ã 2003  Wini Trilaksani                                                    Posted    11 June 2003

Term paper

Intoductory Science Philosophy (PPS702)                      

Graduate Program / S3

Institut Pertanian Bogor

June 2003

 

Instructors :

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 Dr Bambang Purwantara

 

 

ANTIOKSIDAN:

Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan  Peran Terhadap Kesehatan

 

Oleh:

 

 

Wini Trilaksani

C 561020051 (TKL)

E-mail: wini_trilaks@plasa.com

 

 

 

I. PENDAHULUAN

Ungkapan “Anda adalah apa yang anda makan” berlaku untuk beberapa segi kehidupan termasuk kesehatan dan kecantikan. Kesehatan adalah hal terpenting dan utama dalam kehidupan manusia dibandingkan yang lainnya seperti kedudukan, kekuasaan, kekayaan, nama baik yang biasanya menjadi obsesi manusia. Tanpa kesehatan yang baik apapun yang diperoleh menjadi tidak bermakna dan orang yang tidak sehat tentunya tidak bahagia karena selalu memikirkan cara untuk bertahan hidup (Chang, 1997). Oleh karena itu sehat dan bugar tanpa mengenal usia tentunya merupakan suatu dambaan setiap orang. Seperti ungkapan pada awal tulisan ini, kondisi kesehatan tentunya tidak terlepas dari apa yang dimakan sehari-hari.

Suatu studi Epidermiologi menunjukkan ada keterkaitan antara status kesehatan dan usia harapan hidup masyarakat dengan pola konsumsinya. Masyarakat diwilayah yang terlalu banyak mengkonsumsi protein, lemak, gula dan garam misalnya, ternyata lebih banyak ditemukan penderita penyakit-penyakit degeneratif dibandingkan masyarakat wilayah yang banyak mengkonsumsi karbohidrat, serat dan vitamin.

Negara dengan mayoritas penduduk berusia panjang seperti Jepang mempunyai menu tradisional yang kaya akan kacang-kacangan, sayur dan buah serta kebiasaan minum teh hijau. Pada masyarakat eskimo yang hidupnya tidak terlepas dari konsumsi ikan (hasil perikanan baik Shellfish maupun finfish) tidak ditemukan atau jarang ditemukan penderita penyakit jantung, studi lain menyatakan bahwa kelompok mayarakat yang terbiasa mengkonsumsi susu fermentasi ternyata juga mempunyai rata-rata usia lebih panjang.

Pada tulisan ini akan dibahas peran diet dengan makanan yang mengandung banyak antioksidan terhadap kesehatan, mengingat prevalensi penyakit degeneratif yang terus meningkat di Indonesia, sementara bila dilihat biodiversity kita begitu luas dan beragam tentunya sangat bermanfaat.

 

II. ANTIOKSIDAN DAN SUMBERNYA

 

Berbagai definisi telah diberikan untuk menggambarkan “Antioksidan”. Secara umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid ( Kochhar dan Rossell, 1990) Menurut Cuppert (1997) Disitir Widjaya (2003) antioksidan dinyatakan sebagai senyawa secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi.

            Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan ini.

            Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami ( antioksidan hasil ekstraksi bahan alami)

1.            Antioksidan Sintetik

Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar diseluruh dunia, yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat, Tert-Butil Hidoksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991)

BHA memiliki kemampuan antioksidan (carry through, kemampuan antioksidan baik dilihat dari ketahanannya terhadap tahap-tahap pengelolaan maupun stabilitasnya pada produk akhir) yang baik pada lemak hewan dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak tanaman. BHA bersifat larut lemak dan tidak larut air, berbentuk padat putih dan dijual dalam bentuk tablet atau serpih, bersifat volatil sehingga berguna untuk penambahan ke materi pengemas (Buck,     1991 ; Coppen, 1983).

            Menurut Sherwin (1990), antioksidan sintetik BHT memiliki sifat serupa BHA, akan memberi efek sinergis bila dimanfaatkan bersama BHA, berbentuk kristal padat putih dan digunakan secara luas karena relatif murah. Propil galat mempunyai karakteristik sensitif terhadap panas, terdekomposisi pada titik cairnya 148 0C, dapat membentuk komplek warna dengan ion metal, sehingga kemampuan antioksidannya rendah. Selain itu, propil galat memiliki sifat berbentuk kristal padat putih, sedikit tidak larut lemak tetapi larut air, serta memberi efek sinergis dengan BHA dan BHT (Buck, 1991).

            TBHQ dikenal sebagai antioksidan paling efektif  untuk lemak dan minyak, khususnya minyak tanaman karena memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada penggorengan tetapi rendah pada pembakaran. Bila TBHQ direkomendasikan dengan BHA yang memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada pemanggangan akan memberikan kegunaan yang lebih luas . TBHQ dikenal berbentuk bubuk putih sampai coklat terang, mempunyai kelarutan cukup pada lemak dan minyak, tidak membentuk kompleks warna dengan Fe dan Cu tetapi dapat berubah pink dengan adanya basa (Buck,1991).

            Tokoferol merupakan antioksidan alami yang dapat ditemukan hampir disetiap minyak tanaman, tetapi saat ini telah dapat diproduksi secara kimia. Tokoferol memiliki karakteristik berwarna kuning terang, cukup larut dalam lipida karena rantai C panjang. Pengaruh nutrisi secara lengkap dari tokoferol belum diketahui, tetapi a-tokoferol dikenal sebagai sumber vitamin E. Didalam jaringan hidup, aktivitas antioksidan tokoferol cenderung a->b->g->d-tokoferol, tetapi dalam makanan aktivitas tokoferol terbalik d->g->b->a-tokoferol (Belitz dan Grosch, 1987). Menurut Sherwin (1990), urutan tersebut kadang bervariasi tergantung pada substrat dan kondisi-kondisi lain seperti suhu.

 

Tabel 1. Contoh antioksidan untuk produk pangan di beberapa negara*

Amerika Serikat

Kanada

EEC**

Senyawa fenolik

 

 

Butil Hidroksi Anisol (BHA)

BHA

BHA

Butil Hidroksi Toluen (BHT)

BHT

BHT

Tert Butil Hidroksi Quinon (TBHQ)

Propil galat

Propil galat

Trihidroksibutiropenon

Tokoferol

Dodesil galat

Propil galat

 

Oktil galat

Tokoferol

 

Tokoferol

4-hidroksimetil-2,6-ditertier butilfenol

 

 

Asam dan ester

 

 

Diauril tiopropionat

Asam askorbat

Asam askorbat

Asam tiodipropionat

Askorbil palmitat

Askorbil palmitat

 

Askorbil stearat

Kasium askorbat

 

Asam sitrat

Sodium askorbat

 

Lesitin sitrat

 

 

Monogliserida sitrat

 

 

Monoisopropil sitrat

 

 

Asam tartarat

 

Lain-lain

 

 

Glisin

Gum guaiac

 

Gum guaiac

Lesistin

 

Lecithin

 

 

*Buck (1991)

 

**European Economic Community

 

Sedangkan pada tabel 2 dapat dilihat penggolongan penghambat seluler oksidasi lemak.

 

Tabel 2. Inhibitor seluler oksidasi lemak

Inhibitor yang larut air

Inhibitor yang larut lemak

Superoksida disimutase

Tocopherols

Katalase

Ubiquinal

Peroksidase, contoh glutatione peroxidase

Carotenoids

Chelators of iron

 

Reducing agents and free radical scavengers contoh askorbat

 

Hydroxy scavengers

 

Ferroxidases

 

Pospolipases, proteases

 

Sumber Hultin (1994)

 

2.      Antioksidan Alami

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt,1992).

            Menurut Pratt dan Hudson (1990), kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 250.000 sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari (Pratt,1992).

            Menurut Pratt dan Hudson (1990) serta Shahidi dan Naczk (1950, senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organic polifungsional. Ditambahkan oleh Pratt (1992), golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon,flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat beraksi sebagai (a) pereduksi, (b) penangkap radikal bebas, (c) pengkelat logam, (d) peredam terbentuknya singlet oksigen.

            Menurut Markham (1988), kira-kira 2 % dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Ditulis oleh Pratt dan Hudson (1990) kebanyakan dari golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan baik didalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida.

            Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain (Pratt,1992).

            Tumbuhan rempah-rempah sudah sejak lama dikenal kegunaannya untuk manusia, misalnya untuk memberi aroma, rasa pada makanan, untuk obat-obatan, atau memiliki sifat antiseptik. Nakatani (1992) telah merangkum hasil penelitian dari beberapa peneliti dunia dan menyebutkan bahwa tumbuhan rosemary dan sage memiliki antioksidan efektif untuk memperlambat kerusakan oksidatif pada lemak babi, begitu pula antioksidan dari tumbuhan thyme, oregano, pala, bunga pala dan kunyit. Sementara cengkeh memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi didalam emulsi minyak dalam air dibanding kunyit, bunga pala, rosemary, pala, jahe, oregano, dan sage. Tumbuhan laut yang diketahui mempunyai senyawa antioksidan adalah Gelidiopsis sp.

            Keefektifan antioksidan dari rempah-rempah kemudian menarik untuk dicobakan pada berbagai jenis makanan, dan hasil-hasil penelitian tersebut merangsang para peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi komponen-komponen aktif dari berbagai jenis rempah. Senyawa-senyawa fenolik volatile seperti eugenol, isoeugenol, thymol dan lain-lain memiliki aktivitas antioksidan menonjol, namun mereka memiliki odor yang terlalu kuat sehingga membatasi kegunaannya sebagai bahan tambahan pangan. Curcumin  adalah antioksidan berwarna kuning pekat  yang diisolasi dari kunyit, sementara Capsaicin

yang diisolasi dari cabe berasa sangat pedas, warna dan rasa tersebut menyebabkan kurang praktisnya dalam penggunaan. Oleh karena itu, para peneliti kemudian mengalihkan perhatian pada isolasi komponen aktif antioksidan dari fraksi-fraksi non volatile yang memiliki sifat-sifat antioksidan lebih menyenangkan, tidak berbau, berasa dan tidak berwarna. Kemudian lebih lanjut penelitian ditekankan pada senyawa-senyawa fenolik non volatil yang memiliki aktivitas antioksidan (Nakatani,1992).

            Daun Rosemary (Rosmarinus officinalis L)  merupakan salah satu rempah-rempah efektif yang telah luas digunakan dalam pengolahan makanan. Oleh beberapa peneliti ditemukan bahwa dari daun rosemary ini telah berhasil diisolasi beberapa senyawa antioksidan yaitu karnosol, rosmanol, isorosmanol, epirosmanol, rosmaridifenol dan rosmariquinon.

            Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) biasa digunakan sebagai bumbu atau obat tradisional. Komponen-komponen pedas dari jahe seperti  6 gingerol dan 6-shogaol dikenal memiliki aktivitas antioksidan cukup. Dari ekstrak jahe yang telah dibuang komponen volatilnya dengan destilasi uap, maka dari fraksi non volatilnya setelah pemurnian ditemukan empat senyawa turunan gingerol dan empat macam diarilheptanoid yang memiliki aktivitas antioksidan kuat. Cabe (Capsicum frutescens L) memiliki senyawa antioksidan yang disebut Capsaicin dan Capsaicinol, sementara dari lada dapat diisolasi lima macam senyawa antioksidan fenolik amida yang tidak berasa pedas serta memiliki struktur kimia yang serupa dengan senyawa piperin yang berasa pedas (Nakatani,1992).

            Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan telah berhasil diisolasi dari kedelai (Glycine max L.), salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid kedelai adalah unik dimana dari semua flavonoid yang terisolasi dan teridentifikasi adalah isoflavon. Isoflavon kedelai terutama berupa 7-O-monoglukosida-isoflavon, dimana bagian glikosidanya 100 kali bagian aglikonnya. Senyawa antioksidan alami isoflavon dari kedelai tersebut adalah 5,7,5’-trihidroksiisoflavon-7-0-monoglukosida (genistein) 7,4’-dihidroksiisoflavon-7-0monoglukosida (daidzein), dan 7,4;-dihidroksi6-metoksi-isoflavon-7-0-monoglukosida (glycitein). Isoflavon lain dari kedelai adalah 6,7,4’-trihidroksiisoflavon yang hanya terdapat pada produk-produk kedelai terfermentasi (Pratt,1992).

            Menurut Shahidi dan Naczk (1995), selain isoflavon, kedelai dan produk-produk kedelai merupakan sumber berbagai macam senyawa antioksidan yang merupakan golongan dari turunan asam sinamat, fosfolipida, tokoferol, asam amino dan peptida.

            Dirangkum oleh Pratt (1992), dari biji kapas dapat diisolasi beberapa antioksidan alami dari golongan flavonoid, yaitu dari jenis aglikon flavonol, dan dari jenis flavonol glikosida. Jenis aglikon flavonol dari biji kapas meliputi quersetin, kaemferol, gosipetin, dan herasetin. Antioksidan flavanonol adalah dihidroquersetin, sedangkan jenis flavonol glikosida meliputi rutin (quersetin-3-ramnoglukosida), quersetrin (quersetin-3-ramnoglukosida), dan isoquersitrin (quersetin-3-glukosida).

            Pada kacang (Arachis hypogea) ditemukan senyawa antioksidan alami taxifolin, dan pada wijen (Sesamum indicum) memiliki antioksidan sesamin, sesamolin, dan sesamol (Sherwin,1990). Sementara dari biji bunga matahari dapat diperoleh antioksidan alami turunan asam sinamat, yaitu asam klorogenat dan asam kafeat (Shahidi dan Naczk,1995).

 

3.  Sifat-sifat Antioksidan

            Secara umum, menurut Coppen (1983), antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut (a) aman dalam penggunaan, (b) tidak memberi flavor, odor, warna pada produk, (c) efektif pada konsentrasi rendah, (d) tahan terhadap proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan yang baik), (e) tersedia dengan harga yang murah. Ciri keempat merupakan hal yang sangat penting karena sebagian proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Suhu tinggi akan merusak lipida dan stabilitas antioksidan  yang ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan. Kemampuan bertahan antioksidan terhadap proses pengolahan sangat diperlukan untuk dapat melindungi produk akhir.

            Sebagaimana suatu benda pada umumnya, antioksidan juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan tersebut meliputi (a) antioksidan tidak dapat memperbaiki flavor lipida yang berkualitas rendah, (b) antioksidan tidak dapat memperbaiki lipida yang sudah tengik, (c) antioksidan tidak dapat mencegah kerusakan hidrolisis, maupun kerusakan mikroba (Coppen, 1983).

           

III. MEKANISME OKSIDASI LIPIDA

 

            Menurut Meyer (1973) dan Hamilton (1983), autooksidasi lipida berjalan dengan dua tahap. Selama tahap pertama, oksidasi berjalan lambat dengan laju kecepatan seragam. Tahap pertama ini sering disebut periode induksi. Oksidasi pada periode induksi ini berlangsung beberapa waktu sampai pada waktu titik tetentu dimana reaksi memasuki tahap kedua yang mempunyai laju oksidasi dipercepat. Laju pada oksidasi tahap kedua beberapa kali lebih cepat dari laju oksidasi tahap pertama. Umumnya lemak dan miyak mulai terasa tengik pada awal tahap kedua. Asam lemak yang memiliki ikatan rangkap lebih banyak (misal asam linoleat) bereaksi lebih cepat dibanding yang berikatan rangkap lebih sedikit (metil oleat) sehingga periode induksinya lebih pendek.

            Mekanisme oksidasi lipida tidak jenuh diawali dengan tahap inisiasi, yaitu berbentuknya radikal bebas (R*) bila lipida kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada group metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap –C=C-  (buck, 1991). Ditambahkan oleh Gordon (1990), tahap inisiasi terjadi karena bantuan sumber energi ekstenal seperti panas, cahaya atau energi tinggi dari radiasi, inisiasi kimia dengan terlarutnya ion logam atau metaoprotein seperti haem.

            Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana autooksidasi berawal ketika radikal lipida (R*) hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (ROO*). Reaksi oksigenasi ini terjadi sangat cepat dengan energi aktivitas hampir nol sehingga konsentrasi ROO* yang terbentuk jauh lebih besar dari konsentrasi R* dalam sistem makanan dimana oksigen berada (Gordon, 1990). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengekstrak ion hidrogen dari lipida lain (R1H) membentuk hidroperoksida (ROOH) dan molekul radikal lipida baru (R1*). Selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan berulang sehingga merupakan reaksi berantai.

            Tahap terakhir oksidasi lipida adalah tahap terminasi, dimana hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehit, keton, alkohol dan asam.

            Faktor-faktor dan kondisi yang dapat ikut berperan pada oksidasi lipida adalah (a) panas, setiap peningkatan suhu sebesar 10 oC laju kecepatan meningkat dua kali, (b) cahaya, terutama ultraviolet yang merupakan inisiator dan katalisator kuat, (c) logam berat, logam terlarut seperti Fe,Cu merupakan katalisator kuat meski dalam jumlah kecil, (d) kondisi alkali, kondisi basa, ion alkali merangsang radikal bebas,   (e) tingkat ketidak jenuhan, jumlah dan posisi ikatan rangkap pada molekul lipida berhubungan langsung dengan kerentanan terhadap oksidasi, sebagai contoh asam linoleat lebih rentan dibanding asam oleat (+) ketersediaan oksigen (Buch, 1991).

 

 

IV. MEKANISME KERJA ANTIOKSIDAN

 

            Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon,1990).

            Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 1). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990). Menurut Hamilton (1983), radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal.

 

Inisiasi      ;    R*        +        AH    --------------------------RH      +      A*

                       Radikal lipida

 

Propagasi  :    ROO*    +       AH     ------------------------- ROOH  +     A*

 

Gambar 1. Reaksi Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon                

                  1990).

 

            Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 2). Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sample yang akan diuji.

 

AH   +      O2           -----------------------------   A*         +         HOO*

 

AH    +      ROOH   -----------------------------    RO*   +         H2O      +       A*

 

Gambar 2. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon

                  1990).

 

            Stuckey (1972) berpendapat bahwa penghambatan oksidasi lipida oleh antioksidan melalui lebih dari satu mekanisme tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan. Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan tersebut yaitu (a) pemberian hidrogen, (b) pemberian elektron, (c) penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan, (d) pembentukan kompleks antara lipida dan cincin aromatik antioksidan. Studi lebih lanjut mengamati bahwa ketika atom hidrogen labil pada suatu antioksidan tertentu diganti dengan deuterium, antioksidan tersebut menjadi tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme penghambatan dengan pemberian hidrogen lebih baik dibanding pemberian elektron. Beberapa peneliti percaya bahwa pemberian hidrogen atau elektron merupakan mekanisme utama, sementara pembentukan kompleks antara antioksidan dengan rantai lipida adalah reaksi sekunder.

            Antioksidan sekunder, seperti asam sitrat, asam askorbat, dan esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut (a) memberikan suasana asam pada medium (sistem makanan),  (b) meregenerasi antioksidan utama, (c) mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, (d) menangkap oksigen. (e) mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen (Gordon, 1990).

            Antioksidan sebaiknya ditambahkan ke lipida seawal mungkin untuk menghasilkan efek maksimum. Menurut Coppen (1983), antioksidan hanya akan benar-benar efektif bila ditambahkan seawal mungkin selama periode induksi, yaitu suasana periode awal oksidasi lipida terjadi dimana oksidasi masih berjalan secara lambat dengan kecepatan seragam.

 

V. PERANAN ONTIOKSIDAN TERHADAP KESEHATAN

            Proses penuaan dan penyakit degeneratif seperti kanker kardiovaskuler, penyumbatan pembuluh darah yang meliputi hiperlipidemik, aterosklerosis, dan trombosis (penyebab stroke dan darah tinggi) serta terganggunya sistem imun tubuh dapat disebabkan oleh stress oksidatif.

            Stress oksidatif sendiri berarti keadaan  tidak seimbangnya jumlah oksidan dan prooksidan dalam tubuh, Pada kondisi ini, aktivitas molekul radikal bebas  atau spesies oksigen reaktif (SOR) dapat menimbulkan kerusakan seluler dan genetika. Kekurangan zat gizi dan adanya senyawa xenobiotik dari makanan atau lingkungan yang terpolusi akan memperparah keadaan tersebut.

            Bila umumnya masyarakat Jepang atau beberapa masyarakat Asia jarang mempunyai masalah dengan berbagai penyakit degeneratif, hal ini disebabkan oleh menu sehat tradisionalnya yang kaya zat gizi dan komponen bioaktif, Zat-zat ini mempunyai kemampuan sebagai antioksidan, yang berperan penting dalam menghambat reaksi kimia oksidasi, yang dapat merusak makromolekul dan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan.

            Peran antioksidan bagi kesehatan tubuh telah banyak mendapat perhatian dari banyak kalangan ilmuwan sejak beberapa dasawarsa lalu. Ratusan penelitian antioksidan telah dilaporkan pada forum - forum publik. Di lain pihak, keinginan masyarakat awam untuk memperoleh khasiat antioksidan pun tak kalah serunya.”Demam Antioksidan “ini selain terlihat jelas oleh munculnya produk antioksidan komersial mulai dari pangan fungsional hingga suplemen dalam waktu singkat, juga terlihat jelas pada keinginan orang untuk berkunjung ke negeri sakura dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Saat ini tersedia beragam jenis minuman dan makanan kaya antioksidan. Ada yang sekedar memfortifikasi (memperkaya) produk dengan komponen-komponen aktif antioksidan  dan bahkan ada pula yang langsung memanfaatkan bahan baku yang kaya akan antioksidan.

 

1. Pencernaan dan Antioksidan

            Secara terus-menerus, tubuh kita mengalami proses oksidasi setiap hari yang akan menghasilkan radikal bebas. Namun demikian, pembawa radikal bebas  dan SOR yang dominan berasal dari makanan dan minuman yang kita konsumsi.

            Contoh sederhana sumber makanan pembawa radikal bebas adalah makanan yang digoreng  dengan minyak goreng yang telah digunakan berulang, seperti makanan jajanan tahu, pisang, tempe, bakwan goreng, dan lain-lain.

            Tubuh kita memiliki kemampuan menetralkan dengan dihasilkannya zat-zat yang bersifat antioksidan dalam berbagai system metabolisme tubuh. Selain itu, seperti yang dilaporkan Nabet (1996), Disitir Widjaya (2003) bahwa zat antioksidan alami yang bersifat gizi dan non gizi telah banyak ditemukan pada bahan pangan. Antioksidan ini akan sangat membantu dalam menekan pembentukan radikal bebas dan SOR yang mungkin terbentuk selama proses pencernaan, serta mengurangi keaktifan zat-zat yang merugikan tubuh.

             Peran antioksidan juga terlihat jelas pada penyakit-penyakit gastro-enterologi. Pasien kholestatik yang meningkat level MDA eritrosit dan rendah konsentrasi vitamin E dalam serumnya, memerlukan vitamin E dalam dosis tinggi.

            Penyakit maag (ulcero-necrotic enterocolitis) dilaporkan juga terkait dengan radikal bebas dan defisiensi pertahanan antioksidan. Timbulnya atau tumbuh kembalinya polip pada usus pun diduga terkait dengan radikal pengoksidasi.

 

2. Antioksidan Vs Kardiovaskular dan Kanker

            Peran positif antioksidan terhadap penyakit kanker dan kardiovaskuler (terutama yang diakibatkan oleh aterosklerosis / penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah) juga banyak disoroti. Antioksidan berperan dalam melindungi lipoprotein densitas rendah (LDL) dan sangat rendah (VLDL) dari reaksi oksidasi. Lemak jenuh merupakan bagian terbesar dari lipoprotein densitas rendah (LDL, lipoprotein pembawa kolesterol utama dalam plasma) dan oksidasi pada lemak inilah yang akan menyebabkan terjadinya aterosklerosis.

            Pencegahan aterosklerosis ini dapat dilakukan dengan menghambat oksidasi LDL menggunakan antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan.

            Adapun untuk kanker dan tumor banyak ilmuwan spesialis setuju bahwa penyakit ini berawal dari mutasi gen atau DNA sel. Perubahan pada mutasi gen dapat terjadi melalui mekanisme kesalahan replikasi dan kesalahan genetika yang berkisar antara 10-15 %, atau faktor dari luar yang merubah struktur DNA seperti virus, polusi, radiasi, dan senyawa xenobiotik dari konsumsi pangan sebesar 80-85 %. Radikal bebas dan reaksi oksidasi berantai yang dihasilkan jelas berperan pada proses mutasi ini. Dan resiko ini sebenarnya dapat dikurangi dengan mengkonsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup.

            Hasil penelitian pada pertengahan tahun 80-an yang menunjukkan bahwa beta karoten mampu mengurangi resiko kanker paru-paru, merupakan ide awal perhatian terhadap keterkaitan antioksidan dalam menghambat penyakit ini. Mekanisme aktivitas antitumor atau kanker dengan senyawa kimia dapat melalui 3 cara yaitu : menghambat bioktifikasi karsinogenesis, menutup jalur pembentukan sel ganas (blocking agent) oleh antioksidan,  serta menekan dan memanipulasi hormon (Okey dkk,1998 dan Disitir Widjaya, 2003). Jadi aktivitas antioksidan, selain dapat mencegah autooksidasi yang menghasilkan radikal bebas dan SOR, juga dapat menekan proliferasi (perbanyakan) sel kanker.         

           

 

PENUTUP

 

            Hasil oksidasi lemak pada makanan ternyata mempunyai dampak yang signifikan terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Sehingga mengetahui dan mengerti tentang pencegahan proses oksidasi ini sangat diperlukan yang pada gilirannya sangat bermanfaat pada pemeliharaan kesehatan setiap individu. Begitu pula dengan mengetahui berbagai macam jenis antioksidan yang ada di alam serta manfaatnya bagi kesehatan tubuh sangat membantu kita dalam mengatur pola makan untuk mendapatkan tubuh sehat dan bugar serta cantik alami.

            Berbagai telaah tentang antioksidan masih perlu dilakukan mengingat manfaatnya yang besar bagi kesehatan dan kecantikan. Bahan-bahan alam dari laut seperti tumbuhan mikro alga dan hewan laut perlu di eksplorasi karena kandungan bio aktifnya terutama antioksidan belum secara tuntas dieksplorasi.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Andarwulan, N dan D. Fardiaz. 1994. Isolasi dan karakterisasi Antioksidan Alami dari Jinten ( Curcumin Cyrumin Linn )

 

Belitz , H.D. dan W. Grosch.1978. Food Chemistry. Springer Verlag, Berlin

 

Buck , D.F. 1991. Antioxidants. Didalam: J. Smith, editor. Food Additive User’s

 

Handbook. Blackie Academic & Profesional, Glasgow-UK.

 

Hultin. H.O. 1994. Oxidation of Lipids in Seafoods. Di dalam Busta ; J. R and Shalidi. F. (editor) Seafood : Chemistry. Processing Technology and Quality. Blackie Academic and Professional.

 

Christie, W.W. 1982. Extraction And Hydrolysis of lipids and some reaction of their fatty acid components. Di dalam: H.K. Mangold, G. Zweig, dan J. Sherma, editor. Hand Book of Chromatography Lipids. Vol. I. CRC Press. Inc., Boca Raton-Florida.

 

Coppen, P.P 1983. The use of antioxidant. Di dalam: J.C. Allen dan R.J Hamilton, editor. Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London.

 

Gordon, M.H 1990. The mechanism of antioxidants action in vitro. Di dalam: B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London.

 

Hamilton, R.J. 1983. The chemistry of rancidity in foods. Di dalam: J.C. Allen dan R.J. Hamilton, editor. Rancidity in Foods. Applied science Publishers, London.

 

Kochar, S.P. dan B. Rossell. 1990. Detection estimation and evaluation of antioxidants in food system. Di dalam : B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elvisier Applied Science. London.

 

Loliger, J. 1983. natural antioxidants. Di dalam: J.C. Allen dan R.J. Hamilton, editor. Rancidity in Foods. Applied Science Publishers. London.       

 

Meyer, L.H. 1973. Food Chemistry. Affiliated East-West Press PVT Ltd., New Delhi

 

Naczk dan Shahidi (1991). Critical Evaluation of Quantification Methods of Rapeseed Tannins. Di dalam : Rapeseed in a Changing world. Proceedings of The 8th International Rapeseed Congress. Volume 5. McGregor, D.I.Ed., Saskatoon, Canada.

 

Nakatani, N. 1992. Natural Antioxidants From Spices. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. American Society, Washington DC.

 

Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. American Society, Washington DC.

 

Pratt, D.E. dan B.J.F. Hudson. 1990. Natural Antioxidants not Exploited Comercially. Di dalam : B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.

 

Shahidi, F. dan M. Naczk. 1995. Food Phenolics. Technomic pub. Co. Inc. Lancester-Basel.

 

Widjaya, C.H. 2003. Peran Antioksidan Terhadap Kesehatan Tubuh. Healthy Choice. Edisi IV.