© 2003 Anthon
Monde Posted 31 October, 2003
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pascasarjana/S3
Institut Pertanian Bogor
Oktober 2003
Dosen :
Prof. Dr. Ir.
Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
SISTEM AGROFORESTRI REPONG DAMAR
SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENGELOLAAN DAS YANG SUSTAINABLE
Oleh:
E-mail: anthonmonde@yahoo.com
PENDAHULUAN
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup tinggi mendorong
bertambahnya permintaan akan ruang/lahan baik untuk pemukiman ataupun untuk
usaha, akibatnya terjadi kompersi lahan hutan sekitar 50 hektar per tahun
(Nasution dan Joyowinoto, 1995). Kompersi lahan untuk pemenuhan kebutuhan
pemukiman ataupun industri tidak jarang dilakukan pada lahan pertanian yang
subur sehingga untuk memenuhi kebutuhan pokoknya petani terpaksa menggunakan
lahan-lahan marginal atau merambah lahan hutan untuk dijadikan lahan usahatani.
Bila kondisi tersebut diatas
terus berlangsung dengan cara tidak terkendali, maka dikuwatirkan akan
bertambahnya jumlah lahan kritis dan kerusakan dalam suatu wilayah daerah
aliran sungai (DAS). Kerusakan ini dapat berupa degradasi lapisan tanah
(erosi), kesuburan tanah, longsor dan sedimentasi yang tinggi dalam sungai,
bencana banjir, disribusi dan jumlah/kualitas aliran air sungai akan menurun.
Untuk menggunakan lahan pada
daerah hulu secara rasional maka diperlukan sistem penggunaan lahan yang
menerapkan kaidah-kaidah konservasi, produktif dan pemanfatan teknologi yang
ramah lingkungan. Dengan demikian akan mewujudkan sistem pertanian yang tangguh
dan secara menyeluruh mencipkan pengelolaan sunberdaya alam dalam suatu DAS
yang berkelanjutan.
. Sistem ini telah dipraktekkan petani di Indonesia selama berabad-abad, misalnya sistem ladang
berpindah, kebun campuran dilahan pekarangan rumah dan tegalan dan padang penggembalaan serta repong damar.
SISTEM AGROFORESTRI REPONG
DAMAR
1. Prinsip Teknologi
Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang
memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan
keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan (Hairiah et
al., 2002).
Definisi agroforestri adalah sistem
penggunaan lahan dan teknologi dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan,
perdu, jenis palem, bambu dan sebagainya) ditanam bersama dengan tanaman
pertanian dan/atau hewan dengan satu
tujuan tertentu dalam satu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporel dan
didalamnya terdapat interaksi ekologi dan ekosistem diantara berbagai komponen
yang bersangkutan (Laundgren dan Raintree, 1982 dalam Nair, 1993).
Agroforestri
pada prinsipnya merupakan diversifikasi dan optimalisasi penggunaan lahan.
Secara garis besar terdapat beberapa bentuk agroforestri (Satjapradja, 1981)
sebagai berikut:
·
Pola pertanian
(Agrosilviculture)
·
Pola
peternakan (Silvipasture)
·
Pola
perikanan (Silvofishery)
·
Pola
pekarangan (farm forestry)
Dalam agroforestri repong damar dikembangkan berbagai
jenis tanaman buah-buahan dan tanaman lainnya seperti pisang, pepaya, rambutan,
sawo dan berbagai tanaman jambu-jambuan dan dibawanya berkembang berbagai semak
atau rerumputan (De Foresta et al.,
2000).
Dalam teknologi ini ada bebepa
prinsif yang dikembangkan
·
Menutupi tanah dengan tajuk tanaman dengan
beberapa strata
·
Meningkatkan kapasitas infiltrasi dan mengurangi erosi
· mengatur sistem hidrologi
· Memberikan hasil tanaman
yang bernilai ekonomi cukup tinggi
· Menciptakan tata udara yang
sehat
World overview of conservation approaches and tecnologies
(WOCAT) memperkenal pembagian konservasi tanah akibat erosi air (W) dalam 4
kategori teknologi konservasi tanah dan air (KTA) untuk lahan pertanian dan
lahan campuran (WC) sebagai berikut:
·
Tindakan KTA secara Agronomi (WCA) terdiri atas
WCA.1 perbaikan penutupan
WCA.2 pengolahan tanah secara konservasi
WCA.3 peningkatan bahan organik/kesuburan
·
Tindakan KTA secara Vegetatif (WCV) terdiri
atas
WCV.1
pohon dan semak
WCV.2
rerumputan, strip rumput, vetiver dsb.
·
Tindakan
KTA secara Mekanis/struktur (WCS) terdiri atas
WCS.1
drainase/saluran diversi aliran permukaan
WCS.2
penangkap aliran permukaan/hujan
WCS.3
menghambat aliran permukaan
WCS.4 tambahan air
·
Tindakan KTA melalui pengelolaan (WCM) terdiri
atas
WCM.1
perubahan penggunaan lahan
WCM.2
pemilihan usaha pertanian
WCM.3
penataan pertanian
WCM.4
penentuan waktu pemberian input
Jadi menurut kategori WOCAT maka sistem agroforesti repong damar ini dikategorikan dalam tindakan KTA secara vegatatif dimana tanaman pohon dicampur
dengan semak (WCV.1)
2.Tujuan
Penggunaan dalam Pengelolaan DAS
Secara ekologis perkembangan
agroforestri damar (Repong damar) mempunyai tahapan suksesi hutan alam dengan
segala keuntungan ekologisnya, seperti
perlindungan tanah, evolusi hutan mikro dan sebagainya. Ditinjau dari segi
teknis budidaya, tahap-tahap penanaman tanaman produktif dimulai dari tanaman
subsistem sampai tanaman jangka panjang, berikut perawatannya, sengaja atau
tidak oleh petani, ternyata berlangsung dalam kondisi ekologis yang sesuai dan
saling mendukung satu dengan yang lainnya. Sehingga proses-proses produksi yang
terkait dalam seluruh tahapan pengembangn repong damar dapat membuahkan
efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.
De
Foresta dan Michon (1995) menjelaskan bahwa pada awalnya repong damar tidak
dirancang sebagai zona penyangga. Akan tetapi repong damar tersebut telah
memerankan zona penyangga. Secara ekonomis telah mengambil alih peran hutan
alam dalam perekonomian desa, repong berjasa mengurangi gangguan manusia
terhadap sisa hutan alam. Agroforest tersebut menjadi penyangga bagi sumberdaya
hutan yang berguna.Repong damar tersebut juga merupakan sabuk perbatasan
sepanjang beberapa kilometer yang tidak didiami manusia antara desa dengan Taman
Nasional Bukit Barisan bagian selatan. Komposisi spesies dalam repong damar
memiliki kemiripan spesies hutan alam
yang ada dalam taman Nasinal, yang dapat mengkonservasi tanah dan air,
memelihara dan melindungi flasma nutfah dan merupakan habitat bagi satwa liar. Penjelasan ini memberikan gambaran
adanya keterpaduan repong damar dengan
agroekosistem lain dalam satu sumberdaya, antara lain ditunjukkan oleh peran
pentingnya dalam sistem tata air
sehingga menjamin ketersediaan air
sepanjang tahun untuk kgiatan pertanian.
Pada awalnya pengumpulan getah damar
dilakukan oleh petani dihutan alam dan telah menjadi mata pencaharian utama
dari sebagian petani didaerah tersebut. Namun karena semakin terbatasnya
populasi damar akibat konversi hutan menjadi lahan pertanian, maka petani mulai
melakukan budidaya pohon damar (Shorea
javanica) pada lahan kebun miliknya. Keberhasilan budidaya damar ini telah
mendorong terjadinya transformasi mendasar agroforestri tradiosional secara
besar-besaran yang diikuti oleh perluasan areal agrofores.
Bersama pohon damar ini ditanam pula
berbagai tanaman buah-buahan, kayu-kayuan, bambu dan sebagainya yang sengaja
ditanam. Selain
itu terdapat pula sejumlah tumbuhan liar. Aneka jenis kombinasi yang khas ini
menghasilkan berbagai struktur dan fungsi.
Bagian kanopi dengan ketinggian tajuk hingga 40 meter
didominasi oleh pohon damar dan pohon durian. Di bawahnya terdapat beberapa
kelompok pohon buahan seperti duku, rambutan,
yang memadati ruang hingga ketinggian 10 meter sampai 20 meter. Diantara
keduanya, pada ketinggian 20 - 35 meter
dipadati oleh jenis Eugenia
(jambu-jambuan), Garcinia
(jenis-jenis manggis), Parkia
(petai-petaian). Lapisan terbawah ditumbuhi rerumputan dan semak liar.
Dengan terciptanya penutupan tanah oleh vegetasi
agroforestri ini dapat melindung tanah
dari bahaya erosi. Tabel berikut menampilkan koefisien aliran permukaan
(C) pada berbagai penggunaan lahan (U.S Forest Service, 1980 dalam Asdak, 2002).
Tabel 1. Nilai koefisien C
berbagai penggunaan lahan pertanian (0 - 30%)
Tataguna Lahan |
Kondisi
Tanah |
Nilai C |
Tanah Kosong |
Rata Kasar |
0.30
- 0.60 0.20
- 0.50 |
Ladang Garapan |
Tanah berat, tanpa vegetasi Tanah berat dengan vegetasi Berpasir tanpa vegetasi Berpasir dengan vegetasi |
0.30
- 0.60 0.20 - 0.50 0.20 - 0.25 0.10 - 0.25 |
Padang
Rumput |
Tanah
berat Berpasir |
0.15 - 0.45 0.05 - 0.25 |
Hutan/bervegasi |
- |
0.05 - 0.25 |
Melihat tabel di atas nampak bahwa penutpan tanah dengan
sistem agroforestri (mirip hutan) memiliki koefisien C yang relatif rendah
yakni 0,05 - 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa sistim ini dapat membuat tanah
memeliki daya serap air yang tinggi dan mengurangi aliran permukaan yang dapat
menyebabkan erosi.
Hingga kini sekitar 79%
petani daerah Krui mengusahakan pohon damar. Perdagangan getah damar ini telah
mengangkat kesejateraan petani dan menjadi salah satu roda penggerak ekonomi
daerah tersebut
Hasil pengamatan Dupain (1994) menunjukkan bahwa
meskipin 11 desa dalam wilayah Krui tidak terlibat langsung dalam
kegiatan repong damar, ternyata masih menerima penghasilan dari jasa
pengelolaan damar sebesar 45% dari
total pendapatan keluarga. Sedangkan untuk 46 desa yang berkecimpung dalam
pengelolan repong damar, mendapat pemasukkan 70 - 100% atas penghasilan keluarga.
Rata-rata pendapatn per
kapita dari hasil kegiatan repong damar Rp.541.194/bulan, suatu pendapatan yang
cukup tinggi (Pramono, 2001).
3.
Cakupan Penggunaan
Teknologi konservasi sumberdaya alam
dengan sistem agroforestri dalam proses pengembangannya telah berkembang dengan
cukup pesat di Asia Tenggara, Timur, dan Selatan, Amerika Latin dan Afrika.
Repong Damar merupakan sistem
agroforestri khas Pesisir Krui di
daerah Lampung yang telah dikembangkan
sejak lama secara turun temurun, dimana hasil utamanya adalah getah damar dan
buah-buahan serta kebutuhan rumahtangga lainnya
PANDANGAN TERHADAP AGROFORESTRI
Agroforestri
menurut beberapa sudut pandang dapat dikemukakan sebagai berikut (Hairiah et
al., 2002) :
1. Sudut Pandang Pertanian
Agroforestri merupakan salah satu model pertanian
berkelanjutan yang tepat guna, sesuai dengan keadaan petani. Pengembangan
pertanian komersial khususnya tanaman semusim menuntut terjadinya perubahan
sistem produksi secara total menjadi sistem
monokultur dengan masukan energi, modal dan tenaga kerja dari luar yang relatif
besar yang tidak sesuai untuk kondisi petani. Selain itu percobaan-percobaan
yang dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman komersial selalu
dilaksanakan dalam kondisi standar yang bebrbeda dari keadaan yang lazim
dihadapi petani. Tidak mengherankan bila banyak hasil percobaan mengalami
kegagalan pada tingkat petani.
Agroforestri mempunyai fungsi ekonomi yang penting bagi
masyarakat setempat misal untuk bahan pangan, kayu bakar dan aneka buah-buahan.
Bahkan agroforestri mampu menyumbang 50-80% pemasukan pertanian di pedesaan
melalui produksi langsung ataupun tidak langsung yang berhubungan dengan
pengumpulan, pengolahan dan pemasarana hasil
Dilain pihak produksi agroforestri selalu dianggap
sebagai sistem yang hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan sendiri saja
(subsisten). Agroforestri pada umumnya masih dianggap sebagai kebun dapur yang
tidak lebih dar sekedar pelengkap sistem pertanian lainnya. Oleh sebab itu,
sistem ini kurang mendapat perhatian.
2. Sudut Pandang Petani
Keunikan konsep pertanian komersial agoforestri adalah
karena sistem ini bertumpu pada keragaman struktur dan unsur-unsurnya, tidak
terkonsentrasi pada satu spesies saja. Dengan demikian akan menimbulkan
beberapa akibat yang menarik bagi petani
yang mengusahakannya.
Aneka hasil kebun hutan sebagai tabungan (bank) karena
pendapatan dari agroforestri dapat menutupi kebutuhan sehari-hari yang
diperoleh dari hasil yang dapat dipanen secara teratur misalnya lateks, damar,
kopi, kayu manis, kayu bakar dan sebagainya.
Struktur yang tetap dengan diversifikasi tanaman
komersial, menjamin keamanan dan kelenturan pendapatan petani. Keragaman
tanaman melindungi petani dari ancaman kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang
sulit diperkirakan. Ciri keluwesan yang lain adalah perubahan nilai ekonomi
yang dialami bebrapa spesies seperti kayu damar dan kayu karet ketika kayu dar
hasil hutan alami menjadi langka.
Melalui diversifikasi hasil-hasil sekunder agroforestri
menyediakan kebutuhan sehari-hari bagi petani (kebun dapur) seperti bahan
pangan pelengkap misalnya sayuran,
buah, rempah dan tanaman obat.
3. Sudut Pandang Kehutanan
Merupakan mekanisme sederhana untuk mengelola keaneka
ragaman karena terciptanya semua tanaman pionir dibiarkan tumbuh bersam tanaman
yang diusahan, tidak daikan pembersihan sebagaimana pada sistem budidaya. Pada
sistem agroforestri petani tidak melakukan pembabatan hutan kembali, karena
mereka mengguanakan ladang sebagai lingkungan pendukung proses pertumbuhan
pepohonan. Proses seperti ini masih dapat dijumpai di Sumatra misalnya di
Pesisir Krui untuk agroforestri damar dan di Jambi untuk agroforestri karet.
Agroforesti berbasis pepohonan yang khusus menghasilkan kayu di Indonesia masih belum ada, namun
demikian agroforestri merupakan sumber pasokan kayu berharga yang sangat
potensial yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Di daerah Krui, pohon
damar yang termasuk golongan meranti sangat mendominasi kebun damar dengan
kepadatan yang beragam anatara 150 - 250 pohon per hektar.
Agroforestri memainkan peran yang penting dalam
pelestarian sumberdaya hutan baik nabati maupun hewani karena struktur dan
sifatnya khas. Agroforest menciptakan
kembali asitektur khas hutan yang
mengandung habitat mikro dan dalamnya sejumlah tanaman hutan alami mampu
bertahan hidup dan berkembang biak. Kekayaan flora akan semakin besar bila
dekat kebun terdapat hutan alam yang berperan
sebagai sumber bibit. Bahkan ketika
hutan alam sudah hampir lenyap sekalipun, warisan hutan masih mampu
berkembang dalam kelompok besar misalnya kebun campuran di Maninjau yang
melindungi berbagai tanaman khas hutan lama
di dataran rendah.
KELEMAHAN DAN
TANTANGAN AGROFORESTRI
1.Kelemahan
Kesulitan Visual: Keragaman
bentuk, kemiripan dengan vegetasi hutan alam dan keslitan membedakannya dalam
penginderaan jarak jauh menjadi bentang hamparan agroforest sulit dikenali.
Kebanyakan agroforest dikelompokan dalam peta resmi sebagai hutan sekunder,
hutan rusak atau belukar, sehingga disatukan kedalam kelompok lahan yang
menjadi target rehabilitasi lahan dan hutan.
Kesulitan mengukur produktivitas: Ahli ekonomi pertanian
terbiasa dengan pola pertanian yang
teratur, sedangkan dalam agroforestri
tidak demikian, terdapat berbagai jenis pohon dan semak yang belum jelas
nilai ekonomi.
Masih kurangnya pengetahuan
petani tentang interaksi pohon dengan
tanaman lainnya misalnya semak, tanaman semusim lainnya, sehingga kadang
menimbulkan masalah yang merugikan petani.
2. Ancaman
Keberlanjutan
·
Sistem
agroforestri ini dianggap sistem pertanian yang kuno karena besarnya jenis dan
ketidakteraturan dalam menanam, dan hal ini dianggap identik dengan pertanian
primitif dan kurang produktif dibanding dengan sistem pertanian moderen
·
Pengusaan
lahan agroforestri yang luasnya jutaan hektar tidak secara resmi termasuk dalam
salah satu kategori penggunaan lahan. Hal ini terbukti dengan tidak adanya
bukti kepemilikan oleh petani sehingga lahan agrofores tersebut dianggap hutan
negara yang setiap saat dapat dialihkan untuk penggunaan proyek tertentu.
Ketidakpastian kepemilikan ini mengakibatkan enggannya petani untuk melanjutkan
sistem pengelolaan yang sudah atau sedang mereka dibangun.
·
Belum
adanya data yang akurat tentang luasan dan penyebaran lahan agroforestri, hal
ini berhubungan dengan belum diakuinya sistem ini sebagai salah satu bentuk
penggunaan lahan. Akibatnya masih minimnya upaya untuk memberikan dukungan
pembimbingan dan pengembangannya, sebagaimana yang diberikan terhadap sawah,
kopi, kelapa, HTI dan sistem monokultur lainnya.
PENUTUP
Agroforestri
repong damar adalah salah satu bentuk pengelolaan DAS yang sifatnya vegatatif (WCV.1) salah satu bentuk
pembangunan DAS yang sustainabel
karena:
DAFTAR PUSTAKA
Asdakh, C., 2002.
Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Press.
Yogyakarta
De Foresta H., Kusworo A., Michon G. dan Djatmiko
W.A., 2000. Ketika
Kebun Berupa Hutan - Agrofores Khas Indonesia - Sebuah Sumbangan Masyarakat. ICRAF, Bogor.
Hairiah, K., Widianto, S.R. Utami dan B. Lusiana
(ed.). 2002. Wanulcas, Model Simulasi
Untuk Sistem Agroforestri. International Center for Research in Agroforetry. ICRAF Southeast Asia.
Bogor, Indonesia.
Nair,P.K.R, 1993.An Introduction to Agroforestry. Kluwer
Academic Publisher. The Netherlands. 499.
Narain, P.
dan S.S. Grewal, 1994. Agroforestry for
Soil and Water Conservation India Experience. Center Soil and Conservation
Research and Training Maitute, Dehra Dun 248 195 , India 8th International Soil
and Water Conservation.Challenges and Opportunities. Vo. 2.
Nasution,
L.H. dan Joyowinoto, 1995. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya
terhadap Keberlanjutan Sumberdaya Pangan. Makalah Lokakarya Persaingan dalam
Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air, dampaknya terhadap Keberlanjutan
Swasembada Pangan. PPSEP-JKII -The Ford Foundation, Bogor.
Pramono, H.,
2001. Ketergantungan Masyarakat
terhadap Repong Damar di Pesisir Krui Lampung Barat. Tesis
Program Studi PSL Pascasarjana IPB, Bogor.
Satjapradja, D.,
1981. Agroforestri di Indonesia,
Pengertian dan Implementasinya. Makalah. Seminar Agroforestri dan Perladangan,
Jakarta.
WOCAT. Kerangka untuk Evaluasi Konservasi Tanah dan
Air (KTA). Bahan
Kuliah Teknologi Pengelolaan DAS tahun 2003.