© 2003
Program Pasca Sarjana IPB Posted 12 November 2003
Makalah
Pribadi
Pengantar
Ke Falsafah Sains (PPS702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian
Bogor
November 2003
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (penanggung jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
MUTUALISME YANG INDAH antara SERANGGA DAN BUNGA
Oleh:
Entomologi
merupakan salah satu cabang ilmu zoology yang mempelajari segala sesuatu
mengenai serangga (entomon =serangga) dan logos = ilmu) (Hidayat
dan Sosromarsono 2003). Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan
produksi pertanian di
Serangga yang berperan
dalam polinasi ini disebut sebagai enthomophily (Gulland & Cranston
2000). Polinasi
merupakan salah satu cara reproduksi sexual tanaman yang terdiri dari
pemindahan polen dari anther
ke stigma. Permasalahan
pada beberapa tumbuhan
berbunga yaitu tidak dapat melakukan polinasi sendiri. Polinasi dapat terjadi
dengan bantuan angina atau serangga.
Dalam perjalanan serangga mencari makanan, serangga membantu terjadinya polinasi pada
bunga karena tanpa sengaja membawa polen
yang melekat pada tubuhnya ke anther bunga lain.
Serangga berperan pada polinasi sekitar 400
jenis tanaman pertanian (Delaplane dan Meyer dan 2000) dan pada sekitar dua per
tiga dari tanaman angiospermae
(Schoonhoven dan van Loon
1998). Dari antara serangga yang
berperan dalam polinasi sekitar 1200 tanaman angiospermae dipolinasi oleh Apis
spp. (Gupta 2003).
Beberapa buah-buahan penting sangat tergantung dari serangga untuk
polinasi, misalnya : apel, pir, kismis, kersen, jeruk,
strawberi, blackberi, kranberi, rasberi, melon dan mentimun. Pada sayur-sayuran seperti
: waluh, gambas , kol, bawang merah dan wortel, juga pada hasil kebun lainnya seperti
: tembakau dan semanggi (Borror,
Triplehorn dan Johnson 1992).
Kontribusi serangga pada tanaman yang
dipolinasi sangat penting
bagi sumber makanan manusia.
Sekitar 30% makanan kita diperoleh dari tanaman yang
dipolinasi oleh lebah. Di
Indonesia nilai ekonomi hasil tanaman yang dipolinasi oleh serangga belum
diketahui, tetapi di Amerika hasilnya
cukup besar yaitu sekitar $ 19 bilyun
(Borror, Triplehorn dan Johnson
1992).
Tingkat polinasi yang jelek tidak hanya mengurangi hasil tanaman tetapi
dapat menurunkan kualitas tanaman seperti pada buah apel, melon, dan beberapa
jenis buah lainnya. Dari
percobaan pada buah-buahan yang dimasukkan sekawanan lebah dapat meningkatkan hasil buah
sampai 44% (Schoonhoven dan van Loon
1998).
Serangga terutama lebah
berperan dalam polinasi tanaman berbunga (angiospermae). Sebaliknya tanaman menyediakan polen atau nectar sebagai makanan serangga. Asosiasi antara bunga dan serangga polinator khususnya
lebah merupakan contoh yang menarik dalam mutualisme tanaman dan hewan.
Hubungan
mutualistik antara dua kelompok organisme berguna untuk meningkatkan kebugaran.
Menurut teori optimalisasi, organisme mencoba untuk
memaksimumkan peluang kelangsungan hidupnya dan keberhasilan reproduksi oleh
keseimbangan biaya dan keuntungan untuk setiap aktivitas atau fungsi.
Aplikasi analisis
biaya keuntungan terhadap mutualisme
serangga dan bunga ternyata bermanfaat dalam pengertian saling tergantung
(Schoonhoven dan van Loon 1998). Menurut Gulland & Cranston (2000)
interaksi antara tanaman berbunga dan serangga yang berperan dalam polinasi adalah
mutualisme murni.
Banyak spesies
tanaman yang berwarna dan berbentuk bunga, memerlukan serangga polinasi untuk
mengoptimalkan produksi biji. Contohnya pada semanggi (Lotus
corniculatus), tidak menghasilkan biji tanpa polinator. Kunjungan satu lebah hanya dapat memproduksi beberapa biji per
bunga, tetapi untuk mencapai polinasi maksimum diperlukan 12-15 kali kunjungan. Pada bunga Sexifraga hirculus memerlukan
banyak kali kunjungan untuk menjamin pembentukkan biji yang optimal. Bunga dapat berproduksi setelah kira-kira 200
kali dikunjungi polinator, dan meletakkan sekitar 350 polen pada stigmanya
sehingga dapat menghasilkan sekitar 30 biji per bunga (Schoonhoven dan van
Loon 1998).
Bagi serangga, bunga selalu dikunjungi untuk mendapatkan polen
dan/atau nektar yang berperan sebagai sumber makanan. Nektar mengandung 10-70%
gula, lipid, asam amino dan mineral. Polen terdiri dari 15-30% protein,
lemak, vitamin dan unsur penting lainnya (Schoonhoven dan van Loon 1998).
Serangga yang berkunjung pada bunga (anthopylous) terdiri dari
kelompok: kumbang (Coleoptera), lalat (Diptera), tabuhan, lebah dan semut
(Hymenotera), thrips
(Thysanoptera) dan ngengat, kupu-kupu
(Lepidoptera). Diantara kelompok serangga tersebut, lebah merupakan kelompok polinator
yang paling penting karena kemampuan lebah dalam mengumpulkan polen dan nektar
dalam jumlah yang banyak untuk dikonsumsi bersama dalam koloninya. Diperkirakan lebah sebagai polinator berjumlah sekitar 20.000
spesies (Gulland & Cranston 2000).
Angiospermae
dicirikan oleh perbedaan dari ukuran bunga, bentuk dan warna. Variasi yang menyolok ini
menyebabkan Linnaeus mengklasifikasikan tanaman bunga-bungaan dalam Sistem
Natural berdasarkan organ seksual. Keberhasilan
evolusioner angiosperma yang luar biasa diperoleh dari adaptasi organ
reproduksi terhadap polinasi serangga. Angiosperma
pertama kemungkinan sudah terjadi entomophilous (polinasi oleh serangga)
(Schoonhoven dan van Loon 1998).
Satu lebah madu sering
membatasi kunjungannya pada
satu spesies bunga dan mengabaikan bunga lain dari spesies tanaman lainnya. Kecenderungan spesialisasi ini disebut konstansi bunga (flower
constancy). Misalnya Ficus
Lebah dapat
berasosiasi dengan cepat pada beberapa karakter bunga yang mengandung makanan
yang menguntungkan. Bau dan warna merupakan karakter bunga yang mudah
diingat Bau bunga-bungaan dapat
dipelajari dalam satu kali percobaan dengan tingkat kepercayaan 93 – 100%,
tetapi berbeda dengan warna membutuhkan 4 – 6 kali percobaan (Schoonhoven dan
van Loon 1998).
Banyak volatile yang
diproduksi oleh bunga memegang peranan penting dalam spesifikasi. Unsur
pokok dari aroma umumnya yaitu : monoterpen dan
sesquiterpen, tetapi ada juga volatile
aromatic phenol, alkohol sederhana, keton dan ester. Analisis kromatrografi
menunjukkan bahwa bau bunga matahari adalah campuran dari 144 unsur pokok,
tetapi hanya 28 unsur yang relevan
sebagai volatile dari lebah madu yang ditunjukkan oleh sistem olfactory yang
sangat sesuai bagi serangga. Seperti halnya adanya bau, bersama-sama dengan tactile dan
rangsangan gustatory dapat membantu serangga untuk menemukan secara cepat polen
dan nectar.
Lebah setelah hinggap pada bunga harus belajar bagaimana
mengeksploitasi bunga dengan efisien yang meningkat kompleksitasnya. Perbedaan tipe bunga dengan
nectar yang sering tersembunyi pada tempat yang sangat spesifik, memerlukan
teknik penanganan yang berbeda dan lebah harus belajar memutuskan dimana
tepatnya harus hinggap, dimana tepatnya nectar berada dan bagaimana mencapainya
secepat mungkin. Seperti anggrek Angraecum sesquipedale
memiliki tangkai bunga yang panjang
sekitar 30 cm hanya dipolinasi oleh kupu-kupu gendut besar (hawk moths)
yang mempunyai proboscis panjang mencapai 22 cm
(Gulland & Cranston 2000).
Penemuan
makanan oleh lebah lebih mudah pada bagian atas infloresensia dari
umbelliferae, dengan pergerakan melingkar yang cepat, lebah mengumpulkan polen
pada bunga yang berukuran kecil dengan menekan tubuhnya pada bagian permukaan.
Prosedur yang lebih sulit pada bunga yang lebih kompleks,
seperti pada Chelone alba (Scrophulariaceae), untuk mendapatkan jalan
masuk ke nectar maka petal harus dipisahkan
(Schoonhoven dan van Loon
1998).
1. Lebah madu (Apis mellifora : Apoidea
)
Lebah
madu merupakan spesies lebah yang umumnya sebagai polinator yang selalu berada
pada tanaman sepanjang musim dan tersebar hampir di seluruh dunia (Delaplane
dan Meyer 2000). Lebah tersebut memiliki peralatan yang baik untuk
mengumpulkan polen dan nektar dalam jumlah yang banyak karena lebah ditutupi rambut yang tebal, juga ada
pengait kecil yang efektif menangkap dan memegang butiran polen pada saat serangga menyentuh anteridium
bunga. Disamping memiliki daya dukung
polen (pollen carrying capacity,) rambut tersebut dapat menjaga tubuh pada suhu
tinggi sehingga serangga dapat aktif pada suhu udara rendah. Selama terbang
lebah menyapu polen dengan tungkainya dan mengumpulkannya dalam kantong polen (pollen basket)
yang terdapat pada tibia dari kedua tungkai belakang (Schoonhoven dan van
Loon 1998).
Dengan alat ini, seekor lebah madu pekerja dapat membawa polen
sebanyak 10-20 mg ke sarangnya. Satu koloni lebah berkisar 10.000 - 50.000 lebah dapat mengkonsumsi
sekitar 20 kg pollen dan 60 kg madu per tahun. Polen dan nektar diperlukan oleh lebah untuk
pertumbuhan dan reproduksi.
Gupta (2003) menyebutkan beberapa spesies lebah
madu yang ditemukan di Indonesia serta penyebarannya terdiri dari : a) Apis javana Enderlein yang tersebar
di Asia Tenggara dan Indonesia, b) A. cerana Fabricus yang tersebar di
India, Birma, Rusia, Rusia, Cina, Ceylon, Pakistan, Nepal dan Indonesia, c) A.
andreniformis Smith yang tersebar di Serawak, Kalimantan, Sumatera dan
Jawa. d) A. vechti Maa yang terdapat di Sumatera, Jawa Kalimantan dan
Serawak dan 5) A. nigrocincta Smith yang terdapat di
2. Lebah gendut
kebun (Bombus spp. : Apoidae)
Lebah ini merupakan lebah besar, berambut banyak
dan banyak ditemukan pada
daerah-daerah temperate. Seperti juga
lebah madu, lebah gendut kebun juga telah diekspor ke beberapa negara seperti
3.
Lebah alkali (Nomia
melanderi : Halictidae) merupakan polinator pada lucerne dan bawang yang berguna dalam produksi biji. Lebah ini soliter dan secara alami hanya
terdapat di pegunungan Rocky Amerika Utara (Delaplane dan Meyer 2000).
Rust (2003) menyatakan bahwa lebah ini penting dalam polinasi pada
alfafa sehingga dibuat sarang-sarang buatan untuk perkembangan lebah.
4. Lebah kebun Mason (Osmia spp. : Megachilidae) sebagai polinator yang efektif pada apel
dan buah-buahan di perkebunan. Spesies
yang ada di Amerika Utara yaitu “blue orchad bee” ( O.
lignaria) (Delaplane dan Meyer
2000).
5. Lebah
buah ara ( Blastophaga
psenes ( L.)), sebagai polinator khusus buah ara (fig) di San Pedro dan
pada musim dingin di dalam buah caprifig. Penggunaan lebah ini adalah contoh
yang paling tua mengenai polinasi serangga yang dimanipulasi manusia. Sistem ini dikenal sebagai
caprification ( Condit dan Enderud 1956).
Serangga polinator
membutuhkan makanan berupa polen atau nectar dalam jumlah yang cukup dan
berkualitas. Pencarian makanan
oleh serangga polinator dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
: jarak minimum ke sumber makanan, morfologi bunga , suhu dan isyarat
makanan.
Jarak. Lebah madu secara
normalnya mencari makanan meliputi daerah yang luas di sekitar sarang
koloninya. Studi pada suatu koloni lebah dalam hutan
yang sedang terjadi pergantian daun menunjukkan bahwa pada umumnya lebah dapat
mencari makanan
melintasi jarak 600 – 800 m, tetapi banyak individu hanya
terbang beberapa kilometer dari sarang. Sekitar 50% dari koloni melakukan aktifitas pencarian makanan
antara radius 6 km². Daerah sumber makanan dari koloni ini dapat lebih
dari 100 km² (Schoonhoven dan van Loon 1998).
Bunga pada jarak tiga km dari koloni
dapat menyediakan sekitar 3,4 kali lebih banyak nectar
dibandingkan dengan bunga yang berada didekat koloninya sehingga pencarian
makanan menarik bagi lebah (Schoonhoven dan van Loon 1998).
Morfologi
bunga. Morfologi
bunga berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan oleh polinator untuk menemukan dan
mengoleksi nectar atau polen. Bunga yang kuncupnya terbuka (open-cup
flowers) memerlukan penanganan lebih mudah dan nectar dapat diperoleh dari
setiap posisi pada bunga.
Berbeda dengan
bunga yang kompleks, seperti “monkshood” (Aconitum spp.), model
penanganan lebih kompleks bagi polinator sebab lokasi nektar lebih sulit
terjangkau. Untuk
mengimbangi bunga, polinator meningkatkan investasi waktu dan berusaha mendapatkan
nektar lebih banyak dan bermanfaat.
Disepakati bahwa
teori pencarian makanan optimal oleh serangga dimulai pada sumber nektar
terbanyak. Lebah mengikuti arah pencarian makanan yang
dimulai dari bagian bawah dan kemudian ke bagian atas bunga. Hal ini disebabkan bunga
pada bagian bawah menyediakan lebih banyak nectar dibandingkan dengan bunga
bagian atas. Strategi pembungaan tanaman ternyata disesuaikan dengan
perilaku pollinator (Schoonhoven dan van Loon 1998)
Adanya isyarat dari tanaman sangat penting untuk efisiensi bagi polinator
dalam polinasi bunga. Banyak tanaman memberikan
petunjuk yang tepat melalui perubahan warna bunga dan mengeluarkan bau. Misalnya bunga warna orange dari Lotus
scaparius (papilionaceae) berubah warna menjadi kuning setelah dipolinasi, dan pada beberapa
spesies bunga lain berubah menjadi ultraviolet setelah polinasi.
Suhu. Lebah madu dapat aktif tergantung pada musim, antara 10ºC dan 16ºC.
Lebah dapat mencari makanan pada suhu dingin sebab mereka endothermic
(menggunakan energi panas) dan dapat terbang dengan suhu toraks minimum
30ºC. Lebah ini memelihara suhu tubuh tinggi dengan
menghasilkan panas dari metabolisme terbangnya, dan jika tidak terbang mereka
menggerakkan otot terbang.
Pencarian makanan
pada suhu rendah membutuhkan energi yang tinggi. Lebah gendut kebun mengoleksi makanan pada
temperature 5ºC, menghabiskan energi dua atau tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan temperatur 26ºC untuk menjaga temperatur toraks pada 30ºC
atau lebih .
Meningkatkan suhu
diperlukan untuk fungsi normal otot terbang. Dalam menjaga temperatur
tubuh tetap tinggi, lebah memiliki aktivitas yang luar biasa dari enzim
fructose-1,6-diphosphatase, yang dapat menimbulkan
panas dari hidrolisis ATP. Aktivitas enzim pada beberapa lebah gendut kebun
sekitar 40 kali dari lebah madu, sehingga pada dasarnya lebah gendut kebun dapat mencari
makanan pada suhu lebih rendah daripada lebah madu (Schoonhoven dan van Loon 1998)
Isyarat
makanan. Lebah madu yang kembali dari perjalanan
mencari makan akan mengkomunikasikan secara rinci
tentang lokasi dan kualitas dari sumber makanan kepada anggota lain dalam
koloni dengan tarian lebah yang terkenal.
Jalan masuk dapat
melalui udara dengan mencium jejak dan volatile feromon yang ditinggalkan pada
waktu kunjungan pertama. Lebah madu dan lebah gendut kebun dalam mengoleksi
nectar dapat meninggalkan jejak bau. Lebah dapat juga
meninggalkan pesan yang memberi petunjuk bahwa ada sumber yang berguna untuk
dikunjungi.
Feromon ini juga disekresi oleh
tarsi dan ditemukan pada
lebah gendut kebun yang terdiri dari campuran alkanes dan
alkenes. Dengan mengenal kombinasi feromon yang ditinggalkan oleh lebah
spesiesnya sendiri dan lebah spesies lain maka lebah dengan mudah memilih bunga
yang produktif (Schoonhoven dan van Loon 1998).
KESIMPULAN
Tanaman
berbunga membutuhkan serangga seperti lebah untuk polinasi. Serangga mengumpulkan
makanan berupa polen dan nectar dari tanaman. Interaksi antara tanaman
dan bunga menciptakan suatu hubungan yang indah yang saling menguntungkan satu
dengan lainnya. Mutualisme antara
tanaman dan polinator, sama dengan dua bentuk hubungan saling ketergantungan
dalam sistem interaksi dari : (1) tanaman untuk polinator dan (2) polinator
untuk bunga.
DAFTAR
PUSTAKA
Condit dan Enderud 1956 dalam Tree Fruits & Nuts and Exotic Tree Fruits & Nuts.
http: // bee.airoot com/beeculture/chap5/fig.htm
tanggal kunjungan
Delaplane K. S
and D. F. Mayer. 2000.
Crop Polination by Bees. CABI Publishing.
Faegry, K. L.
vander Pijl. 1971.
The Principles of Pollination Ecology.
Second Edition.
Pergamon Press. Jerman.
Gulland P.J. and P. S.
Cranston. 2000. The Insect.
An Outline of Entomology. Second Edition. Blackwell Science Ltd.
Gupta, R. K. 2003. Genus Apis Linnaeus dalam http//www.geocities.com
/beesInd.2/apis.htm. tanggal
Hidayat, P dan
S. Sosromarsono. 2003.
Pengantar Entomologi. Fakultas
Pertanian IPB.
Rust. R.
W. 2003. Rebuilding
Artificial Nestingside for Alkali Bees Nomia melanderi.
http:essa.confex.com/esa/2001/techprogram/paper-3448.htm.
Schoonhoven,
L. M, T. J Jermy and J. A. van Loon. 1998. Insect Plant Biology. From Physiologi to
Evolution. Chapman & Hall.
Schowalter, T. D. 2000. Insect Ecology. An Ecosystem Approach. Academic