© 2004 Sekolah Pasca Sarjana IPB Posted 25 March 2004
Makalah Kelompok
Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702)
Sekolah Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Maret 2004
Dosen:
Prof Dr
Ir Rudy C Tarumingkeng
MODEL LOGFRAME
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERKOTAAN KASUS
JAWA
BAGIAN BARAT
(LOGFRAME MODEL FOR
Oleh Kelompok 1/PSL:
Sugimin Pranoto Nrp:
P062034174
Totok Priyanto Nrp:
P062034094
Andreas Suhono Nrp: P062034074
R. Pamekas Nrp:
P062034164
Pribudiarta Nur Nrp:
P062034194
Fatwan Tanjung Nrp: P062034124
Abstract
Penduduk Jawa bagian Barat yang luasnya sekitar 3,6 juta Ha, telah mencapai lebih dari 37 juta jiwa pada
akhir tahun 2002. Migrasi ke daerah urban untuk mencari
pekerjaan di kawasan ini tetap tinggi. Hal tersebut terkait dengan fakta
bahwa industrialisasi di kawasan ini tercatat yang paling cepat di
Bandung
sebagai Ibukota Propinsi Jawa Barat mencapai kepadatan penduduk lebih dari
14.000 orang/km2 dan kota Cirebon yang berada di perbatasan Jawa Barat dan Jawa
Tengah mencapai lebih dari 7.000 orang/Km.
Masalah
lingkungan di kawasan ini sebagian besar disebabkan karena tekanan penduduk,
dan aktivitasnya ekonominya dan terutama akibat banyaknya konversi lahan
produktif untuk kepentingan industri dan permukiman secara kurang terkendali.
Kepadatan yang tinggi didaerah permukiman berakibat pada peningkatan volume sampah
dan air limbah domestik. Buruknya pengaturan terhadap industri juga telah
berakibat pada peningkatan beban cemaran udara, limbah baracun dan limbah
berbahaya. Tekanan penduduk, industri dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
di kawasan Jawa Bagian Barat (Western Java) ini telah meningkat secara tajam
pada abad ini. Pada awalnya kondisi tersebut dipacu oleh pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi dimana wilayah ini memberikan kontribusi terbesar pada GNP
namun berubah menjadi highcost economy karena faktor faktor daya dukung
lingkungan yang kurang dipertimbangkan dengan baik. Keadaan tersebut diperparah
oleh peningkatan kemiskinan dan krisis moneter yang dimulai pada tahun 1997
yang berkepanjangan hingga menjadi krisis multidimensi yang mencakup berbagai
sektor ekonomi dan timbulnya konflik sosial. Kondisi Lingkungan hidup terus
memburuk dan permasalahan tersebut telah mencapai batas yang kritis dimana masa
depan kualitas hidup untuk sebagian besar manusia menjadi sangat suram.
Diperlukan pengelolaan lingkungan yang sistemik dan konseptual yang mampu
menahan laju kerusakan lingkungan hidup atau bahkan yang mampu memperbaikinya
secara bertahap dan terjangkau oleh para
stakeholder yang melaksanakannya. Makalah ini membahas ruang lingkup upaya
pengelolaan lingkungan di Indonesia kasus WJEMP dalam era otonomi daerah
sebagai model yang dapat dikembangkan untuk daerah lainnya ditinjau dari
pendekatan Logical Framework Analysis sebagai bahan diskusi pada pelajaran
Pengantar Falsafah Sain.
Kata-kata kunci: Falsafah, Sains, Perencanaan, Lingkungan.
1. PENDAHULUAN
Apa yang ingin dicapai atau dihasilkan proyek ??
(Ontology)
Program Pengelolaan Lingkungan
Jawa Bagian Barat (WJEMP: Western
Java Environmental Management Program) adalah program yang disiapkan dalam
rangka menjawab permasalahan lingkungan global sebagai komitmen Indonesia dalam
pembangunan berkelanjutan. Program ini sebenarnya merupakan tindak lanjut
kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia (World Bank) dalam Proyek
pembangunan perkotaan Jabotabek III (1990) dimana mulai muncul adanya berbagai
macam isu lingkungan di wilayah metropolitan yang mendesak perlu mendapatkan
perhatian.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka Bank Dunia
mendorong upaya Indonesia untuk upaya pengurangan efek rumah kaca ( green
house gas (GHG) emmissions ) dengan mengalokasikan dana dari GEF (Global
Environment Facility) sebanyak US$10 juta dalam kurun waktu 4
tahun pelaksanaan program WJEMP disamping upaya untuk meningkatkan
kualitas lingkungan lainnya, derajad kesehatan masyarakat, dan sejalan dengan
peningkatan produktivitas ekonomi di daerah perkotaan. Apa
yang ingin dicapai oleh program/proyek ini sebenarnya adalah bagaimana dapat
meningkatkan kapasitas daerah (Kota/Kabupaten) dalam pengelolaan pembangunan
perkotaaan yang mendorong tetap terpeliharanya kualitas lingkungan hidup dengan
memberdayakan berbagai pihak terkait (stakeholder).
Bagaimana mencapainya
?? (Epistemology)
Dalam era desentralisasi (UU no
22/99 tentang pemerintahan daerah), lingkungan hidup termasuk menjadi
kewenangan masing-masing pemerintah daerah.
Sehingga pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup di Jawa Bagian Barat ini harus melibatkan daerah
dan masyarakat secara bersama sama. Peningkatan kesedaran masyarakat (awareness)
tentang pentingnya memelihara lingkungan hidup melalui perubahan sikap dan
perilaku yang ramah lingkungan merupakan faktor penentu yang sangat penting sekaligus
sebagai check and balance terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah
dalam pembangunan. Bagaimana mulai dapat
mengenalkan atau melibatkan peran serta sekolah sekolah dalam
pengendalian lingkungan sehari hari baik menyangkut pengendalian lingkungan
pada umumnya mupun yang berkaitan dengan lingkungan permukiman, masalah sampah,
sanitasi, limbah cair, dan lain-lainnya
yang ada disekitar sekolah dan permukiman. Perhatian pemerintah terhadap
masalah lingkungan dalam hal ini sangat penting serta setiap daerah diminta
dapat menyiapkan strategi dan programnya dalam penanganan masalah lingkungan di
perkotaan untuk memberikan sinyal kepada masyarakat komitmen pemerintah daerah
terhadap penanggulangan masalah lingkungan.
Apa yang diperlukan agar
proyek dapat berhasil ?? (Ontology)
Masalah lingkungan hidup baik
di perkotaan maupun di perdesaan adalah masalah bersama dan secara kolektif hal
ini menjadi masalah nasional. Untuk dapat mewujudkan penanganan hal tersebut
diatas, diperlukan komitmen berbagai pihak untuk mengubah pendekatan
pembangunan yang selama ini terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
semata tanpa memperhitungan batasan toleransi daya dukung lingkungan ataupun
ekologi. Program ini memerlukan dukungan tidak hanya dari kalangan pemerintah
atau birokrat tetapi juga dunia usaha dan masyarakat. Pemerintah memandang perlu untuk melakukan
intervensi terhadap penanganan masalah lingkungan mengingat situasi dan kondisi
yang ada tidak mengalami perbaikan justru mengalami penurunan kualitas lingkungan.
Hal ini makin dipercepat dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang
lingkungan. Tidak ada common platform yang jelas diantara daerah otronom
dalam menangani masalah lingkungan hidup. Demikian pula kurang ada law
enforecement dalam masalah lingkungan hidup secara transparan. Keberhasilan program ini akan sangat
tergantung dari sejauhmana pelaksanaan kepemerintahan dan pengelolaan
pembangunan yang baik (good governance and management) dapat dilakukan
oleh pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha dan masyarakat secara bertanggung
jawab.
Bagaimana mengukur kemajuan
program/proyek ?? dan
Masalah masalah apa saja yang
mungkin timbul selama proses pengukuran kemajuan proyek ??
Perencanaan program WJEMP diharapkan
menjadi model dalam pengelolaan lingkungan perkotaan pada era desentralisasi
dan diharapkan dapat diperluas ditempat lainnya. Maksudnya adalah bilamana
pengelolaan lingkungan model WJEMP ini dapat dilakukan di Jawa Bagian Barat
yang mempunyai permasalahan paling kompleks maka diasumsikan dapat dilaksanakan
juga ditempat lain di Indonesia. Pelaksanaan WJEMP ini merupakan barometer
Indonesia dalam menindaklanjuti dukungan Pemerintah Indonesia kepada Agenda 21
yang telah disepakati oleh berbagai negara dlamrangka mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan. Kemajuan pelaksanaan
program ini direncanakan dapat diukur melalui beberapa komponen yang dianggap
stratejik diantaranya upaya peningkatan kemampuan manajemen daerah dalam
peningkatan kualitas lingkungan, pengelolaan samapah, serta upaya kerjasama
dengan masyarakat dan dunia usahandalam penanganan lingkungan
2.
LOGICAL FRAMEWORK PENYIAPAN WJEMP
Logical Framework Analysis
(LOGFRAME) atau Kerangka Kerja Analisa Logika (KELOG) program WJEMP didasarkan
pada penyelesaian masalah secara bertahap seiring sejalan dengan kemampuan
pemerintah untuk meningkatkan kesadaran berbagai pihak dalam melihat pentingnya
mengatasi persoalan lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan dan
tekanan penduduk yang berdampak buruk bagi kualitas hidup, kelestarian
lingkungan dan generasi mendatang.
Tujuan utama program pengelolaan lingkungan
(perkotaan) Jawa bagian Barat adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, derajad kesehatan masyarakat
dan peningkatan produktivitas ekonomi
daerah perkotaan wilayah metropolitan
jakarta dan wilayah Jawa bagian Barat melalui upaya pengurangan polusi dan
program peningkatan kualitas lingkungan yang didukung upaya untuk meningkatkan
kesadaran sebagian besar masyarakat perkotaan mengenai pentingnya kualitas
lingkungan hidup, pengenalan program pendidikan lingkungan hidup yang
menyeluruh ke sekolah sekolah dasar dan menengah (SD/SMP/SMA), serta membangun
komitmen pemerintah daerah dan stakeholder wilayah Jawa bagian Barat untuk
melaksanakan program.
Adapun sasaran dan ruang
lingkup penanganan program WJEMP adalah:
Ü
Peningkatan
efisiensi dalam pengelolaan limbah perkotaan
Ü
Pengurangan
tingkat pertumbuhan timbulan sampah di berbagai kota Jawa bagian Barat.
Ü
Miningkatkan
jumlah dan cakupan pengumpulan sampah dan peningkatan pengelolaan sampah di
pembuangan dengan menggunakan teknologi yang tepat guna
Ü
Pemberian
dukungan kepada upaya daur ulang (recycling) dan peningkatan peran dunia
usaha/swasta.
Ü
Peningkatan
jumlah produksi kompos dengan teknologi tepat guna dengan melibatkan peran
serta swasta untuk menjaga kesinambungan produksi pemanfaatan kompos yang
dihasilkan untuk kepentingan pertanian sesuai dengan standard Indonesia yang
diperkenankan.
Ü
Pelaksanaan program nasional dalam pengurangan polusi udara (program langit biru)
Ü
Pengurangan green house gas emmissions sebagai
konsekuensi atas solid waste composting.
Ü
Peningkatan
kualitas hidup dan ekonomi pemulung dan masyarakat miskin terutama di daerah
pantai (nelayan)
Ü
Dukungan
rencana tindak dan pelaksanaan Good Governance terutama yang terkait dengan
pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan masalah lingkungan
Ruang lingkup program WJEMP
pada hakekatnya mencakup kegiatan yang secara realistik saat ini dapat
ditangani oleh Daerah dengan dukungan dari Propinsi dan Pemerintah Pusat yaitu
meliputi 3 kluster yaitu:
Peningkatan kapasitas
manajemen daerah secara menyeluruh:
Ü
Pengembangan
strategi pengelolaan lingkungan di masing-masing kota/kabupaten dan propinsi
dan pelaporan neraca lingkungan tahunan (state of the environment report);
Ü
Pengembangan
rencana stratejik menyeluruh penanganan limbah rumah sakit (pengumpulan dan
pembuangannya), limbah industri, perkantoran, perdagangan, dan permukiman;
Ü
Pelaksanaan
studi kelayakan untuk beberapa rencana kegiatan investasi yang sudah siap untuk
ditindak lanjuti dalam pengelolaan lingkungan termasuk penanganan air limbah
untuk mencegah polusi di Sungai Cikapundung Bandung, Rehabilitasi danau
(situ) di Depok serta wastewater
treatment di Cirebon, dan Tangerang
serta lain lainnya; Penanganan studi kelayakan dan DED untuk prasarana
drainse dan pengendalian banjir di Depok dan Jabotabek
Ü
Pelibatan
peran dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
masalah lingkungan termasuk dalam penyiapan laporan neraca lingkungan,
pengelolaan TPA sampah, dan limbah cair (Watewater treatment Plant)
Ü
Rencana
Pengembangan Penghijauan kampung (Green KIP) dan taman kota di Cirebon dan kota
lainnya;
Ü
Pengembangan
program kepedulian masyarakat terhadap lingkungan (environmental awareness) di
DKI Jakarta dan kota lainnya
Ü
Pendampingan
dan advisory services dalam pengelolaan lingkungan kepada Instansi Pusat
terkait, Propinsi, dan daerah kota/kabupaten yang ikut dalam program;
Pengelolaan Persampahan
Ü
Mendorong
terbentuknya organisasi pengelolaan sampah se jabotabek dan juga Metro Bandung
dalam bentuk perusahaan dan dikelola secara profesional;
Ü
Peningkatan
kemampuan manajemen dan Pembangunan TPA sampah di Kota Tangerang, Serang Timur,
Kopiluhur Cirebon,
Ü
Pengembangan
pupuk kompos serta pengembangan pasar kompos untuk penggunaan pertanian serta
pengembangan fasilitas kompos di Jakarta (minimal 100 ton/hari) dengan
fasilitas dari GEF
Ü
Pembinaan
kepada pemulung sampah terutama di TPA berbagai Kota/kabupaten, serta upaya
pengurangan sampah melalui program 3 R (Reduce, Reuse, Recycle)
Kerjasama dengan Masyarakat
dan Dunia Usaha
Ü
Pengurangan
sampah terutama untuk usaha industri sedang dan kecil di lingkungan Jabotabek
dan sekitarnya; serta program CEF (Community Environmental Facility) dalam
rangka membina masyarakat dalam pengurangan polusi lingkungan;
Ü
Pengurangan
polusi terutama yang berasal dari usaha masyarakat dan dunia usaha seperti
limbah pabrik tahu di Jakarta serta Industri Ikan Asin rakyat di Jakarta Utara
Ü
Pengkajian
desain rencana treatmen plant di Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung (JIEP)
dengan mempertimbangkan limbah rumah tangga dari permukiman sekitar serta Amdal
Ü
Kerjasama dengan dunia usaha dalam pengembnagan
centralized wastewater treatment untuk Industri di Serang dan Tangerang
Pemerintah
Masalah lingkungan sangat
terkait dengan daerah lain, oleh karenanya penanganan masalah lingkungan tidak
bisa dilokalisir pada satu tempat saja tetapi juga harus menyelesaikan masalah
didaerah terkait. Pemilihan area geografi dibatasi pada awalnya di Jabotabek
area, namun dalam proses konsultasi di Bappenas dan Daerah disepakati bahwa
masalah lingkungan tersebut tidak dapat diselesaikan di wilayah Jabotabek saja
dengan pertimbangan:
Ü
Masalah
lingkungan Jabotabek sangat terkait dengan daerah sekitarnya khususnya di
wilayah Propinsi Jawa Barat dan Banten. Jawa Barat dan Banten adalah daerah
yang juga mempunyai persoalan lingkungan yang parah. Adanya keterkaitan
persoalan lingkungan antara Jabotabek, dengan Jawa Barat dan Banten cukup
signifikan sehingga perbaikan hanya dapat dilakukan bila ketiga daerah tersebut
ditanganni secara bersama sama (simultan);
Ü
Pelibatan propinsi Banten dan Jawa Barat dalam program ini secara politik akan
menunjukkan bahwa reformasi kebijakan nasioanl dalam bidang lingkungan
mendapatkan dukungan yang cukup luas dari propinsi-propinsi penting yang
mempunyai persoalan lingkungan;
Ü
Perluasan
cakupan geografi ini juga menunjukkan adanya dukungan terhadap kebijakan
nasional bidang lingkungan seperti upaya meminimalisasi limbah/sampah,
peningkatan kesadaran masyarakat kedalam kurikulum sekolah, peningkatan peran
lembaga lembaga terkait dengan lingkungan dalam pengendalian masalah lingkungan
yang sebelumnya kurang terdengar pengaruhnya;
Ü
Dengan
memperluas cakupan, program ini dapat menunjukkan adanya kompleksitas, dan
respon masyarakat yang baik dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan pada
tingkat lokal dan maupun nasional;
Apa yang diperlukan agar
proyek dapat berhasil ? (Ontology)
Penanganan sampah/limbah
sebagai barometer keseriusan Pemda dalam pengananan masalah lingkungan, namun
demikian kiranya sampah/limbah bukan satutunya program dalam penanganan
lingkungan. Banyak sekali masalah lingkungan di daerah perkotaan , namun
demikian masalah limbah sangat mendominasi persoalan sehari-hari yang secara
nyata dapat kita lihat dan memberikan pengaruh buruk pada lingkungan Jabotabek
mengingat volumenya semakin tidak terkendali, asumsi yang digunakan adalah
bilamana Kota/Kabupaten dapat menangani masalah limbah/sampah dimasing masing
daerahnya maka kota/kabupaten tersebut dianggap telah mempunyai kemauan dan
kemampuan dalam menangani masalah lingkungan. Sehingga secara bertahap
kemampuan tersebut dapat ditingkatkan untuk menangani hal-hal lainnya yang
tidak kalah penting dalam persoalan lingkungan. Keinginan untuk menangani masalah
persampahan ini sebenarnya tidak terkait dengan masalah investasi tetapi lebih
kepada masalah peningkatan kemampuan manjemen dan mendorong inisiatif kebijakan
pemerintah daerah untuk mulai serius menangani masalah lingkungan serta
inisiatif daerah untuk mulai melihat efisiensi dan keterpaduan dalam penanganan
masalah lingkungan seperti sharing fasilitas pembuangan atau pengolahan akhir,
pengumpulan limbah/sampah lintas kota/kabupaten, sampah yang berasal dari
industri, perdagangan maupun rumah tangga, upaya peningkatan revenue collection
dan transparansi pengelolaan keuangan. Dalam hal ini pemerintah daerah
cenderung akan melaksanakan perubahan/reformasi kebijakan bilamana perubahan atau reformasi tersebut terkait
dengan strategi yang lebih besar dan berlaku nasional. Peningkatan kemampuan
manajemen penanganan sampah (limbah padat) saja tidak akam memeberikan pengaruh
yang signifikan dalam lingkungan perkotaan (urban environment). Badan-badan air
akan masih terpolusi dari buangan tinja ataupun limbah cair lainnya, demikian
pula kualitas udara akan masih buruk disebabkan oleh adanya emisi buangan dari
kendaraan yang ada. Hal ini nampaknya tetap harus disentuh meskipun penanganan
sampah menjadi faktor penting yang terlihat mata dan mendesak harus segera
ditangani.
Masalah lingkungan cukup
kompleks sehingga penanganannya tidak dapat dibebankan pada satu institusi
saja. Mengingat kompleksnya permasalahan, bisa saja proram pengelolaan
lingkungan ditangani oleh satu institusi pusat yang ditugasi, namun hal ini
tentunya menjadi kurang praktis sebab isu pengelolaan lingkungan perkotaan perlu ditangani pada tingkat lokal agar dapat
memberikan manfaat yang sebesar besarnya. Hal ini sangat sejalan dalam era
desentralisasi sehingga merupakan kesempatan emas untuk bekerjasama dengan daerah
otonom dalam penanganan lingkungan. Diasumsikan bahwa DKI, propinsi Banten dan
Jawa barat adalah daerah yang dianggap mempunyai kemampuan yang memadai dalam
membina daerah otonom dalam menangani masalah lingkungan ini. Propinsi propinsi
tersebut dianggap sebagai propinsi yang mempunyai sumberdaya manusia yang cukup
kuat dan diharapkan dapat membantu kesuksesan penanganan masalah lingkungan di
Jabotabek, Banten dan Kota-kota penting di Jawa Barat.
Dalam rangka proses
pembelajaran bersama, maka program ini perlu didukung oleh Bank Dunia secara
bertahap sehingga memungkinkan bagi daerah untuk melakukan pembelajaran dalam
pelaksanaan program pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu untuk mendukung
keberlanjutan program ini Bank Dunia memberikan fasilitas APL (Ajustment
Program Loan) dengan pertimbangan:
Ü
Untuk
dapat membuat program pengelolaan lingkungan hidup ini dapat berkelanjutan maka
kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia serta partnership pemerintah
daerah dalam hal ini sifatnya adalah jangka panjang;
Ü
APL
memungkinkan pengembangan kegiatan yang bersifat software terlebih dulu sebelum
investasi atau pelaksanaan hardware adapat dilakukan;
Ü
APL
juga memungkinkan flesibilitas atupun perubahan dalam desain progarm selama
pelaksanaan melalui suatu proses pembelajaran bersama sebelum menginjak pada
tahapan APL selanjutnya;
Ü
APL
memungkinkan kerjasama dengan daerah peserta secara lebih fleksibel mengikuti
perkembangan sepanjang waktu;
Kegiatan ini selain
mendapatkan dukungan dari Bank Dunia juga mendapatkan dukungan dari berbagai
donor agencies seperti JBIC yang membiayai Large Sce Transfer Station di
Jakarta, ADB yang membiayai Studi perkotaan di Bandung, SDC yang membiayai
Pembangunan Perkotaan di Cirebon dan GTZ
membiayai program daur ulang (Recycling)
Bagaimana mengukur kemajuan
proyek ?
Kemajuan dan keberhasilan
program WJEMP diharapkan dapat diukur dari program program utama dan dari
sejauhmana Daeah kota/Kabupaten, Propinsi dan Pemerintah Indonesia dapat
melakukan sebagai berikut:
Ü
Pengembangan
dan pelaksanakaan kebijakan yang berkaitan dengan Hospital Waste Management;
Landfill advisory Committees; Community Environment Facilities; serta
Penembangan Jabotabek and Greter Bandung Waste Management Corporations; Program
peningkatan kepedulian lingkungan, dan Adanya laporan neraca lingkungan yang
dikeluarkan oleh Pemda setiap tahun;
Ü
Produksi
dan pemasaran 60,000 ton kompos dilingkungan Jabotabek
Ü
Pengembangan
penghijauan (greening) di 1000 lebih KIP atau Green KIP project di Kota/Kabupaten
peserta program;
Ü
Pembinaan
terhadap sekitar 7000 pemulung di DKI, Jawa barat dan Banten.
Masalah masalah apa saja yang
mungkin timbul selama proses pengukuran kemajuan proyek ?
Dalam proses pengukuran
kemajuan proyek kemungkinan bisa timbul permasalahan yang dapat menghambat
diantaranya:
Ü
Berbagai
asumsi yang digunakan dalam perumusan Tujuan dan Sasaran Program berdasarkan
pendekatan logfram menjadi tidak valid lagi sehingga tidak terjadi keselarasan
pola pikir yang direncanakan; Termasuk dalam hal penjaringan kebutuhan yang
dilakukan ternyata tidak pas dengan realita pelaksanaan di daerah ataupun
kurang mendapatkan prioritas;
Ü
Adanya
daerah yang menarik diri dari program karena perubahan kepemimpinan dan
perubahan situasi politis di daerah sehingga banyak program utama sebagai
indikator kinerja proyek yang terkait dengan daerah yang bersangkutan
terganggu;
Ü
Kurang
berjalannya fungsi koordinasi antar Instansi Pusat dan Daerah yang sudah di
setup dalam organisasi pelaksanaan program karena adanya perubahan kebijakan
maupun lemahnya komunikasi antar instansi serta kecenderungan terjadinya ego
daerah dan ego sektoral;
Ü
Kurang
berhasilnya penggalangan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan adanya
hambatan pendanaan pemerintah daerah kerena adanya pergeseran prioritas dan
kurang berkembangnya kerjasama dunia usaha serta peran serta masyarakat.
3. SISTEM LOGFRAME DAN PROSES PEMBELAJARAN WJEMP
Penyiapan WJEMP didasarkan
pada suatu LOGFRAME sebagai alat perencanaan (Planning Tool) yang menggunakan
pendekatan logika secara lengkap. Hasil akhir penerapan LOGFRAME disajikan
dalam “MATRIK LOGFRAME” yang menyerupai tabel (kerangka kerja) dan berisi
informasi mengenai proyek yang ringkas, logis dan sistimatis. Apabila digunakan secara kreatif, maka
LOGFRAME dapat dipakai untuk perancangan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
proyek pembangunan. Hal tersebut disebabkan karena LOGFRAME menyediakan
pendekatan yang logis dan terstruktur untuk menetapkan skala prioritas, hasil
yang diinginkan dan daftar kegiatan yang harus dilaksanakan dalam satu paket
proyek.
Pertanyaan pertanyaan baku
(standar) yang dijawab oleh LOGFRAME dan keterkaitannya dengan falsafah sains
adalah mencakup: Apa yang ingin dicapai atau dihasilkan proyek ?? (Ontology);
Bagaimana mencapainya ?? (Epistemology);
Apa yang diperlukan agar proyek dapat berhasil ?? (Ontology);Bagaimana mengukur
kemajuan proyek ?? dan Masalah masalah apa saja yang mungkin timbul selama
proses pengukuran kemajuan proyek ??
System LOGFRAME dapat dibagi
kedalam 5 (lima) komponen utama atau tahapan proses inti yang harus dilalui
yaitu:
Ü
Analisa
Situasi yang terdiri dari analisis stakeholder, analisis permasalahan dan
analisis tujuan
Ü
Analisa Strategik
Ü
Matrik LOGFRAME
Ü
Rancangan Aplikasi atau Implementasi LOGFRAME
termasuk rancangan monitoring dan evaluasinya
Ü
Rancangan Tindakan Perbaikan
Didalam setiap tahapan proses tersebut terdapat
sejumlah kegiatan yang harus dilaksanakan untuk membantu merumuskan program dan
atau proyek yang diinginkan secara bertahap dan logis.
LOGFRAME dijalankan dengan
pendekatan partisipatif, artinya pihak pihak yang berkepentingan dengan program
dan atau proyek yang mempunyai perbedaan pandangan harus dilibatkan.
Pendekatan tersebut sejalan
dengan konsep “Bottom-Up” dimana pengguna hasil program dan proyek ditempatkan
sebagai subjek. Objek yang akan dikaji dengan menggunakan system LOGFRAME dapat
bervariasi, tergantung permasalahan yang ditangani misalnya masalah masalah
yang berhubungan dengan penyediaan air baku, konservasi sumber daya air,
kualitas dan kapasitas prasarana transportasi, penggunaan bahan lokal yang
memenuhi syarat teknis, ketersediaan rumah sehat, kawasan kumuh, kualitas
lingkungan permukiman, bencana kebakaran dan bencana alam, pengembangan
kapasitas SDM, pengoperasian dan pemeliharaan bangunan dan peralatan dan lain
sebagainya.
LOGFRAME mengikuti kaidah
kaidah siklus manajemen pada umumnya yaitu “PLAN, DO, CHECK, ACTION”. Seperti
tampak pada gambar-1.
Ruang lingkup masing-masing tahapan LOGFRAME adalah sebagai berikut:
Ü
Perencanaan
pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada hasil analisa situasi dan hasil
analisa strategi. Analisa situasi mencakup analisa stakeholder, analisa
permasalahan dan analisa tujuan dan sasaran proyek. Analisa strategi mencakup
analisa SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity dan threath), analisa TWOS
untuk menetapkan kebijaksanaan dan strategi serta analisa posisi atau
portofolio.
Ü
Pelaksanaan
atau implementasi hasil analisis ditulis dalam format “MATRIK LOGFRAME”.
Tahapan kegiatan pada siklus ini mencakup (i) penyiapan format MATRIK LOGFRAME,
(ii) perumusan asumsi-asumsi yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran,
(iii) penulisan indikator kunci sukses untuk setiap komponen tujuan dan (iv)
penulisan data atau informasi yang harus dikumpulkan untuk menilai keberhasilan
pencapaian tujuan serta (v) tata cara melakukan penilaian.
Ü
Hal
hal yang ditulis didalam MATRIK LOGFRAME menjadi landasan untuk melakukan
monitoring dan evaluasi mengenai kemajuan (progress) maupun kinerja pencapaian
sasaran pengelolaan lingkungan hidup. Dokumen yang digunakan sebagai acuan
untuk memonitor dan mengevaluasi tingkat keberhasilan pelaksanaan program,
terdiri dari (i) rencana kerja, (ii) renjana jadwal pelaksanaan (iii) rencana
penugasan SDM dan (iv) rencana pembiayaan maupun penerimaan (arus kas) biaya
kegiatan serta (v) rencana pengadaan peralatan kerja.
Gambar-1
Siklus Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Untuk Jawa
Bagian Barat
Dengan
Menggunakan Pendekatan LOGFRAME
Ü
Tindakan
perbaikan dirumuskan dan ditetapkan serta dilaksanakan apabila progress
dilapangan tidak sesuai dengan yang direncanakan didalam MATRIK LOGFRAME.
Komponen kegiatan yang harus dilakukan pada tahap ini adalah (i) pelaksanaan
monitoring dan evaluasi, (ii) pembuatan system data base dan pencatatan hasil
monitoring, (iii) rapat manejemen untuk membahas ketidak sesuaian pelaksanaan
terhadap yang direncanakan dan (iv) penyusunan laporan AKIP yang didalamnya
terdapat hasil rumusan tindakan perbaikan yang diperlukan. Rumusan tindakan
perbaikan tersebut menjadi masukan penting untuk analisis situasi pada siklus
proyek selanjutnya.
Keterangan disamping tahapan
LOGFRAME adalah komponen kegiatan atau pekerjaan pekerjaan yang harus dilakukan
pada setiap tahapan siklus LOGFRAME.
3.3. Analisis Situasi: Analisis Kebutuhan
(Stakeholder); Analisis Permasalahan, dan Analisis Tujuan
Analisis Kebutuhan
(Stakeholder)
Perencanaan pengelolaan
lingkungan hidup, pada dasarnya dipengaruhi dan/atau akan melibatkan banyak
aktor. Adanya perbedaan kepentingan, perbedaan potensi, kekurangan dan
perbedaan sifat sifat lainnya memainkan peranan penting dalam menyusun
perencanaan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam praktek, seringkali kelompok
minoritas tidak dipertimbangkan dalam perencanaan sehingga seringkali
mengurangi kinerja proyek. Oleh karena itu, didalam menerapkan LOGFRAME,
analisa stakeholder dilakukan untuk menganalisa masalah-masalah atau isu-isu,
adanya rasa ketakutan, adanya perbedaan kepentingan, harapan, pembatasan dan
potensi semua stakeholder.
Pihak-pihak yang
berkepentingan (syakeholder) dan perlu dilibatkan dalam proses perencanaan
pengelolaan lingkungan hidup, antara lain adalah kelompok penting, Organisasi
dan institusi, Lembaga pelaksana (implementation agency), Proyek proyek lainnya
dan Individu yang dapat mempengaruhi proyek atau sebalinya stakeholder
dipengaruhi oleh proyek itu sendiri.
Analisis stakeholder ini
secara terinci harus dibatasi pada mereka yang mampu berkontribusi dalam
menjawab pertanyaan yang diajukan dan Mampu mengambil keputusan. Contoh
penerapan analisis stakeholder pada kasus WJEMP adalah dengan memberikan
pertanyaan yang paling sederhana adalah “isu-isu lingkungan apa yang paling
penting ditangani didaerah anda” ?. Tabel-1 merangkum hasil analisa kebutuhan
(need analisis) atau stakeholder analisis yang dilakukan di 25 kota dan
kabupaten di Jawa Barat.
Tabel-1
Rangkuman Hasil Analysis Kebutuhan (need
analysis) atau Stakeholder Analysis
No |
Isu-Isu
Lingkungan |
Bobot |
|
No |
Isu-Isu
Lingkungan |
Bobot |
(1) |
(2) |
(3) |
(1) |
(2) |
(3) |
|
A |
REGIONAL |
(64) |
C |
PANTAI
DAN LAUTAN |
(24,5) |
|
1 |
Perencanaan
Tata Guna Tanah |
96
|
1 |
Abrasi
Pantai |
28 |
|
2 |
Penyediaan
Air Skala besar |
52
|
2 |
Sedimentasi |
20 |
|
3 |
Kualitas
Air Permukaan |
100 |
3 |
Intrusi |
40 |
|
4 |
Banjir |
44 |
4 |
Kerusakan
Hutan Bakau |
20 |
|
5 |
Kekeringan |
12 |
5 |
Terumbu
Karang |
16 |
|
6 |
Penurunan
Air Tanah |
24 |
6 |
Pencemaran
Pantai |
12 |
|
7 |
Kerusakan
lahan (Kritis) |
96 |
7 |
Kerusakan
lahan (ekosystem) |
16 |
|
8 |
Kerusakan
Sumberdaya Hutan |
48 |
8 |
Sumberdaya
Kelautan |
44 |
|
9 |
Penambangan
mineral, galian-C |
64 |
D |
SOSIAL
EKONOMI |
(86,67) |
|
10 |
Longsoran
tanah |
52 |
1 |
Kemiskinan
|
100 |
|
11 |
Gempa |
56 |
2 |
Partisipasi
dlm Pengelolaan Ling. |
100 |
|
12 |
Bahaya
Gunung Api |
60 |
3 |
Tekanan
Penduduk |
60 |
|
B |
PERKOTAAN |
(69,45) |
E |
ASPEK
HUKUM |
(100) |
|
1 |
Sampah
Padat |
100 |
1 |
Kesesuaian
Aturan |
100 |
|
2 |
Limbah
Domestik |
100 |
2 |
Aturan
tumpang tindih |
100 |
|
3 |
Limbah
Industri |
40 |
3 |
Penegakan
Hukum |
100 |
|
4 |
Limbah
B3 |
36 |
F |
LABORATORIUM |
(76) |
|
5 |
Limbah
Rumah Sakit |
96 |
CATATAN: Kabupaten
yang berpartisipasi adalah Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasik,
Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta,
Karawang, Bekasi. Kota-kota
yang berpartisipasi adalah |
|||
6 |
Kualitas
Udara |
32 |
||||
7 |
Penyediaan
Air |
72 |
||||
8 |
Kawasan
Kumuh |
84 |
||||
9 |
Pedagang
Kaki |
100 |
||||
10 |
Ruang
Terbuka Hijau (RTH) |
100 |
||||
11 |
Erosi
Pinggiran Sungai |
4 |
Sumber: Hasil analisis
dari data “Preliminary Identifikation of Environmental Issues in
Hasil analisis kebutuhan tersebut menyimpulkan
bahwa masalah penegakan hukum menempati urutan pertama untuk ditangani, yang
diikuti berturut-turut oleh masalah sosial ekonomi, laboratorium, perkotaan,
regional dan peringkat terendah adalah masalah pantai dan kelautan.
Kualitas
air permukaan dipandang sebagai masalah regional yang penting untuk dikelola,
sedangkan sampah, limbah domestik, pedagang kaki
Analisis
Permasalahan (Isu)
Fase analisis biasanya dimulai
dengan analisis permasalahan (problem analysis). Analisis ini dilakukan untuk
mengidentifikasi akar permasalahan (root problems) dan mengembangkan diagram
pohon rmasalah dengan menggunakan teknik analisa “sebab dan akibat (cause and effect analysis)”. Prinsip analisa
masalah adalah “Fokus pada masalah dan
pemahaman terhadap system”.
Fokus pada
masalah, artinya:
a)
Analisa
hanya ditujukan pada isu isu yang diidentifikasi dapat menimbulkan masalah
b)
Analisa
ditujukan untuk mempersempit lingkup analisis dan pada saat yang sama menggali
lebih dalam factor factor penyebab masalahnya.
Memahami system,
artinya:
a)
Memahami bagaimana opasrinalisasi system (termasuk
elemen-elemen penyebab masalah saling terkait dan terkoordinasi menghasilkan
suatu dampak yang siknifikan).
b)
Memperluas
pandangan tentang mekanisme hubungan dan umpan balik diantara komponen komponen
sistem
Teknik teknik “Brainstorming” dapat digunakan
untuk mengidentifikasi akar permasalahan tersebut termasuk dalam mengembangkan
“pohon masalah (problem tree)”.
Namun, sebelum brainstorming dilakukan, perlu disepakati bersama tentang aturan
dan atau tata cara pelaksanaannya.
Gambar-3 Contoh Pohon Masalah SAMPAH DAN LIMBAH DOMESTIK
Gambar tersebut menjelaskan
bahwa masalah utama daerah perkotaan adalah “meningkatnya pencemaran sampah dan limbah domestik”. Hal tersebut
disebabkan karena volume sampah dan lumpur tinja yang terangkut ke TPA
berkurang karena faktor ritasi yang menurun, julmlah armada yang dapat
dioperasikan berkurang (rusak) dan rasio pegawai terhadap pelanggan yang
dilayani terlalu kecil.
Contoh tersebut masih dapat
diperinci lebih detail untuk menggali faktor-faktor utama yang menyebabkan
menurunnya ritasi, berkurangnya armada dan mengecilnya rasio pegawai terhadap
yang dilayaninya. sedemikian sehingga dengan analisa secara kuantitatip
(misalnya dengan analisa PARETO), dapat diketahui akar permasalahan yang
menyebabkan meningkatnya pencemaran sampah dan limbah domestik didaerah
perkotaan.
Analisis Tujuan
Analisa ini dilakukan dengan merubah
pohon masalah (problem tree) menjadi pohon tujuan (objectice tree). Caranya
adalah dengan mengganti kata kata “negatip”
pada pohon masalah menjadi “positip”
pada pohon tujuan. Cara lain adalah dengan mengganti sebab pada pohon masalah
menjadi “cara (means)” pada pohon
tujuan. Demikian pula kata akibat pada pohon masalah diganti menjadi hasil
akhir (end) pada pohon tujuan. “Means (cara)” menjelaskan “bagaimana” melakukannya, sedangkan kata “end” (Hasil) menjelaskan “Hasil apa” yang harus dicapai.
Gambar-4
Contoh
Pohon Tujuan (Objective Tree)
PENURUNAN PENCEMARAN SAMPAH DAN LIMBAH DOMESTIK
Gambar pohon tujuan tersebut menjelaskan
bahwa dengan meningkatkan ritasi angkutan sampah dan lumpur tinja, bertambahnya
sarana angkutan yang dapat dioperasikan dan rasio pegawai terhadap pelanggan
yang dilayani mendekati angka yang wajar, maka volume sampah dan limbah yang
terangkut kelokasi pembuangan akhir dapat ditingkatkan. Peningkatan ritasi
mungkin dapat dilakukan dengan memindahkan rute angkutan misalnya ke ruas-ruas
jalan yang lalu lintasnya relatip belum padat.
Disisi lain, apabila kesadaran
masyarakat tentang bahaya pencemaran meningkat, maka kontribusinya untuk
membayar tarif kebersihan dapat meningkat pula. Masyarakat dapat pula membantu
melakukan pemilahan sampah di sumbernya sehingga petugas dapat langsung
menyalurkan sampah-sampay yang masih dapat didaur ulang. Masyarakat, khususnya
pemilik sarana pembuangan air limbah (misalnya tangki septik), akan lebih
proaktif melaporkan kondisi sarananya kepada petugas sebelum terjadi air limbah
mengalir keluar tangki septik yang belum terolah secara baik sehingga mencemari lingkungan disekitarnya.
3.4. Analisis Stratejik
(Strategic Analisis)
Sebagaimana diuraikan pada bab
terdahulu, analisa strategik yang menggunakan model AKIP, dilakukan dengan
pendekatan SWOT dan TOWS serta analisa portofolio.
LOGFRAME menggunakan cara yang
relatip lebih sederhana yaitu sebagai berikut:
a)
Tujuan
akhir yang dirumuskan pada pohon tujuan (objective tree) ditempatkan sebagai
tujuan akhir (Goal) program atau proyek
b)
Tingkatan
pencapaian tujuan yang lebih rendah ditempatkan sebagai maksud (purpose) program
atau proyek
c)
Tingkatan
pencapaian tujuan yang lebih rendah lagi, ditempatkan sebagai keluaran (output)
dan hasil (outcome).
d)
Keluaran
(output) menjelaskan sesuatu yang langsung diperoleh atau diproduksi dengan
dilaksanakannya proyek, sedangkan hasil (outcome) menjelaskan berfungsinya
produk atau keluaran tersebut.
e)
Apabila
ada tingkatan yang lebih rendah lagi daripada outcome, akan ditempatkan sebagai
bagian atau komponen keluaran yang merupakan bagian bagian kegiatan atau
elemen-elemen pekerjaan yang harus dilakukan.
Hasil analisis strategic yang
dirumuskan dari pohon tujuan (objective tree), disajikan pada Gambar-5.
Gambar-5
Contoh Pohon Strategi Penanganan Masalah Litbang
Selanjutnya, untuk mengetahui
apakah analisa strategi yang dihasilkan masih logis, maka ajukan 2 (dua)
pertanyaan berikut ini:
a)
Bagaiman cara mengerjakannya ??
b)
Mengapa ini harus dilaksanakan ??
Kedua pertanyaan
tersebut diajukan pada setiap tingkatan (level) tujuan proyek yaitu tujuan
akhir, tujuan ptoyek, sasaran fisik dan atau sasaran fungsional serta kegiatan
kegiatan proyek.
Contoh untuk menguji
logika hasil analisa strategis pada gambar-5 tersebut adalah sebagai berikut:
Pertanyaan |
: |
Bagaimana
menurunkan pencamaran Sampah dan Limbah Domestik ?? |
Jawaban |
: |
Meningkatkan
volume sampah dan limbah domestik yang terangkut |
Pertanyaan |
: |
Mengapa hal
tersebut harus dilakukan ? |
Jawaban |
: |
Meningkatnya volume sampah dan limbah yang
terangkut ke TPA, dapat mengurangi masuknya sampah dan limbah tersebut ke
media lingkungan hidup sehingga mengurangi pencemaran |
Pertanyaan |
: |
Bagaimana
meningkatkan volume terangkutnya sampah dan limbah ?? |
Jawaban |
: |
Dengan
meningkatkan ritasi, menambah armada yang dapat dioperasikan dan menambah
operatornya. |
Pertanyaan |
: |
Mengapa hal
tersebut harus dilakukan ?? |
Jawaban |
: |
Ritasi menambah volume yang terangkut, armada
juga meningkatkan volume sampah yang terangkut sedangkan ketersediaan
operator memastikan bahwa ritasi dan operasionalisasi armada dapat sesuai
dengan yang diinginkan. |
3.5. Matrik Logframe
Format Matriks LOGFRAME
Matrik LOGFRAME dikembangkan dari hasil analisa strategic dengan cara
mengisi kolom kolomnya seperti pada table-2.
Table-2
Format
Matriks LOGFRAME
Level of Objectives/ Activities |
Indicators (Tanda tanda keberhasilan) |
Means of Verification (Cara mengkaji keberhasilan indicator) |
Assumtions (factor
eksternal yang mempengaruhi keberhasilan) |
||
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
||
(1) Overall Objective |
(16)
Indikator keberhasilan pencapaian tujuan akhir proyek |
(15) Cara Verifikasi indicator tujuan akhir proyek |
(8)
Yang mempengaruhi pencapaian tujuan akhir |
||
(2)
Projek Purpose |
(14)
Indicator keberhasilan pencapaian tujuan spesifik proyek |
(13)
Cara verifikasi indicator tujuan spesifik proyek |
(7) Yang
mempengaruhi pencapaian tujuan spesifik proyek |
||
(3)
Result, output |
(12)
Indicator keberhasilan pencapaian output dan hasil |
(11) Cara verifikasi indicator sasaran output, hasil proyek |
(6) Yang
mempengaruhi pencapaian sasaran luaran dan fungsinya |
||
(4) Activities |
(9a)
Cara mengerja-kan tugas |
(9b)
Indicator keber-hasilan kegiatan |
(10a)
Biaya pekerjaan/ tugas |
(10b) Cara verifikasi indicator kegiatan |
(5) Yang
mempengaruhi pelaksanaan kegiatan atau tugas tugas |
Catatan:
Angka didalam tanda kurung, menjelaskan urutan mengisi matrik Logframe.
Untuk menguji apakah matrik
telah terisi dengan benar dan memenuhi kaidah-kaidah logika, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan
secara berurutan pada tabel-3 yang dimulai dari sel matrik bernomor urut (5).
Dengan mengacu pada tabel-3
tersebut, maka pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut (ref. arah tanda
panah):
a).
Bila
asumsi pada kolom-4 benar, apakah kegiatan yang tertulis pada sel bernomor (4)
dapat dilakukan ???
b).
Apabila
kegiatan-kegiatan yang tertera pada sel bernomor (4) dapat dilaksanakan dan
asumsi pada sel bernomor urut (6) terpenuhi, apakah dapat dicapai keluaran
sebagaimana tertera pada sel bernomor (3) ???
c).
Apabila
keluaran yang tertulis pada sel bernomor (3) dapat dicapai dan asumsi yang
tertulis pada sel bernomor (6) dipenuhi, apakah rencana sasaran yang tertulis
pada sel bernomor (2) dapat dicapai ???
d).
Apabila
sasaran tersebut dicapai dan asumsi yang tertulis pada sel bernomor (7)
terpenuhi, apakah tujuan akhir pengelolaan lingkungan dapat tercapai ???
Apabila jawaban terhadap
pertanyaan pertanyaan tersebut terjawab secara logis, maka pengisian matrik Logframe
dapat dinyatakan benar. Apabila, sebaliknya maka ada indikasi bahwa
pengisiannnya belum benar.
Pengertian istilah istilah yang
digunakan dalam Matrik LOGFRAME
GOAL
adalah tujuan akhir proyek yang menjelaskan kontribusinya terhadap penyelesaian
masalah tertentu, misalnya (i) meningkatnya mutu pelayanan Litbang, (ii)
mengurangi bangkitan limbah dan dampak lingkungan, (iii) memperbaiki kualitas
udara ambient,
Project Purpose adalah tujuan proyek secara spesifik yang menjelaskan
untuk apa, mengapa dan kearah mana proyek akan dibawa, misalnya: (i)
meningkatkan mutu kegiatan litbang, (ii) meningkatkan mutu SDM peneliti, (iii)
membuat peraturan dan pedoman tentang perencanaan manajemen limbah terintegrasi
dsb.
Result, Output menjelaskan tentang hasil yang ingin dicapai oleh
proyek, yang dalam hal ini terdiri dari sasaran fisik (output) dan sasaran
fungsional (Outcome).
Sasaran fisik (output) adalah luaran yang langsung dihasilkan proyek misalnya
(i) laporan hasil penelitian, (ii) konsep NSPM, (iii) prototype, (iv) kriteria
penilaian kinerja, (v) peta digital, (vi) brosur dan leaflet, (vii) proceeding
seminar, (viii) model fisik, (ix) model sistem dsb
Sasaran fungsional (outcome) adalah berfungsinya sasaran fisik misalnya (i) laporan
hasil litbang dapat berfungsi sebagai referensi atau naskah akademis untuk
dasar penyusunan peraturan per undang-undangan (ii) konsep NSPM berfungsi
menjadi bahan rapat pra consensus, (iii) prototype menjadi contoh model fisik
skala lapangan yang siap di replikasi, (iv) brosur, leaflet, proceeding menjadi
bahan untuk penyebar luasan hasil litbang, (v) model fisik sebagai model skala
laboratorium yang siap dikembangkan menjadi prototype, (vi) model system
menjadi landasan penyusunan standar tata cara dsb.
Activities, Adalah pekerjaan pekerjaan atau tugas tugas yang diperlukan untuk
menghasilkan luaran (output) misalnya (i) melaksanakan survey, (ii) analisa
hasil survey, (iii) membuat peta digital, (iv) kolokium, (v) seminar, (vi)
sosialisasi & diseminasi dsb.
Input,
adalah sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas, misalnya (i)
uang (untuk membayar honorarium, survey,
pembelian ATK dll), (ii) peralatan laboratorium, (iii) benda uji, (iv) pimpro,
(v) coordinator proyek, (vi) pembimbing, (vii) peneliti ahli dll.
Indikator adalah tanda tanda yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan maupun
kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran proyek.
Pengembangan indicator harus
memenuhi syarat syarat berikut ini:
a)
Dapat
diukur (measurable), artinya indicator harus dapat
diukur secara kuantitatif maupun kualitatif
b)
Layak
(feasible), artinya indicator harus layak ditinjau dari aspek
keuangan, peralatan, ketrampilan dan waktu.
c)
Relevan dan akurat, artinya indicator harus merefleksikan apa yang akan
kita ukur secara teliti.
d)
Sensitive (peka), artinya indicator harus mampu mengantisipasi perubahan
pada periode yang ditetapkan.
e)
Tepat waktu, artinya indicator harus dapat menyediakan informasi
pada waktu yang ditetapkan.
Indikator Kinerja (performance indicator) digunakan untuk mengukur kinerja proyek dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, misalnya (i) penurunan bangkitan
limbah cair, (ii) penurunan bangkitan sampah, (iii) berkurangnya kecelakaan
lalu lintas, (iv) meningkatnya waktu tempuh kendaraan, (v) meningkatnya
kualitas dan kuantitas air baku, (vi) menurunnya kawasan kumuh perkotaan, (vii)
penduduk terlayanai sistim PAM, (viii) menurunnya luas dan waktu genangan, (ix)
bertambahnya volume tampungan air, (x) meningkatnya lahan beririgasi teknis
dll.
Contoh contoh indikator tersebut
lebih sesuai untuk mengukur kinerja proyek proyek fisik atau piranti keras
(hardware) pada tahap atau tingkatan pencapaian tujuan akhir (overall
objective). Merumuskan indikator kinerja proyek proyek piranti lunak (software)
seperti proyek litbang adalah tidak mudah. Namun, karena Litbang menghasilkan
produk teknologi, maka peningkatan alternatip dan inovasi teknologi mungkin
dapat dipakai sebagai landasan untuk mengembangkan indikator kinerja litbang
pada tingkatan (level) pencapaian tujuan akhir (overall objecyive). Untuk
mengembangkan indikator kinerja pada setiap tingkatan pencapaian tujuan, perlu
disesuaikan dengan apa yang ingin dicapai pada tingkatan yang bersangkutan.
Perhatikan penjelasan Prescott-Allen
(1997) tentang indicator kinerja berikut ini:
a)
Indicator
kinerja mengukur hasil dan jawaban
b)
Hasil
merupakan indicator yang lebih meyakinkan bila dibandingkan dengan jawaban
c)
Semakin terarah, semakin dipercaya indicator
tersebut
d)
Kondisi atau keadaan adalah ukuran hasil yang
paling terarah.
e)
Tekanan
adalah pengganti yang kuat untuk keadaan
f)
Jawaban
adalah pengganti yang lemah untuk kondisi atau keadaan
Lebih lanjut, dikatakan pula
bahwa indicator kinerja yang bermutu tinggi:
a)
Berhubungan secara jelas dengan tujuannya
b)
Ketelitian
dan ketunggalan arti mencerminkan derajat pencapaian tujuan
c)
Dapat diukur
d)
Tergantung pada data yang telah tersedia atau harus
diperoleh dengan biaya tertentu
e)
Analitis
dan (bilamana memungkinkan) menggunakan ukuran standar untuk dapat
diperbandingkan
f)
Menunjukkan
kecenderungan atas waktu dan menjawab perubahan perubahan keadaan dan peka
terhadap perbedaan antara tempat dan kelompok orang.
Memperhatikan penjelasan
tersebut, maka beberapa contoh indikator kinerja yang berhubungan dengan “pengelolaan lingkungan hidup” adalah
sebagai berikut:
(i) Apabila kita akan
menyiapkan proyek-proyek pengelolaan lingkungan hidup, maka tujuan akhirnya
adalah (i) dapat dikembalikannya fungsi lingkungan hidup perkotaan, perdesaan
di Jawa Barat (ii) meningkatnya alternatip pengolahan limbah, (iii)
meningkatnya peran serta masyarakat dalam pemeliharaan hutan dan lain
sebagainya.
Means Of Verifications (Metoda Atau Cara Verifikasi) adalah metoda untuk mengkaji tingkat keberhasilan
pencapaian tujuan proyek atau bukti kerja atau bukti keberhasilan (evident)
proyek pada setiap tingkatan. Termasuk kedalam kajian adalah sumber data atau
metoda mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan.
Beberapa contoh yang dapat
dimasukkan kedalam kategori means verification (cara verifikasi) adalah (i)
buku data tahunan hidrologi, (ii) buku data tahunan kualitas air, (iii) daftar
periksa, (iv) catatan diklat, (v) keanggotaan assosiasi, (vi) catatan kehadiran
rapat koordinasi (vii) progress report, (ix) catatan wawancara, (x) laporan
teknis litbang dan berbagai jenis bukti kerja lainnya.
Assumptions (Asumsi-Asumsi) adalah factor factor eksternal atau tantangan yang
dapat mempengaruhi pekerjaan pada setiap tahapan.
Contoh
contoh pengembangan asumsi:
a)
Pemerintah dan para pengambil keputusan menempatkan
limbah sebagai isu prioritas. (asumsi pada level overall objective/ tujuan
akhir proyek)
Apabila asumsi
tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, maka tujuan akhir manajemen limbah
terpadu untuk mengurangi bangkitan limbah dan pencemaran lingkungan,
kemungkinan besar tidak tercapai.
b)
Akhir tahun 2002, undang undang jalan, undang
undang bangunan gedung dan undang undang pengelolaan sumber daya air disetujui oleh
DPR (asumsi pada level overall objective/tujuan akhir proyek).
Apabila pada
waktu yang ditetapkan belum disetujui DPR, maka tujuan akhir proyek
pengembangan peraturan perundang undangan bidang kimpraswil untuk memberlakukan
undang undang tidak sesuai dengan yang diinginkan.
c)
Pada akhir desember 2002, 87 usulan NSPM selesai
dibahas pada rapat panitia teknis (asumsi pada level tujuan spesifik proyek)
Apabila pantek
mengundurkan jadwal pembahasannya, maka ke 87 usulan NSPM batal ditanda tangani
oleh Menteri dan tujuan akhir proyek standar untuk menanda tangankan usulan
NSPM tidak tercapai..
d)
Dana survey tersedia tepat waktu (asumsi pada level
kegiatan)
Apabila droping dana terlambat, maka survey
mengalami kelambatan, demikian pula proses proses analisa dan perhitungan
3.6.
Rencana Tindak
Untuk memastikan bahwa hasil perencanaan dapat
dilaksanakan, maka diperlukan rencana tindakan (plan of operation) yang berisi
informasi mengenai program, proyek atau kegiatan yang akan
dilaksanakan, indikator keberhasilannya, jadwal mulai dan berakhirnya kegiatan
dan instansi penanggung jawabnya. Bentuk formulir rencana
tindakan disajikan pada tabel-4.
Tabel 4 Contoh Format Rencana Kerja
Terinci (Plan Of Operation)
RINCIAN KEGIATAN |
HASIL YANG DIHARAPKAN |
JADWAL PELAKSANAAN |
UNIT PENANGGUNG JAWAB |
KONDISI YANG DIPERLUKAN |
|||
THN KE-1 |
THN KE-2 |
THN KE-3 |
THN KE-4 |
||||
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) |
(8) |
|
|
|
|
|
|
|
|
Dengan menggunakan rencana kerja terinci tersebut, maka program
dapat dimonitor dan dievaluasi secara terjadwal untuk menilai kesesuaian antara
rencana dengan realisasinya dilapangan. Apabila terjadi
ketidaksesuaian, maka dilakukan tindakan perbaikan untuk mengantisipasi
timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Tindakan
pencegahan dilakukan pula untuk mencegah terulangnya kesalahan yang sama termasuk mencegah timbulnya kesalahan lain yang tidak
diinginkan.
4.
PENUTUP
Model LOGFRAME telah banyak dipakai
oleh lembaga lembaga internasional yang bergerak dibidang pembangunan.
Bahkan 9 (sembilan) dari 10
(sepuluh) lembaga penyandang dana
menyukai penggunaan LOGFRAME. Artinya, proposal proyek yang disusun dengan
menggunakan LOGFRAME, lebih besar kemungkinannya untuk disetujui oleh Negara
penyandang dana (donor country). Langkah
langkah kerja dalam system LOGFRAME sebenarnya mirip dengan langkah langkah
perencanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang menurut
Inpres nomor-7 tahun 1999, wajib dilaksanakan oleh setiap unit kerja eselon-2
keatas dalam rangka menuju cita cita “Good Governance”.
Penggunaan Logframe perlu didasarkan pada suatu kondisi suatu negara yang
relatif stabil terutama kurangnya gejolak politik dan situasi darurat seperti
konflik sosial dan lainnya. Pelaksanaan perencanaan dengan Logframe terkadang
tidak dapat sepenuhnya dilepaskan dari pengaruh selera pemerintah atau
birokrasi suatu negara terutama Indonesia yang masih banyak didasari oleh
berbagai kepentingan kelompok ataupun golongan. Pelaksanaan prinsip-prinsip
Good Governance and management menjadi faktor penentu keberhasilan program atau
proyek. Disamping itu tingkat pendidikan masyarakat juga memegang peranan
penting dalam kecocokan penggunaan penyiapan program/proyek dengan menggunakan
pendekatan Logframe.
DAFTAR PUSTAKA
The World Bank, 2001, The Western
Java Environmental Management Project in support of the first phase of the
Western Java Environmental Managemen Program, Report No: 21090IND
Jacson, B, 1999, Designing Projects
and Project Evaluations Using The Logical Framework
Approach. http://www.iucn.org/themes/eval/english/lfa.htm.
Aaron N. Kaplan, Toward a Consistent
Logical Framework For Ontological Analysis, Xerox
Researc Center Europe 6 Chemin de Maupertuis, 38240
DHV consultants and Ass,
2003, West Java Province Environmental Strategy, Inception Report.