© 2004   Sekolah Pasca Sarjana IPB                                                     Posted  25 March 2004

Makalah Kelompok

Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702)

Sekolah Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Maret  2004

 Dosen:

Prof  Dr Ir  Rudy C Tarumingkeng

 

 

 

MODEL  LOGFRAME PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERKOTAAN KASUS

JAWA BAGIAN BARAT

(LOGFRAME MODEL FOR WESTERN JAWA ENVIRONMENTAL MANAGEMENT)

 

 

 

Oleh  Kelompok 1/PSL:

 

Sugimin Pranoto        Nrp: P062034174

Totok Priyanto            Nrp: P062034094

Andreas Suhono         Nrp: P062034074

R. Pamekas                  Nrp: P062034164

Pribudiarta Nur          Nrp: P062034194

Fatwan Tanjung         Nrp: P062034124

 

Abstract

Penduduk Jawa bagian Barat yang luasnya sekitar 3,6 juta Ha, telah mencapai lebih dari 37 juta jiwa pada akhir tahun 2002. Migrasi ke daerah urban untuk mencari pekerjaan di kawasan ini tetap tinggi. Hal tersebut terkait dengan fakta bahwa industrialisasi di kawasan ini tercatat yang paling cepat di indonesia bahkan daerah ini dikatakan sebagai daerah yang paling terpolusi di Indonesia. Industrialisasi dan perkembangan permukiman telah memberi kontribusi yang sangat tinggi pada peningkatan kepadatan penduduk daerah perkotaan. Kepadatan penduduk perkotaan rata-rata dikawasan ini adalah 2000 orang/km2.

Bandung sebagai Ibukota Propinsi Jawa Barat mencapai kepadatan penduduk lebih dari 14.000 orang/km2 dan kota Cirebon yang berada di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah mencapai lebih dari 7.000 orang/Km.

Masalah lingkungan di kawasan ini sebagian besar disebabkan karena tekanan penduduk, dan aktivitasnya ekonominya dan terutama akibat banyaknya konversi lahan produktif untuk kepentingan industri dan permukiman secara kurang terkendali. Kepadatan yang tinggi didaerah permukiman berakibat pada peningkatan volume sampah dan air limbah domestik. Buruknya pengaturan terhadap industri juga telah berakibat pada peningkatan beban cemaran udara, limbah baracun dan limbah berbahaya. Tekanan penduduk, industri dan pencemaran terhadap lingkungan hidup di kawasan Jawa Bagian Barat (Western Java) ini telah meningkat secara tajam pada abad ini. Pada awalnya kondisi tersebut dipacu oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dimana wilayah ini memberikan kontribusi terbesar pada GNP namun berubah menjadi highcost economy karena faktor faktor daya dukung lingkungan yang kurang dipertimbangkan dengan baik. Keadaan tersebut diperparah oleh peningkatan kemiskinan dan krisis moneter yang dimulai pada tahun 1997 yang berkepanjangan hingga menjadi krisis multidimensi yang mencakup berbagai sektor ekonomi dan timbulnya konflik sosial. Kondisi Lingkungan hidup terus memburuk dan permasalahan tersebut telah mencapai batas yang kritis dimana masa depan kualitas hidup untuk sebagian besar manusia menjadi sangat suram. Diperlukan pengelolaan lingkungan yang sistemik dan konseptual yang mampu menahan laju kerusakan lingkungan hidup atau bahkan yang mampu memperbaikinya secara bertahap dan terjangkau  oleh para stakeholder yang melaksanakannya. Makalah ini membahas ruang lingkup upaya pengelolaan lingkungan di Indonesia kasus WJEMP dalam era otonomi daerah sebagai model yang dapat dikembangkan untuk daerah lainnya ditinjau dari pendekatan Logical Framework Analysis sebagai bahan diskusi pada pelajaran Pengantar Falsafah Sain.                     

Kata-kata kunci: Falsafah, Sains, Perencanaan, Lingkungan.

 

1.         PENDAHULUAN

 

Apa yang ingin dicapai atau dihasilkan proyek ?? (Ontology)

Program Pengelolaan Lingkungan Jawa Bagian Barat  (WJEMP: Western Java Environmental Management Program) adalah program yang disiapkan dalam rangka menjawab permasalahan lingkungan global sebagai komitmen Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan. Program ini sebenarnya merupakan tindak lanjut kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia (World Bank) dalam Proyek pembangunan perkotaan Jabotabek III (1990) dimana mulai muncul adanya berbagai macam isu lingkungan di wilayah metropolitan yang mendesak perlu mendapatkan perhatian.  Jakarta dan wilayah sekitarnya menduduki rangking ketiga sebagai daerah yang terpolusi didunia ( the 3rd most polluted urban environment in the world). Oleh karena itu Indonesia menjadi perhatian masyarakat dunia dan berbagai organisasi yang bergerak dalam bidang lingkungan karena dianggap ikut memberikan kontribusi terhadap degradasi lingkungan global.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka Bank Dunia mendorong upaya Indonesia untuk upaya pengurangan efek rumah kaca ( green house gas (GHG) emmissions ) dengan mengalokasikan dana dari GEF (Global Environment Facility) sebanyak US$10 juta dalam kurun waktu  4  tahun pelaksanaan program WJEMP disamping upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan lainnya, derajad kesehatan masyarakat, dan sejalan dengan peningkatan produktivitas ekonomi di daerah perkotaan. Apa yang ingin dicapai oleh program/proyek ini sebenarnya adalah bagaimana dapat meningkatkan kapasitas daerah (Kota/Kabupaten) dalam pengelolaan pembangunan perkotaaan yang mendorong tetap terpeliharanya kualitas lingkungan hidup dengan memberdayakan berbagai pihak terkait (stakeholder).

Bagaimana mencapainya ??  (Epistemology)

Dalam era desentralisasi (UU no 22/99 tentang pemerintahan daerah), lingkungan hidup termasuk menjadi kewenangan masing-masing pemerintah daerah. Sehingga pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di Jawa Bagian Barat ini harus melibatkan daerah dan masyarakat secara bersama sama. Peningkatan kesedaran masyarakat (awareness) tentang pentingnya memelihara lingkungan hidup melalui perubahan sikap dan perilaku yang ramah lingkungan merupakan faktor penentu yang sangat penting sekaligus sebagai check and balance terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam pembangunan. Bagaimana mulai dapat  mengenalkan atau melibatkan peran serta sekolah sekolah dalam pengendalian lingkungan sehari hari baik menyangkut pengendalian lingkungan pada umumnya mupun yang berkaitan dengan lingkungan permukiman, masalah sampah, sanitasi, limbah cair, dan lain-lainnya  yang ada disekitar sekolah dan permukiman. Perhatian pemerintah terhadap masalah lingkungan dalam hal ini sangat penting serta setiap daerah diminta dapat menyiapkan strategi dan programnya dalam penanganan masalah lingkungan di perkotaan untuk memberikan sinyal kepada masyarakat komitmen pemerintah daerah terhadap penanggulangan masalah lingkungan.

 

Apa yang diperlukan agar proyek dapat berhasil ?? (Ontology)

 

Masalah lingkungan hidup baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah masalah bersama dan secara kolektif hal ini menjadi masalah nasional. Untuk dapat mewujudkan penanganan hal tersebut diatas, diperlukan komitmen berbagai pihak untuk mengubah pendekatan pembangunan yang selama ini terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa memperhitungan batasan toleransi daya dukung lingkungan ataupun ekologi. Program ini memerlukan dukungan tidak hanya dari kalangan pemerintah atau birokrat tetapi juga dunia usaha dan masyarakat.  Pemerintah memandang perlu untuk melakukan intervensi terhadap penanganan masalah lingkungan mengingat situasi dan kondisi yang ada tidak mengalami perbaikan justru mengalami penurunan kualitas lingkungan. Hal ini makin dipercepat dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang lingkungan. Tidak ada common platform yang jelas diantara daerah otronom dalam menangani masalah lingkungan hidup. Demikian pula kurang ada law enforecement dalam masalah lingkungan hidup secara transparan.  Keberhasilan program ini akan sangat tergantung dari sejauhmana pelaksanaan kepemerintahan dan pengelolaan pembangunan yang baik (good governance and management) dapat dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha dan masyarakat secara bertanggung jawab.

 

Bagaimana mengukur kemajuan program/proyek ?? dan

Masalah masalah apa saja yang mungkin timbul selama proses pengukuran kemajuan proyek ??

Perencanaan program WJEMP diharapkan menjadi model dalam pengelolaan lingkungan perkotaan pada era desentralisasi dan diharapkan dapat diperluas ditempat lainnya. Maksudnya adalah bilamana pengelolaan lingkungan model WJEMP ini dapat dilakukan di Jawa Bagian Barat yang mempunyai permasalahan paling kompleks maka diasumsikan dapat dilaksanakan juga ditempat lain di Indonesia. Pelaksanaan WJEMP ini merupakan barometer Indonesia dalam menindaklanjuti dukungan Pemerintah Indonesia kepada Agenda 21 yang telah disepakati oleh berbagai negara dlamrangka mewujudkan pembangunan yang  berkelanjutan. Kemajuan pelaksanaan program ini direncanakan dapat diukur melalui beberapa komponen yang dianggap stratejik diantaranya upaya peningkatan kemampuan manajemen daerah dalam peningkatan kualitas lingkungan, pengelolaan samapah, serta upaya kerjasama dengan masyarakat dan dunia usahandalam penanganan lingkungan

 


2.                              LOGICAL FRAMEWORK PENYIAPAN WJEMP

Logical Framework Analysis (LOGFRAME) atau Kerangka Kerja Analisa Logika (KELOG) program WJEMP didasarkan pada penyelesaian masalah secara bertahap seiring sejalan dengan kemampuan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran berbagai pihak dalam melihat pentingnya mengatasi persoalan lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan dan tekanan penduduk yang berdampak buruk bagi kualitas hidup, kelestarian lingkungan dan generasi mendatang.

Tujuan dan Sasaran

Tujuan utama program pengelolaan lingkungan (perkotaan) Jawa bagian Barat adalah untuk meningkatkan kualitas  lingkungan hidup, derajad kesehatan masyarakat dan  peningkatan produktivitas ekonomi daerah perkotaan  wilayah metropolitan jakarta dan wilayah Jawa bagian Barat melalui upaya pengurangan polusi dan program peningkatan kualitas lingkungan yang didukung upaya untuk meningkatkan kesadaran sebagian besar masyarakat perkotaan mengenai pentingnya kualitas lingkungan hidup, pengenalan program pendidikan lingkungan hidup yang menyeluruh ke sekolah sekolah dasar dan menengah (SD/SMP/SMA), serta membangun komitmen pemerintah daerah dan stakeholder wilayah Jawa bagian Barat untuk melaksanakan program. 

Adapun sasaran dan ruang lingkup penanganan program WJEMP adalah:

Ü                              Peningkatan efisiensi dalam pengelolaan limbah perkotaan

Ü                              Pengurangan tingkat pertumbuhan timbulan sampah di berbagai kota Jawa bagian Barat.

Ü                              Miningkatkan jumlah dan cakupan pengumpulan sampah dan peningkatan pengelolaan sampah di pembuangan dengan menggunakan teknologi yang tepat guna

Ü                              Pemberian dukungan kepada upaya daur ulang (recycling) dan peningkatan peran dunia usaha/swasta.

Ü                              Peningkatan jumlah produksi kompos dengan teknologi tepat guna dengan melibatkan peran serta swasta untuk menjaga kesinambungan produksi pemanfaatan kompos yang dihasilkan untuk kepentingan pertanian sesuai dengan standard Indonesia yang diperkenankan.

Ü                              Pelaksanaan program nasional dalam pengurangan  polusi udara (program langit biru)

Ü                              Pengurangan green house gas emmissions sebagai konsekuensi atas solid waste composting.

Ü                              Peningkatan kualitas hidup dan ekonomi pemulung dan masyarakat miskin terutama di daerah pantai (nelayan)

Ü                              Dukungan rencana tindak dan pelaksanaan Good Governance terutama yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan masalah lingkungan

 

Ruang Lingkup

 

Ruang lingkup program WJEMP pada hakekatnya mencakup kegiatan yang secara realistik saat ini dapat ditangani oleh Daerah dengan dukungan dari Propinsi dan Pemerintah Pusat yaitu meliputi  3 kluster yaitu:

 

Peningkatan kapasitas manajemen daerah secara menyeluruh:

 

Ü                              Pengembangan strategi pengelolaan lingkungan di masing-masing kota/kabupaten dan propinsi dan pelaporan neraca lingkungan tahunan (state of the environment report);

Ü                              Pengembangan rencana stratejik menyeluruh penanganan limbah rumah sakit (pengumpulan dan pembuangannya), limbah industri, perkantoran, perdagangan, dan permukiman;

Ü                              Pelaksanaan studi kelayakan untuk beberapa rencana kegiatan investasi yang sudah siap untuk ditindak lanjuti dalam pengelolaan lingkungan termasuk penanganan air limbah untuk mencegah polusi di Sungai Cikapundung Bandung, Rehabilitasi danau (situ)  di Depok serta wastewater treatment di Cirebon, dan Tangerang  serta lain lainnya; Penanganan studi kelayakan dan DED untuk prasarana drainse dan pengendalian banjir di Depok dan Jabotabek

Ü                              Pelibatan peran dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut masalah lingkungan termasuk dalam penyiapan laporan neraca lingkungan, pengelolaan TPA sampah, dan limbah cair (Watewater treatment Plant)

Ü                              Rencana Pengembangan Penghijauan kampung (Green KIP) dan taman kota di Cirebon dan kota lainnya;

Ü                              Pengembangan program kepedulian masyarakat terhadap lingkungan (environmental awareness) di DKI Jakarta dan kota lainnya

Ü                              Pendampingan dan advisory services dalam pengelolaan lingkungan kepada Instansi Pusat terkait, Propinsi, dan daerah kota/kabupaten yang ikut dalam program;

 

Pengelolaan Persampahan

 

Ü                              Mendorong terbentuknya organisasi pengelolaan sampah se jabotabek dan juga Metro Bandung dalam bentuk perusahaan dan dikelola secara profesional;

Ü                              Peningkatan kemampuan manajemen dan Pembangunan TPA sampah di Kota Tangerang, Serang Timur, Kopiluhur Cirebon,

Ü                              Pengembangan pupuk kompos serta pengembangan pasar kompos untuk penggunaan pertanian serta pengembangan fasilitas kompos di Jakarta (minimal 100 ton/hari) dengan fasilitas dari GEF

Ü                              Pembinaan kepada pemulung sampah terutama di TPA berbagai Kota/kabupaten, serta upaya pengurangan sampah melalui program 3 R (Reduce, Reuse, Recycle)

 

Kerjasama dengan Masyarakat dan Dunia Usaha

 

Ü                              Pengurangan sampah terutama untuk usaha industri sedang dan kecil di lingkungan Jabotabek dan sekitarnya; serta program CEF (Community Environmental Facility) dalam rangka membina masyarakat dalam pengurangan polusi lingkungan;

Ü                              Pengurangan polusi terutama yang berasal dari usaha masyarakat dan dunia usaha seperti limbah pabrik tahu di Jakarta serta Industri Ikan Asin rakyat di Jakarta Utara

Ü                              Pengkajian desain rencana treatmen plant di Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung (JIEP) dengan mempertimbangkan limbah rumah tangga dari permukiman sekitar serta Amdal

Ü                              Kerjasama dengan dunia usaha dalam pengembnagan centralized wastewater treatment untuk Industri di Serang dan Tangerang

 

Rational - Bagaimana mencapainya ?  (Epistemology)

Pemerintah Indonesia yang didukung oleh Bank Dunia menaruh minat terhadap masalah ini ditriger oleh permasalahan sampah perkotaan di Metropolitan Jakarta dan sekitarnya yang sudah mencapai kondisi yang mengkawatirkan lingkungan. Studi Strategi Pengelolaan Lingkungan Jabotabek yang dilaksanakan dalam rangka Jabotabek Urban development Project III. Persoalan ini kemudian dikembangkan lebih jauh mencakup daerah perkotaan penting (utama) lainnya disekitar Jakarta dalam lingkup Jawa Bagian Barat termasuk Bandung, Cirebon dan Serang. Pada awalnya diusulkan bahwa model penanganan pengelolaan lingkungan ini mencakup persoalan yang lebih menyeluruh dan kompleks dalam konteks pengelolaan lingkungan secara tuntas baik di perkotaan maupun di perdesaan. Dalam waktu konsultasi dan diskusi dengan masyarakat pada waktu penyiapan program ini, berbagai pihak menekankan keinginan untuk penanganan yang komprehensif terutama terhadap isu-isu lingkungan perkotaan.    Pada prinsipnya tim penyiapan yang terdiri dari Departemen Kimpraswil (sebelumnya Kimbangwil), Bappedal (Meneg LH), Depdagri, Bappenas, Dep Keuangan, DKI Jakarta dan Kota-kota lainnya serta Bank Dunia sependapat perlunya ruang lingkup penanganan yang luas serta melibatkan seluruh stakehorder Kota/ Kabupaten termasuk DPRD, dan organisasi masyarakat terkait dalam merespon masalah lingkungan mengingat pelaksanaannya akan dilakukan di masing masih daerah dibawah kendali Walikota/Bupati dan jajarannya. Namun demikian dari sisi kapasitas manajemen ataupun administrasi pada kenyataannya masih ada beberapa hambatan sehingga masih sulit untuk dapat direalisasikan dalam sistem yang ada pada saat ini. Ada beberapa komponen pengelolaan lingkungan yang prioritas (strategic) tidak dapat dilaksanakan pada skala lokal seperti masalah penggunaan bensin tanpa timbal (removal of lead from fuel). Dengan demikian pengelolaan lingkungan di Indonesia perlu dipikirkan dan dilaksanakan secara bertahap sejalan dengan peningkatan pengalaman daerah dalam penanganan lingkungan. 

 

Masalah lingkungan sangat terkait dengan daerah lain, oleh karenanya penanganan masalah lingkungan tidak bisa dilokalisir pada satu tempat saja tetapi juga harus menyelesaikan masalah didaerah terkait. Pemilihan area geografi dibatasi pada awalnya di Jabotabek area, namun dalam proses konsultasi di Bappenas dan Daerah disepakati bahwa masalah lingkungan tersebut tidak dapat diselesaikan di wilayah Jabotabek saja dengan pertimbangan:

Ü                              Masalah lingkungan Jabotabek sangat terkait dengan daerah sekitarnya khususnya di wilayah Propinsi Jawa Barat dan Banten. Jawa Barat dan Banten adalah daerah yang juga mempunyai persoalan lingkungan yang parah. Adanya keterkaitan persoalan lingkungan antara Jabotabek, dengan Jawa Barat dan Banten cukup signifikan sehingga perbaikan hanya dapat dilakukan bila ketiga daerah tersebut ditanganni secara bersama sama (simultan);

Ü                              Pelibatan  propinsi Banten dan Jawa Barat  dalam program ini secara politik akan menunjukkan bahwa reformasi kebijakan nasioanl dalam bidang lingkungan mendapatkan dukungan yang cukup luas dari propinsi-propinsi penting yang mempunyai persoalan lingkungan;

Ü                              Perluasan cakupan geografi ini juga menunjukkan adanya dukungan terhadap kebijakan nasional bidang lingkungan seperti upaya meminimalisasi limbah/sampah, peningkatan kesadaran masyarakat kedalam kurikulum sekolah, peningkatan peran lembaga lembaga terkait dengan lingkungan dalam pengendalian masalah lingkungan yang sebelumnya kurang terdengar pengaruhnya;

Ü                              Dengan memperluas cakupan, program ini dapat menunjukkan adanya kompleksitas, dan respon masyarakat yang baik dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan pada tingkat lokal dan maupun nasional;

 

Apa yang diperlukan agar proyek dapat berhasil ? (Ontology) 

Penanganan sampah/limbah sebagai barometer keseriusan Pemda dalam pengananan masalah lingkungan, namun demikian kiranya sampah/limbah bukan satutunya program dalam penanganan lingkungan. Banyak sekali masalah lingkungan di daerah perkotaan , namun demikian masalah limbah sangat mendominasi persoalan sehari-hari yang secara nyata dapat kita lihat dan memberikan pengaruh buruk pada lingkungan Jabotabek mengingat volumenya semakin tidak terkendali, asumsi yang digunakan adalah bilamana Kota/Kabupaten dapat menangani masalah limbah/sampah dimasing masing daerahnya maka kota/kabupaten tersebut dianggap telah mempunyai kemauan dan kemampuan dalam menangani masalah lingkungan. Sehingga secara bertahap kemampuan tersebut dapat ditingkatkan untuk menangani hal-hal lainnya yang tidak kalah penting dalam persoalan lingkungan.   Keinginan untuk menangani masalah persampahan ini sebenarnya tidak terkait dengan masalah investasi tetapi lebih kepada masalah peningkatan kemampuan manjemen dan mendorong inisiatif kebijakan pemerintah daerah untuk mulai serius menangani masalah lingkungan serta inisiatif daerah untuk mulai melihat efisiensi dan keterpaduan dalam penanganan masalah lingkungan seperti sharing fasilitas pembuangan atau pengolahan akhir, pengumpulan limbah/sampah lintas kota/kabupaten, sampah yang berasal dari industri, perdagangan maupun rumah tangga, upaya peningkatan revenue collection dan transparansi pengelolaan keuangan. Dalam hal ini pemerintah daerah cenderung akan melaksanakan perubahan/reformasi kebijakan bilamana  perubahan atau reformasi tersebut terkait dengan strategi yang lebih besar dan berlaku nasional. Peningkatan kemampuan manajemen penanganan sampah (limbah padat) saja tidak akam memeberikan pengaruh yang signifikan dalam lingkungan perkotaan (urban environment). Badan-badan air akan masih terpolusi dari buangan tinja ataupun limbah cair lainnya, demikian pula kualitas udara akan masih buruk disebabkan oleh adanya emisi buangan dari kendaraan yang ada. Hal ini nampaknya tetap harus disentuh meskipun penanganan sampah menjadi faktor penting yang terlihat mata dan mendesak harus segera ditangani.

 

Masalah lingkungan cukup kompleks sehingga penanganannya tidak dapat dibebankan pada satu institusi saja. Mengingat kompleksnya permasalahan, bisa saja proram pengelolaan lingkungan ditangani oleh satu institusi pusat yang ditugasi, namun hal ini tentunya menjadi kurang praktis sebab isu pengelolaan lingkungan perkotaan  perlu ditangani pada tingkat lokal agar dapat memberikan manfaat yang sebesar besarnya. Hal ini sangat sejalan dalam era desentralisasi sehingga merupakan kesempatan emas untuk bekerjasama dengan daerah otonom dalam penanganan lingkungan. Diasumsikan bahwa DKI, propinsi Banten dan Jawa barat adalah daerah yang dianggap mempunyai kemampuan yang memadai dalam membina daerah otonom dalam menangani masalah lingkungan ini. Propinsi propinsi tersebut dianggap sebagai propinsi yang mempunyai sumberdaya manusia yang cukup kuat dan diharapkan dapat membantu kesuksesan penanganan masalah lingkungan di Jabotabek, Banten dan Kota-kota penting di Jawa Barat.

Dalam rangka proses pembelajaran bersama, maka program ini perlu didukung oleh Bank Dunia secara bertahap sehingga memungkinkan bagi daerah untuk melakukan pembelajaran dalam pelaksanaan program pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu untuk mendukung keberlanjutan program ini Bank Dunia memberikan fasilitas APL (Ajustment Program Loan) dengan pertimbangan:

Ü                                  Untuk dapat membuat program pengelolaan lingkungan hidup ini dapat berkelanjutan maka kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia serta partnership pemerintah daerah dalam hal ini sifatnya adalah jangka panjang;

Ü                                  APL memungkinkan pengembangan kegiatan yang bersifat software terlebih dulu sebelum investasi atau pelaksanaan hardware adapat dilakukan;

Ü                                  APL juga memungkinkan flesibilitas atupun perubahan dalam desain progarm selama pelaksanaan melalui suatu proses pembelajaran bersama sebelum menginjak pada tahapan APL selanjutnya;

Ü                                  APL memungkinkan kerjasama dengan daerah peserta secara lebih fleksibel mengikuti perkembangan sepanjang waktu;

Kegiatan ini selain mendapatkan dukungan dari Bank Dunia juga mendapatkan dukungan dari berbagai donor agencies seperti JBIC yang membiayai Large Sce Transfer Station di Jakarta, ADB yang membiayai Studi perkotaan di Bandung, SDC yang membiayai Pembangunan Perkotaan di Cirebon  dan GTZ membiayai program daur ulang (Recycling)

 

Bagaimana mengukur kemajuan proyek ?

 

Kemajuan dan keberhasilan program WJEMP diharapkan dapat diukur dari program program utama dan dari sejauhmana Daeah kota/Kabupaten, Propinsi dan Pemerintah Indonesia dapat melakukan sebagai berikut:

 

Ü                              Pengembangan dan pelaksanakaan kebijakan yang berkaitan dengan Hospital Waste Management; Landfill advisory Committees; Community Environment Facilities; serta Penembangan Jabotabek and Greter Bandung Waste Management Corporations; Program peningkatan kepedulian lingkungan, dan Adanya laporan neraca lingkungan yang dikeluarkan oleh Pemda setiap tahun;

Ü                              Produksi dan pemasaran 60,000 ton kompos dilingkungan Jabotabek

Ü                              Pengembangan penghijauan (greening) di 1000 lebih KIP atau Green KIP project di Kota/Kabupaten peserta program;

Ü                              Pembinaan terhadap sekitar 7000 pemulung di DKI, Jawa barat dan Banten.

 

Masalah masalah apa saja yang mungkin timbul selama proses pengukuran kemajuan proyek ?

Dalam proses pengukuran kemajuan proyek kemungkinan bisa timbul permasalahan yang dapat menghambat diantaranya:

Ü                              Berbagai asumsi yang digunakan dalam perumusan Tujuan dan Sasaran Program berdasarkan pendekatan logfram menjadi tidak valid lagi sehingga tidak terjadi keselarasan pola pikir yang direncanakan; Termasuk dalam hal penjaringan kebutuhan yang dilakukan ternyata tidak pas dengan realita pelaksanaan di daerah ataupun kurang mendapatkan prioritas;

Ü                              Adanya daerah yang menarik diri dari program karena perubahan kepemimpinan dan perubahan situasi politis di daerah sehingga banyak program utama sebagai indikator kinerja proyek yang terkait dengan daerah yang bersangkutan terganggu;

Ü                              Kurang berjalannya fungsi koordinasi antar Instansi Pusat dan Daerah yang sudah di setup dalam organisasi pelaksanaan program karena adanya perubahan kebijakan maupun lemahnya komunikasi antar instansi serta kecenderungan terjadinya ego daerah dan ego sektoral;

Ü                              Kurang berhasilnya penggalangan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan adanya hambatan pendanaan pemerintah daerah kerena adanya pergeseran prioritas dan kurang berkembangnya kerjasama dunia usaha serta peran serta masyarakat.


3.  SISTEM LOGFRAME DAN  PROSES PEMBELAJARAN WJEMP

3.1.  Model Logframe

Penyiapan WJEMP didasarkan pada suatu LOGFRAME sebagai alat perencanaan (Planning Tool) yang menggunakan pendekatan logika secara lengkap. Hasil akhir penerapan LOGFRAME disajikan dalam “MATRIK LOGFRAME” yang menyerupai tabel (kerangka kerja) dan berisi informasi mengenai proyek yang ringkas, logis dan sistimatis.  Apabila digunakan secara kreatif, maka LOGFRAME dapat dipakai untuk perancangan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi proyek pembangunan. Hal tersebut disebabkan karena LOGFRAME menyediakan pendekatan yang logis dan terstruktur untuk menetapkan skala prioritas, hasil yang diinginkan dan daftar kegiatan yang harus dilaksanakan dalam satu paket proyek. 

Pertanyaan pertanyaan baku (standar) yang dijawab oleh LOGFRAME dan keterkaitannya dengan falsafah sains adalah mencakup: Apa yang ingin dicapai atau dihasilkan proyek ?? (Ontology); Bagaimana mencapainya ??  (Epistemology); Apa yang diperlukan agar proyek dapat berhasil ?? (Ontology);Bagaimana mengukur kemajuan proyek ?? dan Masalah masalah apa saja yang mungkin timbul selama proses pengukuran kemajuan proyek ??

 

3.2. Sistem Logframe

System LOGFRAME dapat dibagi kedalam 5 (lima) komponen utama atau tahapan proses inti yang harus dilalui yaitu:

Ü                              Analisa Situasi yang terdiri dari analisis stakeholder, analisis permasalahan dan analisis tujuan

Ü                              Analisa Strategik

Ü                              Matrik LOGFRAME

Ü                              Rancangan Aplikasi atau Implementasi LOGFRAME termasuk rancangan monitoring dan evaluasinya

Ü                              Rancangan Tindakan Perbaikan

Didalam setiap tahapan proses tersebut terdapat sejumlah kegiatan yang harus dilaksanakan untuk membantu merumuskan program dan atau proyek yang diinginkan secara bertahap dan logis.

LOGFRAME dijalankan dengan pendekatan partisipatif, artinya pihak pihak yang berkepentingan dengan program dan atau proyek yang mempunyai perbedaan pandangan harus dilibatkan. Pendekatan tersebut sejalan dengan konsep “Bottom-Up” dimana pengguna hasil program dan proyek ditempatkan sebagai subjek. Objek yang akan dikaji dengan menggunakan system LOGFRAME dapat bervariasi, tergantung permasalahan yang ditangani misalnya masalah masalah yang berhubungan dengan penyediaan air baku, konservasi sumber daya air, kualitas dan kapasitas prasarana transportasi, penggunaan bahan lokal yang memenuhi syarat teknis, ketersediaan rumah sehat, kawasan kumuh, kualitas lingkungan permukiman, bencana kebakaran dan bencana alam, pengembangan kapasitas SDM, pengoperasian dan pemeliharaan bangunan dan peralatan dan lain sebagainya.

LOGFRAME mengikuti kaidah kaidah siklus manajemen pada umumnya yaitu “PLAN, DO, CHECK, ACTION”. Seperti tampak pada gambar-1.

Ruang lingkup masing-masing tahapan LOGFRAME adalah sebagai berikut:

Ü                              Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada hasil analisa situasi dan hasil analisa strategi. Analisa situasi mencakup analisa stakeholder, analisa permasalahan dan analisa tujuan dan sasaran proyek. Analisa strategi mencakup analisa SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity dan threath), analisa TWOS untuk menetapkan kebijaksanaan dan strategi serta analisa posisi atau portofolio.

Ü                              Pelaksanaan atau implementasi hasil analisis ditulis dalam format “MATRIK LOGFRAME”. Tahapan kegiatan pada siklus ini mencakup (i) penyiapan format MATRIK LOGFRAME, (ii) perumusan asumsi-asumsi yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran, (iii) penulisan indikator kunci sukses untuk setiap komponen tujuan dan (iv) penulisan data atau informasi yang harus dikumpulkan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan serta (v) tata cara melakukan penilaian.

Ü                              Hal hal yang ditulis didalam MATRIK LOGFRAME menjadi landasan untuk melakukan monitoring dan evaluasi mengenai kemajuan (progress) maupun kinerja pencapaian sasaran pengelolaan lingkungan hidup. Dokumen yang digunakan sebagai acuan untuk memonitor dan mengevaluasi tingkat keberhasilan pelaksanaan program, terdiri dari (i) rencana kerja, (ii) renjana jadwal pelaksanaan (iii) rencana penugasan SDM dan (iv) rencana pembiayaan maupun penerimaan (arus kas) biaya kegiatan serta (v) rencana pengadaan peralatan kerja.

 

 

Gambar-1

Siklus Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Untuk Jawa Bagian Barat

Dengan Menggunakan Pendekatan LOGFRAME

 

 

 


 

Ü                              Tindakan perbaikan dirumuskan dan ditetapkan serta dilaksanakan apabila progress dilapangan tidak sesuai dengan yang direncanakan didalam MATRIK LOGFRAME. Komponen kegiatan yang harus dilakukan pada tahap ini adalah (i) pelaksanaan monitoring dan evaluasi, (ii) pembuatan system data base dan pencatatan hasil monitoring, (iii) rapat manejemen untuk membahas ketidak sesuaian pelaksanaan terhadap yang direncanakan dan (iv) penyusunan laporan AKIP yang didalamnya terdapat hasil rumusan tindakan perbaikan yang diperlukan. Rumusan tindakan perbaikan tersebut menjadi masukan penting untuk analisis situasi pada siklus proyek selanjutnya.

Keterangan disamping tahapan LOGFRAME adalah komponen kegiatan atau pekerjaan pekerjaan yang harus dilakukan pada setiap tahapan siklus LOGFRAME.

 

3.3.   Analisis Situasi: Analisis Kebutuhan (Stakeholder); Analisis Permasalahan, dan Analisis Tujuan

Analisis Kebutuhan (Stakeholder)

Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup, pada dasarnya dipengaruhi dan/atau akan melibatkan banyak aktor. Adanya perbedaan kepentingan, perbedaan potensi, kekurangan dan perbedaan sifat sifat lainnya memainkan peranan penting dalam menyusun perencanaan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam praktek, seringkali kelompok minoritas tidak dipertimbangkan dalam perencanaan sehingga seringkali mengurangi kinerja proyek. Oleh karena itu, didalam menerapkan LOGFRAME, analisa stakeholder dilakukan untuk menganalisa masalah-masalah atau isu-isu, adanya rasa ketakutan, adanya perbedaan kepentingan, harapan, pembatasan dan potensi semua stakeholder.

Pihak-pihak yang berkepentingan (syakeholder) dan perlu dilibatkan dalam proses perencanaan pengelolaan lingkungan hidup, antara lain adalah kelompok penting, Organisasi dan institusi, Lembaga pelaksana (implementation agency), Proyek proyek lainnya dan Individu yang dapat mempengaruhi proyek atau sebalinya stakeholder dipengaruhi oleh proyek itu sendiri. 

Analisis stakeholder ini secara terinci harus dibatasi pada mereka yang mampu berkontribusi dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dan Mampu mengambil keputusan. Contoh penerapan analisis stakeholder pada kasus WJEMP adalah dengan memberikan pertanyaan yang paling sederhana adalah “isu-isu lingkungan apa yang paling penting ditangani didaerah anda” ?. Tabel-1 merangkum hasil analisa kebutuhan (need analisis) atau stakeholder analisis yang dilakukan di 25 kota dan kabupaten di Jawa Barat.


Tabel-1

Rangkuman Hasil Analysis Kebutuhan (need analysis) atau Stakeholder Analysis

 

No

Isu-Isu Lingkungan

Bobot

 

No

Isu-Isu Lingkungan

Bobot

(1)

(2)

(3)

(1)

(2)

(3)

A

REGIONAL

(64)

C

PANTAI DAN LAUTAN

(24,5)

1

Perencanaan Tata Guna Tanah

96

1

Abrasi Pantai

28

2

Penyediaan Air Skala besar

52

2

Sedimentasi

20

3

Kualitas Air Permukaan

100

3

Intrusi

40

4

Banjir

44

4

Kerusakan Hutan Bakau

20

5

Kekeringan

12

5

Terumbu Karang

16

6

Penurunan Air Tanah

24

6

Pencemaran Pantai

12

7

Kerusakan lahan (Kritis)

96

7

Kerusakan lahan (ekosystem)

16

8

Kerusakan Sumberdaya Hutan

48

8

Sumberdaya Kelautan

44

9

Penambangan mineral, galian-C

64

D

SOSIAL EKONOMI

(86,67)

10

Longsoran tanah

52

1

Kemiskinan

100

11

Gempa

56

2

Partisipasi dlm Pengelolaan Ling.

100

12

Bahaya Gunung Api

60

3

Tekanan Penduduk

60

B

PERKOTAAN

(69,45)

E

ASPEK HUKUM

(100)

1

Sampah Padat

100

1

Kesesuaian Aturan

100

2

Limbah Domestik

100

2

Aturan tumpang tindih

100

3

Limbah Industri

40

3

Penegakan Hukum

100

4

Limbah B3

36

F

LABORATORIUM

(76)

5

Limbah Rumah Sakit

96

CATATAN:

Kabupaten yang berpartisipasi adalah Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasik, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi.

Kota-kota yang berpartisipasi adalah Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasik dan Banjar.

6

Kualitas Udara

32

7

Penyediaan Air

72

8

Kawasan Kumuh Kota

84

9

Pedagang Kaki Lima (PKL)

100

10

Ruang Terbuka Hijau (RTH)

100

11

Erosi Pinggiran Sungai

4

Sumber:   Hasil analisis dari data “Preliminary Identifikation of Environmental Issues in West Java Province

 

Hasil analisis kebutuhan tersebut menyimpulkan bahwa masalah penegakan hukum menempati urutan pertama untuk ditangani, yang diikuti berturut-turut oleh masalah sosial ekonomi, laboratorium, perkotaan, regional dan peringkat terendah adalah masalah pantai dan kelautan.

Kualitas air permukaan dipandang sebagai masalah regional yang penting untuk dikelola, sedangkan sampah, limbah domestik, pedagang kaki lima (PKL) dan ruang terbuka hijau merupakan kebutuhan utama didaerah perkotaan. Kemiskinan dan partisipasi masyarakat merupakan isu utama aspek sosial-ekonomi sedangkan semua aspek peraturan-perundangan menjadi isu utama untuk segera diwujudkan dalam pengelolaan lingkungan hidup di Jawa Bagian Barat.

Analisis Permasalahan (Isu)

Fase analisis biasanya dimulai dengan analisis permasalahan (problem analysis). Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi akar permasalahan (root problems) dan mengembangkan diagram pohon rmasalah dengan menggunakan teknik analisa “sebab dan akibat (cause and effect analysis)”. Prinsip analisa masalah adalah “Fokus pada masalah dan pemahaman terhadap system”.

Fokus pada masalah, artinya:

a)                                                                                                                                                Analisa hanya ditujukan pada isu isu yang diidentifikasi dapat menimbulkan masalah

b)                                                                                                                                                Analisa ditujukan untuk mempersempit lingkup analisis dan pada saat yang sama menggali lebih dalam factor factor penyebab masalahnya.

Memahami system, artinya:

a)                                                                                                                                                Memahami bagaimana opasrinalisasi system (termasuk elemen-elemen penyebab masalah saling terkait dan terkoordinasi menghasilkan suatu dampak yang siknifikan).

b)                                                                                                                                                Memperluas pandangan tentang mekanisme hubungan dan umpan balik diantara komponen komponen sistem       

Teknik teknik “Brainstorming” dapat digunakan untuk mengidentifikasi akar permasalahan tersebut termasuk dalam mengembangkan “pohon masalah (problem tree)”. Namun, sebelum brainstorming dilakukan, perlu disepakati bersama tentang aturan dan atau tata cara pelaksanaannya. 

 

 

Gambar-3   Contoh Pohon Masalah SAMPAH DAN LIMBAH DOMESTIK

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

Gambar tersebut menjelaskan bahwa masalah utama daerah perkotaan adalah “meningkatnya pencemaran sampah dan limbah domestik”. Hal tersebut disebabkan karena volume sampah dan lumpur tinja yang terangkut ke TPA berkurang karena faktor ritasi yang menurun, julmlah armada yang dapat dioperasikan berkurang (rusak) dan rasio pegawai terhadap pelanggan yang dilayani terlalu kecil.

Contoh tersebut masih dapat diperinci lebih detail untuk menggali faktor-faktor utama yang menyebabkan menurunnya ritasi, berkurangnya armada dan mengecilnya rasio pegawai terhadap yang dilayaninya. sedemikian sehingga dengan analisa secara kuantitatip (misalnya dengan analisa PARETO), dapat diketahui akar permasalahan yang menyebabkan meningkatnya pencemaran sampah dan limbah domestik didaerah perkotaan.

Analisis Tujuan

Analisa ini dilakukan dengan merubah pohon masalah (problem tree) menjadi pohon tujuan (objectice tree). Caranya adalah dengan mengganti kata kata “negatip” pada pohon masalah menjadi “positip” pada pohon tujuan. Cara lain adalah dengan mengganti sebab pada pohon masalah menjadi “cara (means)” pada pohon tujuan. Demikian pula kata akibat pada pohon masalah diganti menjadi hasil akhir (end) pada pohon tujuan. “Means (cara)” menjelaskan “bagaimana” melakukannya, sedangkan kata “end”  (Hasil) menjelaskan “Hasil apa” yang harus dicapai.

 

Gambar-4

Contoh Pohon Tujuan (Objective Tree)

PENURUNAN PENCEMARAN SAMPAH DAN LIMBAH DOMESTIK

 

 

 

 

 

 

 


 

Gambar pohon tujuan tersebut menjelaskan bahwa dengan meningkatkan ritasi angkutan sampah dan lumpur tinja, bertambahnya sarana angkutan yang dapat dioperasikan dan rasio pegawai terhadap pelanggan yang dilayani mendekati angka yang wajar, maka volume sampah dan limbah yang terangkut kelokasi pembuangan akhir dapat ditingkatkan. Peningkatan ritasi mungkin dapat dilakukan dengan memindahkan rute angkutan misalnya ke ruas-ruas jalan yang lalu lintasnya relatip belum padat.  

Disisi lain, apabila kesadaran masyarakat tentang bahaya pencemaran meningkat, maka kontribusinya untuk membayar tarif kebersihan dapat meningkat pula. Masyarakat dapat pula membantu melakukan pemilahan sampah di sumbernya sehingga petugas dapat langsung menyalurkan sampah-sampay yang masih dapat didaur ulang. Masyarakat, khususnya pemilik sarana pembuangan air limbah (misalnya tangki septik), akan lebih proaktif melaporkan kondisi sarananya kepada petugas sebelum terjadi air limbah mengalir keluar tangki septik yang belum terolah secara baik sehingga  mencemari lingkungan disekitarnya.

3.4. Analisis Stratejik (Strategic Analisis)

Sebagaimana diuraikan pada bab terdahulu, analisa strategik yang menggunakan model AKIP, dilakukan dengan pendekatan SWOT dan TOWS serta analisa portofolio.

LOGFRAME menggunakan cara yang relatip lebih sederhana yaitu sebagai berikut:

a)                                                                                                                                                Tujuan akhir yang dirumuskan pada pohon tujuan (objective tree) ditempatkan sebagai tujuan akhir (Goal) program atau proyek

b)                                                                                                                                                Tingkatan pencapaian tujuan yang lebih rendah ditempatkan sebagai maksud (purpose) program atau proyek

c)                                                                                                                                                Tingkatan pencapaian tujuan yang lebih rendah lagi, ditempatkan sebagai keluaran (output) dan hasil (outcome).

d)                                                                                                                                               Keluaran (output) menjelaskan sesuatu yang langsung diperoleh atau diproduksi dengan dilaksanakannya proyek, sedangkan hasil (outcome) menjelaskan berfungsinya produk atau keluaran tersebut.  

e)                                                                                                                                                Apabila ada tingkatan yang lebih rendah lagi daripada outcome, akan ditempatkan sebagai bagian atau komponen keluaran yang merupakan bagian bagian kegiatan atau elemen-elemen pekerjaan yang harus dilakukan.

Hasil analisis strategic yang dirumuskan dari pohon tujuan (objective tree), disajikan pada Gambar-5.


Gambar-5

Contoh Pohon Strategi Penanganan Masalah Litbang

 

 

 

 

 

 


 

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah analisa strategi yang dihasilkan masih logis, maka ajukan 2 (dua) pertanyaan berikut ini:

a)                                                                                                                                                Bagaiman cara mengerjakannya ??

b)                                                                                                                                                Mengapa ini harus dilaksanakan ??

Kedua pertanyaan tersebut diajukan pada setiap tingkatan (level) tujuan proyek yaitu tujuan akhir, tujuan ptoyek, sasaran fisik dan atau sasaran fungsional serta kegiatan kegiatan proyek.

 

Contoh untuk menguji logika hasil analisa strategis pada gambar-5 tersebut adalah sebagai berikut:

 

 

 

Pertanyaan

:

Bagaimana menurunkan pencamaran Sampah dan Limbah Domestik ??

Jawaban

:

Meningkatkan volume sampah dan limbah domestik yang terangkut

Pertanyaan

:

Mengapa hal tersebut harus dilakukan ?

Jawaban

:

Meningkatnya volume sampah dan limbah yang terangkut ke TPA, dapat mengurangi masuknya sampah dan limbah tersebut ke media lingkungan hidup sehingga mengurangi pencemaran

Pertanyaan

:

Bagaimana meningkatkan volume terangkutnya sampah dan limbah  ??

Jawaban

:

Dengan meningkatkan ritasi, menambah armada yang dapat dioperasikan dan menambah operatornya.

Pertanyaan

:

Mengapa hal tersebut harus dilakukan ??

Jawaban

:

Ritasi menambah volume yang terangkut, armada juga meningkatkan volume sampah yang terangkut sedangkan ketersediaan operator memastikan bahwa ritasi dan operasionalisasi armada dapat sesuai dengan yang diinginkan.

 

3.5. Matrik Logframe

Format Matriks LOGFRAME

Matrik LOGFRAME dikembangkan dari hasil analisa strategic dengan cara mengisi kolom kolomnya seperti pada table-2.

Table-2

 

Format Matriks LOGFRAME

Level of

Objectives/

Activities

Indicators

(Tanda tanda keberhasilan)

Means of Verification

(Cara mengkaji keberhasilan indicator)

Assumtions

 (factor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan)

(1)

(2)

(3)

(4)

(1) Overall Objective

(16) Indikator keberhasilan pencapaian tujuan akhir proyek

(15) Cara Verifikasi indicator tujuan akhir proyek

(8) Yang mempengaruhi pencapaian tujuan akhir

(2) Projek Purpose

 

(14) Indicator keberhasilan pencapaian tujuan spesifik proyek

(13) Cara verifikasi indicator tujuan spesifik proyek

(7) Yang mempengaruhi pencapaian tujuan spesifik proyek

(3) Result, output

 

(12) Indicator keberhasilan pencapaian output dan hasil

(11) Cara verifikasi indicator sasaran output, hasil proyek

(6) Yang mempengaruhi pencapaian sasaran luaran dan fungsinya

(4) Activities

(9a) Cara mengerja-kan tugas

(9b) Indicator keber-hasilan kegiatan

(10a) Biaya pekerjaan/ tugas

(10b) Cara verifikasi indicator kegiatan

(5) Yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan atau tugas tugas

Catatan: Angka didalam tanda kurung, menjelaskan urutan mengisi matrik Logframe.

 

Untuk menguji apakah matrik telah terisi dengan benar dan memenuhi kaidah-kaidah logika, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan secara berurutan pada tabel-3 yang dimulai dari sel matrik bernomor urut  (5).

 

 

 

 


 

Dengan mengacu pada tabel-3 tersebut, maka pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut (ref. arah tanda panah):

a).          Bila asumsi pada kolom-4 benar, apakah kegiatan yang tertulis pada sel bernomor (4) dapat dilakukan ???

b).          Apabila kegiatan-kegiatan yang tertera pada sel bernomor (4) dapat dilaksanakan dan asumsi pada sel bernomor urut (6) terpenuhi, apakah dapat dicapai keluaran sebagaimana tertera pada sel bernomor (3) ???

c).          Apabila keluaran yang tertulis pada sel bernomor (3) dapat dicapai dan asumsi yang tertulis pada sel bernomor (6) dipenuhi, apakah rencana sasaran yang tertulis pada sel bernomor (2) dapat dicapai ???

d).         Apabila sasaran tersebut dicapai dan asumsi yang tertulis pada sel bernomor (7) terpenuhi, apakah tujuan akhir pengelolaan lingkungan dapat tercapai ???

Apabila jawaban terhadap pertanyaan pertanyaan tersebut terjawab secara logis, maka pengisian matrik Logframe dapat dinyatakan benar. Apabila, sebaliknya maka ada indikasi bahwa pengisiannnya belum benar.

Pengertian istilah istilah yang digunakan dalam Matrik LOGFRAME

GOAL adalah tujuan akhir proyek yang menjelaskan kontribusinya terhadap penyelesaian masalah tertentu, misalnya (i) meningkatnya mutu pelayanan Litbang, (ii) mengurangi bangkitan limbah dan dampak lingkungan, (iii) memperbaiki kualitas udara ambient,       

Project Purpose adalah tujuan proyek secara spesifik yang menjelaskan untuk apa, mengapa dan kearah mana proyek akan dibawa, misalnya: (i) meningkatkan mutu kegiatan litbang, (ii) meningkatkan mutu SDM peneliti, (iii) membuat peraturan dan pedoman tentang perencanaan manajemen limbah terintegrasi dsb.

Result, Output menjelaskan tentang hasil yang ingin dicapai oleh proyek, yang dalam hal ini terdiri dari sasaran fisik (output) dan sasaran fungsional (Outcome).

Sasaran fisik (output) adalah luaran yang langsung dihasilkan proyek misalnya (i) laporan hasil penelitian, (ii) konsep NSPM, (iii) prototype, (iv) kriteria penilaian kinerja, (v) peta digital, (vi) brosur dan leaflet, (vii) proceeding seminar, (viii) model fisik, (ix) model sistem dsb

Sasaran fungsional (outcome) adalah berfungsinya sasaran fisik misalnya (i) laporan hasil litbang dapat berfungsi sebagai referensi atau naskah akademis untuk dasar penyusunan peraturan per undang-undangan (ii) konsep NSPM berfungsi menjadi bahan rapat pra consensus, (iii) prototype menjadi contoh model fisik skala lapangan yang siap di replikasi, (iv) brosur, leaflet, proceeding menjadi bahan untuk penyebar luasan hasil litbang, (v) model fisik sebagai model skala laboratorium yang siap dikembangkan menjadi prototype, (vi) model system menjadi landasan penyusunan standar tata cara dsb.

Activities, Adalah pekerjaan pekerjaan atau tugas tugas yang diperlukan untuk menghasilkan luaran (output) misalnya (i) melaksanakan survey, (ii) analisa hasil survey, (iii) membuat peta digital, (iv) kolokium, (v) seminar, (vi) sosialisasi & diseminasi dsb.

Input, adalah sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas, misalnya (i) uang  (untuk membayar honorarium, survey, pembelian ATK dll), (ii) peralatan laboratorium, (iii) benda uji, (iv) pimpro, (v) coordinator proyek, (vi) pembimbing, (vii) peneliti ahli dll.

Indikator adalah tanda tanda yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan maupun kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran proyek.

Pengembangan indicator harus memenuhi syarat syarat berikut ini:

a)                                                                                                                                                Dapat diukur (measurable), artinya indicator harus dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif

b)                                                                                                                                                Layak (feasible), artinya indicator harus layak ditinjau dari aspek keuangan, peralatan, ketrampilan dan waktu.

c)                                                                                                                                                Relevan dan akurat, artinya indicator harus merefleksikan apa yang akan kita ukur secara teliti.

d)                                                                                                                                               Sensitive (peka), artinya indicator harus mampu mengantisipasi perubahan pada periode yang ditetapkan.

e)                                                                                                                                                Tepat waktu, artinya indicator harus dapat menyediakan informasi pada waktu yang ditetapkan.

Indikator Kinerja (performance indicator) digunakan untuk mengukur kinerja proyek dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, misalnya (i) penurunan bangkitan limbah cair, (ii) penurunan bangkitan sampah, (iii) berkurangnya kecelakaan lalu lintas, (iv) meningkatnya waktu tempuh kendaraan, (v) meningkatnya kualitas dan kuantitas air baku, (vi) menurunnya kawasan kumuh perkotaan, (vii) penduduk terlayanai sistim PAM, (viii) menurunnya luas dan waktu genangan, (ix) bertambahnya volume tampungan air, (x) meningkatnya lahan beririgasi teknis dll.

Contoh contoh indikator tersebut lebih sesuai untuk mengukur kinerja proyek proyek fisik atau piranti keras (hardware) pada tahap atau tingkatan pencapaian tujuan akhir (overall objective). Merumuskan indikator kinerja proyek proyek piranti lunak (software) seperti proyek litbang adalah tidak mudah. Namun, karena Litbang menghasilkan produk teknologi, maka peningkatan alternatip dan inovasi teknologi mungkin dapat dipakai sebagai landasan untuk mengembangkan indikator kinerja litbang pada tingkatan (level) pencapaian tujuan akhir (overall objecyive). Untuk mengembangkan indikator kinerja pada setiap tingkatan pencapaian tujuan, perlu disesuaikan dengan apa yang ingin dicapai pada tingkatan yang bersangkutan.

Perhatikan penjelasan Prescott-Allen (1997) tentang indicator kinerja berikut ini:

a)                                                                                                                                                Indicator kinerja mengukur hasil dan jawaban

b)                                                                                                                                                Hasil merupakan indicator yang lebih meyakinkan bila dibandingkan dengan jawaban 

c)                                                                                                                                                Semakin terarah, semakin dipercaya indicator tersebut

d)                                                                                                                                               Kondisi atau keadaan adalah ukuran hasil yang paling terarah.

e)                                                                                                                                                Tekanan adalah pengganti yang kuat untuk keadaan

f)                                                                                                                                                 Jawaban adalah pengganti yang lemah untuk kondisi atau keadaan

Lebih lanjut, dikatakan pula bahwa indicator kinerja yang bermutu tinggi:

a)                                                                                                                                                Berhubungan secara jelas dengan tujuannya

b)                                                                                                                                                Ketelitian dan ketunggalan arti mencerminkan derajat pencapaian tujuan

c)                                                                                                                                                Dapat diukur

d)                                                                                                                                               Tergantung pada data yang telah tersedia atau harus diperoleh dengan biaya tertentu

e)                                                                                                                                                Analitis dan (bilamana memungkinkan) menggunakan ukuran standar untuk dapat diperbandingkan

f)                                                                                                                                                 Menunjukkan kecenderungan atas waktu dan menjawab perubahan perubahan keadaan dan peka terhadap perbedaan antara tempat dan kelompok orang. 

Memperhatikan penjelasan tersebut, maka beberapa contoh indikator kinerja yang berhubungan dengan “pengelolaan lingkungan hidup” adalah sebagai berikut:

(i) Apabila kita akan menyiapkan proyek-proyek pengelolaan lingkungan hidup, maka tujuan akhirnya adalah (i) dapat dikembalikannya fungsi lingkungan hidup perkotaan, perdesaan di Jawa Barat (ii) meningkatnya alternatip pengolahan limbah, (iii) meningkatnya peran serta masyarakat dalam pemeliharaan hutan dan lain sebagainya.     

Means Of Verifications (Metoda Atau Cara Verifikasi) adalah metoda untuk mengkaji tingkat keberhasilan pencapaian tujuan proyek atau bukti kerja atau bukti keberhasilan (evident) proyek pada setiap tingkatan. Termasuk kedalam kajian adalah sumber data atau metoda mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan.

Beberapa contoh yang dapat dimasukkan kedalam kategori means verification (cara verifikasi) adalah (i) buku data tahunan hidrologi, (ii) buku data tahunan kualitas air, (iii) daftar periksa, (iv) catatan diklat, (v) keanggotaan assosiasi, (vi) catatan kehadiran rapat koordinasi (vii) progress report, (ix) catatan wawancara, (x) laporan teknis litbang dan berbagai jenis bukti kerja lainnya.   

Assumptions (Asumsi-Asumsi) adalah factor factor eksternal atau tantangan yang dapat mempengaruhi pekerjaan pada setiap tahapan.

Contoh contoh pengembangan asumsi:

a)                                                                                                                                                Pemerintah dan para pengambil keputusan menempatkan limbah sebagai isu prioritas. (asumsi pada level overall objective/ tujuan akhir proyek)

Apabila asumsi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, maka tujuan akhir manajemen limbah terpadu untuk mengurangi bangkitan limbah dan pencemaran lingkungan, kemungkinan besar tidak tercapai. 

b)                                                                                                                                                Akhir tahun 2002, undang undang jalan, undang undang bangunan gedung dan undang undang pengelolaan sumber daya air disetujui oleh DPR (asumsi pada level overall objective/tujuan akhir proyek).

Apabila pada waktu yang ditetapkan belum disetujui DPR, maka tujuan akhir proyek pengembangan peraturan perundang undangan bidang kimpraswil untuk memberlakukan undang undang tidak sesuai dengan yang diinginkan.

c)                                                                                                                                                Pada akhir desember 2002, 87 usulan NSPM selesai dibahas pada rapat panitia teknis (asumsi pada level tujuan spesifik proyek)

Apabila pantek mengundurkan jadwal pembahasannya, maka ke 87 usulan NSPM batal ditanda tangani oleh Menteri dan tujuan akhir proyek standar untuk menanda tangankan usulan NSPM tidak tercapai..

d)                                                                                                                                               Dana survey tersedia tepat waktu (asumsi pada level kegiatan)

Apabila droping dana terlambat, maka survey mengalami kelambatan, demikian pula proses proses analisa dan perhitungan

3.6.            Rencana Tindak

Untuk memastikan bahwa hasil perencanaan dapat dilaksanakan, maka diperlukan rencana tindakan (plan of operation) yang berisi informasi mengenai program, proyek atau kegiatan yang akan dilaksanakan, indikator keberhasilannya, jadwal mulai dan berakhirnya kegiatan dan instansi penanggung jawabnya. Bentuk formulir rencana tindakan disajikan pada tabel-4.

 

Tabel 4 Contoh Format Rencana Kerja Terinci (Plan Of Operation)

 

 

RINCIAN KEGIATAN

HASIL YANG DIHARAPKAN

JADWAL PELAKSANAAN

UNIT PENANGGUNG JAWAB

KONDISI YANG DIPERLUKAN

THN KE-1

THN KE-2

THN KE-3

THN KE-4

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

Dengan menggunakan rencana kerja terinci tersebut, maka program dapat dimonitor dan dievaluasi secara terjadwal untuk menilai kesesuaian antara rencana dengan realisasinya dilapangan. Apabila terjadi ketidaksesuaian, maka dilakukan tindakan perbaikan untuk mengantisipasi timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Tindakan pencegahan dilakukan pula untuk mencegah terulangnya kesalahan yang sama termasuk mencegah timbulnya kesalahan lain yang tidak diinginkan.

 

4. PENUTUP

Model LOGFRAME telah banyak dipakai oleh lembaga lembaga internasional yang bergerak dibidang pembangunan. Bahkan 9 (sembilan) dari 10 (sepuluh) lembaga  penyandang dana menyukai penggunaan LOGFRAME. Artinya, proposal proyek yang disusun dengan menggunakan LOGFRAME, lebih besar kemungkinannya untuk disetujui oleh Negara penyandang dana (donor country).  Langkah langkah kerja dalam system LOGFRAME sebenarnya mirip dengan langkah langkah perencanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) yang menurut Inpres nomor-7 tahun 1999, wajib dilaksanakan oleh setiap unit kerja eselon-2 keatas dalam rangka menuju cita cita “Good Governance”.     

Penggunaan Logframe perlu didasarkan pada suatu kondisi suatu negara yang relatif stabil terutama kurangnya gejolak politik dan situasi darurat seperti konflik sosial dan lainnya. Pelaksanaan perencanaan dengan Logframe terkadang tidak dapat sepenuhnya dilepaskan dari pengaruh selera pemerintah atau birokrasi suatu negara terutama Indonesia yang masih banyak didasari oleh berbagai kepentingan kelompok ataupun golongan. Pelaksanaan prinsip-prinsip Good Governance and management menjadi faktor penentu keberhasilan program atau proyek. Disamping itu tingkat pendidikan masyarakat juga memegang peranan penting dalam kecocokan penggunaan penyiapan program/proyek dengan menggunakan pendekatan Logframe.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

The World Bank, 2001, The Western Java Environmental Management Project in support of the first phase of the Western Java Environmental Managemen Program, Report No: 21090IND

Jacson, B, 1999, Designing Projects and Project Evaluations Using The Logical Framework Approach. http://www.iucn.org/themes/eval/english/lfa.htm.

Aaron N. Kaplan, Toward a Consistent Logical Framework For Ontological Analysis, Xerox Researc Center Europe 6 Chemin de Maupertuis, 38240 Meylan, France. kaplan@cs.rochester.edu

DHV consultants and Ass, 2003, West Java Province Environmental Strategy, Inception Report.