© 2003 Susiyanti                                                                                                                   Posted  13 December 2003

Makalah Pribadi

Pengantar Ke Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Desember 2003

 

Dosen:

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

 

 

 

 

PRO DAN KONTRA TANAMAN TRANSGENIK

 

 

 

Oleh:

 

Susiyanti

A361030111/AGR

 

 

 

 

 

I.                   PENDAHULUAN

 

 

Dengan  pesatnya pertumbuhan  populasi dunia, sangat membutuhkan upaya  peningkatan suplay  pangan yang  demikian besar  pula.  Salah satu alternatif  upaya penyelesaian  masalah pangan  adalah dengan teknologi transgenik (Matsui, Miyazaki, Kasamo, 1997).  Perkembangan transgenik yang luar biasa di 3 tahun terakhir membawa kekawatiran  dan persepsi masyarakat umum.    Kekhawatiran  dan persepsi ini  telah muncul lebih seperempat abad lalu setelah Herbert Boyer dan Stanley Cohen pada tahun 1973 berhasil untuk pertama kalinya mengembangkan transgenik, meskipun seara alamiah rekombinasi DNA sebenarnya juga terjadi (BPPT, 2000). Ratusan macam komoditas hasil rekayasa genetika telah berhasil diciptakan, bahkan sebagian besar sudah tersebar. 

Pro dan kontra tanaman transgenik ini tidak hanya terjadi di luar negeri tetapi juga di Indonesia.  Di Indonesia, meski tak sampai merusak areal tanaman petani, kalangan aktivis lingkungan dan petani protes keras akan keberadaan tanaman transgenik. Empat lembaga non-pemerintah/LSM (KONPHALINDO, YLKI, PAN Indonesia, dan ICEL) terang-terangan menolak SK Menteri Pertanian No. 107/Kpts/KB/430/2/2001 tentang Pelepasan Terbatas Kapas Transgenik Bt DP 5690B sebagai Varietas Unggul, dan ditanam di tujuh kabupaten di Sulsel (Intisari, 2003).  Ada alasan  yang  mendasar mengapa keberadaan tanaman transgenik menjadi pro dan kontra.

 

 

II.   TINJAUAN FILSAFAT TEKNOLOGI  TRANSGENIK

 

            Secara  ontologi   tanaman transgenik adalah  suatu produk rekayasa genetika  melalui  transformasi gen dari  makhluk hidup  lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru  yang memiliki sifat unggul yang lebih  baik  dari  tanaman sebelumnya.   Secara epistemologi,  proses pembuatan  tanaman transgenik sebelum  dilepas  ke  masyarakat telah melalui hasil  penelitian  yang panjang, studi  kelayakan dan uji lapangan dengan pengawasan  yang  ketat,  termasuk melalui analisis   dampak lingkungan untuk jangka pendek dan jangka  panjang.    Secara aksiologi:  berdasarkan  pendapat  kelompok masyarakat  yang pro dan kontra  tanaman transgenik memiliki manfaat   untuk memenuhi kebutuhan pangan  penduduk,  tetapi manfaat tersebut belum teruji, apakah lebih  besar  manfaatnya atau kerugiannya.

 

 

III.             TANAMAN TRANSGENIK

 

 

Bagaimana tanaman transgenik dibuat?

 

Gen yang telah  diidentikfikasi diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam  sel tanaman.    Melalui  suatu sistem tertentu, sel tanaman yang  membawa  gen tersebut dapat dipisahkan dari sel tanaman yang  tidak  membawa gen.  Tanaman  pembawa  gen  ini  kemudian  ditumbuhkan secara normal.  Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman transgenik karena ada  gen  asing  yang  telah dipindahkan dari makhluk  hidup lain ke tanaman tersebut (Muladno, 2002). 

Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali. Transgenik per definisi adalah the use of gene manipulation to permanently modify the cell or germ cells of organism (BPPT,2000). Karena berisi transgene tadi, tanaman itu disebut genetically modified crops (GM crops). Atau, organisme yang mengalami rekayasa genetika (genetically modified organisms, GMOs).  Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu.  Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu.  Gen Bt ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari, 2003).

 

IV.              PRO TRANSGENIK

 

 

 

Ilmuwan protanaman GM bersikukuh, racun Bt cuma membunuh ulat tertentu, dan tidak mampu membunuh hewan lain maupun manusia yang mengkonsumsi jagung Bt.  Tidak perlu mengkhawatirkan nasib serangga berguna, predator pemangsa ulat, burung atau hewan ternak pemakan daun jagung Bt. Tidak berpengaruh buruk terhadap flora dan fauna dalam tanah dan sekitarnya. 

Kelompok pro-GM bersikeras, tanaman GM dan produk olahannya aman dan menguntungkan  dan patut dimasyarakatkan produk transgenik tersebut. Pertengahan 1990-an, pelaku agribisnis mulai mempromosikan benih tanaman GM yang diklaim mengurangi pemakaian pestisida dan ramah lingkungan,  seperti : jagung Bt, kapas Bt, dan kedelai Bt, kanola yang tahan hama dan toleran herbisida.  Tanaman GM tahan hama, memiliki keuntungan ganda. Karena dengan disisipi gen bakteri tanah Bt, sel tanaman akan menghasilkan crystalline (Cry) protein yang bersifat toksik terhadap hama serangga tertentu. Terutama ulat bulu dan hama penggerek yang menggerogoti tanaman Bt, tapi tidak berbahaya bagi organisme lain.  Tanaman transgenik mulai ditanam secara komersial di Cina, lewat jenis tembakau, tahun 1992. Pada 1994 tomat lambat matang (awet segar) Flavr  Savr menjadi produk GM pertama yang ditanam untuk dipasarkan di AS. Sejak itu, areal berbagai jenis tanaman GM melonjak. Tahun 2000, melonjak sampai 11% (setara 4,3 juta ha), dan areal tanaman GM seluruhnya 44,2 juta ha (Scientific American, April 2001).  Dari total 44,2 juta ha, 33,5 juta ha ada di negara industri, dan 10,7 juta ha di negara berkembang. AS sebagai negara produsen tanaman GM terbesar (68% dari total areal GM dunia), terdiri atas tanaman kedelai, jagung, kapas, dan kanola transgenik. Argentina (23%, meliputi kedelai, jagung, dan kapas transgenik), Kanada (7%, kedelai, jagung, dan kanola transgenik), Cina (1%, tanaman kapas transgenik). Negara lainnya (1%), meliputi Afrika Selatan (jagung dan kapas GM), Australia (kapas GM), Rumania (kedelai dan kentang GM), Meksiko (kapas GM), Bulgaria (jagung GM), Spanyol (jagung GM), Jerman (jagung GM), Prancis (jagung GM), Uruguai (kedelai GM). Sementara di negara Asia belum tercatat.  Dewasa ini ada lebih dari ratusan produk bioteknologi modern, dan lebih dari seratus produk pertanian pangan telah dipasarkan (US FDA, Center for Food Safety and Appiled Nutrition, CFS-AN handout: 1995 dalam Berita Bumi, Desember 2000). Petani pun tinggal pilih, mau varietas yang toleran herbisida, tahan hama, atau yang tahan penyakit. Jumlah tanaman transgenik diprediksi meningkat cepat dalam beberapa tahun terakhir ini.  Jenis yang banyak diperkenalkan mulanya jagung, kedelai, kapas, dan kentang, kemudian disusul tanaman buah, sayuran, dan pakan ternak. Kentang Bt NewLeaf dari Monsanto diperkenalkan tahun 1996, dirancang tahan hama penggerek kentang (colorado potato beetle, CPB). Varietas kentang tahan virus dirilis tahun 1998, yang disisipi Bt tahan potato leafroll virus dan potato virus Y (mosaic).  Varietas tanaman pakan ternak alfalfa Bt ditanam secara terbatas tahun 1997, dirancang tahan potato leafhopper. Varietas labu tahan cucumber mosaic virus, zucchini yellow virus, dan water melon mosaic virus, ditanam tahun 1997 dan 1998. Kanola Liberty (glufosinate) Link yang terdaftar di Kanada, muncul pertama kali di AS tahun 1998 - 1999, diikuti padi (2000) dan gula bit (2001). Sebagian dari tanaman yang direkayasa tahan herbisida (glyphosate) - gandum, gula bit, selada dan kentang - mulai tersedia tahun 2000.  Tanaman rekayasa  yang  ditanam ditahun 2000 didominan oleh   kedelai, jagung, kapas, dan kanola GM. Areal tanamnya mencapai 16% dari 271 juta ha areal tanaman empat komoditas itu (GM dan konvensional). Luas areal tanaman jagung keseluruhan 140 juta ha (7%-nya jagung GM), kedelai 72 juta ha (36% kedelai GM), kapas 34 juta ha (16% kapas GM), dan kanola 25 juta ha (11% kanola GM). Tahun 2000, area tanam seluruh dunia untuk varietas transgenik naik 11% dibandingkan dengan area tanam 1999.  Area kedelai 58% dari total area GM (26,64 juta ha), jagung 23% (10,27 juta ha), kapas 12% (5,3 juta ha), dan kanola 6% (2,65 juta ha). Keempat tanaman GM itu toleran herbisida (74%), tahan hama (19%), atau kombinasi keduanya (7%) (Berita Bumi, Desember  2000),. 

Di Indonesia, meski tidak tercatat sebagai produsen tanaman GM, kenyataannya beberapa jenis komoditas transgenik sudah tumbuh di Tanah Air. Sejak diterbitkan SK Mentan (No. 856/Kpts/HK330/9/1997), menurut Hari Hartiko  (2000), di Indonesia sudah ditanam 10 tanaman transgenik, antara lain jagung (4 jenis), kacang tanah, kapas (2 macam), kakao, kedelai, padi, tebu, tembakau, ubi jalar, dan kentang.  Uji coba lapangan tanaman transgenik di Indonesia terkesan ditutup-tutupi. Buktinya, sedikit pihak yang mengetahui bahwa PT Monagro Kimia (anak perusahaan Monsanto) sudah melakukan uji coba lapangan untuk jagung Bt di Jombang, Malang, dan Sulawesi Selatan (Berita Bumi, Oktober 1999). Bahkan, pihak Litbang Deptan mengakui, saat ini ada 20 lokasi uji coba tanaman transgenik tersebar di Indonesia. Ada kapas Bt, jagung Bt, kapas, jagung, dan kedelai tahan herbisida. Sejauh ini pengujian tanaman transgenik oleh Deptan masih terbatas pada pengamatan secara fisik.  Selain keempat komoditas utama (jagung, kedelai, kapas, dan kanola), di dunia ini sudah beredar tanaman transgenik lain, meski masih relatif sedikit jumlahnya , seperti:  kentang, labu, pepaya, melon, tomat, dan tanaman yang direkayasa agar tahan virus, awet segar, dan bernilai gizi tinggi.

Belum lagi produk rekayasa gen yang kini baru diciptakan atau masih diteliti di berbagai lab dengan macam-macam target pula.  Misal, baru-baru ini di Hawaii berhasil diciptakan varietas pepaya transgenik UH Rainbow tahan terhadap virus ringspot. Di AS diteliti tomat transgenik dengan target memperbaiki kadar nutrisi dan menunda kematangan tomat (supaya tak cepat membusuk). Untuk kanola penghasil oilseed, penelitian terfokus pada perbaikan mutu nutrisi kanola dengan mempertinggi kadar vitamin E atau memodifikasi keseimbangan asam lemak.  Sementara peneliti Swiss dan Jerman, seperti diungkap dalam postnet.com, merekayasa beras penghasil betakaroten, pro-vitamin A. Caranya, dengan menyisipkan dua gen dari jenis bunga bakung dan satu gen dari spesies bakteri ke tanaman padi. Untuk meningkatkan kadar zat besi, ditambahkan gen tanaman buncis. Percobaan "golden rice" ini masih terus berjalan dan akan berlangsung hingga 2003. Sementara itu IRRI telah melakukan uji lapangan perdana bagi tanaman GM tahan penyakit karena bakteri.  Tidak ketinggalan, pisang direkayasa untuk menghasilkan vaksin yang dapat dimakan untuk melawan penyakit infeksi. Baru-baru ini dilakukan evaluasi terhadap produk pisang transegenik berisi virus non-aktif (dilemahkan) penyebab kolera, hepatitis B, dan diare (colostate.edu).  Sayuran yang ditingkatkan nilainya meliputi tomat GM yang dikembangkan Zeneca dan Petoseed sebagai tomat berdaging tebal. Peneliti di Rutgers University melakukan uji tanam terung Bt tahan CPB (colorado potato beetle).  Di Indonesia pun penelitian dan pengembangan tanaman transgenik masih dilakukan, terutama di tingkat litbang seperti : Deptan, Batan, LIPI, dan BPPT, Balitbio, Balitsa. Komoditasnya meliputi produk dari luar negeri dan produk dalam negeri.  Pihak lainnya yang ikut meramaikan rekayasa genetik  di bidang pertanian di  Indonesia seperti:  Monsanto,  Novartis, ABSP, ACIAR,  ISAA,  P3GI, UPBP, Indah Kiat  dan IPB (Mardiana, 2002).

 

IV.  KONTRA TRANSGENIK

 

 

Ilmuwan Swiss menyimpulkan, tanaman jagung Bt merugikan serangga bermanfaat dan racun Bt terakumulasi dalam tanah sehingga merugikan ekosistem tanah. Juga penanaman secara luas varietas Bt mempercepat terjadi evolusi resisten racun Bt pada hama serangga. Sekali hama menjadi resisten terhadap racun Bt, akan sulit mengefektifkan pengendalian hama secara hayati. Kalau itu terjadi serentak dan meluas, betapa "evolusi hijau" kedua akan terjadi. Tatanan ekosistem dan kelestarian hayati pun akan terganggu. 

Menurut Hari Hartiko (dalam Berita Bumi, Juni 2000), pelepasan atau pemanfaatan jenis asing (tanaman rekayasa genetika) di alam terbuka sukar ditangani karena ada kemungkinan penyebaran gen asing (gen yang disisipkan ke dalam tanaman GM) berpindah ke tanaman sekerabat yang liar atau mengubah tatanan spesifik atau sifat unggul tanaman GM itu sendiri. Seperti pada kasus serbuk sari kanola (Brassica napus) penghasil minyak nabati, yang membuahi kerabatnya dan kerabat jauhnya. Di samping ada kemungkinan produk GM dapat mengganggu kesehatan manusia dan ternak.  Perpindahan gen dapat juga terjadi pada uji lapangan, meski di lokasi yang sangat terisolasi untuk mencegah terjadi penyerbukan silang. Karena di alam banyak faktor yang berpengaruh, seperti angin, kupu-kupu, kumbang, tawon, dan burung. Tidak ada jaminan serbuk sari tidak berpindah ke kerabat tanaman itu atau gulma sehingga menjadi lebih kuat karena resisten terhadap hama. Jika kerabat dekat tanaman Bt berupa gulma, bisa-bisa menjadi resisten dan sukar dikendalikan.  Terjadinya penyerbukan silang yang akan memindahkan gen-gen asing ke tanaman lain (gulma), bisa memunculkan gulma super yang resisten hama penyakit dan herbisida. Gen-gen pengendali hama yang menyebar ke tanaman liar itu akan melenyapkan secara besar-besaran spesies serangga dan hewan.

Persilangan antara tanaman transgenik dengan tanaman liar sangat mungkin terjadi, seperti dilaporkan Rissler dan Mellon, yaitu antara Brassica napa transgenik dengan kerabat liarnya Brassica campestris, Hirscheldia incana, dan Raphanus raphanistrum (Mae-Wan Ho, 1997).  Kekhawatiran terhadap produk GM memunculkan "Surat Terbuka Ilmuwan Dunia kepada Seluruh Pemerintah Dunia". Surat tertanggal 21 Oktober 1999 itu ditandatangani 136 ilmuwan dari 27 negara. Isinya, antara lain meminta penghentian segera seluruh pelepasan tanaman rekayasa genetika (Genetically Modified Crops) dan juga produk rekayasa gen (Genetically Modified Products). Alasannya, tanaman GM tidak memberikan keuntungan. Hasil panennya secara signifikan rendah dan butuh lebih banyak herbisida. Makin memperkuat monopoli perusahan atas bahan pangan dan memiskinkan petani kecil. Mencegah perubahan mendasar pada upaya pertanian berkelanjutan yang dapat menjamin keamanan pangan dan kesehatan dunia.  Selain itu juga berbahaya terhadap keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia dan hewan.

Penyebaran horizontal gen penanda (marker genes) yang tahan antibiotika dalam tanaman transgenik dapat mempersulit pengobatan penyakit menular yang mengancam kehidupan, dan penyakit itu kemudian akan meledak dan menyebar ke seluruh dunia.  Temuan terbaru menunjukkan, penyebaran horizontal gen penanda dan DNA transgenik lainnya dapat terjadi, tak hanya melalui sistem pencernaan, melainkan juga lewat saluran pernapasan karena mengirup serbuk sari atau debu. Cauliflower mosaic viral promoter yang banyak digunakan dalam tanaman transgenik dapat meningkatkan transfer gen secara horisontal dan berpotensi menghasilkan virus baru yang menyebarkan penyakit baru (Berita Bumi, Oktober 1999). 

Kedelai impor dari AS 50% produknya merupakan produk transgenik.  Bila berdampak buruk pada lingkungan, ekosistem, kesehatan manusia dan hewan, dibandingkah keuntungannya, perlu kehati-hatan sebelum menerima dan menyebarluaskannya.

Secara garis besar,  yang  dikhawatirkan dari  tanaman transgenik adalah:

1.       Terjadinya silang luar

2.       Adanya efek kompensasi

3.       Munculnya  hama target  yang tahan terhadap insektisida

4.       Munculnya efek samping  terhadap hama non target (Muladno, 2002).

 

KEBIJAKAN YANG  DIAMBIL

 

Kontroversial penggunaan suatu produk teknologi  maju  termasuk bioteknologi  harus dapat diatas secara bijaksana.  Salah satunya dengan pembuatan suatu produk hukum  yang bersifat legal.  Indonesia terkesan lambat dalam  membuat Undang-undang Keamanan hayati.   Pemerintah dapat menerima masukan sebanyak-banyakanya dari masyarakat, kemudian dibuat suatu pedoman standar yang mengikat  dan mempunyai kekuatan hukum tetap dari tanaman transgenik  dan produk olahannya (Mardiana, 2000).

Selain  itu, informasi mengenai  konstruksi dan  evaluasi  tanaman transgenik  dan produk olahannya dipandang perlu.   Seperti  disarankan oleh YLKI dan Konphalindo yang   mendesak pemerintah guna mengambil langkah-langkah  sebagai berikut:

1.        Mengadakan moratorium atas  impor, penjualan dan pelepasan  makanan  dan produk transgenik  hingga ada peraturan yang jelas dan ada bukti keamanannya.

2.        Menyusun Undang-undang keamanan hayati dan pangan

3.        Meratifikasi protokol  Cartagena,  menyusun peraturan  pelaksanaannya dengan menggunakan protokol tersebut  sebagai  standar minimum.

4.        Mengadakan dailog  vertikal  dan horizontal untuk mengambil keputusan tentang arah kebijakan pengawasan riset, uji coba, pelepasan, penggunaan dan monitoring produk transgenik.

5.        Memberlakukan sistem label

6.        Menyusun data base produk dan uji coba  produk transgenik  yang ada   di Indonesia dan menyebarkan informasi  tersebut ke publik (Mardiana, 2000).

 

 

 

DAFTAR  PUSTAKA

 

Berita Bumi.  Oktober 1999

 

                   .  Juni 2000

 

                   .  Desember 2000

 

BPPT.  2000.

 

Hartiko,  Hari. 2000.  Diskusi Pakar dalam Memperingati  Hari Hak-hak Konsumen Sedunia Tahhun 2000. Jakarta, 2 Maret 2000

 

Intisari.  2003

 

Mardiana,  R. 2002.   Telaah  Persepsi  dan Sikap Pihak-pihak  Berkepentingan (Stakeholders) terhadap Bahan Pangan Transgenik.  Skripsi.  Jurusan  Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.   IPB.   Bogor.

 

Matsui, S., S.  Miyazaki and K. Kasamo.  1997.    The Biosafety Result of Field  Test of  Genetically Modified Plants  and Microorganisms.  Japan  International Risearch  Centre for Agricultural Sciences (JIRCAS). 

 

Muladno,  MSA.  2002.    Seputar  Teknologi  Rekayasa  Genetika.   Bogor.   Pustaka Wirausaha Muda.