© 2003 Tri Atmowidi Posted 13 November 2003
Makalah Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
November 2003
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
Mengapa Ditemukan Anomali Keragaman
pada Serangga ?
Oleh :
Tri
Atmowidi
A461030011
E-mail : atmowidi@bogor.net
Pendahuluan
Pada umumnya, di daerah tropik atau
daerah yang terletak di lintang rendah,
memiliki keragaman spesies lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah sedang (temperate) atau daerah kutub
(lintang tinggi). Bahkan Knight
& Holoway (1990) menyatakan
bahwa daerah tropik merupakan pusat keragaman serangga. Keragaman hewan juga ditemukan
tinggi pada daerah dengan ketinggian
rendah (umumnya kurang dari 1000 m dpl.) dan keragaman
makin menurun dengan makain tingginya
lokasi. Tingginya keragaman hewan
di daerah tropik, berhubungan dengan karakter alam dan iklim.
Di daerah tropik, tidak pernah (sangat
jarang) terjadi periode es (glasiasi),
sehingga sedikit terjadi kepunahan masal, dan memiliki
iklim yang kompleks (Pianka 1966), hangat dan stabil (Noyes 1989; Van Der Ent & Shaw 1998). Namun, pada beberapa hewan,
khususnya serangga, dilaporkan memiliki keragaman yang anomali, yaitu keragamannya tinggi pada daerah
lintang tinggi (daerah temperate) dibandingkan
daerah tropik (lintang rendah). Atau, keragaman hewan ditemukan tinggi pada daerah dataran
tinggi dibandingkan daerah dataran rendah. Beberapa penulis yang melaporkan
adanya anomali keragaman, diuraikan dalam tulisan ini.
Anomali Keragaman
Owen
& Owen (1974) merupakan penulis
yang pertama kali melaporkan
adanya anomali keragaman pada famili Ichneumonidae (Insecta : Hymenoptera). Owen dan
Owen menunjukkan bahwa Ichneumonidae yang dikumpulkan dengan perangkap Malaise, di Uganda (19o LU) dan
di
Tabel 1. Keragaman
Ichneumonidae (indeks
Williams = a) di beberapa
negara yang menunjukkan hubungan
antara letak
dalam garis lintang dengan keragaman spesies.
_____________________________________________________________________
Sumber Negara
Periode Latitude
N/S a
sampling
_____________________________________________________________________
Owen & Owen
19741 Sierra
Leone 15 bulan 8
LU 1979/319 107,6
Owen & Owen
19741
Owen et al. 19811
Owen &Owen
19741
Sawoniewicz 19792 Polandia 14 bulan 52 LU 12203/680 155,4
Sawoniewicz 19863 Polandia 4 musim 52 LU 7920/392 86,6
Owen & Owen
19741 Swedia 6 bulan 56 LU 10994/758 184,8
__________________________________________________________________
Keterangan: 1sampel dikumpulkan dari perangkap Malaise, 2
sampel dikumpulkan dari Moericke trap dan jaring serangga,
3 sampel dikumpulkan dari Moericke trap,
4 sampel dikumpulkan dari perangkap yellow pan, Malasie, dan jaring
serangga, N : jumlah total individu, S: jumlah spesies.
Pada tahun 1981, Janzen
juga melaporkan terjadinya anomali keragaman pada famili Ichneumonidae, di Amerika Utara.
Janzen menunjukkan bahwa keragaman Ichneumonidae tertinggi terdapat pada daerah yang terletak di 37,5o dan 42,4o LU (keragaman
899 spesies/10km2). Janzen juga mendapatkan
data yang serupa di Inggris, dimana keragaman Ichneumonidae tertinggi terdapat pada 50o-59o LU, dengan
keragaman mencapai 9.303
spesies/10 km2 (Tabel 2).
Tabel 2. Keragaman
spesies Hymenoptera parasitica
(indeks William = a)
di beberapa
negara dalam hubungannya dengan letak dalam garis
lintang dan ketinggian lokasi.
_________________________________________________________________
Negara Garis Lintang Ketinggian N/S
a
(oLU/LS) (m dpl)
__________________________________________________________________
Venezuela1 8 LU 200 289/95 49,3
Venezuela1
8 LU 1600 224/96 63,6
Costa Rica2 9 LU 20 236/104
71,1
Costa Rica2 9 LU
1250 567/376
487,0
Costa Rica2
10 LU 3380 13/10 19,9
Michigan3 45 LU 300 216/72 37,8
England3 50 LU
250 248/84 44,7
__________________________________________________________________
Keterangan:
1Janzen et al. (1976), 2Janzen (1973 a, b), 3 Janzen
& Pond (1975), 1-3 sampel dikumpulkan dengan sweepnet. N: jumlah total individu, S : jumlah
spesies.
Tahun-tahun terakhir ini, juga muncul publikasi
tentang anomali keragaman yang ditulis oleh Noyes (1989). Noyes melaporkan
bahwa kekayaan relatif spesies (species
richness) Ichneumonidae di
Tabel 3. Perbandingan kekayaan
relatif spesies famili Hymenoptera di Inggris dan
Inggris
(52oLU)
__________________________________________________________________
PARASITICA
Ichneumonidae 2029 420
Braconidae 1163 431
Figitidae 34 3
Proctotrupidae 36 12
Diapriidae 298 181
Platygasteridae 157 120
Torymidae 74 14
Pteromalidae 528 115
ACULEATA
Dryinidae 44 16
Chrysididae 31 20
__________________________________________________________________
Kemudian pada tahun 1986, Gauld juga melaporkan adanya anomali keragaman pada Ichneumonidae di Australia. Di daerah tropik
Banyak argumentasi yang disampaikan
oleh beberapa penulis sehubungan dengan anomali keragaman Ichneumonidae tersebut. Janzen tahun 1981, menduga
bahwa rendahnya keragaman Ichneumonidae di daerah tropik
berhubungan dengan musim yang berkaitan dengan siklus hidup
serangga. Pada-musim-musim
tertentu, terjadi penurunan populasi Ichneumonidae dan pada musim yang lain terjadi peningkatan
populasi. Sedangkan Jeanne (1970) menduga tingginya tingkat kompetisi dan predasi
serangga di daerah tropik, mengakibatkan turunnya populasi serangga tertentu. Janzen & Pond (1975) menyebutkan bahwa faktor utama
rendahnya keragaman Ichneumonidae di daerah tropik karena
terjadi fragmentasi habitat
(sumberdaya). Hipotesis yang muncul
belakangan ini yang menguatkan alasan terjadinya anomali keragaman Ichneumindae diajukan oleh Gauld
et al. (1992), yaitu hipotesis
inang-beracun (the 'nasty' host hypothesis).
Hipotesis inang-beracun, secara
umum menyatakan bahwa tumbuhan di daerah tropik
banyak mengandung senyawa sekunder yang bersifat toksik bagi herbivor atau
parasitoid. Hipotesis ini banyak dipercaya di kalangan
scientist. Ichneumonidae adalah serangga
parasitoid yang hidup pada inang dari berberapa
ordo serangga. Banyaknya kandungan senyawa sekunder tumbuhan yang bersifat toksik, di daerah tropik
menyebabkan banyak jenis Ichneumonidae bersifat spesialis dalam memilih tanaman
inangnya (monofag).
Beberapa senyawa sekunder
tumbuhan yang mempunyai efek negatif (toksik)
terhadap serangga adalah golongan alkaloid, uncommon
asam amino, flavonoid, glikosida sianogenik, steroid, dan lainnya (Gauld
et al. 1992). Disamping mengandung senyawa
sekunder, tumbuhan di daerah tropik
juga mengandung senyawa inhibitor pencernaan, seperti polifenol dan molekul perlindungan
tumbuhan berukuran besar, seperti inhibitor proteinase dan lektin. Dua famili tumbuhan, yaitu Anacardiaceae dan Solanaceae dilaporkan memiliki banyak anggota yang mengandung senyawa yang bersifat racun terhadap serangga. Pengaruh fisiologis senyawa sekunder tumbuhan terhadap serangga parasitoid bervariasi pada berbagai takson,
antara lain dapat bersifat racun, inimical, dan/atau repellent (Gauld et
al. 1992).
Alkaloid merupakan kelompok senyawa sekunder yang banyak dijumpai pada tumbuhan. Sampai saat ini,
telah diketahui lebih dari 6.500 macam senyawa alkaloid. Senyawa alkaloid
mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang bersifat
basa. Sebagian besar atom nitrogen merupakan
bagian dari cincin heterosiklik yang merupakan dasar bagi penggolongan kelompok alkaloid. Beberapa contoh
senyawa alkaloid tumbuhan antara lain nikotin, anabasin, atropin, solanin, dan quinin.
Tumbuhan
yang banyak mengandung
alkaloid adalah famili Asteraceea, Fabaceae, Liliaceae, Loganiaceae, Papaveraceae, Rubiaceae, dan Solanaceae (Bernays &Chapman 1994).
Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang terutama ditemukan pada tembakau (Nicotiana tabacum dan N. Rustica, Solanaceae) (Schmelt 1971).
Di Eropa, nikotin digunakan untuk pengendalian kutu Tingidae yang menyerang pohon pear
(Smith & Secoy 1981), untuk
pengendalian kutu daun dan serangga
bertubuh lunak lainnya (de Ong 1956). Pada saat ini, nikotin
digunakan untuk pengendalian serangga pengganggu di kebun,
rumah kaca, dan untuk pengendalian
ektoparasit pada hewan (Thomson 1989). Anabasin merupakan
senyawa alkaloid yang mirip
dengan nikotin, ditemukan pada N. Glauca dan digunakan sebagai insektisida hayati (Jacobson
1982).
Terpenoid merupakan senyawa
yang tersusun oleh kerangka karbon, terdiri dari dua
atau lebih unit isopren. Terpenoid merupakan kelompok
besar senyawa sekunder yang meliputi minyak esensial, triterpenoid nonvolatil, sterol, dan pigmen karotinoid.
Dalam sel tumbuhan, terpenoid
ditemukan dalam sitoplasma atau pada kelenjar khusus.
Berdasarkan jumlah atom karbon, terpenoid dikelompokkan menjadi monoterpen (C = 10), seskuiterpen
(C =
15), diterpen
(C =
20), triterpen (C = 30), tetraterpen (C = 40), dan politerpen (C > 40). Saat ini telah diketahui sekitar 3000 struktur terpenoid. Sesquiterpen dan diterpen
terutama clerodanes, clerodendrin, drimanes, warbuganol, dan polygodial merupakan senyawa yang bersifat feeding
deterrent terhadap beberapa
serangga. Triterpenoid terutama
azadirachtin yang terdapat pada tanaman mimba
(Azadirachta indica)
dan cardenolides yang terdapat pada famili
Asclepiadaceae merupakan senyawa yang bersifat deterrent
terhadap beberapa jenis serangga dan vertebrata, phytecdysteroid berhubungan dengan hormon molting (Bernays &
Chapman 1994).
Penutup
Anomali keragaman merupakan penyimpangan dari kaidah umum tentang
keragaman. Anomali keragaman
adalah suatu variasi, dan bisa
terjadi di alam. Anomali keragaman ini hanya
dilaporkan pada sedikit kelompok (takson) hewan, terutama pada famili
Ichneumonidae (Insecta : Hymenoptera) dan sangat sedikit dilaporkan pada takson hewan yang lain. Beberapa penelitian yang dilakukan, termasuk di
DAFTAR PUSTAKA
Bernays, E.A. & R.F. Chapman.
1994. Plant selection bt phytophagous insects. Chapman & Hall.
Inc.
de
Ong, E.R. 1956.
Chemistry and uses of pesticides, 2nd. ed.
Gauld, I.D., K.J. Gaston & D.H. Janzen.
1992. Plant allelochemicals, tritrophic
interaction and the anomalous diversity of tropical parasitoids: the nasty host
hypothesis. Oikos 65: 353-357.
Gauld,
I.D. 1986. Latitudinal gradients in ichneumonids
species richness in
Jacobson, M. 1982. Plants, insects, and man-their
interrelationships. Econ. Bot.
36: 346-354.
Janzen,
D.H. & C. Pond. 1975. A comparison by sweeping, of the arthropod fauna of
secondary vegetation in
Janzen,
D.H. 1981. The peak in North American ichneumonid
species richness lies between 38o and 42o N. Ecology 62: 532-537.
Jeanne, R.L. 1979. A latitudinal
gradient in ratess of ants
predation. Ecology 60: 1211-1224.
Knight, W.J. &
J.D. Holloway. 1990. Insects and the rainforests of
south east asia (Wallacea). The Royal Entomological
Society of
Noyes, J.S., 1989. The
diversity of Hymenoptera in the tropic with special reference to parasitica in
Owen, D,F.
& J. Owen. 1974. Species diversity in temperate and tropical Ichneumonidae. Nature 249: 583-584.
Pianka,
E.R. 1966. Latitudinal gradients in species diversity: a review of concepts. Am Nat. 1000: 33-46.
Schmeltz,
Smith, A.E. &
D.M. Secoy. 1975. Forerunner of
pesticides in classical
Thomson, W.T. 1989. Agricultural
Chemicals. Book I: Insecticides. Thomson Publication,
Van Der Ent, L & S.R. Shaw. 1998.
Species richness of Costa Rican Cenocoeliini
(Hymenoptera: Braconidae): a latitudinal and
altitudinal search for anomalous diversity. J.Hym.Res.
7: 15-24.