©  Henny Pagoray                                            Posted  23 November  2003

Makalah Individu

Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pascasarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

November  2003

 

Dosen:

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (penanggung jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

 

 

 

Henny Pagoray

 

LINGKUNGAN  PESISIR DAN MASALAHNYA SEBAGAI  DAERAH ALIRAN BUANGAN LIMBAH

 

 

 

Oleh :

 

Henny Pagoray

P062030051/PSL

hennypagoray@yahoo.com

 

 

I. Pendahuluan 

 

Permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan sebuah benda, daya, keaadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia sertas makhluk hidup lain (Bapedal, 1997). 

Kerusakan lingkungan dapat terjadi karena adanya kegiatan (aktivitas) yang dilakukan oleh manusia maupun karena pengaruh alam.  Salah satu akibat samping dari kegiatan pembangunan diberbagai sector dan daerah adalah dihasilkannya limbah yang semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya.  Limbah tersebut telah menimbulkan pencemaran yang merusak fungsi lingkungan hidup (Tandjung, 1991).

Daerah pesisir merupakan salah satu dari lingkungan perairan yang mudah terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat.  Wilayah pesisir yang meliputi daratan dan perairan pesisir sangat penting artinya bagi bangsa dan ekonomi Indonesia.  Wilayah ini bukan hanya merupakan sumber pangan yang diusahakan melalui kegiatan perikanan dan pertanian, tetapi merupakan pula lokasi bermacam sumberdaya alam, seperti mineral, gas dan minyak bumi serta pemandangan alam yang inda, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia, perairan pesisir juga penting artinya sebagai alur pelayaran.

Di daratan pesisir, terutama di sekitar muara sungai besar, berkembang pusat-pusat pemukiman manusia yang disebabkan oleh kesuburan sekitar muara sungai besar dan tersedianya prasarana angkutan yang relatif mudah dan murah, dan  pengembangan industri juga banyak dilakukan di daerah pesisir.  Jadi tampak bahwa sumberdaya alam wilayah pesisir Indonesia telah dimanfaatkan secara beranekaragam.  Namun perlu diperhatikan agar kegiatan yang beranekaragaman dapat berlangsung secara serasi.  Suata kegiatan dapat menghasilkan hasil samping yang dapat merugikan kegiatan lain.  Misalnya limbah industri yang langsung dibuang ke lingkungan pesisir, tanpa mengalami pengelohan tertentu sebelumnya dapat merusak sumber daya hayati akuatik, dan dengan demikian merugikan perikanan. 

Lingkungan pesisir terdiri dari bermacam ekosistem yang berbeda kondisi dan sifatnya.  Pada umumnya ekosistem kompleks dan peka terhadap gangguan.  Dapat dikatakan bahwa setiap kegiatan pemanfaatan dan pengembangannya dimanapun juga di wilayah pesisir secara potensial dapat merupakan sumber kerusakan bagi ekosistem di wilayah tersebut.  Rusaknya ekosistem berarti  rusak pula sumberdaya di dalamnya.  Agar akibat negatif dari pemanfaatan beranekaragam dapat dipertahankan sekeci-kecilnya dan untuk menghindari pertikaian antar kepentingan, serta mencegah kerusakan ekosistem di wilayah pesisir, pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan wilayah perlu berlandaskan perencanaan menyeluruh dan terpadu yang didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi dan ekologi.

 

II.  Deskripsi Wilayah Pesisir

A. Batasan dan Sifat-Sifat Wilayah Pesisir

            Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas kearah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angina laut, pasang surut, perembesan air laut yang dicirikan oleh jenis vegetasi yang khas. Wialayah pesisi juga merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.  Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir memeliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis pantai (crossshore). Batas wilayah pesisir kearah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf) dimana cirri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh prose salami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik karena merupakan tempat percampuran pengaruh antara darat, laut dan udara (iklim).  Pa da umumnya wilayah pesisir dan khusunya perairan estuaria mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, kaya akan unsure hara dan menjadi sumber zat organic yang penting dalam rantai makanan di laut.  Namun demikian, perlu dipahami bahwa sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah pesisir ditandai oleh adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam, dan karenanya merupakan wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan dengan fluktuasi di luar normal.  Dari segi fungsinya, wilayah pesisir merupakan zone penyangga (buffer zone) bagi hewan-hewan migrasi.

            Akibat pengaruh aktivitas manusia yang meningkat seperti pencemaran minyak hasil kegiatan eksploitasi tambang minyak di lepas pantai serta transportasi minyak, bungan limbah pemukiman dan industri, perairan pesisir akan mengalami tekanan (stress), yang cenderung mengarah pada menurunnya kualitas lingkungan wilayah pesisir karena terganggu keseimbangan alami.  Apalagi ditambah dengan penangkapan ikan yang berlebihan (over fishing) dan pengrusakan ekosistem koral secara fisik.

 

B. Klasifikasi Wilayah Pesisir

            Bila diperhatikan batasan wilayah pesisir terbagi menjadi dua subsistem, yaitu daratan pesisir (shoreland), dan perairan pesisir (coastal water), keduanya berbeda tetapi saling berinteraksi. 

            Secara ekologis daratan pesisir sangat kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya yang tinggi.  Namun demikian yang perlu diperhatikan adalah system perairan pesisir dan pengaruhnya terhadap daya dukung (carrying capacity) ekosistem wilayah pesisir.  Pengaruh daratan pesisir terhadap perairan pesisir terutama terjadi melalui aliran air (runoff). 

            Perairan pesisir secara fungsional terdiri dari perairan estuaria (estuaria regime), perairan pantai (nearshore regime), dan perairan samudera (oceanic regime).  Perairan estuaria adalah suatu perairan pesisir yang semi tertutup, yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga dengan demikian estuaria dipengaruhi oleh pasang surut, dan terjadi pula percampuran yang masih dapat diukur antara air laut dengan air tawar yang bersal dari drainase daratan (Odum, 1971).  Perairan pantai meliputi laut mulai dari batas estuaria kea rah laut sampai batas paparan benua atau batas territorial.  Sedangkan perairan samudera, semua perairan ke arah laut terbuka dari batas paparan benua atau batas territorial.    

            Klasifikasi wilayah pesisir menurut komunitas hayati yaitu (1) ekosistem litoral yang terdiri dari pantai pasir dangkal, pantai batu, pantai karang, pantai lumpur, (2) hutan payau, (3) vegetasi terna rawa payau, (4) hutan rawa air tawar, dan (5) hutan rawa gambut.

 

III.  Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir.

            Di Wilayah pesisir terdapat beraneka ragam sumberdaya yang memungkinkan pemanfaatan secara berganda.  Pengelolaan harus diarahkan kepada pemanfaatan bermacam sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkesinambungan (sustainable). 

            Setiap pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dengan skala tertentu.  Pemanfaatan dengan tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir yang bersangkutan.  Dengan demikian masalah utama dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya wilayah pesisir adalah pemanfaatan ganda daripada sumberdaya tanpa adanya koordinasi. 

            Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya di Indonesia yaitu Pemanfaatan ganda, pemanfaatan tak seimbang, pengaruh kegiatan manusia, dan pencemaran wilayah pesisir.

Pemanfaatan Ganda

            Konsep pemanfaatan ganda perlu memperhatikan keterpaduan dan keserasian berbagai macam kegiatan.  Sementara itu batas kegiatan perlu ditentukan.  Dengan demikian pertentangan antar kegiatan dalam jangka panjang dapat dihindari atau diperkecil.  Salah satu contoh  penggunaan wilayah untuk pertanian, kehutanan, perikanan, alur pelayaran, rekreasi, pemukiman, lokasi industri dan juga sebagai tempat pembuangan sampah dan air limbah. 

            Pemanfaatan ganda wilayah pesisir yang serasi dapat berjalan untuk jangka waktu tertentu, kemudian persaingan dan pertentangan mulai timbul dengan berjalannya waktu, pemanfaatan telah melampaui daya dukung lingkungan.  Untuk beberapa hal, keadaan ini mungkin dapat diatasi dengan teknologi mutakhir.  Akan tetapi perlu dijaga agar cara pemecahan itu tidak mengakibatkan timbulnya dampak negative atau pertentangan baru.

Pemanfaatan Tak Seimbang

            Masalah penting dalam pemanfaatan dan pengembangan wilayah pesisir di Indonesia adalah ketidakseimbangan pemanfaatan sumberdaya tersebut, ditinjau dari sudut penyebarannya dalam tata ruang nasional.  Hal ini merupakan akibat dari ketimpangan pola penyebaran penduduk semula disebabkan oleh perbedaan keunggulan komparatif (comparative advantages) keaadaan sumberdaya wilayah pesisir Indonesia.

            Pengembangan wilayah dalam rangka pembangunan nasional harus juga memperhatikan kondisi ekologis setempat dan factor-faktor pembatas.  Melalui perencanaan yang baik dan cermat, serta dengan kebijaksanaan yang serasi, perubahan tata ruang tentunya akan menjurus kearah yang lebih baik.

Pengaruh Kegiatan Manusia

            Pemukiman disekitar pesisir menghasilkan pola-pola penggunaan lahan dan air yang khas, yang berkembang sejalan dengan tekanan dan tingkat pemanfaatan, sesuai dengan keaadaan lingkungan wilayah pesisir tertentu.  Usaha-usaha budidaya ikan, penangkapan ikan, pembuatan garam, eksploitasi hutan rawa, pembuatan perahu, perdagangan dan industri, merupakan dasar bagi tata ekonomi masyarakat pedesaan wilayah pesisir. 

            Tekanan penduduk yang besar sering mengakibatkan rusaknya lingkungan, pencemaran perairan oleh sisa-sisa rumah tangga, meluasnya proses erosi, kesehatan masyarakat yang memburuk dan terganggunya ketertiban dan keamanan umum.  Oleh karena itu perlu diperoleh pengertian dasar tentang proses perubahan yang terjadi di wilayah pesisir.  Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya yang terkandung di dalamnya dapat dikelola dengan baik.  Perlu dihayati pula bahwa sekali habitata atau suatu ekosistem rusak maka sukar untuk diperbaiki kembali.

IV.Pencemaran Wilayah Pesisir

            Perairan wilayah pesisir umumnya merupakan perangkap zat-zat hara maupun bahan-bahan buangan.  Oleh karena itu pemanfaatan ganda yang tidak direncanakan dengan cermat akan menimbulkan masalah lingkungan yang berhubungan dengan bahan buangan. Sampah organic dari kota, sisa-sisa pestisida dan pupuk pertanian, bahan buangan industri dan sebagainya, akan terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya akan mencapai perairan wilayah pesisir. 

            Jika dilihat dari sumber (asal) kejadiaanya, jenis kerusakan lingkungan ada yang dari luar system wilayah pesisir dan juga dari dalam wilayah pesisir itu sendiri.  Pencemaran berasal dari limbah yang dibuang oleh berbagai kegiatan pembangunan (seperti tambak, perhotelan, pemukiman dan industri) yang terdapat di dalam wilayah pesisir, dan juga berupa kiriman dari berbagai kegiatan pembangunan di daerah lahan atas. 

            Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi sumberdaya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya dan bencana alam.

            Sumber  pencemaran perairan pesisir biasa terdiri dari limbah industri, limbah cair pemukinan (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater), pelayaran (shipping), pertanian, dan perikanan budidaya.  Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa: sediment, unsure hara (nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang).

            Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri, pertanian, rumah tangga di daratan akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif   bukan saja pada perairan sungai tetapi juga perairan pesisir dan lautan. Dampak yang terjadi kerusakan ekosistem bakau, terumbu karang, kehidupan dari jenis-jenis biota (ikan, kerang, keong), terjadi abrasi, hilangnya benih banding dan udang.  Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahan-bahan yang akan dibuang ke perairan, termasuk perairan wilayah pesisir yaitu :

  1. Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan;
  2. Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan dengan kondisi oseanografi setempat;
  3. Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan buangan dengan lingkungan perairan.

.     4.   Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan;

  1. Proses degradasi dan perubahan biogeokimia;
  2. Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar di hari depan;
  3. Faktor-faktor lain yang khas.

Perlu juga diperhatikan kemungkinan terjadinya proses saling menunjang atau proses saling menetralkan antara dampak bahan pencemar yang telah ada dengan bahan pencemar yang masuk kemudian.  Oleh karena itu penting diketahui sifat fisik kimia bahan pencemar maupun perairan, dan kemungkinan terjadinya peningkatan pencemaran serta perusakan lingkungan.

Untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir, kebiasaan menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan sampah dan bahan buangan industri perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan.  Bahan buangan yang beracun perlu diberi perlakuan (treatment) terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan, dan perairan tempat pembuangan harus mempunyai kondisi   oseanografi yang memadai,.  Industri-industri yang mutlak harus didirikan di wilayah pesisir wajib memproses bahan-bahan buangan untuk keperluan lain, sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat dibatasi.

                       

V. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1.  Kerusakan lingkungan dapat terjadi karena adanya kegiatan yang dilakukan oleh  manusia maupun karena pengaruh alam.

2.  Lingkungan pesisir merupakan salah satu lingkungan perairan yang mudah  terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat, karena merupakan daerah      percampuran antara darat, laut dan udara, dan secara ekologis daerah pesisir sangat kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya yang tinggi.

3. Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan baik industri, pertanian, rumah tangga dapat menimbulkan dampak negatif  yaitu terjadinya degradasi fisik     dari habitat, abrasi pantai, kerusakan hutan mangrove, kerusakan terumbu karang, hilangnya benih-benih bandeng, udang dan juga organisme lain yang ada di daerah tersebut akan terpengaruh.

 

Saran

            Untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir, kebiasaan menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan sampah dan bahan buangan industri perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan.

            Setiap kegiatan yang akan membuang limbah  ke perairan sebaiknya diteretmen terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan (lingkungan).

 

DAFTAR PUSTAKA

Bapedal, 1997.  Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.  Badan Pengendali Dampak Lingkungan. Jakarta.

 

Dahuri R., Dkk. 1996.  Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara  Terpadu.  PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

 

Clark, John, 1977.  Coastal Ecosystem Managemen. A. Technical Manual for the  Conservation of coastal Zone Resources.  John Wiley & Sons, New York.

 

Proyek Penelitian Masalah Pengembangan Sumberdaya Laut Dan Pencemaran Laut, 1976.  Pedoman Umum Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Pesisir.  Panitia Perumus dan Rencana Kerja bagi Pemerintah di Bidang Pengembangan Lingkungan Hidup.

 

Proyek Penelitian Wilayah Pesisir, 1987.  Proyek Penelitian Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pencemaran Laut.  Asisten I Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

 

Tandjung, S.D., 1991.  Konservasi Sumber Daya Alam.  Fakultas Biologi Universitas  Gadjah Mada Yogyakarta.

 

Wardhana W.A., 1995.  Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset Yogyakarta.