tata cara
penyesuaian dan atau perkuatan suatu temuan teknologi,
sehingga dapat dipakai untuk mendukung
keputusan-keputusan staregis
yang berhubungan dengan pelestarian fungsi sumberdaya air. Metoda pembobotan dan penskalaan (weighing & Scaling)
digunakan sebagai landasan untuk melakukan inovasi terhadap model yang ada yang menghasilkan output parsial menjadi model yang menghasilkan
output komposit. Metoda Taxonomi digunakan untuk menentukan jarak tipologis penetapan
kebijakan peningkatan mutu air.
Kata Kunci:
Sistem Evaluasi, Mutu Air, Keputusan Strategis
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mutu (kualitas) air yang mengalir di badan badan
air (sungai, danau, waduk, embung-embung, dan badan air lainnya)
dan didalam air tanah (akiver dangkal
maupun dalam) sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan penghidupan dihilirnya. Petani ikan akan berkurang penghasilannya apabila jumlah
tangkapan ikannya berkurang. Pengurangan jumlah ikan tersebut disebabkan karena
kualitas air yang menurun. Biaya operasi Perusahaan Air Minum semakin mahal
karena kualitas air bakunya semakin buruk. Penurunan kualitas air baku akan
menambah volume pemakaian bahan baham kimia yang dibutuhkan untuk menjernihkan
air. Penurunan kualitas air baku akan memperberat kerja instalasi pengolahan
air. Akibatnya, pencucian peralatan instalasi semakin sering dilakukan. Dan hal
tersebut tentunya menambah biaya operasi instalasi. Produksi pertanian juga
akan menurun apabila kualitas air irigasi yang digunakannya telah tercemar. Apabila
produktifitas pertanian menurun berarti pendapatan petanipun menurun pula.
Kesehatan manusia dapat terancam pula apabila mutu air sumur dangkal yang
dikonsumsinya tercemar oleh bakteri patogen dan virus yang ditularkan melalui
media air. Manusiapun dapat sakit atau meninggal dunia akibat daya racun logam-logam
berat yang terdapat dalam air dan telah melampaui ambang batas baku mutu yang
disyaratkan. Akhirnya, keseluruhan beban biaya harus dipikul oleh para pengguna
air. Ironisnya, sebagian besar beban tersebut biasanya dipikul oleh warga
masyarakat yang lebih rendah kemampuan ekonominya. Ilustrasi tersebut
membuktikan betapa strategisnya peran kualitas air untuk kehidupan dan
penghidupan manusia.
Oleh karena
itu, Sistem Mutu Air (SEM-AIR) dapat menjadi sistem peringatan dini (Early Warning System) dan memandu
pelaksanaan program pelestarian mutu (kualitas) air. SEM-AIR demikian dapat
memberi informasi sejak awal tentang kecenderungan perubahan Daya Dukung
Kualitas Air (DDK-AIR) suatu SWS atau daerah pengaliran sungai (DPS) ataupun
badan air tertentu sehingga upaya-upaya strategis, sistemik dan konseptual
dapat dilakukan untuk memelihara daya dukung yang ada. Sistem tersebut,
tentunya perlu didukung data hasil monitoring yang baik dan dilakukan secara
terus menerus. Selain dari pada itu, sistem yang dikembangkan, harus
komprehensip dan dapat diaplikasikan oleh para pengambil keputusan ditingkat
nasional, propinsi ataupun lokal.
Rumusan Permasalahan
SEM-AIR,
sebenarnya sudah banyak dikembangkan oleh para peneliti luar negeri maupun peneliti
dari dalam negeri.
Horton, 1965
mengembangan SEM-AIR dengan memilih 8 (delapan) parateter fisik kimia air
limbah sebagai landasan penilaiannya. Kedelapan parameter tersebut adalah DO
(OT), pH, bakteri koli, daya hantar listrik, karbon kloroform ekstrak,
alkalinitas dan klorida. Pemberian skala dan bobot kepentingan diberikan pada
parameter tersebut. Penilaian didasarkan pada besar kecilnya skala indeks
dimana semakin kecil nilai Indeks, semakin besar pencemaran. Karena model
Borton didasarkan pada penilaian individual, maka hasilnya belum optimal.
Brown et all,
1970 memperbaiki pendekatan Horton dengan menggunakan metoda DELPHI. Berdasarkan pendekatan
tersebut, sebanyak 9 (sembilan)
parameter dipilih untuk digunakan sebagai acuan penilaian. Kesembilan parameter
tersebut adalah DO (OT), Bakteri koli, BOD (KOB), pH, Phenol, Radioaktifitas,
Kekeruhan, Karbon Kloroform ekstrak dan Suhu. Cara penilaiannya sama yaitu
semakin besar nilai Indeks yang diperoleh semakin baik kualitasnya.
Baddrudin,
1983-1986 mengembangkan SEM-AIR dengan pendekatan Indeks Potensi Pencemaran Air
(IPPA) yang mengklasifikasikan kualitas air sungai atau badan air kedalam 4
(empat) kategori yaitu (i) tercemar ringan, (ii) tercemar sedang, (iii)
tercemar berat atau (iv) tercemar sangat berat. Lima parameter digunakan untuk
acuan evaluasi (penilaian) yaitu BOD (KOB), COD (KOK), DO (OT), Amonium dan
bakteri koli dan masing-masing parameter dinilai secara terpisah atau parsial. Model
Baddrudin memberi gambaran awal tentang kondisi kualitas badan air yang dinilai
terhadap parameter spesifik, tetapi belum memberi gambaran totalitas terhadap
kondisi kualitas secara menyeluruh (komprehensip).
Mohamad Ali, 2002, menyatakan
bahwa Sistem Evaluasi (penilaian) Kualitas (Mutu) Air Kini Makin Diperlukan. Mungkin yang dimaksud adalah bagaimana model SEM-AIR mampu menghasilkan informasi tentang Mutu Air yang mudah dikomunikasikan kepada para penggunanya dan menjadi acuan
untuk pengambilan keputusan yang cepat dan tepat serta
aman. Informasi yang sederhana dan mudah
dipahami maksudnya, sangat diperlukan untuk mendukung pengambilan
keputusan-keputusan strategis. Walaupun demikian, kesederhaan tersebut tidak
menghilangkan kaidah-kaidah ilmiah yang disyaratkan.
Tujuan dan Sasaran
Makalah ini disusun dengan
tujuan untuk menyediakan kajian tentang penyesuaian dan atau perkuatan
suatu temuan teknologi penilaian (evaluasi) mutu air. Adapun sasaranya adalah tersedianya tata cara melakukan
inovasi model SEM-AIR yang semula
menghasilkan output yang bersifat
parsial menjadi model yang menghasilkan output yang komposit.
Contoh aplikasi model
SEM-AIR yang dikembangkan disertakan
pula untuk membuktikan kemudahan penerapannya dilapangan.
MODEL SEM-AIR
YANG DIKEMBANGKAN
Model yang dikembangkan
berikut ini merupakan pengembangan dari model Baddrudin yaitu dengan menambahkan
bobot parameter kedalam
model sistem skala yang ada, sedemikian sehingga diperoleh nilai komposit dari seluruh parameter yang dinilai.
Bentuk matematis model SEM-AIR yang
dikembangkan adalah sebagai berikut:
Dimana |
: |
|
IKA(j) |
: |
Indeks Kualitas
(MUTU) Air ke(j) |
Bpi |
: |
Bobot parameter kualitas
air ke(i) |
Snpi |
: |
Skala Nilai Parameter ke(i)
pada tabel-1 |
Xri |
: |
Nilai rata-rata parameter data ke(i) |
j |
: |
1,2,3,4,
.n (n = jumlah
SWS atau DPS atau Sungai atau Badan
air lainnya |
i |
: |
1,2,3,4
.m (m = jumlah parameter
kualitas air) |
Penetapan
nilai skala parameter kualitas air yang digunakan dalam analysis adalah
sebagaimana dirangkum pada tabel-1
Tabel-1
Kriteria Penilaian 5 (lima)
parameter Kualitas (mutu) Air
No |
Parameter |
Klasifikasi Kualitas (mutu) Air (*) |
Keterangan |
|||
Tercemar ringan (Skala=1) |
Tercemar sedang (Skala=2) |
Tercemar berat (Skala=3) |
Tercemar sangat berat (Skala=4) |
|||
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) |
1 |
BOD/KOB (mg/l) |
< 1,0 |
1,0-3,0 |
3,0-6,0 |
>6,0 |
(*) Dijabarkan dari |
2 |
COD/KOK (mg/l) |
<5,0 |
5,0-10,0 |
10,0-15,0 |
>15,0 |
|
3 |
DO/OT (mg/l) |
>6,0 |
5,0-6,0 |
3,0-5,0 |
<3,0 |
|
4 |
Amonium (mg/l) |
<0,10 |
0,10-0,15 |
0,15-0,50 |
>0,50 |
|
5 |
Bakteri Koli (MPN/100 ml) |
<103 |
103-104 |
104-106 |
>106 |
|
6 |
Parameter Gabungan |
<=1 |
1,1-2,0 |
2,1-3,0 |
>3 |
Catatan:
a)
Sebutan dapat dirubah dari
sudut pandang lain, misalnya Adaptasi sangat tinggi, adaptasi tinggi, adaptasi sedang, adaptasi rendah dan adaptasi sangat
rendah. Demikian pula besarnya nilai skala,
dapat ditetapkan lain misalnya 1,0-3,0-6,0-10 atau sebaliknya tergantung dari
sudut pandang mana kita akan menilai.
b)
Jumlah parameter dapat ditambah misalnya parameter yang
berhubungan dengan industri yaitu logam logam berat, parameter yang berhubungan
dengan perikanan dan peternakan yaitu SAR, RS dan,Boron.
Kualitas Air
yang telah tercemar atau yang daya adaptasinya kurang tinggi perlu diperbaiki. Besarnya
upaya perbaikan sangat tergantung kepada besarnya beban Pencemaran dan jarak
tipologis antara SWS yang satu dengan yang lainnya.
Jarak tipologis dihitung dengan cara
membandingkan (mengurangkan) Indeks masing-masing parameter Mutu (Kualitas) Air
dari SWS yang satu dengan SWS lainnya. Demikian seterusnya sampai seluruh
Indeks parameter Mutu (Kualitas) Air selesai diperbandingkan. Selanjutnya,
dipilih angka perbandingan yang paling kecil dan hasilnya diplot dalam sistem
grafik yang menjelaskan hubungan antar SWS.
Secara matematis, jarak tipologis
antar SWS tersebut dirumuskan sebagai berikut:
Dimana |
: |
|
Jsws(ab) |
: |
Jarak tipologis
antara SWS (a) dengan
SWS(b) |
IP |
: |
Indeks Parameter |
IPab |
: |
Indeks Parameter SWS(a) yang
akan dibandingkan dengan SWS(b) |
IPbk |
: |
Indeks Parameter SWS(b) untuk parameter ke(k) |
k |
: |
1,2,3,4
m (m = Jumlah Parameter) |
Penggambaran
hasil perhitungan jarak tipologis secara grafis adalah sebagai berikut:
APLIKASI MODEL SEM-AIR YG DIKEMBANGKAN
Data Dan Hasil Analisis
Data kualitas
Air yang digunakan untuk contoh aplikasi model Sistem Evaluasi (penilaian) Mutu
(Kualitas) air (SEM-AIR) diambil dari data tahunan kualitas Air Sungai periode
1989-1992, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan Departemen Pekerjaan
Umum. Data dan hasil evaluasi (penilaian) kondisi kualitas air sungai yang menggunakan
5 (lima) parameter kualitas Air dari 15 (limabelas) Satuan Wilayah Sungai (SWS),
disajikan pada Lampiran L-1 dan Gambar-1. Arah kebijakan Peningkatan Mutu (Kualitas)
Air Sungai secara Optimal disajikan pada Lampiran L-2.
Gambar-1. Indeks Kualitas
Air Sungai di 15 (
Pembahasan
Pemilihan parameter data, pada dasarnya harus sesuai dengan tujuan
dan sasaran evaluasi yang akan
dilakukan. Selain dari pada itu, parameter dipilih dari yang paling mudah dimengerti tetapi dapat memberi gambaran
tentang perubahan yang terjadi. Yang terpenting adalah bahwa hasilnya
dapat segera digunakan sebagai masukan untuk proses
perencanaan dan pengambilan keputusan.
Pemilihan satu atau dua parameter dan bahkan seluruh
parameter sebagai landasan penilaian, sangat tergantung kepada ketersediaan sumber daya yang akan
melakukannya. PROKASIH, pada awal
penerapannya hanya menggunakan BOD sebagai landasan penilaiannya. Pada
perkembangan selanjutnya menggunakan BOD (KOB), COD (KOK) dan DO (OT).
Kandungan BOD
(biological Oxigen Demand) atau KOB (Kebutuhan Oksigen Biology) dalam air
memberi indikasi tentang banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menstabilkan zat organik dalam kondisi aerobik (kondisi ada oksigen). Data BOD
digunakan untuk menilai kemampuan badan air penerima cemaran untuk memurnikan
diri secara alami. Ditinjau dari parameter BOD, maka daya dukung sungai di 7 (tujuh) SWS yaitu Asahan, Ciliwung, Pase Peusangan, Cisadane, Citarum, Mahakam dan Kapuas
relatip masih baik.
Kandungan
COD (Chemical Oxigeen Demand) atau KOK (Kebutuhan Oksigen Kimiawi) dalam air
memberi indikasi tentang banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk merubah bahan
organik menjadi karbon dioksida. Dalam kaitannya dengan pengukuran BOD, data
COD membantu mengindikasikan keberadaan zat zat beracun dalam air dan keberadaan zat zat organik yang bersifat
menghalangi proses pemurnian air secara
biologi. Ditinjau dari parameter COD, maka sungai di 5 (lima) SWS yaitu Asahan, Ciliwung, Pase Peusangan, Cisadane
dan Citarum dinilai berada pada koridor tercemar ringan sampai sedang. Namun,
hal tersebut tidak berarti bahwa sungai di kelima SWS tersebut bebas dari zat
beracun. Indikator keberadaan zat beracun adalah apabila rasio COD terhadap BOD
lebih besar dari 2,0. Berdasarkan rasio COD/BOD tersebut, ternyata kecuali SWS
Ciliwung, semua SWS mengandung zat beracun. Bahan beracun dalam air dapat
berasal dari buangan sampah domestik dan buangan industri.
Kandungan
DO (disolved Oxigen) atau OT (Oksigen Terlarut) dalam air memberi indikasi
tentang banyaknya kandungan oksigen dalam air. Data DO atau OT digunakan untuk
menilai apakah proses dekomposisi atau perubahan biologi dilakukan oleh
organisme aerobik atau an-aerobik. Organisme aerobik memanfaatkan oksigen bebas
untuk mengoksidasi zat organik dan anorganik menjadi produk produk yang tidak
berbahaya. Oranisme an-aerobik memanfaatkan garam-garam organik misalnya sulfat
dan sering memproduksi sesuatu yang tidak diinginkan misalnya gas yang berbau
dan atau beracun. Berdasarkan parameter ini, maka proses dekomposisi air sungai
di 4 (empat) SWS yaitu Mahakam, Mesuji,
Kapuas dan Siak dilakukan oleh organisme anaerobik. Hal itu berarti
kandungan zat beracun bertambah. Selain daripada itu, kehidupan Air di ke empat
SWS tersebut kurang menguntungkan karena oksigen terlarutnya kecil.
Kandungan
Amonium (NH4-N) dalam air memberi indikasi durasi pencemaran air. Artinya, air
dengan kandungan organik dan Amonium nitrogennya besar, durasi pencemarannya
belum lama sehingga potensi bahayanya masih besar. Berdasarkan parameter ini,
maka bahan cemaran air sungai di 8 (delapan) SWS berpotensi menimbulkan bahaya.
SWS tersebut adalah Ciliwung, Cisadane,
Citarum Bengawan Solo, Musi, Jratunseluna, Brantas dan Mahakam. Hal
tersebut juga mengindikasikan bahwa bangkitan cemaran di 8 (delapan) SWS
tersebut berlangsung terus tanpa control yang memadai.
Kandungan
Bakteri Koli dalam air mengindikasikan banyaknya bakteri penyakit perut dan
berbagai virus (misalnya hepatitis) yang dapat ditularkan melalui media air. Berdasarkan
parameter ini, maka air sungai di 7 (tujuh) SWS berpotensi menularkan penyakit
melalui media air. SWS tersebut adalah Ciliwung,
Citarum, Barumukualah, Jratunseluna, Brantas, Kapuas dan Siak.
Analysis Kualitas Air secara
parsial tersebut, dapat memberi gambaran spesifik
terhadap sumber-sumber pencemaran dan tingkat bahayanya. Namun, belum cukup
membantu untuk tujuan perencanaan pengelolaan lingkungan dan pengambilan
keputusan yang bersifat strategis. Hasil
analysis secara komprehensip atau totalitas terhadap keseluruhan
parameter pada gambar-1 menyimpulkan bahwa terdapat 6 (enam) SWS yang dinilai
tercemar ringan sampai sedang. Artinya, daya dukung SWS tersebut relatip masih
tinggi. SWS tersebut adalah Asahan,
Ciliwung, Pase Peusangan, Cisadane, Seputih/Sekampung, Citarum dan Bengawan
Solo. Sisanya yaitu 9 (sembilan) dari 15 SWS yang dikaji, dikategorikan
tercemar berat sampai sangat berat sehingga memerlukan penanganan yang memadai.
Upaya penanganan yang optimum adalah
sebagaimana tertera pada Lampiran L-2. Berdasarkan diagram tersebut, peningkatan
kualitas Air di SWS Brantas sampai mencapai kondisi
tercemar sedang atau daya dukung yg relatip baik (Standar SWS Solo), memerlukan
upaya sebesar (0,6536+2,1307) x (2,54-2,53) = 0,02784 unit skala Indeks,
sedangkan untuk mencapai daya dukung
prima (Standar SWS Asahan),
memerlukan (0,6536+2,1307+3,6234+2,2828) x (2,54-1,0) = 13,38 unit skala Indeks. Dengan
cara yang sama, maka untuk mencapai daya dukung yang relatip baik (Standar SWS Solo), SWS Siak,
Kapuas, Mesuji dan Mahakam masing-masing memerlukan 9,42105
unit; 26,5821 unit; 26,8038 unit dan 20,684
unit skala Indeks.
Sistem
evaluasi mutu air tersebut, pada dasarnya belum memperhitungkan debit air dan
jumlah penduduk yang dilayani SWS. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap kedua faktor tersebut
perlu dipertimbangkan dalam penilaian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a)
Pola penilaian secara parsial dapat memberi
gambaran spesifik parameter
tetapi belum cukup membantu pencapaian tujuan dan sasaran perencanaan
maupun pengambilan keputusan strategis. Pola penilaian secara komprehensip dapat menjawab kebutuhan spesifik, kebutuhan perencanaan dan pengambilan keputusan strategis dan cepat.
b)
Aplikasi model terhadap 15 SWS menyimpulkan bahwa 7 (tujuh) SWS yaitu Asahan, Ciliwung, Pase Peusangan, Cisadane, Seputih/Sekampung, Citarum dan Bengawan
Solo, dinilai tercemar ringan sampai sedang
sehingga daya dukungnya relatip masih baik.
c)
Untuk mencapai daya
dukung yang relatip baik, empat SWS yang tercemar sangat berat yaitu SWS Siak,
Saran
a)
Sistem evaluasi Mutu
(Kualitas) Sumber Daya Air perlu mempertimbangkan kemampuan SWS menyediakan air dan jumlah penduduk yang dilayaninya.
b)
Lembaga pemantau Mutu
(Kualitas) air hendaknya menyampaikan hasil evaluasi Mutu (kualitas) Air secara rutin melalui media Internet sedemikian sehingga pihak pihak yang berkepentingan dapat berperan aktip dalam menjaga Mutu
(kualitas) Air disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anas Ally, 1999, Catatan
Kuliah Rohani, Badan Koordinasi Dakwah Islam Departemen Pekerjaan Umum.
2. Ali Mohd, 2001, Sistem
Evaluasi Kualitas Air Kini Makin Diperlukan, Majalah AIR, Media Informasi SDA,
edisi Nopember-Desember 2002.
3. B.N. Lohani, 1981,
Environmental Quality Management, Lecture Notes, Environmental Engineering
Division, Asian Institute of Technology,
4. Surna.T Djayadiningrat,
1990, Kualitas Lingkungan Indonesia 1990, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.
5.
., 1999, Peraturan
Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, Himpunan
Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal).
6.
.., 1997,
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/Bapedal.
7.
, 1994, Data Tahunan Kualitas Air (Water Quality
Year Book) tahun 1989-1992, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan,
Departemen Pekerjaan Umum, dokumen nomor 166/La-22/1994
No. |
SWS
|
KOB/BOD |
KOK/COD |
DO/OT |
NH4 |
Koli Tinja |
Ika |
Kesimpulan Evaluasi (penilaian) |
|||||||||||
Data |
Snp |
Ikp |
Data |
Snp |
Ikp |
Data |
Snp |
Ikp |
Data |
Snp |
Ikp |
Data |
Snp |
Ikp |
|||||
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) |
(8) |
(9) |
(10) |
(11) |
(12) |
(13) |
(14) |
(15) |
(16) |
(17) |
(18) |
(19) |
|
1 |
Asahan |
0.60 |
1 |
0.13 |
2.60 |
1 |
0.52 |
7.20 |
1 |
0.19 |
-
|
1 |
0.03 |
0.07 |
1 |
0.14 |
1.00 |
Tercemar Ringan |
|
2 |
Ciliwung |
2.40 |
2 |
0.26 |
4.40 |
1 |
0.52 |
6.60 |
1 |
0.19 |
0.16 |
3 |
0.08 |
10.00 |
3 |
0.41 |
1.46 |
Tercemar Sedang |
|
3 |
Pase Peusangan |
2.20 |
2 |
0.26 |
7.00 |
2 |
1.03 |
6.70 |
1 |
0.19 |
0.03 |
1 |
0.03 |
0.71 |
1 |
0.14 |
1.65 |
Tercemar Sedang |
|
4 |
Cisadane |
2.50 |
2 |
0.26 |
8.88 |
2 |
1.03 |
5.80 |
2 |
0.38 |
0.39 |
3 |
0.08 |
0.05 |
1 |
0.14 |
1.89 |
Tercemar Sedang |
|
5 |
Seputih/Sekampung |
4.70 |
3 |
0.39 |
10.00 |
2 |
1.03 |
6.00 |
2 |
0.38 |
0.06 |
1 |
0.03 |
0.05 |
1 |
0.14 |
1.96 |
Tercemar Sedang |
|
6 |
Citarum |
2.30 |
2 |
0.26 |
9.70 |
2 |
1.03 |
8.50 |
1 |
0.19 |
0.20 |
3 |
0.08 |
14.00 |
3 |
0.41 |
1.97 |
Tercemar Sedang |
|
7 |
Bengawan Solo |
3.50 |
3 |
0.39 |
14.00 |
3 |
1.55 |
5.50 |
2 |
0.38 |
0.34 |
3 |
0.08 |
0.01 |
1 |
0.14 |
2.53 |
Tercemar Berat |
|
8 |
Musi |
3.40 |
3 |
0.39 |
14.00 |
3 |
1.55 |
5.60 |
2 |
0.38 |
10.00 |
4 |
0.11 |
0.08 |
1 |
0.14 |
2.56 |
Tercemar Berat |
|
9 |
Barumukualah |
4.20 |
3 |
0.39 |
12.30 |
3 |
1.55 |
6.30 |
1 |
0.19 |
0.03 |
1 |
0.03 |
1.80 |
3 |
0.41 |
2.57 |
Tercemar Berat |
|
10 |
Jratunseluna |
3.50 |
3 |
0.39 |
15.00 |
3 |
1.55 |
6.10 |
1 |
0.19 |
0.30 |
3 |
0.08 |
15.00 |
3 |
0.41 |
2.62 |
Tercemar Berat |
|
11 |
Brantas |
6.60 |
4 |
0.52 |
14.00 |
3 |
1.55 |
6.00 |
2 |
0.38 |
0.22 |
3 |
0.08 |
15.00 |
3 |
0.41 |
2.94 |
Tercemar Berat |
|
12 |
Mahakam |
2.30 |
2 |
0.26 |
35.00 |
4 |
2.06 |
3.50 |
3 |
0.57 |
0.28 |
2 |
0.05 |
0.70 |
1 |
0.14 |
3.08 |
Tercemar Sangat Berat |
|
13 |
Mesuji T. Bawang |
14.00 |
4 |
0.52 |
35.70 |
4 |
2.06 |
4.30 |
3 |
0.57 |
0.06 |
1 |
0.03 |
0.01 |
1 |
0.14 |
3.32 |
Tercemar Sangat Berat |
|
14 |
|
2.00 |
2 |
0.26 |
33.00 |
4 |
2.06 |
3.30 |
3 |
0.57 |
0.10 |
2 |
0.05 |
3.00 |
3 |
0.41 |
3.36 |
Tercemar Sangat Berat |
|
15 |
Siak |
4.10 |
3 |
0.39 |
17.00 |
4 |
2.06 |
4.30 |
3 |
0.57 |
0.02 |
1 |
0.03 |
1.60 |
3 |
0.41 |
3.46 |
Tercemar Sangat Berat |
|
16 |
Xr
|
3.89
|
|
|
15.51 |
|
|
5.71 |
|
|
0.81 |
|
|
4.14 |
ε xr |
30.06 |
|||
17 |
Bp |
0.13 |
|
|
0.52 |
|
|
0.19 |
|
|
0.03 |
|
|
0.14 |
ε Bp |
1.00 |
|||
Catatan: Snp (Skala nilai parameter data) = mengacu kriteria pada tabel-1, Ikp (Indeks
parameter) = bobot parameter (Bp) X Snp; Ika (Indeks Mutu
air) = Jumlah
(Bp x Snp) untuk semua parameter |