ã 2003 Ruchyat Deni Djakapermana Posted 5 April, 2003
Makalah
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
April 2003
Dosen :
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
PENATAAN RUANG WILAYAH PULAU
KALIMANTAN SEBAGAI SUATU KONSEPSI PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN
MENGOPTIMASIKAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
Oleh :
P O62024244 PSL IPB
I.
PENDAHULUAN
Pengembangan
wilayah merupakan suatu upaya untuk mendorong terjadinya perkembangan wilayah
secara harmonis melalui pendekatan yang bersifat komperhensif mencakup aspek
fisik, ekonomi, sosial, dan budaya (Misra R.P, ”Regional Development”,1982). Pada dasarnya pendekatan pengembangan
wilayah ini digunakan untuk lebih mengefisiensikan pembangunan dan konsepsi ini
tersus berkembang disesuaikan dengan tuntutan waktu, teknologi dan kondisi
wilayahnya.
Banyak
cara untuk mengembangkan wilayah mulai dari penggunaan konsep (alat) pembangunan
sektoral, ”bassic need approach”, ”development
poles” (poles de croissance) yang digagas oleh F. Perroux
(1955), ”growth center” yang digagas oleh Friedman (1969) sampai
kepada pengaturan ruang secara terpadu melalui proses pemanfaatan Sumber Daya
Alam (SDA) secara sinergi dengan pengembangan sumberdaya manusia dan lingkungan
hidup untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Yang terkahir inilah yang
disebut dengan penataan ruang dan sesuai Undang Undang (UU) No.24/1992 tentang
penataan ruang.
Di
Indonesia, dengan keluarnya undang undang ini maka pengembangan wilayah
dilaksanakan melalui alat penataan ruang. Ruang adalah wadah berbagai kegiatan
sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan, dan mencakup
ruang daratan, lautan, dam udara beserta sumber daya alam yang terkandung di
dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta mahluk hidup lainnya.
Sedangkan Penataan Ruang (UU No. 24/92, pasal 1) mencakup proses : (1)
Penyusunan rencana tata ruang, (2)
pemanfaatan ruang yaitu kegiatan pelaksanaan pembangunan melalui serangkaian
penyusunan program pembangunan, dan (3) pengendalian pemanfaatan ruang yaitu
kegiatan pengawasan dan penertiban pelaksanaan pembangunan (termasuk didalamnya
pemberian ijin lokasi dan investasi) agar sesuai dengan rencana tata
ruang. Rencana Tata Ruang sendiri
adalah produk pengaturan Struktur dan Pola pemanfatan ruang. Struktur mengatur
sistem pusat-pusat kegiatan beserta jaringan prasarana secara hirarkhis, dan
pola pemanfaatan ruang adalah mengatur wilayah dengan satuan-satuan (deliniasi
ruang) yang fungsional sesuai dengan tujuan rencana dan sesuai dengan kondisi
daya dukung dan daya tampung sumber dayanya.
Secara diagramatis konsepsi pengembangan wilayah dengan menggunakan alat
penataan ruang dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Di
dunia, juga di Indonesia, dan khususnya di pulau Kalimantan ketersediaan ruang
ini terbatas. Artinya berbagai
kegiatan dan sumber daya alam yang terkandung dan tersedia di pulau Kalimantan
ini terbatas. Bila pemanfaatan ruang ini tidak diatur dengan baik maka bedasarkan
konsepsi dan diagram seperti yang diuraikan di atas, kemungkinan besar akan terjadi
pemborosan manfaat sumber daya alam yang tersedia di Kalimantan ini, dan lebih
jauh akan terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup. Nilai ekonomis yang
diharapkan bagi pengembangan wilayah Kalimantan tidak akan tercapai dan yang
akan terjadi kerusakan lingkungan (baik “renewable”
maupun yang “non renewable”) yang
justru akan menjadi “cost” yang “never
ending”. Sebaliknya bila ada
rekayasa pengaturan ruang dengan baik (penataan ruang) maka harapan akan
terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan wilayah Kalimantan akan
tercapai. Dengan memberikan arahan pengaturan ruang melalui optimasi kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam yang ada dengan memperhatikan daya dukung dan daya
tampung wilayah, akan tercapai sinergi antara berbagi jenis kegiatan
pemanfaatan ruang, dengan fungsi lokasi, kualitas lingkungan, dan estetika
wilayah. Kegiatan pembangunan tersebut akan terus berlanjut secara ”sustained”.
Oleh
karena itu, untuk mencapainya diperlukan upaya
penataan ruang wilayah pulau Kalimantan yang berbasis mengoptimasikan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang ada agar terjadi pengembangan
wilayah seperti yang diinginkan. Saat ini upaya untuk menata ruang pulau
Kalimantan sedang dilaksanakan oleh berbagai pihak baik oleh seluruh pemerintah
propinsi di Kalimantan maupun oleh instansi pemerintah pusat secara bekerja
sama. Tahap awal, saat ini sedang disusun Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW)
Pulau Kalimantan terlebih dahulu. Namun demikian dalam tulisan ini akan
dicermati kedudukan pentingya penataan ruang wilayah pulau Kalimantan dalam
satu proses keseluruhan yang tidak hanya berhenti pada perlunya disusun RTRWnya
saja tapi juga bagaimana, sebaiknya dibuat strategi pelaksanaan pembangunan
dalam rangkaian program pemanfaatan ruang, serta usulan konsepsi
pengendaliannya.
II KONDISI, DAN POTENSI
WILAYAH PULAU KALINMANTAN
Secara
garis besar, gambaran umum permasalahan dan potensi pulau Kalimantan dapat
diuraikan sebagai berikut :
2.1
Letak Geografis
Wilayah
pulau Kalimantan (bagian selatan) dalam wilayah Republik Indonesia, terletak
diantara 40 24` LU - 40 10` LS dan anatara 1080 30` BT - 1190 00`
BT dengan luas wilayah sekitar 535.834 km2. Dengan demikian
lokasinya berbatasan langsung dengan negara Malaysia (Sabah dan Serawak) di sebelah
utara yang panjang perbatasannya mencapai 3000 km mulai dari proinsi
Kalimanatan Barat sampai dengan Kalimantan Timur. Sebagai daerah yang memiliki kawasan perbatasan maka mempunyai persoalan/masalah yang
terkait ”illegal trading” apalagi
penduduk kawasan negara tetangga jauh lebih sejahtera dan pembangunannya maju
pesat. Selain itu pesoalan ”illegal loging” yang sering merusak
potensi sumber daya alam (hutan tropis) kita terus berkembang sejalan dengan
tingkat ekonommi masyarakat perbatasan yang belum maju tersebut. Dilain pihak
pulau Kalimantan juga mempunyai potensi antara lain untuk ikut dalam sistem
kerangka kerjasama ekonomi regional seperti BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia,
Malaysia, Philipina – Eastern Asian Growth Area) dan dilalui jalu perdagangan
laut internasional ALKI 1 dan ALKI 2.
2.2
Kondisi Fisik Dasar dan Hasil Sumber Daya
Lahan
Pulau
Kalimantan sebagaian besar merupakan daerah pegunungan / perbukitan (39,69 %),
daratan (35,08 %), dan sisanya dataran pantai/ pasang surut (11,73 %) dataran
aluvial (12,47 %), dan lain–lain (0,93 %).
Karena sebagian besar pegunungan, disana ada potensi beberapa taman nasional sebagai konservasi
flora dan fauna dan hutan di
pegunungan Muller serta sebagian di Schawner yang ditetapkan sebagai ”world heritage forest” dan merupakan cadangan air seluruh Kalimantan sebanyak
sekitar 35 % yang tidak akan habis di masa yang akan datang dengan syarat
tidak teganggu dan tercemar serta perlu dilindungi
sebagai suatu ekosistem. Pada umumnya topografi
bagian tengah dan utara (wilayah republik Indonesia/RI) adalah daerah
pegunungan tinggi dengan kemiringan yang terjal dan merupakan kawasan hutan dan hutan lindung yang harus
dipertahankan agar dapat berperan sebagai fungsi cadangan air dimasa yang
akan datang. Hasil hutan yang potensi di Kalimantan adalah kayu industri,
rotan, damar, dan tengkawang. Sayangnya spesies hasil hutan seperti kayu
gaharu, ramin, dan cendana sudah hampir punah. Analisis ekonomi hasil hutan dengan ekosistimnya untuk
menjaga keseimbangan lingkungan perlu dilakukan untuk kesejahteraan masyarakat setempat, wilayah dan ekonomi nasional
Kondisi tanah di Kalimantan pada umumnya
tidak subur untuk kegiatan usaha pertanian (JICA, 1998). Lahan daratan memerlukan konservasi yang sangat luas karena terdiri
dari lahan rawa gambut, lahan bertanah asam, berpasir, dan lahan yang memiliki
kelerengan curam. Sebagai besar lahan
Gambut ini ada di Kalimantan tengah dan selatan dan sebagaian kecil di pantai
Kalimantan barat dan di Kaltim bagian utara. Kondisi tanah di dataran teras
pedalaman, pegunungan, dan bukit-bukit relatif agak baik untuk kegiatan
pertanian. Untuk ini diperlukan optimasi pemanfaatan lahan agar hasil
gunaanya dapat memberikan nilai ekonomis
dan perkembangan pada wilayah. Memilih kesesuaian ruang untuk kegiatan uasaha yang sesuai dengan kesesuan tanah sangat diperlukan.
Potensi
hidrologi di Kalimantan merupakan faktor penunjang kegiatan ekonomi yang baik. Selain banyak danau-danau yang
berpotensi sebagai sumber penghasil perikanan khususnya satwa ikan langka, da
hal ini perlu dioptimasikan agar punya
nilai ekonomis namun tetap menjaga fungsi dan peran danau tersebut. Sejumlah
sungai besar merupakan urat nadi transportasi utama yang menjalarkan kegiatan perdagangan hasil sumber daya alam dan olahan antar
wilayah dan eksport-import. Sungai-sungai di Kalimantan ini cukup panjang
dan yang terpanjang adalah sungai Kapuas (1.143 km) di Kalbar dan dapat
menjelajah 65 % wilayah Kalimantan Barat.
Potensi
pertambangan banyak terdapat di pegunungan dan perbukitan di bagaian tengah dan
hulu sungai. Deposit pertambangan yang cukup potensial adalah emas, mangan,
bauksit, pasir kwarsa, fosfat, mika dan batubara. Tambang minyak dan gas alam
cair terdapat di dataran rendah, pantai, dan ”off sore”. Kegiatan pertambangan
ini seringkali menimbulkan konflik dengan pemanfaatan ruang lainnya yaitu
dengan kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Oleh karenanya optimasi pemanfaatan SDA agar tidak hanya sekedar mengejar manfaat
ekonomi perlu ada pengaturan ruang.
Kegiatan
perkebunan pada umumnya berada pada
wilayah di perbukitan dataran rendah. Perkebunan yang potensi dan berkembang adalah : sawit, kelapa, karet, tebu dan
perkebunan tanaman pangan. Usaha
perkebunan ini sudah mulai berkembang banyak dan banyak investor mulai datang
dari negara jiran, karena keterbatasan lahan dinegara jiran tersebut. Untuk
terus dikembangkan secara ekonomis
dengan memanfaatkan lahan yang sesuai
masih diperlukang dukungan prasarana
wilayah.
Walaupun di Kalimantan terbebas dari
bahaya gunung berapi, patahan/sesar dan gempa bumi, namun masih mungkin terjadi
beberapa potensi bahaya lingkungan.
Berdasarkan kajian Banter (1993) kemungkinan sering terjadi erosi pada lereng
barat laut pegunungan Schwener dan G Benturan, serta di beberapa tempat lainnya
di bagian tengan dan hulu sungai besar di Kalimantan. Erosi sabagai akibat aberasi pantai terjadi di
pantai barat, selatan dan timur. Bahaya lingkungan lainnya adalah
kebakaran hutan pada musim kemarau sebagai akibat panas alam yang membakar batu
bara yang berada di bawah hutan tropis ini. Bahaya lingkungan ini harus menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan dalam pengaturan ruang wilayah.
2.3
Kondisi dan Perkembangan Sosial Ekonomin
Wilayah
Jumlah
penduduk tahun 2000 di wilayah ini
sekitar 11 juta jiwa dengan rata rata kepadatan penduduk agregrat 19.94 = 20
jiwa/km2. Jumlah penduduk terbanyak adalah Kalbar yaitu 34 % dari total
penduduk seluruh Kalimantan. Sedangkan propinsi terpadat adalah Kalsel yaitu 80
jiwa/km2. Hal ini karena memang luas propinsi Kalsel lebih kecil dibanding yang
lain. Laju pertumbuhan penduduk 1990 – 2000 adalah 1,87 %. Indikator kualitas
kehidupan masyarakat (sosial-ekonomi) diukur dengan ”Human Developmen Index” (HDI) .
HDI pada tahun 1996 sampai
dengan 1999 menurun di semua propinsi. Total HDI rata-rata di Kalimantan 68,2
tahun 1996 dan 64,3 pada 1999. Penurunan
ini lebih disebabkan karena memang tingkat pendapatan perkapita jauh menurun
akibat krisis, sementara HDI sangat ditententukan oleh faktor income/capita.
Kontribusi
PDRB agregrat pulau Kalimantan (1999) terhadap PDB nasional mencapai 10.09 %,
suatu nilai yang cukup baik. Dari angka itu nilai PDRB terbesar didapat dari
propinsi Kaltim yaitu 59,21 %. Sektor
terbesar yang memberikan kontribusi nilai PDRB tahun 2000 adadalh Industri
pengolahan (25,8 %), sektor kedua adalah Pertambangan dan penggalian (20,66 %)
sendangkan ketiga pertanian (16,34 %). Walupun
sektor pertanian ketiga, namun dalam lingkup propinsi sektor pertanian cukup
dominan memberikan kontribusi pada PDRBnya masinhg-masing yaitu antara 20-40 %,
kecuali di propinsi Kaltim. Dari
nilai pertumbuhannya rata-rata senua propinsi berkembang dengan baik. Pertumbuhan sektor yang paling baik adalah
sektor pertanian yaitu mencapai 23 % (1996-2000). Hampir rata terjadi di masing-masing bahwa sektor jasa relatif
lambat pertumbuhannya. Faktor faktor
ini harus menjadi pertimbangan bagi
pengembangan kegiatan ekonomi khususnya bagi kesejahteraan 11 juta penduduk.
Dalam
teori ekonomi saling ketergantungan, dan
kakuatan daya saing menadi faktor kuat untuk perkembangan wilayah. Kinerja perekonomian yang baik dapat terjadi
karena kemampuan propinsi atau kabupaten
/ kota dalam bersaing. Persaingan ini bisa terjadi dalam kegiatan ekonomi
baik internal maupun antara kota dalam
propinsi atau antar propinsi. Namun kegiatan perekonomian ini juga sangat tergantung kepada daya dukung yang dapat
menyediakan sumber dayanya. Oleh
karena itu bagi kabupaten/kota yang mempunyai potensi sumber dayanya perlu mendapat prioritas pengembangan walaupun
dengan karakteristik yang berbeda. Ada yang masih perlu digali dan
dirangsang dengan stimulan, ada yang tinggal mendorong dan ada yang tinggal
memberi dukungan.
2.4
Kondisi Prasarana Wilayah (Transportasi)
Pulau Kalimantan
Tahun
2000 total panjang jalan di pulau Kalimantan 42.641 km. Panjang jalan ini sangat kurang untuk melayani jumlah luas pulau
yang sangat besar. Dibandingkan pulau
lainnya kepadatan jalan sangat berkurang yaitu hanya 85,29 km/ha untuk jalan
nasional dan propinsi. Dilain pihak jumlah kendaraan juga sangat terbatas
sehingga ada beberapa ruas jalan yang
kapasitasnya masih belum termanfaatkan secara optimal. Secara umum pola
jaringan tranasportasi jalan yang ada walaupun belum terthubungkan secara
masif, yaitu jalur utara membentang barat-timur, tengah membelah barat timur
dan selatan melingkar mengikuti garis pantai.
Jaringan jalan ini harus terus diprogramkan
secara terpadu intermoda dengan transportasi
air (sungai) dan udara untuk merintis, mendukung dan mendorong perkembangan
wilayah.
Tingkat
pelayanan transportasi sungai cukup
signifikan yaitu 33 % sedangkan transportasi jalan taya 44 % dan sisanya
transportasi laut dan udara. Transportasi sungai ini sebagian besar
dimanfaatkan untuk mengangkut kayu dan hasil industri kayu dan hasil hutan
lainnya. Peran transportasi laut ini
sangat penting untuk mendorong
perkembangan ekonomi wilayah Kalimantan. Beberapa hasil SDA dan industri
olahan dipasarkan melalui outlet kota pelabuhan. Kota pelabuhan ini berperan sebagai outlet/inlet kegiatan perdagangan interinsuler dan
perdagangan eksport/import. Hanya ada 3 (tiga) propinsi yang mempunyai
kota-kota pelabuhan, yaitu propinsi Kalbar 4 pelabuhan, Kalsel 1 kota
pelabuhan, dan Kaltim 15 kota pelabuhan. Data menunjukan di propinsi Kaltim
yang paling ramai terjadi bongkar muat komoditas/barang di pelabuhan yaitu 2.491.102 ton bongkar dan 54.324.824 ton
muat.
Di
Kalimantan ada 19 (sembilan belas) pelabuhan udara (termasuk pelabuhan udara
perintis) yang membantu sebagai prasarana transportasi
udara mengembangkan ekonomi wilayah melalui kelancaran arus kegiatan
perdagangan dan pergerakan penduduik secara umum termasuk dalam menunjang
misi sosial, agama dan keamanan wilayah. Jumlah pelabuhan udara di propinsi
Kalbar 5 (lima), Kalteng 7 (tujuh), Kalsel 3 (tiga) dan Kaltim 4 (empat). Tahun 1998 arus lalu lintas pesawat datang -
keluar pelabuhan udara tercatat 39.964 pesawat keberangkatan dan 40.005 pesawat
kedatangan.
2.5
Kondisi Prasarana Kelistrikan
Jaringan
listrik di Kalimantan belum seluruhnya dilayani oleh jaringan inter-koneksitas
secara total, sebagaian besar masih dilayani jaringan transmisi bertegangan 275
KV. Wilayah-wilayah lainnya sudah dihubungi dengan jaringan bertegangan 150 KV
dan masih terbatas dalam jangkauan pelayanannya. Sumber pembangkit listrik
utama di Kalimantan adalah PLTD dan ada
beberapa dari PLTG, PLTA dan PLTGU.
PLTD ini sangat konsumtif terhadap bahan bakar dan mahal. Dengan memperhatikan
potensi sumber daya alam (air, batu bara, dan gas) masih dapat dimungkinkan
untuk dikembangkan pemanfaatan PLTA,
PLTG, dan PLT Batubara untuk membantu kosumsi listrik perkotaan/permukiman dan
industri. Tenaga listrik ini turut mempengaruhi
pola perkembangan wilayah saat ini khususnya dalam meng-”generate” kegiatan / kawasan industri sawit, olahan hasil hutan,
pertambangan, semen, dan industri lainnya.
Pola pengaturan SD listrik dan
pemanfaatan ruang kegiatan industri pelu sinergis.
2.6
Kesimpulan
Berdasarkan
analisis potensi dan berbagai permasalahan kondisi sumber daya alam, kegiatan sosial
ekonomi masarakat dan wilayah, dan prasarana wilayah di Kalimantan yang
dikaitkan dengan aspek lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan dan
pengembangan wilayah dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Di
Kalimantan masih tersedia sumber daya alam yang potensi untuk dikembangkan
secara ekonomis bagi pengembangan wilayah, namun juga masih menghadapi berbagai
kendala antara lain prasarana dan faktor pembatas lingkungan. Untuk itu
diperlukan kehati-hatian dalam pemanfaatan ruangnya.
b.
Dalam pengelolaan
SDA harus diperhatikan kesesuaian lahan dan aspek lingkungan hidup.
c.
Selain
sumber daya alam, di pulau Kalimantan juga mempunyai kegiatan industri,
pertambangan dan hasil olahan lainnya yang potensi dan akan saling terkait
dengan pemanfaatan ruang lainnya serta dimungkinkan adanya konflik pemanfaatan
ruang.
d.
Perkembangan
kegiatan sosial ekonomi memberikan indikasi bahwa sudah ada potensi kegiatan
masyarakat dan aktifitas ekonomi interinsuler serta eksport-import yang dapat
mendorong perkembangan wilayah Kalimantan.
e.
Prasarana
wilayah (transportasi dan kelistrikan) dapat membantu (sebagai alat) mendorong
perkembangan wilayah, untuk itu diperlukan pengaturan yang sinergi antara
struktur prasarana wilayah dengan pemanfaatan ruang kegiatan lainnya kawasan-kawasan
yang dikonservasi/dilindungi.
f.
Akhirnya,
untuk mensinergikan pemanfaatan sumber daya alam dengan kegiatan ekonomi
masyakat dan wilayah yang berbasis pelestarian lingkungan hidup untuk
pengembangan wilayah Kalimantan, diperlukan terlebih dahulu pengaturan ruang
dalam bentuk penyusunan rencana tata ruang untuk tujuan pembangunan dimasa yang
akan datang, pengaturan kebijakan dan strategi serta program pemanfaatannya,
dan sistem pengendaliannya.
III ISSU PENGEMBANGAN WILAYAH PULAU
KALIMANTAN
Ada beberapa issu pengembangan wilayah yang diekstrak dari kondisi wilayah dan beberapa peraturan serta kebijakan nasional yang saaat ini berlaku. Issu pengembangan wilayah ini sebagai dasar masalah untuk dijawab dalam kebijakan penataan ruang pulau Kalimantan. Issu tersebut adalah :
3.1
Eksploitasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan
Issu
degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya alam yang
tidak terkendali dan tidak terencana dengan baik perlu segera di atasi. Eksploitasi
sumber daya alam dan lingkungan ini terjadi di kawasan perbatasan dan di
pegunungan Muller serta di Taman Nasional Kutai dan Tanjung Puting. Penurunan
kualitas lingkungan ini terjadi akibat penebangan hutan secara liar (illegal
logging) dan pengambilan hasil hutan lainnya (tengkawang, rotan, fauna). Selain
hal di atas, degradasi kualitas lingkungan ini diakibatkan oleh kebakaran
hutan, maraknya pertambangan rakyat yang tidak terkendali dan terbukanya
lahan-lahan eks tebangan yang belum ditanami dan menjadi lahan-lahan kritis. Hal ini semua pada gilirannya akan
mengurangi potensi sumber daya alam pulau Kalimantan.
3.2
Pola Penyebaran Sumber Daya Alam
Pola
penyebaran sumber daya alam yang potensial ekonomis pada umumnya berada pada
lahan-lahan subur di dataran rendah dan tidak berawa. Pola penyebarannya sangat
terbatas di bagian barat , selatan, dan timur utara wilayah pulau Kalimantan.
Di bagian tengah dan dataran rendah pantai selatan pada umumnya lahan bergambut
dengan tingkat keasaman tinggi yang sulit ditanami oleh komoditas pertanian
yang ekonomis. Sedangkan di bagian utara dan tengah adalah daerah pegunungan
yang berfungsi sebagai kawasan konservasi untuk cadangan air.
3.3
Keterbatasan Interaksi Internal
Sebagai syarat perkembangan
dan pertumbuhan wilayah diperlukan interaksi
antar pusat-pusat permukiman (kota) baik yang internal propinsi maupun
yang lintas propinsi. Keterbatasan ini memberikan gambaran keterbatasan sarana
dan prasarana wilayah terutama transportasi jalan raya, sungai maupun
udara.
3.4
Pengembangan Kawasan Perbatasan
Penanganan kawasan
perbatasan antara RI dan Malaysia harus diprioritaskan. Hal ini bukan saja
karena gangguan bahaya terhadap kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang
perlu dikonservasi (hutan lindung) akibat illegal logging tetapi juga perlu
segera menangani perbaikan ekonomi masyarakat setempat dan keamanan negara.
Oleh karena itu kawasan perbatasan yang panjangnya mencapai 3200 km
penanganannya perlu dilaksanakan dengan pendekatan keamanan dan kesejahteraan masyarakat.
3.5
Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah
Kesenjangan
pembangunan antar daerah terjadi di Pulau Kalimantan ini tidak hanya antar
propinsi tetapi juga antar kabupaten di wilayah bagian pesisir dan pedalaman.
Kontribusi PDRB Kabupaten di wilayah pesisir (pesisir barat, selatan, dan timur
pulau Kalimantan) memberikan kontribusi
PDRB yaitu 90 % terhadap total PDRB Kalimantan. Selain itu kota-kota besar dan
metropolitan tumbuh dan berkembang di wilayah pantai dan pesisir seperti
Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda. Kesenjangan penyediaan
sarana dan prasarana transportasi juga terjadi antara wilayah pantai dengan
bagian tengah dan utara pulau Kalimantan (perbatasan), dan hal ini makin
mempertajam kesenjangan ekonomi wilayah.
Dari
data di atas, kegiatan industri manufaktur yang memberikan nilai komoditas
ekonomis berada di kota-kota pantai
dibanding dengan kota-kota di bagian tengah dan utara. Bila kesenjangan ini
terus dibiarkan secara total pulau akan saling mengurangi nilai ekonomi
wilayahnya. Oleh karena itu diperlukan kebijakan untuk mengurangi kesenjangan
ekonomi wilayah.
IV KONSEPSI PENATAAN RUANG
WILAYAH KALIMANTAN
Bertitiktolak
dari kondisi potensi wilayah dan issu
perkembangannya maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencapai
pengembangan wilayah pulau Kalimantan yaitu mencakup tahapan : (1) perencanaan
tata ruang wilayah pulau Kalimantan (2) pemanfaatan ruang dalam bentuk
penyusunan kebijakan dan strategi pembangunan yang selanjutnya dituangkan dalam
program-program pelaksanaan pembangunan (3) pengendalian pemanfaatan ruang
melalui proses pengawasan dan pemberian izin-izin agar sesuai dengan rencana
tata ruang.
4.1 Konsep Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Pulau Kalimantan
Oleh
karena rencana tata ruang ini sifatnya lintas propinsi dan lintas sektor maka
penetapan rencana tata ruangnya harus dengan landasan hukum yang lebih tinggi
(bukan Perda) yaitu bisa Keppres atau bahkan Peraturan Pemnerintah (PP). Rencana
tata ruang wilayah Kalimantan nantinya harus berisi dua bagian pokok yaitu
struktur dan pola pemanfaatan ruang.
Rencana Tata Ruang Wilayah pula ini skala perencanaannya adalah 1 :
500.000 lebih besar dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yaitu 1:
1.000.000. Waktu perencanaan RTRW pulau cukup lama yaitu 20 tahun lebih lama
dari RTRW Propinsi 15 tahun karena mempunyai fungsi sebagai alat
operasionalisasi dari RTRWN dan akan menjadi arahan spasial bagi RTRW propinsi.
Pola, Struktur Pemanfaatan Ruang, Nasional serta Kriteria
Pengelolaan Strategi dan Program Pengembangan Wilayah Pulau
a.
Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah
Rencana
struktur tata ruang wilayah pulau Kalimantan harus bisa menjawab kebutuhan pelayanan
untuk menghubungkan dan mengatasi ketimpangan antar wilayah. Dalam struktur
tata ruang ini perlu disusun sistim kota-kota dan prasarana wilayah secara
hirarkis dan terintegrasi dengan sistim-sistim lainnya. Substansi struktur tata
ruang ini perlu mengatur rencana sistem kota dan istim jaringan transportasi
serta listrik.
§
rencana
sistim kota-kota secara hirarkis harus dapat melayani kegiatan perdagangan
hasil produksi sumber daya alam dan olahan yang dimulai dari kota-kota kecil
(desa), kota menengah, sampai kepada kota-kota besar/metropolitan sebagai
outlet ekspor komoditas unggulan pulau Kalimantan.
§
Rencana
besaran kota-kota tersebut harus bisa menampung kebutuhan besaran kegiatan kota
sesuai dengan fungsi yang diberikan kepada kota tersebut. Sebagai contoh kota
Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, dan Bontang dia dapat diberikan fungsi
sebagai kota kegiatan yang dapat menampung fungsi kegiatan perdagangan nasional
da regional. Dia diperankan sebagai orde pertama dalam sistim simpul kota-kota
di pulau Kalimantan. Sedangkan kota-kota menengah lainnya seperti Mempawah,
Singkawang, Kutai, dan Nunukan dia dapat diperankan sebagai simpul kota orde
kedua yang mengkoleksi dan mendistribusikan barang-barang secara terbatas dalam
jangkauannya. Kota-kota kecil lainnya adalah sebagai kota-kota pelayanan dalam
lingkup lokal.
§
Rencana
sistim prasarana wilayah akan mencakup sistim transportasi lintas wilayah dan sistim
jaringan listrik interkoneksitas dan transmisi pulau Kalimantan. Rencana
pengembangan sistim prasarana wilayah ini dibuat untuk memperlancar arus barang dan manusia serta jasa ke dan dari
seluruh daerah dalam satuan ekonomi dan satuan ruang dengan tujuan untuk menurunkan
biaya ekonomi produksi.
§
Rencana
sistim jaringan transportasi
dikembangkan dengan mengikuti pola yang sudah ada dan dioptimasikan
untuk menghubungkan sumber daya alam yang potensial untuk diproduksi. Pola
tersebut adalah jaringan jalan lintas utara yang membentang dari barat hingga
timur di bagian utara, jaringan lintas tengah yang membelah di bagian tengah
yang menghubungkan kota-kota di tepian sungai di pedalaman. Sedangkan jaringan
lintas selatan melingkar di bagian selatan menghubungkan kota-kota di tepi
pantai dari mulai barat, selatan, dan timur.
§
Sedangkan
rencana sistim jaringan listrik dimanfaatkan untuk mengembangkan kegiatan
industri yang sifatnya ekstraktif dan manufakturing serta bagi kebutuhan
kegiatan perkotaan. Sistim jaringan listrik dibuat mengikuti persyaratan
sektoral kelistrikan dan menghubungkan wilayah yang potensialntuk kegiatan
industri dan perkotaan.
b.
Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wialayah
Arahan
pola pemanfaatan ruang menggambarkan secara indikatif sebaran deliniasi lokasi kegiatan
pelestarian alam dan cagar budaya, kegiatan produksi, serta persebaran kegiatan
strategis lainnya. Pola pemanfaatan ruang ini memperlihatkan dua kelompok besar
yaitu deliniasi pola persebaran kawasan lindung dan pola pengembangan kawasan
budi daya.
§
Kawasan lindung.
Dalam rencana pola
pemanfaatan ruang perlu diidentifikasi dan dideliniasi kawasan-kawasan yang mempunyai
fungsi lindung secara indikatif. Deliniasi kawasan tersebut yaitu : hutan
lindung, taman nasional, taman wisata, taman hutan raya, taman nasional laut.
Beberpa contoh yang nantinya berfungsi sebagai kawasa lindung adalah antara
lain : hutan di pegunungan Muller, taman nasional Kutai dan Tanjung Puting. Dalam
kawasan lindung ini juga dapat diidentifikasi kawasan yang mempunyai kriteria
sebagai Kawasan Tertentu yaitu kawasan stragis nasional yang penataan ruangnya
diprioritaskan dengan karakteristik fungsi lindung seperti Kawasan danau
Sentarum (suaka alam), dan kawasan ex-PLG Gambut (suaka alam gambut).
§
Kawasan Budidaya. Dalam Pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya
perlu dideliniasi dan dikelompokan dalam beberapa fungsi kegiatan kawasan budidaya.
Berapa kawasan yang perlu dideliniasi adalah antara lain : (1) kawasan andalan yaitu kawasan yang mempunyai
fungsi sebagai kegiatan yang berpotensi ekonomi yang didalamnya akan mencakup
deliniasi lahan-lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas unggulan dan
telah dikaji kelayakannya tidak memberikan dampak lingkungan. Dalam kawasan
andalan ini juga direncanakan sistim simpul pusat kota sebagai pemasaran yang
berhubungan secara sistemis dalam lingkup regional, Contohnya : Kawasan andalan
Banjarmasin Raya dsk., Kapet Batulicin dsk. (2) Kawasan tertentu yang mempunyai
karakteristik ekonomi, cepat tumbuh, tertinggal, militer, dst. yang strategis
dan diprioritaskan. Contohnya antara lain : kawasan perbatasan, militer Pasir
Panjang, dan Delta Mahakam, (3) Kawasan tertinggal yaitu kawasan yang kurang
berkembang dibandingkan dengan kondisi rata-rata wilayah di Kalimantan.
4.2
Konsepsi Perwujudan Pemanfaatan Ruang
Wilayah Dan Indikasi Program
Untuk
mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah pulau yang sesuai rencana tata ruang perlu
terlebih dahulu dibuat strategi perwujudan rencana tata ruang dengan
mendiskripsi rencana 20 tahun tersebut kedalam strategi pelaksanaan,
selanjutnya dibuat program-program pelaksanaan pembangunan yang runtut dan
sesuai tahapan pembangunan yaitu program 5 tahunan dan menjabarkan lebih rinci
dalam program tahunan yang diturunkan dari program makro untuk program lima
tahun pertama. Usulan strategi program perwujudan tersebut mencakup hal-hal
sebagai berikut :
a.
Membuat
program yang pengembangan Kerja Sama Ekonomi Regional (KSER) agar mempunyai
kesempatan membangun ekonomi bersama dengan Kalimantan yang telah mempunyai
potensi komoditi unggulan.
b.
Membuat
program bersama jaringan transportasi terpadu koneksitas regional yang
menghubungkan wilayah negara tetangga (Malaysia, Brunai, Philipina) dalam satu
sistem transportasi menerus.
c.
Memantapkan
struktur ruang wilayah dengan membuat program yang menunjang integrasi kawasan
tertinggal/perbatasan, kawasan potensial sumberdaya alam yang produktif untuk
dikembangkan, kawasan industri dan perkebunan dengan sistem simpul kota-kota
(pusat pelayanan) secara terpadu yang didukung dengan prasarana dan sarana
transportasi.
d.
Memfungsikan
pusat pusat lintas batas perbatasan dalam sebuah kota yang berfungsi sebagai
pusat niaga.
e.
Mengidentifikasi
lahan-lahan potensial untuk dikembangkan secara terus menerus untuk dijadikan
sebagai lahan yang produksi komoditas unggulan.
f.
Mengembangkan
kota-kota pelabuhan sebagai outlet eksport dengan memanfaatkan peran ALKI I dan
II.
Strategi di atas selanjutnya harus dijabarkan
lebih rinci dalam program detail. Setiap butir strategi (a) sampai dengan (f)
di atas dapat dijabarkan dalam program rinci (”cluster”) lima tahunan dan tahunan antara dengan matriks program :
program pengembang kawasan lindung, dan kawasan budidaya.
Gambar 3
Penyusunan Indikasi Program
Pemanfaatan Ruang di Pulau Kalimantan
No |
Strategi |
KAWASAN LINDUNG |
KAWASAN BUDIDAYA |
||||||||||||||
I (5
tahunan) |
II |
III |
IV |
I (5 tahunan) |
II |
III |
IV |
||||||||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 dst. |
1 dst. |
1 dst. |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
1 dst. |
1 dst. |
1 dst. |
||
1. |
a. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
2. |
b. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
3. |
c. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
4. |
d. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
5. |
e. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
6. |
f. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
1. 2. 3. dst. |
|
|
|
Keterangan : (1) I, II, III, IV = Program 5 tahunan I, II, III, IV, V = 20 tahun. (2) Program 5 tahunan dirinci menjadi program tahunan yaitu 1, 2, 3,..dst.
4.3 Konsepsi Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Wilayah
Untuk
mengendalikan program pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang diperlukan
kegiatan yang mencakup :
a.
Pemantapan
kelembagaan yang dapat melaksanakan fungsi pengawasan. Karena rencana tata ruang wilayah pulau
Kalimantan sifatnya lintas wilayah propinsi dan lintas sektor, maka lembaga
yang sifatnya forum (bisa diestablishkan sebagai ”Badan” ) yang anggotanya
terdiri dari perwakilan dari masing-masing propinsi perlu dibuat. Lembaga ini harus dudukung dengan perjanjian
kerjasama yang mengikat berdasarkan
hukum. Lembaga inilah yang nantinya mengawasi pelaksanaan pembangunan,
pemberian usulan perijinan kepada pemerintah setempat, pemberian usulan sangsi
bila diduga akan terjadi penyimpangan terhadap rencana tata ruang, dan
sekaligus mereview RTRW pulau bersama pemerintah pusat bila dikemudian hari
memerlukan perubahan akibat perkembangan yang dinamis.
b.
Dalam pemberian perijinan, usulan, rekomendasi
serta sangsi pada kasus penyimpangan pemanfaatan ruang harus terlebih dahulu
dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu setiap
propinsi harus mengakomodasi rencana tata ruang pulau ini dalam masing-masing
RTRW Propinsi untuk kemudian di Perda-kan agar mempunyai ketetapan hukum
sebagai landasan pemberian sangsi.
c.
Fungsi
koordinasi dengan pemerintah Kabupaten dan kota menjadi sangat penting di era
disentralisasi dan otonomi ini.
Koordinasi juga harus dilakukan lembaga dengan sektor terkait (departemental)
di pemerintah pusat karena pembinaan sektor masih menjadi kewenangan pemerintah
pusat.
V PENUTUP
Dari
hasil kajian di atas memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
(1)
pengembangan
wilayah adalah upaya agar wilayah itu berkembang sesuai dengan yang kita
inginkan dan sesuai dengan potensi dan permasalahan sumber daya yang
dimilikinya,
(2)
banyak cara untuk mengembangkan wilayah dan
salah satu cara adalah dengan penataan ruang. Penataan ruang adalah suatu
proses yang mencakup : perencanaan, pemanfaatan ruang melalui pelaksanaan
pembangunan dan pengendalian pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang,
(3)
sumber daya
alam di pulau Kalimantan masih tersedia dan memiliki potensi ekonomis untuk
dikelola dan dikembangkan melalui kegiatan penataan ruang. Dalam pengembangan
sumber daya alam ini masih dijumpai kendala fisik dan memerlukan dukungan
prasarana dan sarana wilayah.
(4)
penataan
ruang wilayah pulau Kalimantan sebagai salah satu alat untuk menjawab kebutuhan
dalam mengoptimasikan pemanfaatan sumber daya alam bagi pengembangan wilayah
dengan mempertimbangkan aspek lingkungan hidup serta untuk mencapai kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan.
(5)
ada 5 (lima)
isu startegis pengembangan wilayah pulau Kalimantan yang dapat dijadikan
sebagai landasan dalam perencanaan tata ruang wilayah, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang.
(6)
rencana tata
ruang wilayah pulau Kalimantan disusun berdasarkan struktur dan pola
pemanfaatan ruang, sedangkan dalam pemanfaatan ruang terlebih dahulu disusun
strategi dan indikasi program pembangunan, selanjutnya diusulkan mekanisme pengendalian pembangunan
yang dimulai dengan penetapan lembaga, mekanisme pengawasan dan pemberian izin
investasi.
(7)
rencana tata
ruang wilayah pulau Kalimantan mempunyai waktu perencanaan 20 tahun, dan skala
1 : 500.000; perlu ditetapkan dengan landasan hukum yang lebih tinggi (bukan
perda propinsi) karena sifatnya lintas propinsi dan lintas sektoral, misalnya
dengan Keppres atau Peraturan Pemerintah. Rencana tata ruang ini harus menjadi
acuan bagi RTRW propinsi masing-masing.
Beberapa
langkah tindak lanjut yang diusulkan adalah :
(1)
untuk
menyusun rencana tata ruang wilayah pulau Kalimantan ini beserta tahapan
pelaksanaannya masih diperlukan kajian dan analisis yang mendalam yang menuntut
penggunaan model-model proyeksi yang representatif,
(2)
selain itu
untuk melengkapi analisis juga diperlukan penelitian lapangan dan kajian
literatur yang lebih lengkap lagi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bendavid, A. Regional and Local Economic Analysis of Practitioners. New York : Praeger Publisher ;1983.
2. Badan Pusat Statistik (BPS). Propinsi Dalam Angka 1998. Jakarta : 1998
3. Glasson, J. Introduction to Regional Planning. London : Hutchinson & Co.Ltd ; 1974.
4. Djakapermana, Ruchyat Deni. Konsep Pengembangan Wilayah di Indonesia. Bandung : Disampaikan dalam rangka Perkuliahan Program Magister ; 2002.
5. Ditjen Penataan Ruang – Dept. Kimpraswil. Materi Teknis Review Rencana Tata Ruang wilayah Nasional. Jakarta : Dept . kimpraswil ; 2002
6.
-------------------.
Kajian Ekonomi Wilayah Pulau Kalimantan. Jakarta : Dept. Kimpraswil; 2002
7.
Hardy,
Hariri. Sistem Perwilayahan Pembangunan Nasional. Jakarta: Bappenas ; 1974.
8. Misra,R.P. Regional Development . London : Maruzen Asia ;1982.
9. Sitorus, Santun R.P. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung : Penerbit Tarsito; 1998.
10.
------------------.Survai
Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor : Laboratoriun PPSL Jurusan Tanah IPB ; 1989.
11. Susilo, Hendropranoto. Spatial Planning in Relation to Water Resources Planning and Management. Second panel Meeting on Natural Resources and Energy. Mega Mendung : National Research Council ; 1993.