© 2004 Anthon A Djari Posted 9 January 2004
Makalah Pribadi
Pengantar Ke Falsafah Sains
(PPS702)
Sekolah Pasca Sarjana, Program S3
Institut Pertanian Bogor
Januari 2004
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng
ALTERNATIF PENANGANAN LULUSAN PENDIDIKAN PERIKANAN:
SEBUAH PEMIKIRAN
Oleh :
Anthon A. Djari
NRP: C
561030134
E-mail :
aaaadjari@yahoo.com
I.
Latar Belakang
Berdasarkan teori “human capital”, kualitas sumberdaya manusia selain ditentukan oleh
kesehatan, juga ditentukan oleh pendidikan.
Pendidikan dipandang tidak hanya dapat menambah
pengetahuan tetapi dapat juga meningkatkan keterampilan (keahlian) tenaga
kerja, yang pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas (Effendi, 1995). Dalam kaitan itu “pendidikan
kedinasan” didirikan dalam rangka meningkatkan produktivitas angkatan kerja.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah peningkatan
pendidikan telah meningkatkan produktivitas angkatan kerja?
Menurut
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Pendidikan Kedinasan
merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh Departemen atau Lembaga
Non Departemen; yang berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam
pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu
Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah Sekolah Tinggi
Perikanan (STP), Akademi Perikanan (AP) dan Sekolah Usaha Perikanan Menengah
(SUPM) Negeri; yang menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan adalah
Perguruan Tinggi/Sekolah Kedinasan di Lingkungan Departemen Kelautan dan
Perikanan yang menciptakan lulusan sebagai angkatan kerja produktif di bidang
perikanan telah direkrut untuk kepentingan pembangunan dan pengembangan
kelautan dan perikanan?
II.
Tujuan
Tulisan ini dibuat dengan
tujuan untuk memberi gambaran terhadap
kondisi penyerapan kelulusan pendidikan perikanan, sekaligus membuka pemikiran untuk kajian ke depan
mengenai penanganan lulusan Sekolah
Tinggi Perikanan (STP),
Akademi Perikanan (AP) dan Sekolah
Usaha Perikanan Menengah (SUPM) sebagai Institusi Diklat Departemen Kelautan dan Perikanan.
III.
Data dan Fakta
a. Perkembangan
dan Kualifikasi Pendidikan Perikanan dan Kelautan
Sejak berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan pada periode Kabinet Gotong Royong tahun 1999 maka telah pula diserahkan pengelolaan Sekolah Tinggi
Perikanan (STP), 3 Akademi Perikanan (AP) dan 7 Sekolah
Usaha Perikanan Menengah (SUPM) dari
Departemen Pertanian ke Departemen Kelautan
dan Perikanan. Unit-unit diklat tersebut berlokasi di beberapa
kota di Indonesia yaitu :
1.
Sekolah Tinggi
Perikanan
2.
Akademi
Perikanan Sidoarjo, Jawa Timur
3.
Akademi
Perikanan Bitung,
4.
Akademi
Perikanan Sorong, Papua
5.
SUPM Negeri
Ladong, Nanggroe Aceh Darusalam
6.
SUPM Negeri
Pariaman, Sumatera Barat
7.
SUPM Negeri
Kota Agung, Lampung
8.
SUPM Negeri
Tegal, Jawa Tengah
9.
SUPM Negeri
Pontianak,
10.
SUPM Negeri
Bone,
11.
SUPM Negeri
Waiheru,
12.
SUPM Negeri
Sorong, Papua
Kegiatan
Pendidikan yang diselenggarakan adalah dalam rangka menghasilkan Tenaga Ahli (D
IV) oleh Sekolah Tinggi Perikanan; Ahli Madya (D III) oleh Akademi Perikanan
dan Tenaga Terampil oleh Sekolah Usaha Perikanan Menengah.
Dari
Lembaga Pendidikan Tinggi (Sekolah Tinggi Perikanan dan Akademi Perikanan)
menghasilkan lulusan yang menguasai keterampilan teknis dan manajerial melalui
program studi Teknologi Penangkapan Ikan (TPI), Teknologi Permesinan Perikanan
(TMP), Teknologi Pengolahan Hasil (TPH), Teknologi Akuakultur (TAK) dan
Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan (TPS); sedangkan dari Sekolah Usaha
Perikanan Menengah menghasilkan tenaga terampil menengah melalui Program Studi
Penangkapan Ikan (PI), Mesin Perikanan (MP), Pengolahan Hasil (PHP) dan
Budidaya Perikanan (BP).
Kompetensi kelulusan
dari masing-masing program studi seperti tergambar pada Tabel 1 dan Tabel
2 sebagai berikut :
Tabel 1: Tabel Kompetensi Kelulusan
Pendidikan Tinggi Perikanan
Program Studi |
Kompetensi Lulusan |
TPI |
Mempunyai
kemampuan, kompetensi dan sertifikat studi Ahli Nautika Kapal Penangkapan
Ikan I/ ANKAPIN I dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk mengelola
dan mengoperasikan kapal penangkapan ikan sampai dengan 500 GT. |
TMP |
Mempunyai
kemampuan, keterampilan dan sertifikat Ahli Tehnika Kapal Penangkap Ikan/
ATKAPIN I dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mampu untuk mengelola
kamar mesin kapal perikanan dan menjabat Kepala Kamar Mesin Kapal Ikan dengan
daya sampai 3000 HP. |
TPH |
Mempunyai
kemampuan, kompetensi dan sertifikat untuk mengelola dan mengoperasikan unit
pengolahan ikan serta pembinaan mutu hasil perikanan dari Direktorat Mutu dan
Pengolahan Hasil, DKP. |
TAK |
Mempunyai
kemampuan, keterampilan dan sertifikat untuk mengoperasikan dan mengelola
unit budidaya ikan/non ikan,
pembenihan dan marine ranching dari Balai Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya, Departemen
Kelautan dan Perikanan. |
TPS |
Memiliki
kemampuan sertifikat Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari BAPEDAL
dan menganalisis pengaruh aktivitas perikanan terhadap populasi dan
kelimpahan ikan, pembuangan limbah kimia ke laut, dll. |
Tabel 2: Tabel Kompetensi Kelulusan Sekolah Usaha Perikanan
Menengah
Program Studi |
Kompetensi Lulusan |
PI |
Mendapat
sertifikat ANKAPIN II dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan dapat
mengoperasikan kapal penangkapan ikan kurang dari 150 GT. |
MP |
Mendapat
sertifikat ATKAPIN II dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan mempunyai
kemampuan mengelola ruang mesin dan menjadi ahli mesin hingga 1500 HP. |
PHP |
Mempunyai
sertifikat asisten ahli pengolah ikan dari Direktorat Mutu dan Pengolahan
Hasil, Departemen Kelautan dan Perikanan. |
BP |
Mempunyai kemampuan dan
sertifikat dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) |
b.
Kelulusan dan Penyerapannya
Data lulusan Sekolah Tinggi Perikanan, Akademi
Perikanan dan Sekolah Usaha Perikanan Menengah antara tahun 1998 – 2002 seperti tertera pada Tabel 3 dan Tabel
4 di bawah ini.
Tabel 3: Lulusan Pendidikan Tinggi Perikanan 1998 - 2002
Pendidikan Tinggi Perikanan |
Total |
Penempatan Lulusan (%) |
||||
Luar Negeri |
Pegawai Swasta |
PNS |
Melanjutkan Pendidikan |
Usaha Sendiri |
||
STP
Jakarta |
1236 |
33 |
26 |
25 |
6 |
10 |
AP
Sidoarjo *) |
205 |
1 |
43 |
27 |
5 |
24 |
AP
Bitung *) |
237 |
26 |
27 |
23 |
4 |
20 |
AP
Sorong **) |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
|
100 |
20 |
32 |
25 |
5 |
18 |
*) Terhitung mulai tahun 2001
**) Belum ada
lulusan
Tabel 4: Lulusan Sekolah Usaha Perikanan Menengah 1998 -
2002
NO |
SUPM |
Total |
Penempatan Lulusan (%) |
|||||
Luar Negeri |
Pegawai Swasta |
PNS |
Melanjutkan Pendidikan |
Usaha Sendiri |
||||
1 |
Tegal |
609 |
41 |
46 |
0 |
5 |
8 |
|
2 |
Bone |
382 |
22 |
47 |
4 |
13 |
14 |
|
3 |
Pariaman |
383 |
19 |
47 |
3 |
26 |
5 |
|
4 |
Ambon |
471 |
12 |
55 |
4 |
26 |
3 |
|
5 |
Sorong |
544 |
0 |
64 |
21 |
5 |
10 |
|
6 |
Ladong |
383 |
14 |
48 |
9 |
23 |
6 |
|
7 |
Pontianak |
463 |
11 |
53 |
7 |
6 |
23 |
|
Jumlah |
3,235 |
17 |
51 |
7 |
15 |
10 |
||
|
|
|
|
|
|
|
||
Dari Tabel 3 tersebut di atas (khusus untuk lulusan
pendidikan tinggi perikanan) diperkirakan bahwa penyerapan lulusan terbagi ke
dalam beberapa kategori yaitu : 20% bekerja di perusahaan swasta asing/luar
negeri, 32% bekerja di perusahaan nasional, 25% bekerja pada instansi pemerintah, 5% melanjutkan pendidikan, sedangkan 18%
kemungkinan menganggur, usaha sendiri, bekerja pada sektor lain (bukan sektor
perikanan) dan atau kehilangan informasi. Sementara itu lulusan Sekolah Usaha
Perikanan Menengah Negeri berdasarkan
Tabel 4 menggambarkan penyerapannya ke
luar negeri 17%, menjadi pegawai
swasta 51%, menjadi PNS
7%, melanjutkan pendidikan 15% dan sisanya 10% usaha sendiri atau kemungkinan menganggur.
Mencermati kedua data tersebut di atas, tidak dapat
dipungkiri, dan memang fakta
menunjukkan bahwa sebagian ada yang mengganggur,
sebagai tenaga kerja produktif
(dengan pengetahuan dan
keterampilan, kompetensi yang memadai), padahal mereka telah memperoleh
pendidikan dan latihan sebagai asset pembangunan perikanan.
Hal ini sangatlah ironis dengan
target pembangunan perikanan yang menghendaki agar peran sumberdaya manusia perikanan akan mempercepat peningkatan
sumber pertumbuhan ekonomi.
IV.
Pembahasan/Alternatif
Solusi
Sebagaimana diuraikan
bahwa Sekolah Tinggi Perikanan, Akademi Perikanan dan Sekolah Usaha Perikanan
Menengah adalah institusi Diklat dan
merupakan Sekolah Kedinasan Departemen Kelautan dan Perikanan, maka
sewajarnyalah Departemen Kelautan dan
Perikanan harus bertanggung jawab terhadap kelulusannya. Memang bila dipandang
sekilas, Departemen Kelautan dan
Perikanan hanya bertanggung jawab
pada pendidikannya, sedangkan pasca pendidikan
harus dikembalikan kepada peserta didik yang bersangkutan (hal mana selama ini
berlangsung). Tetapi apabila ditelusuri lebih jauh sehubungan dengan
“pendidikan kedinasan”, maka mau tidak mau Departemen Kelautan dan Perikanan harus bertanggung
jawab terhadap hasil lulusannya.
Beberapa alternatif kiranya dapat dijadikan solusi
dalam rangka menjawab tanggung
jawab Departemen Kelautan dan Perikanan.
1.
Pengalaman Departemen Lain.
Telah ada pengalaman dari Departemen Kesehatan untuk merekrut
dan menempatkan tenaga medis yang lulus dari Pendidikan Tinggi/Sekolah
Kesehatan melalui masa bakti dan cara lain, sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1540/MENKES/SK/XII/2002.
Berdasarkan pengalaman tersebut, sangat mungkin Departemen Kelautan
dan Perikanan dapat meniru cara- cara
tersebut dan memodifikasinya sesuai
dengan kebutuhan/keperluannya.
2.
Tenaga Kerja Siap Pakai.
Perlu ada kajian yang mendalam tentang kebutuhan tenaga kerja/SDM Perikanan di pasar/bursa kerja berdasarkan tingkat/jenjang pendidikan (tinggi dan
menengah) untuk kemudian dapat
menyesuaikan dengan kebutuhan tenaga
kerja tersebut pada waktu dan jumlah yang tepat.
Dalam hubungan ini Departemen Kelautan dan Perikanan harus mampu menyiapkan tenaga kerja yang siap pakai (profesional/berkualitas)
sesuai kebutuhan pasar kerja.
3.
Kerjasama dengan Perusahaan Perikanan.
Tenaga kerja yang terdidik dan profesional juga
sangat dibutuhkan oleh
perusahaan-perusahaan perikanan di dalam
dan luar negeri. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama
antara Pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan)
dengan Perusahaan-perusahaan
perikanan (dalam negeri dan luar negeri) guna memfasilitasi rekrutmen tenaga kerja (hasil didik) sesuai
dengan kebutuhan
perusahaan-perusahaan perikanan.
4.
Kebutuhan Pemerintah Daerah.
Seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, yang
menghendaki adanya pengaturan rekrutmen
tenaga kerja sesuai kebutuhan
daerah dan dalam rangka mempercepat pengembangan
perikanan di daerah, maka diperkirakan Daerah
membutuhkan tenaga kerja-tenaga kerja terdidik
dan berkualitas yang memadai. Informasi tentang jumlah dan kualitas lulusan pendidikan perikanan perlu disampaikan ke daerah-daerah
terutama dari tempat/diklat yang
berdekatan dengan daerah yang
bersangkutan atau dapat pula diinformasikan lulusan-lulusan yang berasal dari daerah setempat.
5. Usaha dengan Fasilitas
Alternatif lain yang memungkinkan lulusan pendidikan perikanan dapat bekerja adalah dengan berwiraswasta/usaha sendiri. Namun
berhubung lulusan adalah berasal
dari pendidikan kedinasan Departemen Kelautan
dan Perikanan masih merupakan tanggung jawab Departemen
Kelautan dan Perikanan, maka untuk berusaha sendiri
seyogyanya Departemen Kelautan dan Perikanan memberi
modal usaha/memfasilitasi dalam kurun waktu tertentu.
Dapat juga Departemen Kelautan dan Perikanan menyiapkan
fasilitas, sarana/prasarana untuk digunakan oleh
lulusan berpraktek dan mendapatkan upah dari hasil prakteknya yang dipasarkan.
V. Strategi Penanganan
Untuk menerapkan
beberapa alternatif yang dianjurkan dalam rangka menangani lulusan pendidikan
perikanan sangat dibutuhkan “grand
strategy” sebagai prasyarat dan acuan pelaksanaannya,
seperti landasan hukum, kelembagaan; program dan
sistem, serta rencana pembiayaan yang harus diperhitungkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.
1. Landasan Hukum :
Landasan Hukum dibutuhkan untuk
mengatur berbagai hal menyangkut perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
penanganan lulusan pendidikan perikanan.
Landasan Hukum ini dapat berupa
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden atau Surat Keputusan Menteri sesuai
dengan jenjang dan kepentingan penerapannya, yang selanjutnya dapat dijabarkan
lebih lanjut ke dalam pedoman pelaksanaannya. Guna merumuskan Landasan Hukum
ini diperlukan semua komponen dan stake holders duduk bersama dan memberi
kontribusi pemikirannya.
2. Kelembagaan :
Dari kelembagaan yang sekarang
ada di Departemen Kelautan dan Perikanan yang menangani
dan mengkoordinasikan unit-unit pelaksana pendidikan
perikanan adalah Pusdiklat Perikanan (setingkat Eselon II di bawah Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan
dan Perikanan). Namun dalam tugas
pokok dan fungsinya belum mengakomodir penanganan
lulusan pendidikan perikanan. Oleh sebab itu pada
waktu yang akan datang sangat dibutuhkan kelembagaan
yang secara khusus menangani kelulusan perikanan
atau paling tidak saat ini Pusdiklat Perikanan harus mempunyai program pemberdayaan lulusan pendidikan perikanan.
Diharapkan pada waktu yang tidak
terlalu lama Badan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Departemen Kelautan dan Perikanan segera dibentuk dengan
salah satu tugas pokok dan fungsinya
adalah menangani lulusan pendidikan
perikanan secara profesional.
3. Mekanisme Pemanfaatan Kelulusan :
Pilihan terhadap suatu
alternatif akan membedakan sistem yang nantinya dikembangkan. Pada rekrutmen kelulusan berdasarkan
pengalaman Depkes misalnya, harus menciptakan sistem
dan mekanisme yang jelas mulai dari registrasi kelulusan,
penempatan kewajiban dan hak, penundaan dan pengembangan
karier sampai dengan pembinaan dan pengawasan.
Kebutuhan tenaga kerja perikanan di pasar/bursa kerja dapat diketahui dengan jelas melalui suatu kajian
yang akurat, maka sistem informasi yang
interaktif dapat diterapkan untuk mengkomunikasikan
kebutuhan dan ketersediaan kelulusan pendidikan
perikanan.
Dalam hal ini sistem dan mekanisme yang digunakan sedikit lebih
terbuka dan untuk menanganinya pemerintah (baca: Departemen Kelautan dan
Perikanan) harus dapat melaksanakan fungsi regulator, fasilitator dan penciptaan suasana yang kondusif supaya sistem inipun dapat berjalan sebagaimana
yang diharapkan.
Selanjutnya apabila kebutuhan perusahaan-perusahaan perikanan
terhadap tenaga kerja lulusan pendidikan perikanan dapat teridentifikasi dengan
akurat, maka perlu diciptakan suatu sistem dan mekanisme rekrutmen yang jelas
pula, bila perlu dikondisikan suatu keharusan agar perusahaan
menerima/menggunakan “sekian persen” tenaga kerja lulusan pendidikan perikanan
di perusahaan yang bersangkutan. Atau dapat pula dikembangkan
sistem “magang” tenaga kerja asal lulusan pendidikan perikanan. Hal yang
sama kiranya dapat dijajaki kemungkinan kerjasama
dengan perusahaan-perusahaan perikanan asing yang memang membutuhkan tenaga
kerja lulusan perikanan
Selain sistem informasi dan komunikasi yang
perlu dibangun untuk kepentingan pembangunan dan pengembangan perikanan di
daerah, juga dapat dikembangkan sistem kerjasama antara pusat dan daerah atas
kepentingan perencanaan pembangunan perikanan secara nasional. Dalam hal ini pemerintah pusat dapat menempatkan lulusan-lulusan
perikanan di daerah potensial dalam rangka pengembangan perikanan nasional.
Sedangkan untuk pengembangan daerah, Pemerintah Daerah dapat
langsung merekrut tenaga kerja-tenaga kerja lulusan pendidikan perikanan sesuai
informasi pusat dan kebutuhan daerah dengan sistem dan mekanisme yang diatur
tersendiri oleh daerah yang bersangkutan.
Pada alternatif
rekrutmen lulusan pendidikan perikanan yang difasilitasi pemerintah (Departemen
Kelautan dan Perikanan), perlu membuat sistem dan mekanisme yang jelas untuk
terselenggaranya program ini, mulai dari besarnya modal usaha menyiapkan sarana
dan prasarana, tempat pengembangan dan
waktu pembinaan dan pengawasan, serta kewajiban dan hak masing-masing pihak.
VI. Penutup
Pemikiran di atas
sebagai suatu alternatif solusi penanganan pendidikan perikanan tidak serta merta dapat diimplementasikan begitu
saja, karena ini baru merupakan gagasan
pikiran awal. Masih sangat
dibutuhkan pengkajian yang mendalam
tentang berbagai hal dan menyusun
langkah- langkah operasionalnya karena disadari bahwa banyak faktor akan turut mempengaruhi.
Disadari pula bahwa faktor-faktor tersebut saling terkait, saling tergantung dan akan memainkan peran dan kontribusinya
masing-masing yang bervariasi
menurut ukuran dan kepentingannya.
Akhirnya
diharapkan agar kajian SDM Perikanan lebih banyak
dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang sesungguhnya,
dan dengan demikian akan dapat ditangani dengan solusi yang tepat. Semoga ……
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous,
2001; Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Rl Nomor:
KEP.26 L/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Sekolah
Usaha Perikanan Menengah.
Sekretariat Jenderal Departemen
Kelautan dan
Perikanan,
_________ ,2002; Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Rl Nomor:
KEP.54/MEN/2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Akademi
Perikanan
Bitung. Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan dan
Perikanan,
.________ ,2002; Keputusan
Menteri Kelautan dan
Perikanan Rl Nomor:
KEP.55/MEN/2002 tentang
Organisasi dan Tata Kei-ja Akademi
Perikanan
Sidoarjo. Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan
dan Perikanan,
________ , 2002; Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Rl Nomor:
KEP.56/MEN/2002 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Akademi
Perikanan
Sorong. Sekretariat Jenderal
Departemen Kelautan
dan Perikanan,
________ , 2002; Keputusan Menteri Kesehatan Rl
Nomor:
KEP.1540/MENKES/SK/XII/2002 tentang Penempatan
Tenaga
Medis
Melalui Masa Bakti dan Cara Lain Departemen Kesehatan
Rl, Jakarta.
________ ,
2002; Laporan Tahunan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perikanan
Tahun
2002. Pusdikiat Perikanan, Jakarta.
________ ,2003;
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Rl Nomor:
KEP.33/MEN/2003 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekolah
Tinggi Perikanan.
Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan dan
Perikanan, Jakarta.
_________ 2003;
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah,
Effendi, Tadjuddin Noer, 1995; Sumber Daya manusia, Peluang
Kerja dan
Kemiskinan. PT. Tiara Wacana,