ã
2003 Radjulaini Posted 30 April, 2003
Term
paper
Intoductory
Science Philosophy (PPS702)
Graduate Program / S3
Institut
Pertanian Bogor
April
2003
Instructors
:
Prof
Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
Dr Bambang Purwantara
PEMAKAIAN tiga metode WATER REQUIREMENT UNTUK
meMPREDIKSI luas sawah makSimum yang
dapat diairi
(Studi Kasus DAS
Cikaduen- Jabar)
Oleh:
Radjulaini
A262020051/DAS
E-mail: radjulaini2002@Yahoo.com
Abstract
Kajian ini membandingkan
tiga metode perhitungan water requirement, yaitu metode Blaney Criddle,
Hargreaves, dan Penman Modifikasi. Sedangkan untuk perhitungan water availability
menggunakan metode F.J. Mock. Berdasarkan data curah hujan yang
diperoleh selama 15 tahun berurutan yaitu stasiun Bojong, dan stasiun Cimanuk,.
dan stasiun klimatologi Serang selama tujuh tahun terdapat hal-hal berikut ini:
Bardasarkan kajian ini
ternyata metode Penman Modifikasi jauh lebih baik bila dibandingkan dengan dua
metode lainnya. Sebagai perbandingan luas sawah yang dapat diairi dari ketiga
metode: Blaney Criddle = 1603 ha, Hargreaves = 1788 ha, dan Penman = 2113 ha
Metode Penman menghasilkan luas sawah lebih besar 32% dari metode Blaney
Criddle, dan 18 % lebih besar dari metode Hargreaves.
Hasil bruto dalam rupiah
yang didapatkan bila menggunakan metode Penman jauh lebih besar dari pada
menggunakan metode Blaney Criddle dan Hargreaves. Sekalipun metode Penman lebih
menguntungkan, akan tetapi data klimatologi yang dikumpulkan jauh lebih banyak
dari pada data yang diperlukan oleh metode Blaney Cridle dan Hargreaves.
Kata kunci: Kebutuhan air, ketersediaan air, evapotranspirasi, pola tanam, sawah yang dapat diari.
PENDAHULUAN
Problema kekurangan air untuk irigasi terlalu sering didengar sejak
waktu yang lama, dan kerugian yang diakibatkan oleh kekurangan air sangat
besar, oleh karena banyak sawah yang sudah ditanami padi akhirnya mati
kekeringan, dan tentu saja panen berlimpah yang diharapkan oleh petani menjadi
gagal total.
Krisis akan air dan sumber air di Indonesia dewasa ini bersumber dari
(1) jumlah penduduk yang meningkat sangat cepat, sehingga di pulau Jawa
misalnya ketersediaan air hanya tinggal 1750 meter kubik perkapita pertahun
yang berarti telah menunjukkan tingkat kritis air air apabila dibandingkan
standar kecukupan 2000 meter kubik
perkapita pertahun; (2) terjadinya degradasi lingkungan sebagai akibat
pembabatan hutan yang dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga mengakibatkan
merosotnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau.
Pembabatan hutan yang tidak bertanggung jawab tersebut mengakibatkan 22
DAS yang kritis pada tahun 1984 meningkat menjadi 39 DAS kritis pada tahun
1992; (3) terjadinya kemarau panjang pada tahun 1991, 1994, dan 1997 yang
mengakibatkan harus mengimport beras
4,5 juta ton; (4) kualitas air yang mengalami penurunan cukup tajam diberbagai
wilayah; (5) dan kegiatan penambangan sumber-sumber air tanah yang lebih besar
dari kemampuan alam untuk mengisi kembali.
Irigasi
merupakan prasarana untuk meningkatkan produktivitas lahan, baik dalam
meningkatkan produktivitas per hektar, maupun untuk meningkatkan intensitas
panen pertahun. Luas sawah pada tahun 1984 di Jawa 3,5 juta hektar, di luar Jawa
4,0 juta hektar, namun produksi padi di Jawa sebesar 23 juta ton gabah kering,
sedangkan di luar Jawa hanya 13 juta ton gabah kering (Sjofjan Asnawi, 1988).
Hal itu disebabkan keadaan irigasi di Jawa jauh lebih baik dari luar Jawa,
namun dewasa ini irigasi di Indonesia
sudah banyak mengalami kemajuan sehingga hasil gabah kering telah mencapai 6
sampai 7 ton perhektar.
Luas jaringan irigasi di Jawa saat ini terbesar di
Indonesia, oleh karena sejak zaman Kolonial sudah dibangun prasarana maupun sarana
irigasi. Skala luasnya bervariasi mulai yang terbesar seperti daerah irigasi
(DI) Jatiluhur yang mengairi areal seluas 180.000 ha sampai jaringan-jaringan
irigasi kecil di pedesaan yang luasnya kurang dari 100 hektar. Namun demikian
ditemukan hal-hal sebagai berikut: .
1) Dalam
pelaksanaanya masih banyak dijumpai bahwa panen padi gagal oleh karena
kekeringan.
2) Masih
sering dijumpai pada saat menjelang panen, terjadi kelebihan air yang menggenangkan persawahan sehingga
panen padi gagal total.
3) Masih
banyak para petani yang tidak mengikuti aturan pola tanaman seperti yang
diusulkan oleh konsultan pertanian
4)
Adanya berbagai metode dalam perhitungan kebutuhan air bulanan
untuk irigasi (water requirement)
5) Alternatif pemakaian metode yang tepat dalam perhitungan
water requirement sehingga
mencapai luas daerah yang dapat diairi
yang optimum.
KERANGKA TEORITIS
Pengertian Hidrologi.
Ilmu hidrologi secara praktis baru dikenal pada tahun 1608 Masehi, yaitu sejak Pierre Perrault melakukan pengukuran hujan limpasan permukaan (run off) selama tiga tahun di daerah aliran sungai Seine. Kemudian disusul oleh Edme Marlotte tahun 1620, serta Edmund Halley pada tahun 1656.(Yandi Hermawan, 1986)
Ven Te Chow dalam Yandi Hermawan 1986, mencatat sejarah hidrologi sebagai berikut: Periode spekulasi sampai tahun 1400; periode observasi antara tahun 1400 – tahun 1600; periode pengukuran antara tahun 1600 sampai dengan tahun 1700; periode eksperimentasi dari tahun 1700 sampai dengan tahun 1800; periode modernisasi antara tahun 1800 sampai dengan tahun 1900; periode empiris antara tahun 1900 sampai dengan tahun 1930; periode rasionalisasi antaha tauh 1930 sampai dengan tahun 1950; dan periode teoritis antara tahun 1950 sampai dengan sekarang.
Lebih jauh dia menyatakan bahwa sejak 1000 SM masalah air selalu dipertanyakan dari mana asalnya dan kesemuanya pernah dijawab oleh Homer, Thales, Plato, Aristoteles akan tetapi tidak pernah memuaskan para penanya pada saat itu
Secara umum hidrologi dimaksudkan sebagai ilmu yang
menyangkut masalah air. Akan tetapi dengan alasan-alasan
praktis hanya dibatasi pada beberapa aspek saja. Konsep pokok untuk ilmu
hidrologi adalah siklus hidrologi yang didefinisikan sebagai berikut: “
Hidrologi adalah ilmu tentang seluk beluk air di bumi, kejadiannya,
peredarannya dan distribusinya, sifat alam dan kimianya, serta reaksinya
terhadap lingkungan dan hubungan dengan kehidupan” (Federal Council for Science
and Technology, USA, 1959 dalam Varshney, 1977)
Wisler and Brater, (1959) dalam Varshney 1977, menyatakan bahwa; “ Hydrology is the science that deals with the processes governing the
depletion and replenishment of the water resources of the land areas of the
earth”,
Lebih jauh Ray K. Linsley dalam Yandi Hermawan (1986), menyatakan pula bahwa:” Hidrologi ialah ilmu yang membicarakan tentang air yang ada di bumi, yaitu mengenai kejadian, perputaran dan pembagiannya, sifat-sifat fisik dan kimia, serta reaksinya terhadap lingkungan termasuk hubungannya dengan kehidupan”
Singh, 1992 menyatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang membahas karakteristik menurut waktu dan ruang tentang kuantitas dan kualitas air bumi, termasuk didalamnya kejadian, pergerakan, penyebaran, sirkulasi tampungan, eksplorasi, pengembangan dan manajemen.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air, baik di atmosfer, di bumi, dan di dalam bumi, tentang perputarannya, kejadiannya, distribusinya serta pengaruhnya terhadap kehidupan yang ada di alam ini.
Kebutuhan air (Water requirement)
Kebutuhan air di sini adalah suatu gambaran besarnya kebutuhan air untuk keperluan tumbuhnya tanaman sampai tanaman (padi) itu siap panen. Kebutuhan air ini harus dipertimbangkan terhadap jenis tanaman, keadaan medan tanah, sifat-sifat tanah, cara pemberian air, pengolahan tanah, iklim, waktu tanam (pola tanaman), kandungan air tanah, efisiensi irigasi, curah hujan efektif, koefisien tanaman bulanan, pemakaian air konsumtif, perkolasi, kebutuhan air untuk tanaman, dan kebutuhan air di sawah.
Ketersediaan air (Water
availability)
Ketersediaan air adalah berapa besar cadangan air yang tersedia untuk keperluan irigasi. Ketersediaan air ini biasanya terdapat pada air permukaan seperti sungai, danau, dan rawa-rawa, serta sumber air di bawah permukaan tanah. Pada prinsipnya perhitungan ketersediaan air ini bersumber dari banyaknya curah hujan, atau dengan perkataan lain hujan yang jatuh pada daerah tangkapan hujan (catchment area/ watershed) sebagian akan hilang menjadi evapotranspirasi, sebagian lagi menjadi limpasan langsung (direct run off), sebagian yang lain akan masuk sebagai infiltrasi. Infiltrasi ini akan menjenuhkan tanah atas (top soil), kemudian menjadi perkolasi ke ground water yang akan keluar menjadi base flow
Di samping data meteorologi, dibutuhkan pula data
cahaya permukaan (exposed surface),
dan data kelembaban tanah (soil
moisture).
Untuk rumus run off adalah Run off = base flow + direct run off.
Evapotranspirasi.
Evapotranspirasi adalah penguapan total baik dari permukaan air, daratan, maupun dari tumbuh-tumbuhan. Banyak faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi ini antara lain: suhu udara, kembaban udara, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari, ketinggian lokasi proyek, dan lain sebagainya.
Di dalam perencanaan irigasi, penilaian jumlah air yang dibutuhkan untuk suatu areal tidak memisahkan antara evaporasi dan transpirasi. Istilah yang digunakan adalah ET, dan merupakan kombinasi antara evaporasi dan transpirasi. Oleh karena air yang digunakan oleh tanaman untuk proses metabolisme hanya sedikit atau kurang dari 1%, nilai tersebut diabaikan (Sudjarwadi, 1990).
Evapotranspirasi atau ET merupakan penguapan total dari permukaan air, permukaan tanah, dan dari tumbuh-tumbuhan. Untuk menentukan besarnya kebutuhan air bagi tanaman secara teliti pada umumnya terbentur pada kesukaran untuk mendapatkan hasil pengukuran yang teliti di lapangan.
Metode perhitungan untuk menentukan kebutuhan air bagi tanaman yang berdasarkan rumus-rumus pendekatan seringkali dipakai. Rumus-rumus pendekatan umumnya berupa rumus-rumus empiris yang dikembangkan berdasarkan kondisi yang ada di lapangan. Rumus-rumus tersebut antara lain: Blaney Criddle, Hergreaves, Penman, Penman Modifikasi, Penman Mounteith, Radiasi, Panci Evaporasi, Thornthwaite, Wickman, IRRI, Lowry Johnson, Christiansen, dan lain-lainnya.
Di dalam kajian ini, penulis mencoba membahas mengenai perbandingan pemakaian rumus Blaney Criddle, Hargreaves, dan Penman Modifikasi terhadap luas daerah irigasi yang dapat diairi dari ketiga metode tersebut.
Pola Tanaman
Pola tanaman biasanya dirancang awal musim penghujan yaitu sekitar bulan Oktober untuk padi rendengan, dan sekitar bulan April untuk padi gadu, dan Palawija. Pola tanaman ini dirancang sedemikian rupa mulai dari alternatif 1 yaitu Oktober – April, alternatif 2 yaitu Nopember – Mei, aletrnatif 3 yaitu Desember – Juni, dan alternatif 4 yaitu Januari – Juli.
Dari perhitungan ke-empat alternatif akan dipilih alternatif mana yang menghasilkan luas sawah yang terbesar, baik untuk padi rendengan maupun padi gadu
PROSEDUR PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif analitik. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data sekunder meliputi data curah hujan, data temperatur rata-rata, kelembaban relatif rata-rata, data penyinaran matahari rata-rata, kecepatan angin rata-rata, radiasi rata-rata, dan lain sebagainya.
Kesemua data diambil dari catatan-catatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Meteorologi dan Geofisika. Lokasi kajian adalah Daerah Irigasi Cikaduen terletak di Kabupaten Banten, propinsi Jawa Barat. Sedangkan stasiun curah hujan yang berada di sekitar Daerah Irigasi Cikaduen ada dua stasiun, yaitu: Stasiun Bojong (No. Stasiun. 010 b) dan Stasiun Cimanuk (No. Stasiun. 002)
Data hujan dicatat mulai tahun 1973 sampai dengan tahun 1987 (15 tahun), sedangkan data klimatologi diambil selama 7 (tujuh) tahun pengamatan di kota Serang, data tersebut adalah data kecepatan angin, kelembaban relatif, penyinaran matahari, dan temperatur rata-rata bulanan.
Perhitungan Water Requirement
Perhitungan ini terdiri dari dua tahapan, pertama menghitung penguapan air yang ada di lahan rencana jaringan irigasi (evaporasi), kedua setelah direncanakan pola tanaman yang berdasarkan pembagian waktu tanaman (padi rendengan dan padi gadu) akan didapat kebutuhan air bulanannya. Untuk perhitungan evaporasi ini akan dilakukan dengan tiga metode yaitu Blaney Criddle, Hargreaves, dan Penman Modifikasi
Blaney Criddle.
Metode Blaney Criddle ini dikenal pada tahun 1962, sedang rumus umumnya adalah:
Metode Hargreaves
Hargreaves menganjurkan pemakaian panci evaporasi (Class a pan evaporation) sebagai climatic index untuk mengestimasi evapotranspirasi. Oleh karena panci evaporasi tidak selalu terdapat pada daerah-daerah yang akan ditinjau, Hargreaves mengembangkan persamaan untuk perhitungan climatic factor sebagai berikut:
Metode Penman Modifikasi
Pada tahun 1948 Penman mempresentasikan suatu formula atau rumus untuk menghitung evapotranspirasi dengan data klimatologi (Varshney 1977). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Penyusunan Pola Tanaman
Pola tanaman sangat penting untuk dibuat dengan sebaik-baiknya, sebab pola tanaman ini akan menentukan banyaknya produksi padi yang akan dihasilkan. Selain itu masa tanaman biasanya dimulai pada saat musim penghujan yaitu sekitar pertengahan bulan Oktober.
Penyusunan pola tanaman ini dirancang berdasarkan dua pola tanaman padi yaitu padi rendeng dan padi gadu. Padi rendeng atau padi dalam ditanam pada musim penghujan yaitu antara bulan Oktober sampai dengan bulan April, dan padi gadu atau genjah ditanam pada musim kemarau yaitu antara bulan Mei sampai dengan bulan September.
Kebutuhan air untuk pengolahan sawah/irigasi ditentukan sebagai berikut: masa penyemaian air diberikan sebesar 30 mm/hari, sedangkan pada saat tanam air diberikan sebesar 150 mm/hari. Untuk perkolasi (Sanyu untuk proyek Irigasi Tajum dalam Sadeli W, 1977) memberikan air sebesar 6 mm/hari pada bulan pertama yaitu pada pengolahan tanah, 5 mm/hari pada bulan kedua, 4 mm/hari pada bulan ketiga, dan 2 mm/hari pada bulan berikutnya sampai panen.
Perhitungan Ketersediaan Air (Water Availability)
Ketersediaan air (Water Availability) sangat penting untuk diketahui, oleh karena tanpa mengetahui berapa besarnya ketersediaan dari sungai yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan irigasi. Untuk melengkapi jumlah air yang tersedia seharusnya dilengkapi dengan data debit yang terjadi disepanjang tahun terutama pada sungai yang ada hubungannya dengan daerah irigasi.
Pada umumnya sungai-sungai di Indonesia masih jarang dilengkapi dengan alat pengukur debit otomatis. Untuk menghitung ketersediaan air ini, penulis mencoba menggunakan formula dari F.J. Mock
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kajian
Hasil pengumpulan data curah hujan antara tahun 1973 s.d 1987 menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan bulanan menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu untuk musim kemarau antara bulan Mei sampai dengan Oktober curah hujan minimum sebesar 104 mm (bulan Agustus) dan curah hujan maksimum sebesar 170 mm (bulan Mei).
Pada musim penghujan yaitu antara bulan Nopember sampai dengan April , curah hujan minimum terjadi pada bulan April sebesar 226 mm, dan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari sebesar 520 mm.
Hasil pengolahan data untuk rata-rata curah hujan bulanan efektif (R80%) menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu untuk musim kemarau antara bulan Mei sampai dengan Oktober curah hujan efektif minimum sebesar 33 mm (bulan Agustus) dan curah hujan maksimum sebesar 77 mm (bulan Mei). Pada musim penghujan yaitu antara bulan Nopember sampai dengan April , curah hujan minimum terjadi pada bulan April sebesar 130 mm, dan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Januari sebesar 290 mm.
Dari 15 tahun pengamatan curah hujan ternyata hari hujan terkecil terjadi pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan september yaitu selama 7 hari, sedangkan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 17 hari.
Berdasarkan data klimatologi tercatat bahwa Temperatur
rata-rata bulanan terkecil selama tujuh
tahun pengamatan adalah 26,1° C
terjadi pada bulan Januari, sedangkan temperatur tertinggi yaitu 27,1° C terjadi pada bulan Oktober. Kecepatan angin pada umumnya hampir sama yaitu
antara 5 sampai 6 knot atau antara 222
km/hari sampai dengan 267 km/hari. Kelembaban relatif terkecil 74% terjadi pada
bulan Oktober, dan terbesar yaitu 85%
terjadi pada bulan Januari dan Febuari. Penyinaran matahari terkecil terjadi
pada bulan Januari yairu sebesar 34%, dan terbesar terjadi pada bulan Juli
yaitu 77%.
Dari hasil
perhitungan dapat disimpulkan bahwa
ketersediaan air untuk tanaman terkecil
terjadi pada bulan Oktober yaitu 0,071 m3/det atau 71 liter per detik, hal ini
disebabkan curah hujan dari kedua stasiun pengamatan cukup kecil yaitu 161
mm/bulan sedangkan penguapan sangat besar, yaitu 180 mm
Perhitungan metode
Blaney Criddle terdapat faktor
kebutuhan air untuk tanaman berdasarkan pola tanaman Oktober – April sebagai
berikut: faktor kebutuhan air untuk
tanaman pada musim penghujan terbesar adalah 282,25 mm (bulan Febuari),
sedangkan untuk musim kemarau, faktor kebutuhan air terbesar adalah pada bulan
Juni yaitu sebesar 213,14 mm.
Perhitungan
evapotranspirasi metode Hargreaves, didapatkan bahwa evapotranspirasi terbesar
terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 165 mm, sedangkan evapotranspirasi
terkecil terjadi pada bulan Febuari, yaitu sebesar 82 mm.
Perhitungan evapotranspirasi metode Penman Modifikasi
dapat dikatakan bahwa evapotranspirasi terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 180 mm, sedangkan
evapotranspirasi terkecil terjadi pada bulan Febuari yaitu sebesar 112 mm.
Hasil olahan data dari tersebut di atas, dapat direncanakan pola tanaman untuk padi berumur panjang (padi Rendengan atau padi Dalam), dan padi berumur pendek yang ditanam pada musim kemarau (padi Genjah atau padi Gadu). Pola tanaman direncanakan menjadi empat alternatif yaitu: Alternatif 1 : Bulan Oktober – April; Alternatif 2 : Bulan Nopember – Mei; Alternatif 3 : Bulan Desember – Juni ; dan Alternatif 4 : Bulan Januari – Juli
Dari ke empat alternatif ini dirancang dengan tiga metode yaitu Blaney Criddle, Hargreaves, dan Penman Modifikasi, adapun hasilnya dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.
Berdasarkan hasil perhitungan ternyata luas sawah maksimum yang dapat diairi terlihat pada alternatif 3 yaitu bulan Desember dan bulan Juni, sedangkan luas sawah yang dapat diari adalah : Blaney Criddle 1520 ha + 83 ha = 1603 ha; Hargreaves 1697 ha + 91 ha = 1788 ha, dan Penman 2026 ha + 87 ha = 2113 ha.
Atau dengan kata lain bila menggunakan metode Penman hasilnya akan menjadi (2113-1603)/1603 x 100% = 32 % lebih besar dari pemakaian metode Balney Criddle. Sedangkan bila dibandingkan dengan metode Hargreaves adalah : (2113-1788)/1788 x 100% = 18% lebih besar .
Kebutuhan air di sawah sebesar 1,036 l/det/ha untuk musim penghujan, dan 2,332 l/det/ha untuk musim kemarau .
Tabel : Hasil Perhitungan luas sawah maksimum yang dapat diari dari ke empat alternatif.
|
Padi Rendengan |
Padi Gadu |
||||
Alternatif |
Pola Tanaman |
Metode |
WR |
Luas (ha) |
WR |
Luas (ha) |
|
|
B.Criddle |
|
33 |
1.338 |
245 |
1 |
Oktober - April |
Hargreaves |
2.057 |
34 |
1.228 |
267 |
|
|
Penman Mod |
2.074 |
34 |
1.108 |
296 |
|
|
B.Criddle |
1.743 |
588 |
1.374 |
143 |
2 |
Nopember – Mei |
Hargreaves |
1.663 |
616 |
1.320 |
149 |
|
|
Penman Mod |
1.556 |
659 |
1.267 |
155 |
|
|
B.Criddle |
1.381 |
1.520 |
1.475 |
83 |
3 |
Desember – Juni |
Hargreaves |
1.237 |
1.697 |
1.334 |
91 |
|
|
Penman Mod |
1.036 |
2.026 |
1.401 |
87 |
|
|
B.Criddle |
1.671 |
716 |
1.461 |
48 |
4 |
Januari – Juli |
Hargreaves |
1.529 |
782 |
1.316 |
54 |
|
|
Penman Mod. |
1.343 |
891 |
1.338 |
53 |
Pembahasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Penman Modifikasi lebih baik dari dua metode lain yaitu metode Blaney Criddle dan Metode hargreaves, hal ini disebabkan banyaknya varibel yang menunjang/pendukung yang berpengaruh terhadap perhitungan metode tersebut.
Bilamana memakai metode Blaney Criddle, perencana cukup dengan dua variabel independen yaitu variabel temperatur, dan curah hujan. Untuk metode Hargreaves memerlukan lima variabel, yaitu: Temperatur, Kelembaban relatif, penyinaran mtahari, kecepatan angin dan elevasi. Sedangkan metode Penman di samping yang disebut sebelumnya ditambah lagi beberapa variabel lagi seperti tekanan udara, konstanta Bolztman, dan radiasi matahari.
Pemilihan alternatif diasumsikan bahwa curah hujan yang tinggi akan terjadi sekitar bulan Oktober sampai dengan bulan April. Namun demikian, curah hujan yang terbesar terjadi untuk lokasi proyek ini adalah pada bulan Januari yaitu sebesar 457 mm., sedangkan bulan Oktober curah hujan belum cukup besar hanya sekitar 161 mm.
Kebutuhan air untuk tanaman sangat tergantung dari besarnya curah hujan rata-rata dengan penguapan (evapotranspirasi). Jika semakin kecil curah hujan rata-rata bulanan, semakin besar penguapan, maka kebutuhan air untuk tanaman akan semakin besar. Demikian pula kaitannya dengan luas sawah yang dapat diairi, jika kebutuhan air untuk tanaman besar, ketersediaan air sedikit, maka luas sawah yang dapat diairi semakin kecil.
Dari ke tiga metode menunjukkan bahwa alternatif 3 atau metode Penman Modifikasi memberikan angka yang paling besar. Dengan demikian metode Penman Modifikasi dapat dipertimbangkan dalam merencanakan pola tanaman untuk persawahan atau tanaman padi.
Andaikata 1 hektar sawah menghasilkan rata-rata 7 ton gabah kering yang harganya Rp. 1.100,- per kilogram, maka dengan menggunakan metode Blaney Criddle hasilnya adalah 1603 x 7000 x Rp. 1.100 = Rp 12.343.100.000,- sekali panen
Bila menggunakan metode Hargreaves, maka hasilnya adalah 1788 x 7000 x Rp.1.100 = Rp. 13.767.600.000,- dan bila menggunakan metode Penman hasilnya adalah 2113 x 7000 x Rp. 1.100 = Rp.16.270.100.000,- sekali panen.
Dengan demikian terdapat selisih Rp. 3.927.000.000,- bila menggunakan metode Blaney Criddle, dan Rp. 2.502.500.000 bila menggunakan metode Hargreaves dalam satu tahun. Harga yang dihasilkan ini tentu saja belum termasuk biaya penggarap sawah, pemeliharaan, pupuk, obat-obatan, iuran pemakaian air, bibit tanaman, dan lain sebagainya.
KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian ini adalah:
01. Curah hujan untuk daerah irigasi Cikaduen cukup besar, di mana curah hujan rata-rata maksimum sebesar 457 mm/bulan, dan minimum sebesar 104 mm/bulan.
02. Temperatur maksimum selama pengamatan adalah 27, 1 °C, dan terendah 26,1°C
03. Kelembaban relatif tertinggi 85%, dan terendah 74%, Kecepatan angin tertinggi 6 knot, dan terendah 5 knot, penyinaran matahari tertinggi 77%, dan terendah 34%.
04.
Luas
sawah yang dapat diairi dari ketiga metode:
Blaney Criddle = 1603 ha, Hargreaves = 1788 ha, dan Penman Modifikasi = 2113 ha.
Metode Penman Modifikasi menghasilkan luas sawah lebih besar 32% dari metode Blaney Criddle, dan 18 % lebih besar dari metode Hargreaves.
05. Kebutuhan air untuk tanaman dari alternatif 3 adalah :
Blaney Criddle : Rendengan = 1,581 l/det/ha; Genjah = 2,553 l/det/ha
Hargreaves : Rendengan = 1,237 l/det/ha ; Genjah = 2,448 l/det/ha
Penman : Rendengan = 1,036 l/det/ha; Genjah = 2,332 l/det/ha.
06. Hasil bruto dalam rupiah yang didapatkan bila menggunakan metode Penman Modifikasi jauh lebih besar dari pada menggunakan metode Blaney Criddle dan Hargreaves.
Saran-Saran
Saran yang dikemukakan di sini antara lain:
01. Pola tanaman disarankan dalah awal Desember dan awal Juni, oleh karena pola ini memberikan luas daerah irigasi yang paling besar.
02. Dalam hal ini metode Penman Modifikasi diusulkan untuk digunakan dalam menentukan pola tanaman, oleh karean Luas sawah yang dapat diairi = 2113 ha, dan kebutuhan air di sawah 1,036 l/det/ha.
03. Andaikan akan menambah luas sawah, maka perlu dilakukan dengan pemakaian air bergantian atau lebih dikenal dengan sistem rotasi, sehingga air dapat mencukupi sawah yang akan diperluas.
04. Penggunaan data baik curah hujan maupun data klimatologi agar digunakan data yang terbaru.
05. Perlu adanya survey ke lapangan untuk menentukan ketersediaan air di sungai baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan, agar dalam perencanaan kelak data debit sungai dapat menjadi bahan pertimbangan.
06. Perlu dibuatkan alat pengukur evapotranspirasi (Pan Evaporation dan atau Lysimeter) untuk mengukur penguapan yang terjadi pada daerah yang akan di buat system irigasinya sehingga hasil dari alat tersebut dapat dibandingkan dengan hasil perhitungan evapotranspirasi secara teoritik).
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi
Marjuki,. (1993). Hidrologi Teknik.
Jakarta: Erlangga
Chow, V.T. (1964). Handbook of Applied
Hydrology. New
York: McGraw-Hill Book Company.
Curah
Hujan Indonesia. 1983 – 1987. Jakarta: Direktorat Meteorologi
& Geofisika.
Djoko
Sasongko. (1985) Teknik Sumber Daya
Air, Jilid 1, dan 2. Jakarta: Erlangga.
Garg, Santhos Kumar. (1985). Hydrology and water resources engineering.New Delhi: Khanna Publishers.
Imam
Subarkah. (1978). Hidrologi untuk
perencanaan bangunan air. Bandung:
Idea Darma
Napitupulu,
M. (1996). Penyempurnaan sarana
irigasi untuk menunjang pengembangan agroindustri dan agribisnis. Prosiding Loka karya. Jogyakarta.:UGM
Raghunath,
H.M. (1985). Hydrology. New Delhi: Willey Eastern Ltd.
Sadeli
Wiramihardja. (1975). Banyaknya air yang diperlukan untuk irigasi. Direktorat Irigasi.
Sampudjo Komarawinata. (1999). Jaringan
hidrologi. Bandung: Balai
Hidrologi
Singh.
Vijay P. (1992). Elementary hydrology. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Sjofjan Asnawi. (1988). Peranan
dan masalah irigasi dalam mencapai dan melestarikan swasembada beras. Majalah Prisma no.2. Tahun
XVII, Februari 1988. Jakarta: LP3ES.
Sudjarwadi. (1990). Teori dan
praktek irigasi. Yogyakarta:
PAU Ilmu Teknik, UGM
Suyono Sosrodarsono., Takeda, Kensaku. (1977). Hidrologi untuk pengairan.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Varshney,
R.S. (1977). Engineering hydrology. Uttar Paradesh: Nem Chand & Bros
Roorkee.
William
Putuhena. (1999). Perkiraan evaporasi
dan evapotranspiras. Bandung:
Balai Hidrologi
Yandi
Hermawan. (1986). Hidrologi untuk
insinyur. Jakarta: Erlangga.