© 2004  Nuraini Soleiman                                                                       Posted  5  May 2004

Makalah pribadi

Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702)

Sekolah Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

May 2004

 

Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 

 

 

 

PENGELOLAAN SAMPAH DI JAKARTA

DENGAN KONSEP 4-R

 

 

 

 

 

 

 

Oleh:

 

Nuraini Soleiman

P062034014/PSL

nuraini@mail.ut.ac.id

 

 

 

 

 

 

 

 

I. Pendahuluan

 

Pencemaran lingkungan yang terjadi pada tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Jakarta telah terjadi sejak tahun 1990, yang menimbulkan protes masyarakat sekitar TPA dan selalu dapat diselesaikan dengan negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi Jakarta dengan penduduk sekitar TPA (Kompas, 2 februari 2004). Berulangkali protes masyarakat sekitar TPA dilakukan, namun tetap permasalahan pengelolaan sampah belum dapat dituntaskan, sehingga pada awal tahun 2004 muncul kembali terjadinya pencemaran lingkungan di wilayah sekitar TPA Cilincing. Sementara itu, upaya pemecahannya yang dilakukan selama ini seringkali tidak menyentuh akar permasalahannya (Menteri Riset dan Teknologi, 2004).

Permasalahan sampah di Jakarta berakar pada tingginya volume sampah yang di hasilkan oleh penduduk Jakarta, disamping pengelolaannya belum dilakukan secara terintegrasi yang melibatkan semua stakeholders termasuk masyarakat luas. Tingginya volume sampah ini disebabkan oleh jumlah penduduk Jakarta  yang cukup banyak. Soemarwoto, 2001, mengatakan bahwa faktor pertambahan penduduk mempengaruhi perubahan yang besar dalam  lingkungan hidup. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya peningkatan akan bahan sandang, pangan, bahan bakar, tempat pemukiman, dan sejalan dengan peningkatan tersebut terjadi peningkatan sampah yang merupakan sisa kegiatan manusia.

Penduduk Jakarta berjumlah sekitar 9,6 juta jiwa (data thn 1999/2000) dan setiap orangnya menghasilkan sampah sejumlah 2,77 liter per hari (WALHI, Jakarta, 2001). Pertumbuhan penduduk Jakarta tiap tahunnya adalah 2,24% (BPS, 2000), dan volume sampah yang dihasilkan oleh warga Jakarta perharinya mencapai 6,500 ton (Kompas, 2 Februari,2004). 

Tingginya volume sampah yang dikelola oleh pemerintah DKI Jakarta, menimbulkan beberapa permasalahan dalam pengelolaannya, terutama pada proses pembuangan sampah di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) yang berdampak kepada pencemaran lingkungan.

 

Sampah dan Pencemaran

 

Volume sampah yang dihasilkan penduduk Jakarta dalam 1 bulan mencapai 195. 000 (seratus sembilan puluh lima ribu) ton (Kompas, 2 februari 2004). Di TPA Cilincing, sampah ini dibuang dengan sistem open dumping, di wilayah sekitar 11,5 hektar. Pencemaran air lindi, mengakibatkan kematian ikan dan udang di tambak di sekitar TPA.

Angka biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxigen demand (COD) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air, menunjukkan pada angka yang jauh diatas ambang batas peruntuk air tersebut. Disamping itu, di temukan  adanya pencemaran mercuri dan timbal, merupakan bahan berbahaya dan beracun (Kompas 10 Februari 2004).

Kerugian akibat pencemaran yang terjadi di TPA Cilincing, langsung dirasakan oleh petani tambak dan penduduk sekitar TPA tersebut, baik dalam bentuk materi maupun penyakit yang diderita oleh warga. Sekitar 35 lahan tambak di Cilincing tercemar oleh air lindi, yang menimpa 26 petani tambak (Tempo Interaktif, 25 Februari 2004). Penyakit sesak napas, diare, dan demam,  telah menyerang warga sekitar TPA sejak 1 sampai 26 Januari (Kompas, 28 Januari 2004). Namun yang lebih merugikan adalah pencemaran air lindi dan logam berat yang telah merembes ke dalam tanah, pemulihan lingkungan yang dicemarkan oleh TPA Bantar Gebang misalnya membutuhkan waktu antara 30 sampai 50 tahun (WALHI, 2001).

 

Kebijakan Pemerintah DKI dalam Pengelolaan Sampah

 

Pengelolaan sampah di Jakarta masih berorientasi pada bagaimana membuat Jakarta menjadi bersih dengan cara pembersihan sampah di Jakarta. Sehingga kebijakan yang ada adalah bagaimana memindahkan sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir. Hal tersebut dapat diartikan dengan seberapa banyak alat transportasi yang dibutuhkan untuk memindahkan sampah tersebut ke TPA dan berapa banyak SDM yang dibutuhkan untuk hal tersebut (Walhi, 2001). Dengan demikian belum terlihat adanya kebijakan Pemerintah Propinsi Jakarta untuk melakukan pengurang volume sampah.

Sekalipun pada Pasal 71 dalam RTRW Jakarta 2010 terdapat butir mengenai “peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan penerapan konsep 3-R (Reduce, Reuse, Recycle), namun pada butir-butir lain dari kebijakan tersebut masih dipermasalahan pengadaan lokasi penampungan sementara dan peningkatan kapasitas transfer station (Chalik dkk., 2004). Dengan fokus kebijakan yang masih berat pada penanggulangan sampah yang diproduksi oleh masyarakat Jakarta, terlihat bahwa komitmen Pemerintah Provinsi Jakarta dalam mengurangi volume sampah belum kuat.

Berdasarkan kebijakan yang ada maka pengelolaan sampah yang dilakukan hanya berorientasi pada pemusnahan sampah secepatnya. Dengan sistem pengelolaan sampah yang dilakukan seperti saat ini, maka pencamaran lingkungan baik pencemaran air, tanah, ataupun udara akan tetap terjadi.

Untuk itu, perlu dilakukan upaya untuk merubah cara pandang terhadap sampah dari barang tidak berguna menjadi barang yang dapat dimanfaatkan. Hal tersebut sebenarnya telah dibuktikan oleh para pemulung dimana sampah dapat memberikan penghidupan kepada 6000 pemulung di TPA Bantar Gebang dan 2000 pemulung di TPA Cilincing (Kompas, 8 Januari 2004). Tulisan ini membahas model pengelolaan sampah di Jakarta dengan konsep 4-R (replace, reduce, recycle, re-use), sehingga persepsi sampah sebagai bahan tidak berguna dapat berubah menjadi barang yang memberikan manfaat yang lebih banyak kepada masyarakat.

 

 

 

 


II.                Tinjauan Pustaka

 

Proses Pengelolaan Sampah di Jakarta

Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003, sampah adalah sisa usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa bahan organik maupun bahan anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak terurai dan dianggap tidak berguna lagi, sehingga dibuang ke lingkungan (Chalik dkk., 2004). Setiap harinya manusia dengan kegiatannya baik berupa kegiatan dalam menjalankan usahanya maupun dalam kegiatan rumah tangga, menghasilkan sampah. Dengan besarnya penduduk di Jakarta, maka sampah yang dihasilkan akan tinggi, sehngga membutuhkan pengelolaan yang baik.

Pengelolaan sampah di Jakarta dibagi atas sumber sampah yaitu, sampah rumah tangga, sampah pasar temporer, sampah jalan, sampah P.D Pasar Jaya, sampah komersial, dan sampah industri. Gambar 1, memberikan skematis penanganan sampah Jakarta. (Chalik dkk, 2004). Pada skema tersebut terdapat tiga tahap pengumpulan sampah, yaitu,

tempat pembuangan sementara (TPS), stasiun peralihan sementara, dan tempat pembuangan akhir (TPA).

Menurut skema ini pengurangan volume sampah, baru terjadi pada saat sampah dikumpulkan di TPS, dan hanya dilakukan bagi bahan-bahan yang dapat digunakan kembali (re-use). Kenyataan yang ada saat ini, peran pemulung sangat berarti dalam mereduksi volume sampah mulai dari tahap pengumpulan pertama  (pewadahan) sampai di TPA, terutama untuk re-use dan recycle. Sampah anorganik yang dipisahkan oleh para pemulung kemudian di jual kepada juragan lapak untuk lebih lanjut dijual kepada pabrik untuk bahan yang didaur ulang (recycle).

Memperhatikan peran serta pemulung dan juragan lapak tersebut, pada dasarnya keikutsertaan masyarakat dalam mereduksi volume sampah telah berjalan, namun belum terkoordinir. Hal ini mungkin disebabkan persepsi mengenai sampah tersebut yang tidak tepat, seperti yang diberikan oleh definisi di atas. Para pemulung membuktikan bahwa tidak semua sampah adalah barang tidak berguna, malahan sebagian dari sampah merupakan sumber penghidupan mereka.

 

 

Gambar 1. Alur Penanganan Sampah DKI Jakarta

 

 

 


Sumber: Chalik dkk, 2004.

 

 

Konsep 4-R

 

Konsep 4-R berasal dari sistem penanganan sampah yang diberikan pada table-1, yang merupakan penjabaran dari konsep clean production (Pamekas, 2003), terutama pada metoda pencegahan dan pengurangan (prevention dan minimisation).

Pengelolaan sampah menuju zero waste management menggunakan konsep 4-R dikembangkan atas dasar hirarki berikut (Pamekas, 2003):

1.      R ke 1 (Replace) , proses ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah dengan meminimalkan (minimasi) penggunaan barang-barang melalui cara menggantikan pemakaian barang-barang tertentu. Sebagai contoh penggunaan tissue diganti dengan saputangan, plastik pembungkus diganti dengan daun sehingga timbulan sampah dapat berkurang.

2.      R ke 2 (Reduce), adalah konsep yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah sebelum dan sesudah diproduksi dengan cara pencegahan produksi kemasan yang berlebihan atau dengan meningkatkan teknik pengisian ulang (refill).

3.      R ke 3 (Recycle), prinsipnya adalah mendaur ulang sampah melalui proses fisik, kimiawi, dan biologi. Misalnya, pecahan gelas atau sampah yang berasal dari bahan kaca diproses kembali menjadi, gelas atau piring dll; atau pecahan plastik diproses menjadi ember, gayung dll.

4.      R ke 4 (Re-use), prinsipnya memakai kembali sampah secara langsung tanpa proses mengolahnya terlebih dahulu, misalnya tong sampah menjadi pot kembang, dan botol plastik menjadi tempat bumbu, dll.

 

Penerapan konsep R-1 dan R-2 memerlukan pengertian dan kerjasama dengan para produsen barang. Aplikasi konsep R-3 memerlukan pemahaman dan kesadaran masyarakat serta para pengelola kota. Para pemulung sampah, pada umumnya telah melaksanakan konsep R-4 yang sebagian hasilnya ditampung oleh para agen atau juragan lapak tertentu yang memerlukan bahan baku.


Tabel-1

Langkah langkah dalam Sistim Penanganan Sampah

 

Langkah

Metoda

Keterangan

(1)

(2)

(3)

Produksi lebih  Bersih (Cleaner Production)

Pencegahan (Prevention)

Dilakukan untuk mencegah atau mengurangi volume bangkitan sampah sebelum terbangkitkan atau timbul

Pengurangan (Minimisation)

Daur Ulang (Recycling)

Pemakaian ulang (Re-Use)

Dilakukan untuk memanfaatkan kembali sampah setelah dibangkitkan atau setelah timbul

Pemulihan kembali (Recovery)

Pengomposan (Composting)

Pengolahan (Treatment)

Fisika (Physical)

Dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pengaruh sampah yang telah timbul terhadap lingkungan.

Kimiawi (Chemical)

Penghancuran (Destruction)

Pembuangan (Disposal)

Pengisian Lahan (Landfill)

Dilakukan untuk memusnahkan sampah dengan cara mengisi lahan kosong (tebar Urug).

 

 

 


III        Volume, Sumber, dan Jenis Sampah yang dikelola

 

Meningkatnya pencemaran lingkungan akibat pembuangan sampah di TPA yang dilakukan dengan sistem open dumping ataupun sanitary landfill, merupakan dampak dari pengelolaan sampah yang berlandaskan pada persepsi sampah sebagai sisa kegiatan manusia yang tidak berguna. Dengan persepsi ini maka sampah dianggap tidak memiliki nilai ekonomis, sehingga pengelolaannya kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah provinsi Jakarta.

Meningkatnya populasi berakibat pada peningkatan volume sampah, Tabel 2 memberikan proyeksi timbulan sampah di Jakarta sampai dengan tahun 2005. Peningkatan volume sampah mencapai 3.000 ton perhari dalam satu tahun mendatang.

 

Tabel 2. Proyeksi Timbulan Sampah di Jakarta

Wilayah

Timbulan Sampah (ton/hari)

1985

1995

2005

Jakarta Pusat

1.050

1.360

1.830

Jakarta Utara

770

1.120

1.530

Jakarta Barat

930

1.420

2.070

Jakarta Selatan

1.110

1.770

2.410

Total

4.930

7.360

10.120

Sumber : JICA,1987

 

Pencemaran lingkungan yang terjadi oleh sampah, tidak dapat diatasi hanya dengan menggunakan teknologi penghancuran sampah seperti yang terdapat dalam kebijakan pengelolaan sampah pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010, dimana sistem pembakaran yang direncanakan menggunakan incenerator. Sistem pembakaran dengan incenerator pada suhu 1100 0C, dengan lama pembakaran, suhu dan campuran oksigen yang tepat dapat menghancurkan 99% sampah.

Asap yang terbentuk diolah terlebih dahulu, sebelum dibuang ke udara. Resiko sistem pembakaran yang tidak mencapai tingkat suhu tersebut adalah timbulnya dioksin yang sangat beracun dan menimbulkan berbagai jenis kanker (Chalik dkk, 2004). Penyelesaian masalah volume sampah dengan menggunakan incenerator dapat berdampak kepada terjadi pencemaran baru yang mungkin akan lebih berbahaya terhadap kesehatan masyarakat banyak.

Tabel 3 memberikan sumber sampah yang dikelola oleh pemerintah daerah Jakarta, dimana lebih dari 50% lebih sampah yang dihasilkan berasal dari sampah rumah tangga, yang sebagian besar terdiri atas sampah organik (Tabel 4).  Sumber sampah yang diberikan pada Tabel 3 ini juga menggambarkan pengelolaan yang dilakukan oleh instansi yang berbeda.  Sebagai contoh sampah rumah tangga pada proses pewadahan dan pengumpulan dilakukan dibawah koordinasi RT/RW dan Dinas Kebersihan, sedangkan pengangkutan sebagian besar dilakukan oleh Dinas Kebersihan. Pembuangan dilakukan oleh Dinas Kebersihan (Chalik dkk, 2004). Sampah pasar, tanggung jawab  pengelolaannya diserahkan kepada dinas pasar. Sampah dari jalan dan saluran, tanggung jawab pengelolaannya  dipercayakan kepada dinas pekerjaan umum. Sampah dari kantor, pertokoan dan hotel kadang-kadang diserahkan pengelolaannya kepada swasta atau dikelola sendiri oleh dinas kebersihan dan kesehatan kota.

 

Tabel 3. Sumber Sampah

Sumber Sampah

Persentasi (%)

Rumah Tangga

51,27

Pasar Temporer

5,7

P.D Pasar Jaya

11,20

Komersial

16,71

Jalan

0,95

Industri

15,22

Sumber: Chalik,dkk,2004

 

Disamping volume dan sumber sampah, di Indonesia sampah belum dipisahkan antara sampah organik dan anorganik, bahkan bahan berbahaya dan beracun (B3), masih dibuang sembarangan dan ikut menumpuk di TPA (Kompas, 2 Februari 2004). Air lindi (air hasil pembusukan sampah) yang terdiri atas unsur organik, anorganik, serta bahan B3, merembes ke dalam tanah. Kontaminasi limbah B3 ini ikut tersebar bersama dengan air lindi dan dengan medium air, B3 akan meresap lebih cepat ke dalam tanah. Sampah di Bantar Gebang misalnya terdiri atas beberapa jenis bahan diberikan pada tabel 4 (Walhi, 2001).

 

 

Tabel 4. Jenis sampah di Jakarta

Jenis Sampah

Persentasi (%)

Sampah organik

73,93

kertas

10,18

kayu

0,98

tekstil

1,57

karet atau kulit imitasi

0,55

plastik

7,86

logam

2,04

kaca

1,75

baterei

0,29

sampah lain

0,36

Sumber: WALHI (1999/2000)

 

IV Pembahasan dan Hasil

 

Pengelolaan sampah dan sarana yang digunakan

Pada dasarnya proses penanganan sampah perkotaan termasuk penanganan sampah di Jakarta, terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu (i) pewadahan, (ii) pengumpulan, (iii) pengangkutan dan (iv) pembuangan (Pamekas, 2003).

Pewadahan, adalah suatu proses dimana sampah yang timbul ditempatkan dalam suatu tempat atau wadah disekitar sumbernya. Tujuannya adalah untuk memisahkan sampah yang timbul dari sumbernya. Teknologi yang digunakan pada proses ini terdiri dari kantong plastik, tong sampah atau keranjang sampah.

Pengumpulan, adalah suatu proses dimana sampah dipindahkan dari pewadahan ke tempat penampungan sampah sementara yang lebih besar dari tempat semula. Tujuannya adalah untuk mendekatkan sampah dengan peralatan pengolahan dan atau pengangkutan yang lebih besar. Ditempat ini sampah dapat diolah seperlunya untuk mengurangi volume sampah misalnya dengan cara pemampatan dan atau pemilahan untuk mengambil sampah yang dapat didaur ulang serta pengomposan. Teknologi atau sarana yang digunakan pada proses ini terdiri dari bak sampah, gerobak sampah, kontener dan transfer depo. 

Pengangkutan adalah proses pemindahan sampah dari tempat penampungan sementara ke lokasi pembuangan akhir. Tujuannya adalah mengosongkan tempat penampungan sampah sementara (TPS) kemudian mengangkut sampai ketempat yang ditentukan dilokasi TPA sebelum ditebar. Teknologi atau sarana pengangkutan yang digunakan pada proses ini terdiri dari truk biasa, truk dump, truk arm roll, compactor truck.   

Pembuangan (disposal) adalah suatu proses untuk menebar sampah keseluruh bidang TPA secara merata dan dipadatkan secara terbuka (open dumping) atau diurug dengan tanah urug. Beberapa cara pembuangan sampah yaitu, dengan menebarkan sampah pada lahan TPA secara merata dan dipadatkan secara terbuka disebut open dumping, seperti yang dilakuka pada TPA Cilincing pada awal 2004. Cara berikutnya adalah dengan menebarkan sampah pada lahan TPA kemudian memadatkan sampah tersebut, dan menutupnya dengan tanah atau diurug. Bila proses pengurugan tidak dilakukan setiap hari disebut pembuangan sampah ini disebut controlled landfill, sedangkan bila penutupan tanah dilakukan setiap hari disebut sanitary landfill.

 

Model Pengelolaan Sampah Saat ini

 

Model pengelolaan sampah di kota-kota besar yang digunakan termasuk Jakarta, seperti diberikan pada Gambar 2.

 

Gambar-2 Eksisting Model Pengelolaan Sampah Jakarta

 

 

 


Sumber: Pamekas, 2003

 

Pada eksisting model pengelolaan sampah seperti yang diberikan pada gambar-2 dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

  1. Terdapat 10% timbulan sampah dari proses pewadahan ke proses pengumpulan yang tidak terdata, kemungkinan terjadi proses pembakaran pada saat pewadahan sehingga tidak dikelola lebih lanjut.
  2. Pada setiap tempat pengumpulan sampah tersebut, terjadi pemisahan antara sampah organik dan anorganik yang dilakukan oleh para pemulung, sehingga volume sampah yang di buang tinggal 61% (Pamekas, 2003).
  3. 29% sampah yang dipisahkan dan dikumpulkan oleh para pemulung ini adalah sampah anorganik, yang dapat didaur ulang (recycle) dan digunakan kembali (reuse).
  4. Pengolahan terhadap sampah organik yang merupakan bagian terbesar dari jenis sampah di Jakarta (Tabel 4), katakan rata-rata 70% dari timbulan sampah, belum mendapat perhatian. Hal ini yang mengakibatkan volume sampah yang dikelola di TPA masih tetap tinggi, sekitar 61%.

 

Pengelolaan Sampah dengan Konsep 4-R

           

Penggunaan model 4-R dilakukan dengan memasukkan jenis sampah organik pada masing-masing R. Hal ini dimaksudkan agar sampah organik yang mendominasi total volume timbulan sampah (Tabel-4) dapat di daur ulang, sehingga dapat dimanfaatkan. Penggantian bahan baku yang akan dikonsumsikan dan menjadi sampah (R-1) dilakukan sebelum sampah ditimbulkan. Demikian pula, dengan pengurangan timbulan sampah R-2 dilakukan sebelum sampah ditimbulkan. Namun, karena belum ada penelitian terhadap potensi R-1 dan R-2 sebelum sampah dibangkitkan, maka pengaruhnya belum dapat diperhitungkan dalam model ini.

Hasil penelitian pengelolaan sampah perkotaan dengan menggunakan konsep 4-R yang dilakukan oleh Pamekas, 2003, diberikan pada gambar 3. Pada model yang digunakan tersebut, telah terinci penggunaan konsep masing-masing R dari 4-R bagi sampah organik maupun sampah anorganik. Sehingga pada proses akhir, volume sampah yang harus dibuang ke TPA tinggal 14%.

 

Gambar-3 Model Pengelolaan Sampah Jakarta

 

 

 


Sumber: Pamekas, 2003

 

Dengan model ini, dimana pengolahan bahan organik juga menjadi bagian yang disimulasikan, maka terjadi penurunan volume sampah yang cukup signifikan pada proses pembuangan. Gambar-3 menyimpulkan beberapa hal yaitu:

  1. Reduksi sampah anorganik terjadi pada proses pewadahan, pengumpulan, dan pengangkutan, untuk recycle dan reuse.
  2. Sedangkan untuk bahan organik skala rumah tangga, proses daur ulang terjadi pada tahapan pewadahan.
  3. Daur ulang bahan organik untuk skala komunal terjadi pada proses pengumpulan.
  4. Peningkat upaya reduksi atau pengurangan volume sampah kering dilakukan dengan teknologi penghancuran atau pembakaran. Proses R-2 tersebut terjadi pada tahapan proses pengumpulan.

 

Jika dibandingkan penggunaan model ini (Gambar-4) dengan model yang ada selama ini (Gambar-3) maka reduksi sampah yang terjadi pada masing-masing proses adalah:

1. Pada proses pewadahan terjadi penurunan sebesar 27% dari total sampah yang dibangkitkan, karena sampah organik dapat langsung ditempatkan di alat pembuat kompos (komposter) rumah tangga.

2. Pada proses pengumpulan, sampah yang akan dikumpulkan menurun dari 75% menjadi 58% dari total sampah yang dibangkitkan.

3. Pada proses pengangkutan, sampah yang diangkut ke TPA menurun dari 66% menjadi 19 % dari total sampah yang dibangkitkan.

4. Pada proses pembuangan, sampah yang ditebar menurun dari 61% menjadi 14% dari total sampah yang dibangkitkan.

 

Hasil Pembahasan

 

Memahami bahwa volume dan jenis sampah yang dibuang ke TPA seperti yang diberikan pada Tabel 2 dan Tabel 4, maka pengelolaan sampah tidak bisa tidak harus melibatkan masyarakat. Disamping iatu, mengacu pada sumber sampah yang diberikan pada Tabel 3, mengindikasikan pengelola sampah yang terdiri atas berbagai instansi, mengakibatkan penanganan sampah menjadi tidak mudah.

Dengan demikian, beberapa hal harus dilakukan untuk menuju pada zero waste management,  baik pada sistem pengelolaan ataupun perbaikan komitmen dari pihak-pihak yang terlibat. Disamping itu, sosialisasi tentang penggunaan model ini perlu dilakukan secara terus menerus sehingga masyarakat dapat memahami dengan baik.

Pengelolaan sampah harus dilakukan secara terintegrasi (Integrated Solid Waste Management) yang melibatkan seluruh stakeholders, sehingga hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat terlihat dengan jelas (Chalik dkk., 2004). Pemberdayaan masyarakat pada proses pewadahan dan pengumpulan dapat dilakukan dengan membentuk community organizer pada tingkat Rukun Warga (RW). Hal ini akan meningkatkan komitmen masyarakat dalam menanggulangi masalah volume sampah.

Disamping itu, untuk melaksanakan R-1 dan R-2 dibutuhkan kerjasama yang baik dan komitmen yang tinggi dari pihak pemerintah dan produsen bahan-bahan yang dapat di replace dan reduce. Peran pemerintah dalam menentukan kebijakan pengolahan sampah harus dapat mengintegrasikan konsep 4-R dalam perencanaan jangka panjang yang termuat dalam RTRW Jakarta.

 

V         Penutup

 

Selama ini permasalahan yang timbul pada pengelolaan sampah di Jakarta adalah terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kemampuan SDM pengelola, peralatan dan dana yang tidak memadai, disamping pengelola sampah tersebut dilakukan oleh banyak instansi sehingga terjadi lempar tanggungjawab. Dengan demikian jalan keluar yang dilakukan adalah melakukan modifikasi terhadap sistem pembuangan, atau perbaikan peralatan, atau mencari tempat pembuangan akhir sampah yang lain.

Tidak tuntasnya penyelesaian permasalahan sampah yang dilakukan selama ini, karena permasalahan yang terjadi bukanlah permasalahan yang sebenarnya namun merupakan dampak dari permasalah sebenarnya (Nasution, 2004). Akar permasalahannya sendiri, yaitu tingginya volume sampah terkadang tidak pernah dipersoalkan. Sehingga penyelesaian yang dilakukan dirasakan belum efektif, contoh pemindahan TPA Bantar Gebang ke Cilincing. Ditambah lagi dengan cara pandang yang salah terhadap sampah yang dianggap sebagai barang tidak berguna, mengakibat sulitnya melakukan perubahan pengelolaan sampah dengan mengikut sertakan masyarakat banyak.

Penggunaan model 4-R mengakibatkan terjadinya reduksi volume sampah yang cukup signifikan yang menuju kepada zero waste management, dimana keterlibatan masyarakat dan pemerintah sangat berkontribusi terhadap tercapainya proses reduksi volume sampah tersebut. Seperti yang dikatakan Odum, teknologi saja tidak dapat memecahkan dilemma populasi dan pencemaran; hambatan-hambatan moral, ekonomi, dan hukum, yang timbul akibat kesadaran penuh dan lengkap dari masyarakat, yang menganggap bahwa manusia dan alam adalah satu kesatuan, harus juga menjadi efektif.

 

 

 


Daftar Pustaka

 

1.      Pamekas, R., 2003, 4-R Dalam Sistem Manajemen Sumber Daya Sampah Perkotaan, Buletin Pengawasan Dep. Kimpraswil vol 36, vol 37 dan vol 38, 2003.

2.      Chalik, A.C dkk, 2004, Pengelolaan Sampah DKI Jakarta antara Perencanaan dan Pelaksanaan, 2004.

3.      WALHI, 2001, A Long Way to Zero Waste Management, Country Report-Indonesia, Taiwan, 20-25 Juli 2001.

4.      Soemarwoto, O., Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djembatan, Jakarta, 2001.

5.      Kompas, 8 Januari 2004, Ribuan Pemulung Bantar Gebang Hijrah ke Cilincing, Jakarta.

6.      Kompas, 28 Januari 2004, Ratusan Warga Cilincing Sesak Nafas, Jakarta.

7.      Kompas, 29 Januari 2004, Air Lindi di Cilincing Racuni Tambak Udang, Jakarta.

8.      Kompas, 2 Februari 2004, Butuh Komitmen Kuat untuk Mengelola Sampah, Jakarta.

9.      Kompas, 2 Februari 2004, Jika Tambak Mulai Menghitam dan Berbau Busuk, Jakarta.

10.  Kompas, 10 Februari 2004, TPS Cilincing Terbukti Mencemari Lingkungan, Jakarta.

11.  Tempo Interaktif, 25 Februari 2004, DPR Akan Minta Keterangan KLH Soal TPA Cilincing, Jakarta.

12.  Nasution, M., 2004, Catatan Kuliah Mata kuliah Masalah Pembangunan dan Lingkungan, Bogor.

13.  Menteri Riset dan Teknologi, 2004, Strategi dan Rencana Tindak Pengembangan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Air yang efektif dalam Penanggulangan Bencana, Seminar Nasional Menyambut Hari Air Sedunia XII tahun 2004, Jakarta.

14.  Odum, E.P., 1993,  Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga, Gadjah Mada University Press,    Yogyakarta.