© 2003 Yahyah Posted 27 October, 2003
Pengantar Falsafah Sains
(PPS702)
Program Pascasarjana/S3
Institut Pertanian Bogor
Oktober 2003
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Rudy C.
Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT
(STUDI KASUS DI KABUPATEN KUPANG)
Oleh :
C561030031/TKL
E-mail: yahyahrahim@yahoo.com
At present, government has
developed a new paradigm of development, which is called sustainable
development. It is expected that
fishermen are able to use various fisheries resources as a base for their
future of self-development. One of the strategic alternatives is to increase
activity in mariculture, especially for the seaweed. This study used survey
method by which primary data were collected from the location of seaweed
culture through filling up the questioner. Meanwhile, secondary data were
collected from government office. Potential areas of the seaweed cultivation in
Kabupaten Kupang is only 1,376.33ha or about 6.9% of the available areas which
is about 19.868,5ha. Such low usage of potential areas was due to low access to
the available capital, which required to expand their businesses. Off the
available 19 “kecamatan” only 12 kecamatan with 52 villages have seaweed
cultivations, while 7 others kecamatan have not done similar activities.
Kabupaten Kupang has potential areas for seaweed cultivation. In the year 2000
alone, it produced about 3,345,043 tones, which was higher than previous years. This means
that activity in seaweed cultivation has a good prospect for the
farmers/fishermen in the future in this Kabupaten. Total numbers of
farmers/fishermen groups were 255 of which, there were 8252 members that
involved in seaweed cultivation. Off this total, it appears that the available
human resources required in this field of activity are still considered to be
inadequate.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi perikanan di Kabupaten Kupang sampai saat ini masih tergantung
pada hasil kegiatan penangkapan dan pengumpulan dari alam. Kegiatan ini, secara
umum akan berdampak kurang menguntungkan terhadap sumberdaya perikanan,
khususnya bagi para nelayan yang kemampuan ekonomi dan pengetahuan teknologi
yang dimiliki relatif terbatas. Salah satu alternatif yang cukup strategis
adalah meningkatkan kegiatan budidaya laut, khususnya budidaya komoditas
eksport, seperti budidaya rumput laut.
Budidaya rumput laut penting
peranannya dalam meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan
pangan dan gizi masyarakat serta memenuhi kebutuhan industri. Selain itu,
budidaya rumput laut berperan pula dalam memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan petani/nelayan
serta pendapatan daerah (Sediadi dan Budihardjo, 2000).
Rumput
laut merupakan jenis makro alga laut yang beberapa diantaranya mempunyai nilai
ekonomis yang sangat penting, sebagai penghasil bahan untuk industri, dimana
banyak digunakan sebagai bahan makanan, farmasi, kosmetik dan lain-lain
(Mubarak, dkk., 1990). Karena
kegunaanya maka rumput laut juga dikatakan sebagai salah satu penghasil devisa
negara dengan nilai ekspor yang meningkat setiap tahun.
Jenis-jenis rumput laut yang bernilai ekonomis penting antara lain dari
marga Acanthopora, Glacilaria, Gelidiella, Gelidium sebagai penghasil
agar-agar, Chondrus, Eucheuma, Gigartina sebagai penghasil karaginan, Furcellaria dan Ascophyllum, Ecklonia sebagai penghasil alginat (Indriani dan
Sumiarsih, 1994).
Budidaya rumput laut memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan
luar negeri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani dan nelayan serta menjaga kelestarian sumber daya hayati
perikanan (Aslan, 1990). Dalam rangka
memenuhi kebutuhan rumput laut yang semakin meningkat baik dalam maupun luar
negeri sekaligus memperbesar devisa negara dari sektor non migas, maka cara
terbaik untuk menyediakan rumput laut secara berkesinambungan dengan kualitas
dan kuantitas yang baik dan tidak mengharapkan persediaan dari alam adalah
dengan cara dilakukannya budidaya rumput laut.
Pada perairan yang dangkal dan jernih, rumput laut tumbuh dapat tumbuh hingga
kedalaman 20 – 30 m, dimana suhu air berkisar 28 – 34 0C dan
salinitas 28 – 34 permil (Afrianto dan Liviawati, 1989). Selain itu rumput laut
juga dipengaruhi oleh ketersedian nutrien dan arus yang tidak terlalu
keras.
Perumusan
Masalah
Rumput
laut telah dimanfaatkan secara luas baik dalam bentuk bahan mentah maupun dalam
bentuk olahan (Satari, 1996). Dalam bentuk bahan mentah, rumput laut digunakan
sebagai lalapan, sayuran dan manisan (Karyadi, 1991; Trono, 1997). Pemanfaatan
hasil olahan seperti agar-agar, karaginan dan alginat. Selain itu, rumput laut
juga digunakan sebagai pupuk, serta komponen pakan ternak dan ikan (Deptan,
1992 ; Kaliaperumal dan Kalimuthu, 1997).
Kebutuhan
rumput laut Indonesia minimal 20.000 – 25.000 ton/tahun untuk memenuhi
industri carrageenan sekitar 7.000 ton. Sedangkan produksi Eucheuma spp
hanya sekitar 1.600 ton/tahun (Noor, 1996 dalam Andarias, 1997).
Sehingga masih terdapat kekurangan sekitar 18.400 ton. NTT yang merupakan salah
satu daerah penghasil Eucheuma spp di Indonesia mempunyai peluang untuk
meningkatkan produksinya dalam memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang.
Hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi bagi para
petani/nelayan rumput laut dalam
mengembangkan budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kupang
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Lingkup penelitian menyangkut metode survey
yaitu :
1. Pengambilan data primer di lokasi budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang.
2. Pengambilan data sekunder di instansi terkait.
3. Pengukuran kualitas perairan pada lokasi penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Potensi Areal
Budidaya Rumput Laut
Kabupaten Kupang yang merupakan gugusan kepulauan yang mempunyai potensi yang cukup besar di bidang perikanan, salah satunya adalah budidaya rumput laut. Hasil survey memperlihatkan bahwa dari 19 Kecamatan di Kabupaten Kupang yang tersebar meliputi :
Tabel 1. Potensi areal budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang.
No. |
Kecamatan |
Kelurahan/Desa |
Luas Areal (Ha) |
Luas Tanam (Ha) |
1. |
Kupang Barat |
1. Tabulolong 2. Tesabela |
115 230 |
29,5 7 |
2. |
Semau |
1. Hansisi 2. Huilelot 3. Akle |
287,5 455 945 |
6 0,5 0,9 |
3. |
Sulamu |
Sulamu |
750 |
5 |
4. |
Rote Barat Daya |
1. Oebou 2. Sedeoen 3. Namberala 4. Oenggaut 5. Boa 6. Oeseli |
1.510 140 900 118 425 875 |
55,8 21,3 63 52 7,5 126 |
5. |
Rote Barat Laut |
1. Oelelot 2. Oelua 3. Tolama 4. Daudolu 5. Mbueain 6. Ndau - Nuse 7. Netenain |
1.400 900 400 125 1.300 1.000 275 |
39 41 13 12 42 57 26 |
6. |
Lobalain |
1. Baadale 2. Metina 3. Namodale |
75 75 100 |
2 3,1 1,3 |
7. |
Rote Tengah |
1. Onatali |
172,5 |
4,6 |
8. |
Pantai Baru |
1. Tungganamo 2. Tesabela |
293 230 |
1,8 1,2 |
9. |
Rote Timur |
1. Daiama 2. Bolatena 3. Faifua 4. Hundihope |
540 490 140 55 |
62,5 53,6 9,5 4,4 |
10. |
Raijua |
1. Ledeunu 2. Kolorae 3. Bolua 4. Ledeke |
460 345 460 402,5 |
22,21 15,35 20,8 20,07 |
11. |
Sabu Barat |
1. Lebohede 2. Ledeae 3. Molie 4. Kota Hawu 5. Raedewa 6. Menia 7. Mebba |
485 390 75 150 25 312 285 |
59 27,5 21,5 31 3,5 13 15 |
12. |
Sabu Timur |
1. Limaggu 2. Eilode 3. Jiwuwu 4. Ruji Ratu 5. Bodae 6. Loborae 7. Lobodei 8. Bebae 9. Dene 10. Eilogo 11. Waduwella 12. Ledekei |
194 200 200 195 214 191 280 235 194 124 106 25 |
19 2,5 1,9 20 25 41 95 75 85 65 70 10 |
|
Jumlah
|
52 |
19.868,5 |
1.376,33 |
Tabel 1 memperlihatkan bahwa
dari 19 Kecamatan di Kabupaten Kupang hanya 12 Kecamatan yang memiliki sentra
budidaya rumput laut dengan 52 Kelurahan/Desa serta potensi areal/luas areal
sebesar 19.868,5 Ha. Sedangkan
pemanfaatan potensi/luas areal baru sekitar 6,9 % atau 1.376,33 Ha dari potensi
yang tersedia.
Ini
menunjukkan bahwa areal yang telah diusahakan oleh nelayan/petani rumput laut
di Kabupaten Kupang sebesar 1.376,33 Ha, jika dibandingkan dengan potensi areal
yang ada sekitar 19.868,5 Ha, masih sangat rendah. Rendahnya penggunaan areal
tersebut dikarenakan oleh terbatasnya modal usaha dari nelayan/petani rumput
laut.
Dari 19
Kecamatan yang ada di Kabupaten Kupang hanya 12 Kecamatan dengan 52
Desa/Kelurahan yang memiliki budidaya rumput laut. Sedangkan 7 Kecamatan yang
lain belum diusahakan untuk budidaya rumput laut seperti Kecamatan Kupang
Tengah, Kecamatan Kupang Timur, Kecamatan Amarasi, Kecamatan Fatuleu, Kecamatan
Ampoang Utara, Kecamatan Ampoang Selatan dan Kecamatan Kelapa Lima.
Budidaya rumput laut masih
perlu dikembangkan di Kabupaten Kupang agar terisi areal yang masih belum
dimanfaatkan dengan memberikan modal pinjaman yang lunak. Nelayan/petani rumput
laut pada umumnya mengiginkan bantuan dari pemerintah dan swasta, adapun
bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak masih belum merata.
Potensi
Budidaya Rumput Laut
Potensi
budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang pada tahun 1999 sampai 2000, dimana
produksi budidaya rumput laut pada tahun 1999 sebesar 542.902 ton dan pada
tahun 2000 sebesar 3.345.043 ton, ini
menunjukkan adanya peningkatan dari tahun 1999 ke tahun 2000.
Tabel 2. Potensi budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang Tahun 1999 dan 2000.
No. |
Kecamatan |
Potensi
(Ha) |
Produksi
(Ton) |
||
|
|
Areal |
Tanam |
Thn.
1999 |
Thn. 2000 |
1. |
Kupang Barat |
345
|
36,5
|
5.500 |
2.150 |
2. |
Semau |
1.687,5
|
7,4
|
3.650 |
15.800 |
3. |
Sulamu |
750
|
5
|
14.300 |
48.077 |
4. |
Rote Barat
Daya |
3.968
|
325,6
|
8.304 |
179.350 |
5. |
Rote Barat
Laut |
5.400
|
230
|
3.558 |
46.000 |
6. |
Lobalain |
250
|
6,4
|
3.570 |
8.950 |
7. |
Rote Tengah |
172,5
|
4,6
|
1.425 |
4.250 |
8. |
Pantai Baru |
523
|
3
|
3.945 |
7.650 |
9. |
Rote Timur |
1225
|
130
|
5.960 |
248.876 |
10. |
Raijua |
1.667,5
|
78,43
|
5.000 |
97.300 |
11. |
Sabu Barat |
1.722
|
170,5
|
6.000 |
465.550 |
12. |
Sabu Timur |
2.158
|
509,4
|
481.690 |
2.221.090 |
|
Jumlah |
19.868,5 |
1.376,33 |
542.902 |
3.345.043 |
Rumput
laut memiliki kandungan yang kaya akan mineral. Disamping dapat langsung
dikonsumsi tanpa proses pengolahan lebih lanjut, rumput laut merupakan bahan
baku kosmetik seperti bedak, dan lotion penyengar, serta dapat pula dipakai
pula untuk anti paretik dan obat-obatan seperti cacingan, bronkitis, asma,
batuk, gangguan pencernaan, bisul, perdarahan hidung, penyakit saluran kencing
serta penyakit akibat kekeringan yodium. Selain sebagai bahan baku, rumput laut
dapat pula dipakai untuk campuran pasta gigi, es krim, permen, sirop, bir,
kapsul obat-obatan dan campuran makanan kaleng (Suara Pembaharuan, 1 Juli
2001).
Kabupaten
Kupang memiliki perairan yang cukup potensial, dari produksi budidaya rumput laut pada tahun 2000 sebesar
3.345.043 ton, ini menunjukkan bahwa hasil produksi rumput laut cukup
memberikan peluang prospek usaha yang baik bagi para nelayan/petani rumput laut
dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut di masa yang akan datang.
Meningkatnya
produksi budidaya rumput laut maka seiring dengan meningkatnya penggunaan areal
budidaya rumput laut. Sumberdaya ini jika dimanfaatkan oleh nelayan/petani
rumput laut maka dengan sendirinya peningkatkan pendapatan nelayan/petani
rumput laut dan sendirinya peningkatan pendapatan daerah.
Potensi
Sumberdaya Manusia (SDM)
Sumberdaya manusia pada nelayan/petani rumput laut di Kabupaten Kupang,
dimana terlihat pembentukan kelompok yang terdiri dari anggota kelompok yang
membudidayakan rumput laut. Lebih lanjut terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Potensi sumberdaya manusia yang membudidayakan rumput laut di
Kabupaten Kupang.
No. |
Kecamatan |
Jumlah kelompok |
Jumlah
Anggota |
1. |
Kupang Barat |
6 |
167 |
2. |
Semau |
6 |
197 |
3. |
Sulamu |
4 |
159 |
4. |
Rote Barat
Daya |
43 |
2.215 |
5. |
Rote Barat
Laut |
20 |
361 |
6. |
Lobalain |
4 |
76 |
7. |
Rote Tengah |
12 |
130 |
8. |
Pantai Baru |
4 |
80 |
9. |
Rote Timur |
36 |
751 |
10. |
Raijua |
16 |
508 |
11. |
Sabu Barat |
17 |
1.107 |
12. |
Sabu Timur |
87 |
2.504 |
|
Jumlah |
255 |
8252 |
Potensi sumberdaya manusia sangat penting dalam menunjang pengembangan budidaya rumput laut di masa mendatang. Terlihat pada Tabel 3, dimana jumlah kelompok di Kabupaten Kupang sebanyak 255 kelompok dengan jumlah anggota kelompok nelayan/petani rumput laut sebanyak 8252 anggota. Dari jumlah tersebut, potensi sumberdaya manusia yang tersedia di Kabupaten Kupang masih sangat terbatas.
Terbatasnya sumberdaya manusia ini tidak terlepas dari tingkat pendidikan
nelayan/petani rumput laut yang rendah, penyerapan teknologi budidaya rumput
mulai dari pemilihan lokasi, bibit sampai pasca panen belum diterapkembangkan
dikalangan para nelayan/petani rumput laut.
Usaha
Budidaya Rumput Laut
Secara
umum dalam survey di Kabupaten Kupang, pengembangan budidaya rumput laut,
terdapat 3 (tiga) sistem yang telah dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat
pesisir khususnya termasuk :
1. Sistem rakit bambu (rakit apung, terapung,
kerangka rakit dapat dibuat sesuai ukuran yang dikehendaki, biasanya ukuran 2 x
5 m, tali ris berjarak 25 cm dan jarak tanaman 25 cm. Diperlukan jangkar
(pemberat) atau tempat menambat rakit.
2. Sistem lepas dasar, kerangka dibuat dengan
patok kayu/bambu sebagai tiang tempat mengikat tali utama untuk mengikat tali
ris, jarak antara tali ris 25 cm dan jarak tanam 25 cm.
3. Sistem tali rawai/rentang, tali nylon
diikat diujung-ujungnya pada patol atau jangkar di dasar, tiap 2-5 m diberi pelampung,
tanaman ditanam pada tali nylon dengan jarak tanam 50 cm. Satu tali rawai
berukuran panjang 100 m.
Pengelolaan
pasca panen yang umumnya dilakukan adalah metode pengolahan kering, yaitu
sebuah metode pengolahan untuk mendapatkan rumput laut kering dengan cara
penjemuran di atas pelanggaran.
Hasil panen disortir untuk memilih bakal bibit. Setelah pemilihan bibit hasil panen dijemur pada sebuah pelanggaran, yaitu sebuah tempat yang terbuat dari bambu yang khusus dibuat untuk menjemur. Penjemuran rata-rata dilakukan selama kurang lebih 5 hari yang tergantung pada keadaaan cuaca, dengan kisaran 3 – 7 hari. Setiap harinya dilakukan pembalikan sebanyak 3 kali yang rata-rata memakan waktu sekitar 30 menit untuk setiap kali kegiatan pembalikan. Setelah kering rumput laut tersebut dimasukkan dalam wadah (karung plastik).
Berdasarkan
beberapa analisis dan pengalaman pada daerah-daerah lain, secara finansial
usaha budidaya rumput laut sangat layak dan memberikan nilai keuntungan yang
relatif tinggi. Sedangkan modal yang dibutuhkan baik investasi maupun modal
kerja relatif rendah.
Komponen
biaya usaha rumput laut berupa biaya investasi yaitu untuk pembelian dan atau
pengadaan barang modal seperti keranjang, sampan, pisau, golok, gerobak,
jemuran, sarana budidaya, jangkar, dan tali jangkar. Biaya produksi merupakan
biaya yang dikeluarkan selama produksi, dan komponen biaya ini dibedakan
menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang
penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya biaya akumulasi
penyusutan sarana dan prasarana produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya
yang harus dikeluarkan oleh petani rumput laut dalam rangka produksi,
diantaranya adalah biaya upah kerja, biaya pembelian bibit dan karung platik.
Kualitas Air
Berdasarkan kisaran parameter kualitas air yang diukur selama penelitian dapat dinyatakan dalam Tabel 4 berikut ini :
Tabel 4. Pengukuran kualitas air selama penelitian
No. |
Parameter |
Kisaran |
1. |
Suhu |
25 – 28 oC |
2. |
pH |
7,5 – 8,0 |
3. |
Salinitas |
28 – 35 o% |
4. |
Kecepatan arus |
20 – 29
cm/dtk |
Kisaran
suhu perairan pada lokasi penelitian berkisaran antara 25 – 28 oC.
Ini menunjukkan bahwa kisaran suhu tersebut masih berada pada kisaran yang
layak bagi pertumbuhan rumput laut.
Hasil
pengukuran pH antara 7,5 – 8,0, kisaran ini masih dalam rentang yang layak bagi
pertumbuhan rumput laut. Indriani dan Sumiarsih (1992) mengatakan bahwa derajat
keasaman perairan yang baik bagi pertumbuhan rumput laut yaitu 7,3 – 8,2.
Salinitas
yang diukur pada lokasi penelitian berkisar antara 28 – 35 o%, nilai
kisaran ini masih berada pada batas kisaran yang layak bagi pertumbuhan rumput
laut.
Kecepatan arus selama penelitian berkisar 20 – 29 cm/dtk. Kisaran ini masih
dalam batas yang layak bagi pertumbuhan rumput laut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :
1. Potensi areal budidaya rumput laut
memiliki peluang pengembangan usaha lebih besar dimana potensi areal budidaya
rumput laut di Kabupaten Kupang sebesar 19.868,5 Ha dan yang baru dimanfaatkan
sekitar 6,9 % atau 1.376,33 Ha.
2. Produksi rumput laut masih perlu
ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar sebab produksi rumput laut di
Kabupaten Kupang pada tahun 2000 baru sebesar 3.345.043 ton.
3. Sumberdaya manusia yang membudidayakan
budidaya rumput laut, masih terbatas pada masyarakat pesisir pantai.
4. Kondisi kualitas pada lokasi penelitian
masih berada dalam batas yang layak bagi pertumbuhan rumput laut.
Saran
Wilayah perairan budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang dapat ditentukan
secara tepat sebagai landasan pengembangan model usaha budidaya rumput laut di
masa mendatang.
Diharapkan harga rumput laut kering meningkat, serta investor dapat
menunjang kegiatan usaha budidaya rumput laut kepada para nelayan/petani rumput
laut di Kabupaten Kupang serta diharapkan masuknya Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP).
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan E. Liviawati, 1989. “Budidaya Rumput Laut dan Cara
Pengelolaannya”. Penerbit Bratara Pustaka Desa. Jakarta.
Andarias, I., 1997. “Prospek Pengembangan Budidaya
Rumput Laut Dalam Menyongsong Era Globalisasi”. Universitas Hasanuddin. Ujung
Pandang.
Aslan, L. M., 1990. Budidaya Rumput Laut.
Penerbit Kanisius, Yokyakarta. 37 hal.
Departemen Pertanian, 1992. “Budidaya Beberapa
Hasil Laut”. Jakarta.
Indriani, H. dan E. Sumiarsih, 1994.
Budidaya Pengelolahan Dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 7 – 22.
Kaliaperumal, N. dan S. Kalimuthu, 1997. “Seaweed
Potential and Its Exploitation in India”. Seaweed Res. Utiln. 19 : 33 – 40.
Karyadi, D., 1991. “Rumput Laut Sebagai Salah Satu
Sumber Makanan Bergizi Potensil”. BPP 8 : 17 – 19.
Mubarak, H., S. Ilyas, W. Ismail, I. S. Wahyuni,
S. T. Hartati, E. Pratiwi, Z. Djangkaru dan R. Arifudin, 1990. “Petunjuk Teknis
Budidaya Rumput Laut”. Departemen Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan, Jakarta. Hal. 1 – 32.
Satari R., 1996. “Potensi Pengembangan Rumput
Laut”. Puslitbang Oceonologi LIPI. Jakarta. Hal.152 – 177.
Sediadi dan Budihardjo, 2000. Rumput Laut
Komoditas Unggulan. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. 31
hal.
Trono, G. C., 1997. “Field Guide and Atlas of The Seaweed Resources of The Philippines”. Book Mark. Makati City, Philippines. 306 hal.