© 2003 Rahmadi Tambaru Posted : 12 Nopember 2003
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
10 Nopember 2003
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr.Ir. Zahrial Coto
SELANG WAKTU INKUBASI
YANG TERBAIK DALAM PENGUKURAN
PRODUKTIVITAS PRIMER
FITOPLANKTON DI PERAIRAN LAUT
Oleh:
Rahmadi Tambaru
C161030031/AIR
E-mail: aditbr69@yahoo.com
PENDAHULUAN
Produktifitas primer fitoplankton merupakan suatu kondisi perairan di mana kandungan zat-zat organik yang dapat dihasilkan oleh fitoplankton dari zat-zat anorganik melalui proses fotosintesis (Parsons et al.,1984; Nybakken, 1992). Besarnya produktivitas primer fitoplankton merupakan ukuran kualitas suatu perairan. Semakin tinggi produktivitas primer fitoplankton suatu perairan semakin besar pula daya dukungnya bagi kehidupan komunitas penghuninya, sebaliknya produktivitas primer fitoplankton yang rendah menunjukkan daya dukung yang rendah pula.
Dalam pelaksanaan pengukuran produktivitas primer fitoplankton, selama ini dilakukan dengan memperhitungkan intensitas matahari saat penyinaran tertinggi. Dengan dasar itu dilakukan pengingkubasian untuk menghitung besarnya produktivitas primer fitoplankton dalam suatu perairan. Dalam pengingkubasian, penentuan selang waktu inkubasi masih berdasarkan keinginan setiap peneliti, sehingga hasil produktivitas primer fitoplankton dalam suatu perairan didapatkan berbeda antara satu peneliti dengan peneliti yang lain.
Adanya perbedaan hasil pengukuran produktifitas primer fitoplankton dalam suatu perairan disebabkan adanya perbedaan selang waktu inkubasi. Hal ini terjadi oleh karena belum ada penelitian tentang selang waktu yang terbaik dalam pengukuran produktivitas primer fitoplankton, sementara hal itu sangat penting diketahui. Ketepatan penentuan besarnya kandungan produktifitas primer fitoplankton dalam suatu perairan sangat berguna dalam menentukan tingkat kesuburan dan kelayakan suatu perairan mendukung kehidupan organisme di perairan itu sendiri. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang hal itu dengan berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan di perairan Pulau Barrang Kota Makassar.
Penelitian yang dilaksanakan di perairan pulau Barrang
Lompo Kota Makassar telah mendapatkan suatu selang waktu inkubasi terbaik dalam
pengukuran produktifitas primer fitoplankton. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2002 oleh penulis sendiri
dengan hipotesis penelitian adalah perbedaan selang waktu inkubasi akan
memberikan hasil produktivitas primer fitoplankton yang berbeda, sementara
selang waktu inkubasi akan menentukan besarnya nilai produktivitas primer
fitoplankton dalam perairan. Dalam penelitian, penetapan selang waktu inkubasi
didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambaru (2000) yang
mendapatkan waktu inkubasi terbaik jam
Pada pengukuran produktivitas primer fitoplankton dilakukan dengan cara mengukur kandungan oksigen dalam botol terang-gelap setelah diinkubasi. Pengambilan contoh air dilakukan pada tiap kedalaman, kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol. Selanjutnya dilakukan pengukuran oksigen awal pada botol initial dari contoh air yang terambil, selanjutnya botol lainnya (2 botol terang dan 1 botol gelap) diinkubasi sesuai dengan selang waktu inkubasi pada tiap kedalaman. Dalam penghitungan produktivitas primer dilakukan berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Umaly dan Cuvin (1988).
Dalam menganalisis penentuan selang waktu inkubasi yang terbaik dalam pengukuran produktivitas primer fitoplankton dilakukan dengan menggunakan RAK (rancangan acak kelompok). Dari analisis sisik ragam akan diketahui ada atau tidaknya pengaruh selang waktu inkubasi terhadap kandungan produktifitas primer fitoplankton, dan bila itu ada selanjutnya dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk menentukan selang waktu inkubasi yang paling berpengaruh. Analisis ini dioleh dengan bantuan perangkat lunak SPSS Release 10.0.5.
KUALITAS PERAIRAN PULAU BARRANG
LOMPO
Unsur Hara
Pada pengamatan hari pertama ditemukan unsur hara dalam hal ini nitrat dan ortofosfat serta silikat berturut-turut berada pada kisaran 0.729-1.991 mg/l; 0.902-1.005 mg/l; 0.032-0.039 mg/l, pengamatan hari kedua adalah 0.871-0.989 mg/l; 0.788-0.878 mg/l; 0.039-0.041 mg/l, pengamatan hari ketiga adalah 0.812-0.898 mg/l; 0.765-0.897 mg/l; 0.038-0.041 mg/l (Tabel 1).
Pada Tabel 1 terlihat bahwa kandungan nitrat dan fosfat masih dalam kisaran yang sesuai dengan pertumbuhan fitoplankton. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Mackenthum (1969) bahwa untuk pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan kandungan nitrat dan ortofosfat berturut-turut pada kisaran 0.9-3.5 mg/l dan 0.09-1.80 mg/l. Untuk kandungan silikat, terlihat kurang memenuhi pertumbuhan fitoplankton. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Turner (1980 dalam Widjaja, dkk., 1994) bahwa bila kandungan silikat lebih kecil dari 0.5 mg/l, maka fitoplankton khususnya diatom tidak dapat berkembang dengan baik, namun masih dapat digunakan dalam perkembangannya.
Tabel 1. Hasil pengukuran parameter kualitas air di perairan Pulau Barrang Lompo
Pengamatan (Hari) |
Kdlm (m) |
Parameter Kualitas Air |
|||||
Nitrat (mg/l) |
Orto-P (mg/l) |
Silikat (mg/l) |
Suhu (oC) |
PH |
Salinitas (‰) |
||
I |
0 5 10 15 |
1.730 0.729 1.991 1,009 |
0.915 1.005 0.986 0.902 |
0.032 0.034 0.038 0.039 |
29 29 29 29 |
8.0 8.0 8.0 7.9 |
35 35 34 33.5 |
Kisaran |
0.729-1.991 |
0.902-1.005 |
0.032-0.039 |
29 |
7.9-8.0 |
33.5-35 |
|
II |
0 5 10 15 |
0,989 0,966 0,887 0,871 |
0.878 0.866 0.788 0.801 |
0.040 0.041 0.040 0.039 |
30 30 30 30 |
8.0 7.9 8.0 8.0 |
33.5 33.5 33 33 |
Kisaran |
0.871-0.989 |
0.788-0.878 |
0.039-0.041 |
30 |
7.9-8.0 |
33-33.5 |
|
III |
0 5 10 15 |
0,898 0,887 0,834 0,812 |
0.897 0.899 0.865 0.765 |
0.041 0.039 0.040 0.038 |
30 30 30 30 |
8.0 8.0 8.0 8.0 |
35 35 34 34 |
Kisaran |
0.812-0.898 |
0.765-0.897 |
0.038-0.041 |
30 |
8.0 |
34-35 |
Suhu (oC)
Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu suhu juga berpengaruh tidak langsung terhadap kelarutan CO2 yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O2 yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan laut. Daya larut O2 akan berkurang dengan meningkatnya suhu perairan (Ruyitno, 1980). Pengamatan hari pertama, kedua, dan ketiga didapatkan berturut-turut adalah 29 oC; 30 oC; dan 30 oC (Tabel 1). Suhu yang sesuai untuk kehidupan fitoplankton berkisar 20-30oC, sedangkan suhu yang baik untuk menumbuhkan plankton adalah 25-30oC . Pengamatan tentang suhu secara umum hampir merata di seluruh kolom air. Hal ini dapat dimengerti oleh karena daerah penelitian masih dikategorikan perairan pantai dan dangkal.
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. Setiap organisme membutuhkan derajat keasaman (pH) yang optimum bagi kehidupannya. Pescod (1973) mengatakan bahwa batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi bergantung pada faktor fisika, kimia dan biologi. pH yang ideal untuk kehidupan fitoplankton berkisar antara 6.5-8.0. Kisaran pH selama penelitian masih dalam kisaran tersebut (Tabel 1). Pengamatan hari pertama, kedua dan ketiga kisaran berturut-turut adalah 7.9-8.0; 7.9-8.0; 8.0.
Salinitas (‰)
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi biota akuatik. Pengamatan salinitas hari pertama, kedua dan ketiga berturut-turut adalah 33.5-35 ‰; 33-33.5 ‰; 34-35 ‰ (Tabel 1). Kisaran tersebut selama penelitian masih sesuai dengan pertumbuhan fitoplankton. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada daerah pesisir pantai merupakan perairan dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organisme yang hidup cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰.
Komposisi dan Kelimpahan
Fitoplankton
Fitoplankton yang ditemukan selama penelitian terdiri dari Kelas Bacillariophyceae dan Kelas Dinophyceae (Tabel 2). Kedua kelas fitoplankton yang ditemukan merupakan kelas-kelas utama dan sering ditemukan pada perairan laut. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Nybakken (1992) bahwa diatom (Bacillariophyceae) dan dinoflagellata (Dinophyceae) merupakan jenis fitoplankton yang umum terdapat di laut, berukuran besar serta biasa tertangkap oleh jaring plankton.
Kelas Bacillariophyceae merupakan kelas yang mendominasi seluruh waktu dan kedalaman inkubasi, baik dari kelimpahan jenis maupun persentase keberadaannya (Tabel 2). Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Raymont (1963) dan Arinardi, dkk., (1994) bahwa kelas fitoplankton yang sering dijumpai di laut dalam jumlah yang besar adalah Kelas Bacillariophyceae. Jenis fitoplankton ini merupakan produsen yang dominan pada tingkat trofik diwilayah beting manapun (Odum, 1998).
Tabel 2. Jumlah dan prosentase jenis fitoplankton pada setiap selang waktu inkubasi di berbagai kedalaman
Selang Wkt Inkubasi |
Kdlm |
Bacillariophyceae |
Dinophyceae |
Jml |
% |
||
|
(m) |
Jml |
% |
Jml |
% |
|
|
I |
0 |
106 |
100 |
- |
0 |
106 |
100 |
|
5 |
149 |
99.3 |
1 |
0.7 |
150 |
100 |
|
10 |
73 |
96.1 |
3 |
3.9 |
76 |
100 |
|
15 |
142 |
100 |
- |
0 |
142 |
100 |
II |
0 |
218 |
99.5 |
1 |
0.5 |
219 |
100 |
|
5 |
90 |
96.8 |
3 |
3.2 |
93 |
100 |
|
10 |
96 |
100 |
- |
0 |
96 |
100 |
|
15 |
100 |
100 |
- |
0 |
100 |
100 |
III |
0 |
111 |
99.1 |
1 |
0.9 |
112 |
100 |
|
5 |
89 |
100 |
- |
0 |
69 |
100 |
|
10 |
142 |
99.3 |
1 |
0.7 |
143 |
100 |
|
15 |
118 |
100 |
- |
0 |
118 |
100 |
Tabel 3 memperlihatkan bahwa kelimpahan rata-rata
tertinggi fitoplankton pada kedalaman inkubasi ditemukan berbeda pada tiap
selang waktu inkubasi. Pada selang waktu inkubasi I
kelimpahan rata-rata tertinggi ditemukan pada kedalaman 15 m, hal ini diduga sebelum
pengamatan pertama dilakukan (sampel diambil pada jam
Tabel 3. Kelimpahan (x 102 ind/l) dan persentase kelimpahan fitoplankton setiap selang waktu inkubasi
di berbagai kedalaman perairan Pulau Barrang Lompo
Selang Waktu Inkubasi |
Kedalaman (m) |
Kisaran |
Rata-rata |
% |
I |
0 |
1.86-15 4.22 |
32.83 |
20.9 |
|
5 |
1.86-170.95 |
34.84 |
22.2 |
|
10 |
1.86-65.03 |
23.54 |
15.0 |
|
15 |
7.43-204.39 |
65.96 |
41.9 |
|
Jumlah |
|
157.17 |
100.0 |
II |
0 |
1.86-366.05 |
67.82 |
47.2 |
|
5 |
3.72-120.78 |
24.67 |
17.2 |
|
10 |
1.86-133.78 |
29.74 |
20.7 |
|
15 |
1.86-133.78 |
21.51 |
14.9 |
|
Jumlah |
|
143.74 |
100.0 |
III |
0 |
1.86-137.50 |
29.46 |
19.7 |
|
5 |
3.72-100.34 |
23.63 |
15.8 |
|
10 |
1.86-169.09 |
52.77 |
35.2 |
|
15 |
1.86-141.22 |
43.85 |
29.3 |
|
Jumlah |
|
149.71 |
100.0 |
Selanjutnya, seiring dengan semakin besarnya sudut datang matahari, secara berkelanjutan intensitas cahaya semakin kuat masuk ke kolom perairan. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap aktivitas fitoplankton untuk membelah/memperbanyak diri, sehingga pada kolom air yang mendapat penyinaran yang lebih besar akan mempunyai jumlah fitoplabkton lebih banyak. Oleh karena kedalaman dekat permukaan mendapatkan penyinaran yang lebih banyak tentunya akan semakin banyak ditemukan kelimpahan fitoplankton lebih tinggi dari pada kedalam yang lebih dalam. Hal ini terlihat pada selang waku inkubasi kedua dan ketiga yang mendapatkan kelimpahan tertinggi pada kedalaman 0 m. Di samping itu pada kedalaman 0 m intensitas cahaya yang masuk ke perairan sangat cocok untuk perkembangan fitoplankton dan bukan merupakan faktor penghambat, sehingga dengan kondisi seperti itu fitoplankton cenderung semakin aktif berkembang biak dan bertahan pada kedalaman 0 m (adanya kesesuaian intensitas cahaya).
SELANG WAKTU INKUBASI TERBAIK DALAM
PENGUKURAN
PRODUKTIFITAS PRIMER FITOPLANKTON
Pengukuran kandungan produktivitas primer pada selang waktu inkubasi I didapatkan kisaran 15.63-28.98 mg C/m3/jam, selang waktu inkubasi II dengan kisaran 24.14-48.91 mg C/m3/jam, dan selang waktu inkubasi III dengan kisaran 21.53-46.30 mg C/m3/jam (Tabel 4). Dari hasil tersebut terlihat bahwa kandungan produktivitas primer tertinggi didapatkan pada selang waktu inkubasi II pada setiap kedalaman diikuti selang waktu inkubasi III, selanjutnya selang waktu inkubasi I.
Tabel 4. Produktivitas primer pada masing-masing selang waktu dan kedalaman inkubasi Di perairan Pulau Barrang Lompo
Selang Waktu Inkubasi |
Kedalaman (m) |
Produktivitas Primer (mg C/m3/jam) |
I |
0 5 10 15 |
28.98 20.84 15.63 15.63 |
II |
0 5 10 15 |
47.61 48.91 37.15 24.14 |
III |
0 5 10 15 |
40.36 46.30 33.95 21.53 |
Penentuan selang waktu inkubasi yang terbaik dalam pengukuran produktivitas primer dapat dilihat pada analisa sidik ragam Lampiran 1. Hasil analisa tersebut memperlihatkan bahwa selang waktu inkubasi sangat mempengaruhi kandungan produktivitas primer di perairan Pulau Barrang Lompo. Selanjutnya untuk melihat selang waktu inkubasi yang terbaik dilakukan uji Beda Nyata terkecil (BNT) (Lampiran 2). Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa selang waktu inkubasi yang terbaik didapatkan pada selang waktu inkubasi II dan III, selanjutnya selang waktu inkubasi I.
Tingginya kandungan produktivitas primer pada selang waktu
inkubasi II disebabkan karena pemanfaatan cahaya yang lebih baik.
Intensitas cahaya pada selang waktu inkubasi tersebut oleh fitoplankton secara
optimal digunakan dalam proses fotosintesis. Di samping itu,
pada selang waktu inkubasi tersebut sudut datang cahaya semakin besar dan dalam
selang tersebut mencapai puncak penyinaran dengan sudut datang maksimum antara
jam
Pada selang waktu inkubasi III, penyesuaian akan
intensitas cahaya juga telah tercapai. Dengan demikian keseluruhan cahaya yang
ada semuanya digunakan dalam proses fotosintesis. Di samping
itu, pada selang waktu inkubasi tersebut juga mendapatkan penyinaran maksimum
seperti pada selang waktu inkubasi II dalam artian intensitas cahaya yang ada
mencapai puncak penyinaran (
Selang waktu inkubasi I merupakan selang waktu inkubasi yang memberikan hasil lebih rendah dari waktu inkubasi yang lain. Hal ini diduga pada waktu inkubasi tersebut, fitoplankton baru melakukan taraf penyesuaian dengan kondisi intensitas cahaya yang baru masuk ke perairan (pagi hari). Jenis-jenis fitoplankton saat itu baru melakukan penyesuaian ke lapisan air di mana intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya, sebagaimana yang dikatakan oleh James et al. (1990 dalam Samawi, 2000) bahwa intensitas cahaya merupakan faktor penting dalam migrasi vertikal organisme plankton. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Jeffries dan Mills (1996 dalam Effendi, 2000), bahwa intensitas cahaya sangat berpengaruh pada tingkah laku organisme akuatik. Algae planktonik memperlihatkan respon terhadap intensitas cahaya yang ada, oleh karenanya melakukan pergerakan vertikal pada kolom air (Valiela, 1984). Periode penyesuaian ini menyebabkan aktivitas fitoplankton dalam melakukan proses fotosintesis belum berjalan secara optimal, dan hal inilah yang menyebabkan kandungan produktivitas primer pada selang waktu inkubasi I lebih rendah dari selang waktu inkubasi II dan III.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengaruh selang waktu inkubasi terhadap produktivitas
primer di perairan pulau Barrang Lompo sangat berbeda nyata. Ditemukan selang waktu inkubasi yang terbaik dalam pengukuran
produktivitas primer pada selang waktu inkubasi II (
Saran
Dalam pengukuran produktivitas primer fitoplankton dengan
sistem inkubasi sebaiknya memperhitungkan selang waktu inkubasi, dan untuk
mendapatkan nilai produktivitas primer fitoplankton yang baik, sebaiknya
menggunakan selang waktu inkubasi II (
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O. H., Trimaningsih dan Sudirjo. 1994. Pengantar Tentang Plankton serta Kisaran Kelimpahan dan
Plankton Predominan di Sekitar Pulau Jawa dan
Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
Mackenthum, K. M. 1969. The
Practice of Water Pollution Biology.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu
Pendekatan Ekologis. Alih bahasa: M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen dan M.
Hutomo. Gramedia,
Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi
: Alih Bahasa Samingan, T. Edisi Ketiga. Universitas Gadja Mada Press,
Parson, T. R., M. Takashi and B.
Hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. Third
Edition. Pergamon Press, Offord-
Pescod, M. B. 1973. Investigation
of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. AIT,
Raymont, J. E. G. 1963. Plankton
and Productivity in the Ocean. Mc Millan Co.,
Ruyitno, 1980. Lingkungan Laut dan Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Laut. Pewarta Oseana Th VI/1.
Samawi, M. F. 2000. Hubungan
antara Struktur Komunitas dan Biomassa Fitoplankton dengan Hara Nitrogen-Fosfor
pada Berbagai Ekosistem Pantai Pulau Bone Batang. Tesis.
Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Steele, R. G. D. and J. H.
Torrie. 1989. Principles and Procedures of Statistics, a Biomtrical
Approach (Second edition). McGraw-Hill Kigakusha Ltd.,
Sumich, J. L. 1992. An Introduction to The Biologi Marine Life. Fifth Edition. WCB WM.C.Brown Publisher.
Swingle, H. S. 1968. Standardization of Chemical Analyses for Water and Pond. FAO World on Warm-Water Pond Fish Culture. FAO Fisheries Report 44 (A):397-421.
Tambaru, R. 2000. Pengaruh Intensitas
Cahaya Pada Berbagai Waktu Inkubasi Terhadap Produktivitas Primer Fitoplankton
Di Perairan Teluk Hurun. Tesis. Pascasarjana
Institut Pertanian
Umaly, R. C. and L. A. Cuvin.
1988. Limnology:Laboratory and Field Guide
Physico-Chemical Factors, Biology Factors. National Book Store Publ.,
Valiela,
Widjaja, F., S. Suwignyo,
Lampiran 1.
Analisa Sidik Ragam Tiap Selang Waktu Inkubasi
Source |
Type III Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. |
Corrected Model |
5023.953 |
11 |
456.723 |
16.538 |
.000 |
Intercept |
36295.965 |
1 |
36295.965 |
1314.297 |
.000 |
SELANG |
2465.263 |
2 |
1232.632 |
44.634 |
.000 |
KDLM |
2128.729 |
3 |
709.576 |
25.694 |
.000 |
SELANG * KDLM |
429.961 |
6 |
71.660 |
2.595 |
.044 |
Error |
662.790 |
24 |
27.616 |
|
|
Total |
41982.708 |
36 |
|
|
|
Corrected Total |
5686.743 |
35 |
|
|
|
Kesimpulan : Selang Waktu Inkubasi berpengaruh terhadap Produktivitas Primer.
Lampiran 2. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Penentuan Selang Waktu Inkubasi Terbaik
VARIABEL TAK BEBAS : Produktifitas primer Bersih
VARIABEL BEBAS : Selang Waktu Inkubasi
|
|
Mean Difference (I-J) |
Std. Error |
Sig. |
95% Confidence Interval |
|
(I) SELANG |
(J) SELANG |
|
|
|
Lower Bound |
Upper Bound |
I |
II |
-19.1817* |
2.1454 |
.000 |
-23.6095 |
-14.7538 |
|
III |
-15.2658* |
2.1454 |
.000 |
-19.6937 |
-10.8380 |
II |
I |
19.1817* |
2.1454 |
.000 |
14.7538 |
23.6095 |
|
III |
3.9158 |
2.1454 |
.080 |
-.5120 |
8.3437 |
III |
I |
15.2658* |
2.1454 |
.000 |
10.8380 |
19.6937 |
|
II |
-3.9158 |
2.1454 |
.080 |
-8.3437 |
.5120 |
Pada interval 95 %
Kesimpulan : Selang Waktu Inkubasi yang terbaik adalah Selang Waktu Inkubasi II (10.00-14.00) dan III (11.00-16.00, selanjutnya Selang Waktu Inkubasi I (09.00-14.00).