© 2003 Program Pasca Sarjana IPB Posted
25 September 2003
Makalah Kelompok 14
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
September 2003
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C.
Tarumingkeng (penanggung jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
Oleh :
I
Nyoman Suartha (SVT)
Yohannis L.R. Tulung (PTK)
Hapsari
Mahatmi (SVT)
Manusia untuk hidup perlu
makanan yang seimbang antara kandungan energi dan zat-zat yang diperlukan
tubuh. Makanan yang seimbang akan menyehatkan, walau pun begitu manusia sebenarnya
setiap saat tidak lepas dari ancaman penyakit. Ada sejumlah penyakit menular
asal hewan yang umum terjadi dimasyarakat seperti tuberkulosis, disamping
penyakit tetanus dan rabies. Wabah rabies terakhir di Indonesia terjadi di
Ambon. Sejak Agustus 2003 telah terjadi
gigitan 500 hewan diduga rabies ke manusia dan menyebabkan 10 korban meninggal
(Kompas, 2003).
Makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang rendah kandungan bahan tertentu bisa menimbulkan penyakit atau membuat tubuh menjadi rentan terhadap penyakit. Masyarakat Indonesia menurut Yudohusodo (2003) mengkonsumsi hanya satu butir telur dalam seminggu, padahal telur merupakan sumber protein dan lemak yang dapat diandalkan. Suatu riset yang dilakukan di negara maju yang ingin melihat kenapa konsumsi telur di negara AS yang industri ayamnya telah maju menemukan bahwa minat terhadap telur menurun karena memasak telur itu merepotkan, anak-anak dan kaum muda tidak peduli telur, dan telur dipandang sebagai makanan kelas dua (Baker, 1996).
Rendahnya konsumsi telur di Indonesia ini merupakan suatu tantangan untuk meningkatkan industri telur dan meningkatkan jumlah telur yang dikonsumsi masyarakat, karena jika dibandingkan dengan negara tetangga kita Malaysia mereka kini mengkonsumsi enam butir telur per orang seminggu (Yudohusodo, 2003). Guna meningkatkan produksi telur, perlu diupayakan peningkatan konsumsi telur masyarakat. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menambahkan sesuatu ke dalam telur, seperti membuat telur yang dihasilkan oleh ayam mengandung zat kebal terhadap penyakit tertentu. Hal ini mungkin dilakukan karena telur kini diketahui mengandung zat kebal yang diturunkan dari induk ke telur yang dihasilkan, dan zat kebal ini akan memberikan kekebalan kepada mereka yang mengkonsumsi telur itu (Nakai et al., 1994). Dengan melakukan promosi dan memberikan penjelasan yang terus menerus kepada masyarakat niscaya konsumsi dan produksi telur nasional bisa meningkat.
Beberapa penyakit berbahaya dan merupakan masalah yang serius adalah tuberkulosis, tetanus, demam typhoid dan diare yang diakibatkan oleh bakteri Escherichia coli. Hal ini terjadi akibat masih kurangnya kesadaran tentang sanitasi lingkungan dan gaya hidup sehat. Usaha pencegahan terhadap penyakit-penyakit tersebut sudah dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui kegiatan imunisasi terhadap balita, anak usia sekolah maupun pada orang dewasa. Namun demikian kasus yang terjadi masih cukup tinggi.
Penyakit tuberkulosis
merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan batuk berdahak, sesak napas,
lesu, napsu makan buruk serta sering diiringi dengan penurunan berat badan.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculose
yang terutama menyerang paru-paru. Penyakit tuberkulosis awalnya
diketahui sering menyerang orang-orang yang tinggal di wilayah kumuh dengan
tingkat sanitasi buruk disertai kualitas
nutrisi rendah, namun pada saat ini kejadian penyakit tuberkulosis
justru mulai nampak di negara maju seperti Amerika Serikat, hal ini dicurigai
terjadi akibat telah hilangnya
kekebalan alami dan meningkatnya kasus
AIDS (Acquired imunodeficiency syndrome). Pengobatan penyakit tuberkulosis berjalan
lama bahkan sampai satu tahun lebih yang harus dilakukan secara teratur. Usaha
pencegahan umumnya dilakukan dengan cara imunisasi pada bayi yang baru lahir.
Tetanus merupakan penyakit
yang diakibatkan oleh adanya spora dari bakteri Clostrdium tetani yang mencemari
luka pada bagian tubuh yang
kurang mendapat penangan yang benar. Selain itu sering terjadi pula pada saat
pemotongan tali pusar bayi yang baru lahir. Penyakit ini menyerang jaringan
saraf sehingga menimbulkan gejala saraf yaitu;
histeria, kejang-kejang, fotofobia, dan dapat diikuti dengan kematian
dalam waktu yang cepat. Pengobatan bagi penderita adalah dengan memberikan
suntikan serum antitetanus yang diperoleh dari kuda. Sedangkan .tindakan
pencegahan yang dilakukan umumnya dengan imunisasi pada anak-anak, calon ibu
ataupun orang dewasa. Imunisasi ulangan umumnya dilakukan setelah lima (http://tetanus/Kidhealth.org)
Demam tifoid (typhoid fever) atau lebih dikenal dengan penyakit tifus merupakan penyakit saluran cerna yang sering menyerang terutama anak-anak, meskipun orang dewasa dan orang tua juga dapat terserang. Di Indonesia umumnya demam tifoid banyak terjadi pada musim penghujan terutama di daerah dengan tingkat sanitasi rendah dan daerah langganan banjir. Penyebab penyakit tersebut adalah bakteri Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium. Penularan umumnya melalui makanan ataupun minuman yang tercemar oleh agen penyakit tersebut, penanganan yang kurang higenis ataupun dari sumber air yang digunakan untuk mencuci. Gejala yang timbul adalah mual, muntah, demam tinggi berfluktuasi, nyeri kepala hebat, nyeri perut yang diawali dengan sembelit dan kadang diikuti dengan diare yang bercampur darah. Pengobatan umumnya dilakukan bila pemeriksaan laboratorium memberikan hasil yang positip serta perlu adanya pemeriksaan laboratorium untuk menentukan jenis antibiotik yang paling tepat. Pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas sanitasi, air, produk makanan asal hewan seperti daging, susu segar ataupun produk makanan yang lain, sedangkan tindakan pencegahan dengan imunisasi tidak memberikan hasil yang baik sehingga sementara ini tidak dianjurkan (http://Salmonellosis/Kidhealth.org)
Telur bisa dikonsumsi oleh seluruh masyarakat
Indonesia tanpa tanpa memandang agamanya, karena tidak satupun yang melarang
umatnya untuk memakan telur. Memakan telur merupakan tindakan yang tidak
menyakiti, dengan demikian mengkonsumsi telur kemungkinan besar tidak akan
melanggar prinsip animal welfare.
Telur disamping harganya relatif murah jika dibandingkan dengan makanan berprotein hewani lainnya, telur mengandung protein cukup tinggi. Selain itu telur mudah disajikan dan dicerna. Rasanya yang lezat membuat telur di Indonesia digemari sebagian besar orang, mulai dari anak-anak sampai dewasa (Sarwono, 1997). Telur merupakan makanan yang paling aman dari cemaran kuman yang bisa membahayakan manusia, karena telur telah dilindungi oleh cangkangnya yang kuat. Adanya cangkang ini membuat telur mudah disimpan dalam suhu kamar, sebelum pemrosesan lebih lanjut. Disamping itu jumlah imunoglobulin yolk (IgY) atau zat kebal yang bisa dipanen dari kuning telur bisa mencapai setengah liter pada telur-telur ayam yang diproduksi selama satu bulan. Jumlah ini sepuluh kali lipat lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah yang dihasilkan dalam darah (Nakai et al., 1994). Besarnya kandungan zat kebal dalam telur ini, membuat telur dapat diandalkan sebagai pelindung manusia dari serbuan penyakit yang menyengsarakan atau mematikan.
Imunoglobulin Kuning Telur (IgY) Sebagai Bahan Imunoterapi
Teknologi
pemurnian imunoglobulin-Y unggas hingga kini belum dimanfaatkan untuk
tujuan terapi atau pencegahan, khususnya untuk pemberian kekebalan secara
pasif. Para peneliti masih menggunakan
imunoglobulin dari mamalia seperti kelinci, mencit putih, tikus, guinea pig dan
hewan mamalia besar seperti kuda, kambing, domba, dan sapi. Prosedur produksi antibodi
pada hewan tersebut menyebabkan hewan itu mengalami cekaman (stress). Cekaman
terjadi saat (1) melakukan imunisasi pada hewan dan (2) pengambilan darah untuk
memanen antibodi. Berkenaan dengan animal
welfare dan juga efisiensi biaya,
penggunaan antibodi dalam telur lebih bisa diterima dibandingkan dengan
penggunakan hewan percobaan mamalia (Svendsen et al., 1995).
Penggunaan
telur untuk imunoterapi sangat mungkin dilakukan karena antibodi di dalam darah
induk ayam dapat ditransfer ke dalam telur dalam jumlah yang cukup banyak.
Schade et al., (1996) Melaporkan
bahwa vaksinasi pada ayam menghasilkan konsentrasi antibodi spesifik yang sama
antara serum dan kuning telur. Konsentrasi
Ig Y pada kuning telur kandungannya konstan sampai oosit matang
(maturasi), dengan kandungan 10 sampai 20 mg/ml (Carlander, 2002). Biaya
produksi imunoglobulin pada telur unggas sangat murah (Warr and Higgins, 1993;
Makvandi and Fiuzi, 2002) Pemanfaatan Ig Y yang diisolasi dari telur unggas
untuk pengobatan dan pencegahan masih sedikit dan terbatas pada skala
laboratorium. Kermani-Arab et al.,
(2001) melaporkan bahwa Ig Y spesifik terhadap penyakit Marek pada ayam yang sengaja diberikan secara
pasif mampu menahan infeksi virus Marek.
Efek yang sama terhadap berbagai penyakit misalnya kolibasilosis (Makoto
et al., 1998), influenza (Bogoyavlensky
et al., 1999), salmonelosis
(Yokohama et al., 1998), toxoplasmosis gondii (Hassl et al., 1987) telah dilaporkan. Ig Y juga digunakan untuk melacak
adanya antigen permukaan pada penderita
hepatitis B ( Makvandi and
Fiuzi, 2002)
Telur merupakan sumber Ig Y yang sangat penting
disamping itu Ig Y unggas lebih tahan
terhadap suhu dan perubahan pH dibandingkan dengan Ig G, serta tidak
menyebabkan reaksi silang dengan komponen struktural jaringan mamalia dan sel
darah merah mamalia (Larsson et al.,
1993). Hal ini memberikan indikasi bahwa penggunaan Ig Y dalam diagnostik
immunologi akan menghasilkan reaksi yang lebih spesifik. Hassl
et al., (1987) melaporkan
bahwa spesifisitas antibodi serum Ig Y ayam
yang diimunisasi dengan antigen Toxoplasma gondii lebih tinggi
dibandingkan dengan serum antibodi Ig G kelinci yang diimunisasi dengan antigen
yang sama. Lebih lanjut, antibodi spesifik (Ig Y) yang ada dalam darah induk
ayam, dapat ditransfer secara baik ke dalam telur. Kandungan titer Ig Y dalam
darah dan dalam telur tidak nyata berbeda (Larsson et al., 1993). Sehingga telur
dapat digunakan sebagai sumber
protein hewani dan sebagai pabrik untuk memproduksi
antibodi ( van Regenmortel, 1993; Lach, et
al., 1986).
Adanya imunoglobulin Y di dalam telur memberikan
prospek yang sangat berarti, dalam pemberian kekebalan pasif pada kasus
penyakit yang berbahaya (Polson et al.,
1980). Prinsip pengebalan adalah pasif,
artinya transfer kekebalan terhadap beberapa penyakit dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi telur yang “dibuat telah mengandung zat kebal” dan dipreparasi
secara khusus. Imunoglobulin Y unggas mengenal lebih banyak epitop protein
mamalia dibandingkan dengan imunoglobulin kelinci, sehingga cocok untuk percobaan
imunologi untuk protein mamalia (Schade et
al., 1996). IgY unggas juga dapat
diproduksi apabila antigen yang kita gunakan dalam jumlah sedikit atau
memerlukan pengawetan tinggi seperti hormon.
Tahapan dalam memproduksi Ig Y adalah : ayam
divaksinasi melalui otot dada
menggunakan antigen sebanyak 50 ml. Antigen itu dicampur dengan Freund adjuvant
(zat pelarut antigen) sama banyak. Ayam divaksinasi dengan volume emulsi
antigen sebanyak 1 ml/ekor. Vaksinasi diulang dua sampai tiga kali dengan interval
waktu dua minggu, selanjutnya ayam divaksinasi setiap satu bulan. Ayam yang
digunakan adalah ayam betina yang siap bertelur (Carlander, D. 2001).
DAFTAR PUSTAKA
-------------- Tetanus . http://tetanus/Kidhealth.org. [18 Agustus 2003]
-------------- Salmonellosis. http://tetanus/Kidhealth.org. [18 Agustus 2003]
Baker, R.C. 1996. Value Added Products and
Support The Egg Market. World Poult. 12 :
43 – 47.
Bogoyavlensky, A. P., V. E. BersinV. P.
Tolmachva. 1999. Immunogenicity of
Influenza Glycoprotein with Different Forms of
Supramolecular Organization in Hens. Balt.
J. Lab. Anim. Sci. 4 : 99 - 105.
Hassl, A., H. Aspock, H. Flamm. 1987. Comparative Studies on the Purity and
Specificity of Yolk Immunoglobulin Y Isolated from
Eggs Laid by Hens Immunized with Toxoplasma gondii. Zentralbl Bakteriol Mikrobiol Hyg (A) 267 : 247 – 253.
Kermani-Arab, V.,
T. Moll, B. R. Cho, W. C. Davis, Y.S. Lu. 2001. Effects of Ig Y
Antibodi on The Development
of Marek’s. Disease. Avian Dis 20 : 32 – 41.
Kompas. 2003. Rabies Merajalela di Ambon, 10 Orang Tewas. Jumat, 19 September
2003. Hal 1
& 11.
Larsson, A., R-M Balow, T.
L. Lindahl, and P-O Forsberg. 1993. Chicken
Antibodies Taking Advantage
of Evolution. A Review. Poultry Science
72 : 1807 – 1812.
Makoto, S. C. F. Robert, N.
Shuryo. 1998. Anti-E. coli Immunoglobulin in Y
Isolated from Egg Yolk of
Immunized Chicken as a Potensial Food Ingredient. J. Food Sci. 53 : 1361 – 1365.
Makvandi, M., and R. Fiuzi.
2002. Purification of Anti-HbsAg from Egg Yolks of
Immunized Hens and Its
Application for Detection of HbsAg. Arch
Iranian Med. 5 (2) : 91 – 93.
Nakai, S., E. Li-chan, and
K.V. Lo. 1994. Separation of Immunoglobulin From Egg
Yolk. In Egg Uses and
Processing Technologies. Edited by J.S. Sim and S. Nakai. CAB Intl pp 94 – 105.
Polson, A., M. B. von
Wechmar, and M. H. V. von Regenmortel. 1980. Isolation of
Viral IgY Antibodies from
Yolk of Immunized Hens. Immunological
Communication 9 : 475 – 493.
Sarwono, B. 1997. Pengawetan
dan Pemanfaatan Telur.
Penebar
Swadaya. Jakarta
hal: 2–3.
Schade, R., C. Staak, C.
Hendriksen, M. Erhard, H. Hugl, G. Koch, A. Larsson, W.
Pollmann, M van Rogenmortel,
E. rijke, H Spielmann, H Steinbusch, and D. Straughan. 1996. The Production of
Avian (Egg Yolk) Antibodies : Ig Y. Alternatives
to Laboratorium Animal. 24 : 925 – 934.
Svendsen, L., A. Crowley,
L.H. Ostergaard, G. Stodulski, J. Hau. 1995.
Development and Comparison
of Purification Strategies for Chicken Antibodies from Egg Yolk. Lab. Anim. Sci. 45 : 89 – 93.
van Regenmortel, M.H. V.
1993. Eggs as Protein and Antibodi Factory. In
Proceedings of The European Symposium on the Quality of Poultry Meat. Pp 257 -263. Tours ,
France INRA.
Warr, G. W., D. A.
Higgins. 1993. Duck Immunoglobulins :
Structure, Functions and
Melecular
Genetics. Avian Pathol 22 : 211- 236.
Yokohama, H., R. C. Peralta, K. Umeda, T. Hashi, F. C. Icalto, M Kuroki.
1998.
Prevention of Fatal
Salmonellosis in neonatal Calves, Using Orally Administered Chicken Egg Yolk
Salmonella-spesific Antibodies. Am. J.
Vet. Res. 59 (4) 416 – 420.
Yudohusodo,
S. 2003. Pembangunan Indonesia Berbasis Pertanian. Seminar Forum
Mahasiswa Pascasarjana IPB. Darmaga 4 September 2003.