© Dwi Iswari
Makalah Perorangan
Pengantar Falsafah Sains (PPS 702)
Sekolah Pasca Sarjana /PSL - S3
Institut Pertanian
April 2004
Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng
PENGENDALIAN HAYATI GULMA AIR,
Salvinia molesta Mitchell
DENGAN KUMBANG Cyrtobagous salviniae Calder dan Sands
Oleh:
Dwi Iswari
NRP
: P 062034224
ABSTRACT
Salvinia
molesta Mitchell is one of a perennial
aquatic weed originated from South Eastern Brazil, which is distributed
throughout both tropical and sub-tropical regions by human, especially as
aquarium and ornamental plants. Due to the morphological characteristic of the
weed and high adaptability to the environmental conditions gives advantages for
its development.
The
main problem which is generated by the weed is the formation of the thick mat
covering the surface of the water. The fern clogs water ways, slows the water
flow, which causes flooding and stagnation due to accumulation of organic mater,
decreases in the quality and the quantity of water, reduces the use of water
for domestic, industry and agriculture.
To
control the floating ferns, the use of mechanical method and conventional
herbicides is neither economical nor effective. Therefore, a biological control
approach through the release of the natural enemies by the weevils Cyrtobagous salviniae Calder and Sands
has been developed.
The suitable environment condition for the development of both weevils and hosts, such as nutrients in water and plant tissues, temperature in water and weather condition (wind) is influence the success for controlling the weed.
I.
LATAR
BELAKANG
Gulma air (Salvinia molesta
Mitchell) merupakan gulma air yang memiliki sifat-sifat karakteristik laju
berkembang biaknya sangat cepat dengan sifat adaptasi yang tinggi di berbagai
kondisi lingkungan, terutama pada air buangan aktivitas industri, limbah
domistik, limbah pertanian dan kehutanan. Gulma ini
berasal dari bagian tenggara
Key Word :
Pengendalian hayati, gulma air, Salvnia
molesta, Cyrtobagous salviniae
Gulma air ini berkembang biak dengan rimpang dan potongan tanaman, dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi. Poupulasi akan menjadi dua kali lipat dalam 2,5 hari (Room et.al., 1984), yang akan membentuk lapisan tebal menutupi permukaan air dan dapat mencapai ketebalan 3 kaki (Anonim, 2004). Keberadaan gulma liar ini pada permukaan perairan dapat mengakibatkan penurunan kualitas air, pendangkalan sungai, waduk, situ dan perairan lainnya, penyumbatan aliran air, penurunan debit air sungai yang berakibat menurunkan produksi budidaya ikan tawar di tambak-tambak, produksi pertanian, maupun pengurangan air baku untuk industri dan keperluan rumah tangga, serta penyebab polusi lingkungan dan sebagai sumber penyakit pada manusia (Hadi, 1992; Mitchell, 1980).
Pengendalian
gulma air di
Sejak tahun 1969 pelepasan musuh alami untuk mengendalikan gulma air telah dilakukan, namun menemui kegagalan karena ketidak tepatan pemilihan jenis musuh alami (identifikasi spesies) dan ketidaksesuaian kondisi lingkungan bagi gulma dan musuh alaminya. Sekitar 20 tahun kemudian dilaporkan adanya kesuksesan pengendalian gulma air di Australia dan Papua Nugini. Ketepatan identifikasi jenis musuh alami yang dikoleksi dari tempat asal gulma, serta ketepatan kondisi lingkungan yang sesuai bagi perkembangan musuh alaminya, (seperti kesesuaian temperatur dan kandungan nutrisi dalam lingkungan) merupakan kunci keberhasilan pengendalian gulma air ini (Room et al.,1984; Waterhouse dan Norris, 1987).
Tulisan
ini memaparkan tentang kesuksesan dan kegagalan pengendalian hayati gulma air Salvinvinia molesta
menggunakan musuh alami Cyrtobagous
salviniae, yang diharapkan dapat dipakai sebagai acuan pengendalian bermacam-macam
gulma air yang ada di
II. GULMA AIR (Salvinia
molesta)
1. Karakteristik
S molesta, merupakan
gulma air yang memiliki rhizoma/ rimpang, dan batang bercabang-cabang tidak beraturan
dan beruas-ruas yang terletak dibawah permukaan air. Setiap
ruas memiliki sepasang daun yang bentuknya bervariasi tergantung dari kondisi
lingkungan hidupnya. Pada awal kolonisasi di perairan
terbuka, dimana kondisi nutrisi masih cukup banyak, daun berbentuk pipih dan berukuran
kecil. Bentuk daun yang kecil dan pipih ini sebagai
adaptasi tanaman dengan lingkungannya, yang dapat menguntungkan bagi perkembangan
tanaman. Akan tetapi pada saat populasi telah berkembang dimana
kebutuhan nutrisi tanaman meningkat maka, gulma ini akan
berkembang menjadi bentuk yang memiliki daun yang lebar dan berlipat-lipat
untuk memperluas permukaannya agar memungkinkan pengambilan nutrisi yang cukup
untuk kelangsungan kehidupannya. Dengan demikian gulma akan
terus bekembang dengan populasi yang cukup rapat sampai menutupi seluruh permukaan
perairan (Waterhouse dan Norris, 1987). Ketebalan
Gambar 1. Gulma air yang menutupi seluruh permukaan perairan
Sumber :
http://salvinia.er.usgs.gov/
b. Perkembangan gulma dan faktor yang
mempengaruhi perkembangannya
Gulma air S molesta berkembang cepat pada perairan yang memiliki aliran air yang lambat. Pertumbuhan gulma dipengaruhi oleh suhu dan kandungan nutrisi lingkungannya, akan tetapi gulma dapat hidup pada kisaran suhu yang cukup luas. Pada temperatur yang rendah, dibawah 10 ºC gulma dapat tumbuh, namun kerapatan populasi yang merupakan biomassa yang tebal menutupi permukaan air tidak terbentuk.Gulma dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang bervariasi. Namun, pertumbuhan gulma akan lebih cepat pada perairan yang tercemar limbah/ sisa pembuangan industri dan domestik/ rumah tangga, serta limbah pertanian dll. Sebagai contoh, pertumbuhan gulma air meningkat sebesar 19% per hari di danau Moondarra, dan meningkat sebesar 51% perhari di perairan sekitar tempat pembuangan limbah di Lagoon (Finlayson, 1984).
III.
MUSUH ALAMI
(Cyrtobagous salvineae)
Cyrtobagous salviniae, musuh alami gulma air Salvinia molesta, adalah sejenis kumbang familia Curculionidae. Dalam lingkungan hidupnya pada tanaman inang penampakannya sering sulit dibedakan dengan jenis spesies lain, seperti Cyrtobagous singularis. Larva kumbang C salviniae memakan batang dan rimpang gulma air dengan cara membuat liang gerek pada tanaman inang sehingga ruas-ruas tanaman termasuk batang, rimpang dan daun-daunnya menjadi terpisah-pisah. Gejala serangan terlihat pada ruas-ruas tanaman inang berubah menjadi berwarna coklat, terpisah-pisah dan berkerut. Musuh alami ini berperan menghambat pengembangan tunas-tunas gulma dan memakannya (Forno dan Bourne, 1985). Kumbang C salviniae lebih suka membuat liang gerek pada titik tumbuh yang merupakan bagian tanaman yang memiliki kandungan nitrogen yang tinggi (Sand et al., 1983).
Selain kandungan nitrogen dalam tanaman inangnya, temperatur lingkungan hidup juga mempengaruhi perkembangan kumbang C salviniae. Telur tidak akan menetas pada suhu 19ºC, larva dan pupa tidak dapat berkembang pada suhu 17ºC (Sand et al., 1983). Menurut Forno dan Bourne (1985) pada populasi kumbang C salvineae yang cukup tinggi, kerusakan pada tanaman inang akan meningkat secara linier dengan naiknya temperatur. Kerusakan terbesar terjadi pada temperatur lingkungan 25 – 30 ºC .
IV.
PERMASALAHAN
Gulma air (S molesta), sebagai tanaman liar yang hidup di air dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat di sungai, dam, waduk, situ, danau, rawa, perairan payau dll. Lingkungan perairan yang tercermar limbah menjadi lingkungan yang cocok untuk tumbuh kembangnya gulma dengan cepat. Misalnya, pada limbah yang mengandung fosfat dan tinggi seperti sisa detergen dari limbah rumah tangga (Hadi, 1992), limbah yang mengandung Merkuri dan Cadmium yang merupakan sisa limbah industri, dll (Anonim, 2002).
Beberapa permasalahan lingkungan yang timbul sebagai akibat dari tumbuh-kembangnya gulma liar ini, antara lain sbb:
o Pengurangan jumlah dan mutu air serta penutupan permukaan perairan. Penutupan jumlah air adalah sebagai akibat dari besarnya penguapan untuk proses fosintesa daun gulma yang bentuknya lebar dan berlipat-lipat (Mitchell, 1980). Dilaporkan terjadinya penguapan air di waduk Saguling akibat tertutupnya permukaan waduk oleh sejenis gulma air enceng gondok sebesar 5 kali keadaan normal, sehingga mengakibatkan volume air waduk mengalami penurungan hingga 23% (Anonim, 2002). Populasi gulma yang tebal yang menutupi seluruh permukaan air dapat menghambat sirkulasi O2 dari udara. Selain itu terjadinya proses pelapukan potongan-potongan gulma yang ada di dalam air yang membutuhkan O2 akan mengambil O2 yang ada di dalam perairan. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya kandungan O2 di perairan. Padahal ketersediaan O2 dalam perairan ini sangat diperlukan oleh fauna yang hidup di perairan seperti ikan dan biota perairan lainnya (Anonim, 2004). Penutupan permukaan perairan oleh gulma air ini dilaporkan juga di Rawapening yaitu seluas 70% dari luas permukaan rawa atau 2.300 ha (Anonim, 2002). Disamping itu dengan terjadinya penurunan kwalitas air, maka ketersediaan air bersih untuk keperluan rumah tangga, pembangkit tenaga listrik dan industri akan berkurang.
o Tersumbatnya saluran air dan debit air mengecil
o Timbulnya penyakit pada manusia
Tumbuhnya gulma liar di permukaan air menjadi tempat hidup bagi
nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia (Anonim, 2004).
Begitu juga adanya penumpukan sampah gulma di daratan, dalam rangka pembersihan
sungai/ waduk, akan menyebakan pembusukan
o Sedimentasi dan pendangkalan
Berkurangnya
air sebagai akibat penguapan yang berlebihan, serta pengendapan
o Biaya pemeliharaan yang tinggi
Untuk mengendalikan gulma air dan menjaga agar waduk, dam, saluran-saluran tetap berfungsi dengan baik, diperlukan pembersihan/ pengkerukan yang dilakukan secara rutin dan terus menerus. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang cukup mahal. Di Waduk Saguling, biaya yang dikeluarkan untuk pengambilan secara manual gulma air Enceng Gondok sebesar 1 milyar rupiah per tahun (Anonim, 2002)
o Polusi lingkungan akibat tumpukan sampah
Hasil
pengerukan
V.
PENGENDALIAN
HAYATI/ ALAMI
Dalam
pengendalian populasi baik populasi
a. Kegagalan pengendalian hayati
Pelepasan
musuh alami untuk mengendalikan gulma air S
molesta tercatat pada tahun 1969 dilakukan di danau Caribia, yang kemudian
diikuti di berbagai negara seperti Bostwana, Fiji, India, Kenya dan Sri Langka.
Akan tetapi usaha tersebut mengalami kegagalan (Julien,
1982).
o Musuh alami yang digunakan untuk mengendalikan S molesta adalah kumbang yang diambil dari populasi Salvinia auriculata, bukan berasal dari populasi S molesta. Disamping itu, hasil identifikasi lebih lanjut diketahui bahwa kumbang tersebut ternyata bukan C salviniae tetapi Cirtobagous singularis. Oleh karena itu, setelah kumbang dilepas diperairan yang penuh gulma S molesta yang ternyata bukan inangnya, maka kumbang ini tidak dapat berkembang biak dengan cepat. Dengan tidak berkembang-biaknya kumbang ini maka kumbang tidak dapat mencapai jumlah populasi yang cukup, yang mampu untuk mengendalikan populasi S molesta di perairan tersebut.
o Walaupun kumbang C singularis dapat menyebabkan kerusakan pada S molesta, namun kerusakan yang ditimbulkan berbeda dengan yang ditimbulkan oleh C salviniae. Dalam hal ini, gulma menjadi terpotong-potong akan tetapi potongan-potongan batang gulma tersebut ternyata masih dapat tumbuh lagi dan membentuk tanaman baru.
b. Keberhasilan Pengendalian Hayati
Ketepatan
identifikasi musuh alami dan kesesuaian inang
Keberhasilan
pengendalian hayati gulma air S molesta
menggunakan musuh alami untuk pertamakalinya dilaporkan di Australia, yang kemudian
diikuti kesuksesan lain di Papua Nugini. Musuh alami atau kumbang C salviniae yang digunakan adalah kumbang yang dikoleksi dari
tempat asalnya yaitu di lingkungan hidup populasi S molesta di Bagian Timur
Kandungan
nitrogen di perairan dan di tanaman inang
Pegengendalian
hayati gulma di Papua Nugini, dilakukan dengan melepaskan kumbang C salvineae, jenis yang sama dengan yang digunakan di
VI. PEMBAHASAN
Penyebaran gulma air keseluruh wilayah di dunia kemungkinan tidak dapat dihindarkan karena penampilan gulma yang menarik, sebagai tanaman hias dan tanaman di aquarium.
Walaupun gulma air ini dapat dimanfaatkan sebagai mulsa untuk usaha pertanian dan bahan baku untuk barang-barang kerajinan (Hadi, 2002), akan tetapi perkembangan gulma air ini dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, seperti penurunan mutu dan jumlah air, sedimentasi, pendangkalan, penyakit pada manusia, polusi lingkungan dll, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh tumbuh-kembangnya gulma ini jauh lebih besar dari manfaat yang diperoleh untuk kehidapan manusia.
Pengendalian
gulma air di
Gulma air S molesta yang berkembang biak dengan batang dan rimpang serta potongan-potongan bagian tanamannya, sangat sulit dikendalikan secara perusakan fisik dan cara mekanik dengan pengkerukan. Hal tersebut karena masing-masing potongan/ bagian tanaman akan tumbuh menjadi tanaman baru.
Kumbang C salviniae yang merupakan musuh alami dari S molesta, di dalam tubuh inangnya membuat liang gerek yang mengakibatkan bagian tanaman terpotong-potong dan berwarna coklat/ membusuk. Disamping itu, kumbang yang lebih senang hidup di bagian titik tumbuh inangnya (karena kandungan nitrogen bagian titik tumbuh adalah cukup tinggi), akan menghambat perkembang biakan gulma dan mengakibatkan kematian gulma/ inang yang dikendalikan.
Keberhasilan
pengedalian hayati gulma air S molesta
oleh musuh alaminya di
Keberhasilan pengendalian hayati diindikasikan dengan meningkatnya populasi atau tumbuh dan berkembang-biaknya musuh alami. Namun, seiring dengan penurunan populasi gulma yang dikendalikan, akan terjadi pula penurunan populasi musuh alaminya ialah mengalami kematian karena keterbatasan makanan. Pada suatu kurun waktu tertentu, baik populasi inang maupun musuh alaminya secara perlahan-lahan akan berkurang, mati atau bahkan musnah.
Di alam, hubungan antara populasi gulma dan musuh alaminya akan mencapai keseimbangan pada tingkat populasi gulma yang tidak merugikan. Namun apabila populasi gulma meningkat yang secara ekonomi merugikan maka upaya pengendalian hayati dengan perbanyakan dan pelepasan musuh alami perlu dilakukan.
Kesalahan
identifikasi spesies musuh alami yang dilepas akan
mengakibatkan kegagalan pengendalian, yang akan menyebabkan kerugian tidak saja
secara ekonomi (misalnya menyangkut biaya survey, biaya import serangga), namun
juga berakibat kerusakan ekosistem.
VI. PENUTUP
Gulma air S
molesta memiliki sifat-sifat karakteristik yang menguntungkan bagi
perkembangannya, seperti perubahan bentuk daun menyesuaikan dengan keadaan
lingkungan, perkembangbiakan dengan potongan-potongan bagian tanaman, serta
adaptasi yang tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan perairan, menyebabkan
gulma dapat berkembang-biak dengan cepat membentuk lapisan
Keberadaan populasi gulma menutupi seluruh permukaan perairan dengan cukup rapat, mengakibatkan kerusakan
lingkungan perairan, seperti penurunan jumlah dan kualitas air, pendangkalan dam,
waduk, dan saluran, penyumbantan saluran dan penghambatan aliran air yang berakibat
mengecilnya debit air, sehingga mengurangi produktivitas usaha pertanian dan
perikanan, mengurangi jumlah air bersih untuk keperluan domestik dan industri,
serta menyebabkan penyakit bagi manusia.
Pengendalian
gulma air di
Kegagalan dan kesuksesan pengendalian hayati gulma air S molesta dengan cara pelepasan musuh alaminya (kumbang C salvineae) di beberapa negara di luar negeri seperti India, Sri Langka, Australia dan Papua Nugini dapat digunakan sebagai acuan pengendalian hayati gulma air di Indonesia.
Faktor yang menyebabkan kesuksesan dan kegagalan pengendalian hayati perlu dipelajari, termasuk kehati-hatian dalam identifikasi baik gulma maupun musuh alaminya, serta factor-faktor lingkungan yang menentukan keberhasilannya. Hal ini sangat diperlukan, agar maksud pengedalian gulma tercapai tanpa menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Salvinia molesta-Giant Water Fern-A Problem Aquatic Plant in... www.wapms.org/plants/salvinia.html-10, dikunjungi pada tanggal 29 Maret 2004
Anonim. 2002. Issue lingkungan. www.indonesiapower.co.id/lingk.htm.16k
Anonim, 2002. Tahun 2010 Rawapening diperkirankan jadi daratan. www.sinarharapan.co.id/berita/0303/20/nus02.html-22k-Cached.
Finlayson, CM.1984. Growth rate of Salvinia molesta in
Forno, IW. dan AS Bourne. 1985. Feeding by adult Cyrtobagous salvineae on Salvinia molesta under different regimes of temperatur and nitrogen content and the effect of plant growth. Entomophaga. 30 : 3.p. 279-286.
Hadi, W. 1992. Top/Proccedings/Dept. Of Environtmental Eng./1992/jbptitbpp-gdl-proc-1992-wahyono-808-enceng.
Julient, MH. (Ed.). 1982. Biological control of weeds. A world catalogue of agents and their target weeds. (Commonwelth Agricultural Bureuaux Farnham Royal). 108 pp.
Julient, HM, PM Room dan IW Forno. 1984. Entomological research and weed control : the case of Salvinia. Bailey, P. and Swincer, D (Ed.). Australian Applied Entomological Research. Conference. September 1984. p. 317-323.
Mitchell, DS. 1980.
The management of Salvinia molesta in
Room, PM., IW Forno dan MFJ Tailor.
1984. Establishment in
Room, PM., KLS Harley, IW Forno dan DPA Sand. 1981. Successful biological control of floating weed Salvinia. Nature. 294. p. 78-80.
Sands, DPA. 1983. Rapid republication
note : Identity of Cyrtobagous sp. (Coleoptera :
Curculionidae) introduced into
Waterhouse, DF dan KR Norris. 1987. Salvinia molesta Mitchell in bioloical control : Pacific prospect. Australian Centre for International Agricultural Research. Inkata Press, Melbourne. P. 342 – 349.