ã 2003  Nurita Sinaga                                                                            Posted  11 June 2003

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)                                                                           

PSL-Program Khusus

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2003

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

 

 

 

STRATEGI PEMBERDAYAAN DAN OPTIMALISASI
IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA

 

 

Oleh  :

Nurita Sinaga

P062024324

E-mail: nuritasinaga@yahoo.com

 

 

 

I.  PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam orde baru berkembang dua cirri pemerintahan, yaitu system sentralistik dan otokratik yang satu sama lain saling memperkuat.  Pada dasarnya kedua system ini tidak disukai oleh masyarakat.  Oleh karena itu pada tahun 1998 lahir gerakan reformasi yang berusaha mengubah system pemerintahan otokratik ke pemerintahan yang lebih demokratis.  Usaha ini berhasil dengan cepat melalui jatuhnya Presiden Soeharto.  Namun usaha untuk mengubah system sentralisasi ke system desentralisasi agaknya memerlukan langkah yang terencana dalam kurun waktu yang panjang.

            Tuntutan otonomi daerah secara penuh terus dilakukan agar kabupaten/kota dapat memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik kekayaan sumberdaya.  Pelaksanaan otonomi daerah juga diharapkan sebagai usaha untuk mempercayai masyarakat dan pemerintah daerah dalam mengatur dan mengembangkan potensi daerah sendiri.

            Kelahiran Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintahan.  Kedua UU itu diharapkan dengan cepat dapat mengatur pelaksanaan desentralisasi dan otonomi yang lebih luas bagi daerah.  Namun banyak pengamat menilai bahwa UU tersebut dibuat dengan “tergesa-gesa” karena itu dalam pelaksanaannya menghadapi banyak hambatan. 

            Kendala yang dihadapi bukan hanya menyangkut perangkat peraturan perundangan  yang lemah, tetapi juga karena sikap mental top-down yang masih melekat di lingkungan pejabat, baik pemerintah pusat maupun daerah dalam mengatur berbagai aspek kewenangan pemerintahan.  Selama ini aparat pemerintah lebih banyak berperilaku memerintah daripada melayani publik.  Birokrasi pemerintahan menjadi alat untuk mengontrol rakyat agar sikap kritis terhadap pemerintahan tidak berkembang menjadi oposisi.  Oleh karena itu banyak pihak yang meragukan keberhasilan peningkatan pelayanan public melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.  Keraguan ini timbul karena jabatan birokrasi pemerintahan sekarang kebanyakan masih dipegang oleh mereka yang pada orde baru juga dalah pelaksana pemerintahan sentralistik dan otokratik.

            Namun demikian meskipun terdapat berbagai argumen yang bernada pesimis terhadap pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, tuntutan daerah untuk melaksanakan desentralisasi dan memiliki otonomi luas secepatnya semakin hari semakin menguat.

            Diselenggarakannya desentralisasi otonomi daerah oleh pemerintah pada dasarnya diutamakan untuk meningkatkan kemampuan daerah mengembangkan perekonomian dan potensinya yang lain sehingga bias diperoleh tingkat kemandirian yang tinggi.  Hak demikian didasarkan pada kenyataan bahwa daerah merupakan sumber utama factor produksi nasional.  Hanya karena tidak ada system manajemen yang menunjang, sehingga daerah cenderung tidak mampu memanfaatkan sumberdayanya secara optimal dan lestari.

            Desentralisasi dan Otonomi daerah bagi kabupaten Kutai Kertanegara diartikan sebagai suatu proses untuk memberikan kesempatan meningkatkan kompetensi masyarakat Kabupaten Kutai Kertanegara dalam merancang dan membangun tatanannya sesuai dengan karakteristik daerah yang dimiliki, sekaligus kemampuan membangun daerah secara sinergis dan saling menguntungkan yang pada akhirnya akan bermuara pada Kabupaten Kutai Kertanegara yangtanggung dan berkelanjutan.

            Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah maka pemerintah daerah Kabupaten Kutai Kertanegara menuangkannya dalam suatu konsep pembangunan daerah dengan tajuk GERBANG DAYAKU (Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai) sebagai Grand Strategy dalam setiap program-program pembangunan Kabupaten Kutai Kertanegara yang bersifat bottom-up planning.

 

II.  KEADAAN WILAYAH DAN POTENSI EKONOMI

KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA

            Kabupaten Kutai Kertanegara terletak pada posisi antara 115o26’28” – 117o36’43” bujur timur, dan 1o28’21” Lintang Utara sampai 1o08’06” Lintang Selatan dengan batas administrative sebelah utara berbatasasn dengan Kabupaten Bulungan dan Kutai Timur sebelah timur berbatasan dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Kabupaten Pasir dan Kota Balikpapan, sebelah barat dengan Kabupaten Kutai Barat.  Beberapa data Wilayah Kabupaten Kutai Kertanegara dapat dilihat pada Tabel  1.

 

 

No

Aspek

Deskripsi

1

Luas Wilayah

·                  27.263,10 km2 (luas daratan)

·                  4,097 km2 (luas perairan)

·                  Terdiri dari 18 Kecamatan (202 desa/ kelurahan

2

Karakteristik Iklim dan Topografi

·                  Iklim tropika humida

·                  Curah hujan 2000 – 4000 mm/tahun

·                  suhu rata-rata 26-33oC

·                  Sebagian besar bergelombang hingga berbukit (kemiringan landai – curam); pada wilayah pedalaman terletak pada ketinggian 500-2000 meter dpl.

3

Penduduk

·                  455.879 jiwa

·                  pertumbuhan rata-rata 24 %/tahun

·                  Kepadatan 16 jiwa/km2

·                  Penduduk Asli: Suku Kutai dan Dayak

·                  Pendatang : Jawa, Bugis, Banjar, Madura, Padang, Toraja dan lain-lain.

4

Mata Pencaharian

·                  Sektor pertanian 38.25 %

·                  Sektor Industri Kerajinan 18.37 %

·                  Sektor Perdagangan 10.59 %

·                  Lain-lain 32.79 %

5

Potensi Alam

·                  Batubara

·                  Minyak mentah dan Gas Bumi

·                  Hasil Pertanian dan Kehutanan

·                  Emas dan bahan galian lainnya

6

PDRB

·                  Rp.20,182 Trilyun

·                  Laju pertumbuhan 5,33%

·                  PDRP perkapita Rp.45,455 juta

·                  Pendapatan perkapita Rp.34,545 juta

 

 

III.  STRATEGI PEMBERDAYAAN DAN OPTIMALISASI

  IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH

 

            Menyambut dilaksanakannya desentralisasi dan otonomi daerah, Kabupaten Kutai Kertanegara merenspon secara aktif melalui paradigma pembangunan yang disebut GERBANG DAYAKU (Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai).  GERBANG DAYAKU digunakan sebagai suatu model pendekatan pembangunan yang berbasis kepada pemberdayaan semua komponen baik masyarakat, eksekutif, legislatif dan pihak swasta. Gerbang Dayaku bersifat inklusif dan memberikan wilayah gerak bagi pertumbuhan dan perkembangan ide dan kreatifitas yang merupakan reinforcement bagi terwujudnya masyarakat yang madani, kreatif, sejahtera lahir dan batin. Gerbang Dayaku sebagai konsep pembangunan yang berbasis pada pemberdaytaan seluruh komponen pembnagunan ditempatkan sebagai ide dasar pembangunan (development mainstream) yang dalam aplikasinya merupakan Grand Strategy dan Grand Scenario yang memberi jiwa, semangat dan motivasi bagi seluruh komponen Pembangunan yang akan mewarnai seluruh kebijakan dan kegiatan pembangunan di Kabupaten Kutai Kertanegara, sedangkan Goal Strategy diimplementasikan dalam Program Pembangunan Daerah (PROPERDA) dan REPETADA.

 

 

3.1.  Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

            Berdasarkan pada kondisi dan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, struktur ekonomi dan permasalahan yang dihadapi, maka strategi kebijakan pembangunan dalam kerangka konsep Gerbang Dayaku dilakukan dengan pendekatan strategi sebagai berikut :

  1. Strategi Pendekatan Wilayah (spatial) dengan Kebijakan Wilayah Pembangunan Terpadu .

Kebijakan ini mengarahkan pembangunan yang berorientasi pada wilayah territorial  yaitu desa/kelurahan dan kecamatan.  Pendekatan strategi ini diharapkan mampu mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan dan kecamatan sehingga akan menimbulkan efek pertumbuhan (growth) pembangunan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing wilayah.

  1. Strategi Pendekatan Komunitas (community) dengan Kebijakan Pembangunan Wilayah Pedesaan dan Perkotaan.

Pembangunan pedesaan bertujuan mempercepat laju pembangunan di wilayah  pedesaan khususnya bagi desa-desa tertinggal.  Sedangkan pembangunan perkotaan bertujuan untuk mewujudkan kota-kota mandiri yang memiliki akses social ekonomi pada masyarakat setempat dan sekitarnya bagi usaha peningkatan kesejahteraan social.  Strategi kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Perdesaan dan Perkotaan dengan prioritas penekanan  pada (1) pembangunan ekonomi kerakyatan termasuk pengembangan pertanian dalam arti luas, (2) peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan (3) penyediaan infrastruktur dan pengembangan pariwisata daerah.

 

3.2.    Perkembangan  Implementasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara dan DPRD beserta seluruh masyarakat mempunyai komitmen yang kuat dalam melaksanakan otonomi luas.  Komitmen bersama ini merupakan dorongan dan manifestasi dari semangat menggelora membangun daerah.  Beberapa parameter yang dapat menggabarkan kemampuan Daerah Kabupaten Kutai Kertanegara dalam melaksanakan Otonomi daerah :

1.                                          Pengelolaan Keuangan Daerah 

 


 


Seiring dengan diterapkannya desentralisasi fiscal, maka pemerintah daerah diharapkan mampu mengelola keuangan daerah secara baik dan berkelanjutan.  Pada gambar 1 terlihat mengenai gambaran peningkatan APBD pemerintah Kabupaten Kutai pada tahun 1999 sampai tahun 2002 dimana terjadi peningkatan sebesar 721 % atau tujuh kali lipat lebih.  Tahun anggaran 1999/2000 (sebelum otonomi) pemerintah mengelola dana APBD sebesar Rp.340,5 Milyar, maka pada tahun anggran 2000 meningkat sebesar 35,12% menjadi Rp.461,1 Milyar.  Tahun 2001 meningkat drastic menjadi Rp. 1,538 Trilyun dan pada tahun anggaran 2002/2003 meningkat menjadi Rp. 2,456 Trilyun.

            Sekalipun terjadi peningkatan pengelolaan keuangan daerah yang demikian pesatnya, menjadi catatan kritis adalah darimana asal sumber-sumber penerimaan daerah tersebut.  Data menunjukkan bahwa salah satu indicator kemampuan daerah dalam mengelola keuangan daerah adalah dari peningkatan Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS).  Harus diakui bahwa PADS baru mampu memberikan konrtribusi sebesar Rp. 18,6 Trilyun atau 0.76 % terhadap total APBD Kabupaten Kutai Kertanegara tahun 2003. Sedangkan kontribusi terbesar adalah berasal dari Dana Perimbangan yang dialokasikan dari APBN Pusat.

2. Pengembangan Sumber Daya Manusia

            Pengembangan potensi sumberdaya manusia di Kutai Kertanegara dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing wilayah baik di pedesaan maupun di perkotaan.  Kebijakan yang bersifat komprehensif dari semua aspek akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia diantaranya melalui pendidikan dan pelatihan, pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan perumahan dan pemukiman, penyehatan lingkungan perbaikan gizi pada anak dan balita, perlindungan anak dan manusia usia lanjut (manula) dan pembangunan kesejahteraan masyarakat umum.

            Pemerintah berupaya melakukan berbagai terobosan melalui pemberian subsidi untuk SPP dan  BP3 sehingga seluruh siswa dari SD sampai SLTA  bebas SPP dan BP3.  Pemberian beasiswa  juga diberikan bagi pelajar mahasiswa dan kesempatan melanjutkan S2 dan S3 bagi pegawai  Negeri dan Dosen pada Universitas Kutai Kertanegara.  Jumlah anggaran yang dialokasikan dari APBD tahun 2003 bagi bidang pendidikan adalah sebesar 25%  dari total APBD 2,4 Trilyun. Pada tahun anggaran 2002 alokasi bidang pendidikan sebesar 20 % dari APBD sebesar 2,98 Trilyun.

            Kebijakan yang telah dilaksanakan selain memberikan sekolah gratis, pemerintah juga memberikan insentif kepada 7000 guru negeri dan swasta di seluruh Kutai Kertanegara sebesar Rp. 500.000/bulan dan fasilitas berupa sepeda motor gratis kepada para kepala sekolah.  Sampai  akhir tahun 2002 telah dibiayai sekitar 600 mahasiswa S2, dan telah lulus sebanyak 400 mahasiswa. 

            Yang menarik untuk dikemukakan dalam program pengembangan sumber daya manusia di Kutai Kertanegara adalah pencanangan Kabupaten Kutai Kertanegara sebagai Zona Bebas Pekerja Anak tahun 2007 sebagai Pilot Project dari ILO (International Labour Organization).

 

 

3.  Pengembangan  Perekonommian Daerah

            Struktur perekonomian regional Kabupaten Kutai Kertanegara masih didominasi dari sector pertambangan dan penggalian yang mencapai 76,31%, sedangkan sector pertanian dan kehutanan yang banyak menyerap tenaga kerja hanya memberikan kontribusi sebesar 11,28 persen.  Apabila dihitung tanpa Migas, sector pertanian dan akehutanan mampu memberikan kontribusi sebesar 36,39% diikuti oleh sector pertambangan dan penggalian sebesar 20,44%, sector bangunan 13,18%, perdagangan, hotel dan restoran 10,49%, industri 8,42% dan sektor lainnya 10,38%.

            Pengembangan ekonomi masyarakat desa dilakukan dengan “Gerakan Semilyar per Desa“ berupa pengalokasian dana APBD sebesar Rp. 1 milyar per desa yang diperuntukkan masing-masing untuk Rp.350 juta bagi pengembangan infrastruktur desa, Rp.350 juta untuk pengembangan ekonomi kerakyatan termasuk penyediaan kredit tanpa bunga sebesar Rp.100 uta/desa, sisanya sebesar Rp.350 juta dikhususkan untuk peningkatan SDM desa.  Pada tahun 2002 plafon Gerakan ini ditingkatkan menjadi Rp. 2 Milyar per desa yang penyalurannya dilakukan melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD).

            Upaya lain dalam rangka pengembangan perekonomian daerah yang perlu diperhatikan adalah pengembagan potensi sector-sektor lain selain sector yang memberikan sumbangan pada APBD terbesar.  Beberapa potensi unggulan yang perlu dikembangkan adalah:

1.       Pengembangan Areal tanaman Pangan melalui ekstensifikasi dan intensifikasi diantaranya seperti: program pompanisasi, penyediaan hand traktor, penyediaan teknologi pengolahan besar modern (rice processing unit) dengan kapasitas produksi 18.000 ton per tahun.

2.       Pengembangan Kelapa Sawit sebagai komoditas ekspor andalan.  Terdapat 23 investor yang mengembangan sawit dengan izin lokasi seluas 404.541 hektar. 

3.       Pengembangan komoditas lada dengan pola perkebunan rakyat yang telah ditanami seluas 6.729 Ha dengan jumlah produksi saat  ini sebanyak 4.798 ton dan menyerap lebih kurang 6.730 KK.

4.       Pengembangan sector pertambangan dan energi.  Salah satu yang penting dikembangan adalah pertambangan batubara dengan total produksi 21.929 juta ton per tahun.

5.       Industri pengolahan kayu, kerupuk ikan serta kerajinan rumah tangga merupakan sector usaha kecil dan menengah yang potensi dikembangkan.

Berbagai program yang dilakukan diatas tentunya akan mempunyai arti dan makna yang besar apabila sungguh-sungguh merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat di Kabupaten Kutai Kertanegara.  Untuk itu perlu upaya pemerintah secara maksimal melibatkan masyarakat dari tingkat dasar yaitu di desa/kelurahan dalam pembangunan dengan berpartisipasi aktif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga pembiayaan sehingga terjalin mekanisme evaluasi, monitoring dan kontrol bersama.

            Salah satu sarana partisipasi masyarakat tersebut adalah dengan diaktualisasikan melalui penerbitan Buku Putih, Buku Kuning dan Buku Merah yang merupakan seri buku yang menuangkan berbagai upaya mekanisme control evaluasi dan monitoring dari masyarakat.  Buku Putih merupakan buku desa yang memuat apa saja yang dibangun di desa tersebut dengan dana Rp. 2 Milyar.  Buku kuning memuat data-data dan informasi program-program strategis yang mencakup nama program, Pelaksana, Metode pengembangan program, Waktu tempat pelaksanaan program dan lain-lain.  Sedangkan Buku Merah merupakan buku yang memuat catatan program-program yang mengalami permasalahan sebagai hasil evaluasi pelaksanaan program.  Selanjutnya dengan publikasi dan sosialisasi ketiga buku tersebut, secara bertahap masyarakat diharapkan semakin mandiri, transparan,demokrasi dan partisipatif dalam pelaksanaan pembangunan di wilayahnya.

6.                    Administrasi dan Organisasi

Kabupaten Kutai Kertanegara merupakan salah satu dari 26 Kabupaten/Kota percontohan pelaksanaan otonomi daerah yang telah dimulai sejak tahun 1995/1996.  Untuk itu telah terbentuk 21 dinas otonom, 13 instansi vertical dan 4 lembaga non departemen. 

Kewenangan wajib yang diamanatlan dalam pasal 11 UU No.22 tahun 1999 yang terdiri dari sebelas kewenangan pemerintah daerah telah dilaksanakan seluruhnya melalui lembaga-lembaga yang sudah ada maupun yang baru dibentuk.

Dalam rangka peningkatan pelayan public dari pemerintah maka Kabupaten Kutai Kertanegara melaksanankan desentralisasi kewenangan ke Kecamatan.  Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong kecepatan dan akurasi pelayan pemerintah sehingga semakin efektif dan efisien.   Selain itu factor geografis dan ketersediaan sarana transportasi antar daerah, sehingga usaha pendelegasian wewenang kepada pemerintah kecamatan merupakan suatu alternative solusi.

Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara mengambil langkah-langkah dengan melimpahkan 12 (dua belas) kewenangan Bupati kepada Camat melalui SK Bupati No.188-HK/573/2001 tahun 2001 yang meliputi bidang (1) Pertanian, (2) Industri dan Perdagangan, (3) Ketenagakerjaan, (4) Pekerjaan Umum, (5) Perhubungan, (6) Pertambangan, (7) Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga, (8) Pariwisata, (9) Politik DalamNegeri, (10) Pendaftaran penduduk, (11) Pertanahan, (12) Pelaksanaan pemungutan pendapatan daerah.

Di Kabupaten Kutai Kertanegara khusus bagi pelaksanaan proyek-proyek senilai Rp.100-200 juta kewenangan untuk mengelola diberikan pada Camat dan proyek-proyek senilai Rp.100 juta ke bawah ditangani oleh Lurah atau Kepala Desa.

IV.        ALUR ANALISIS IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH

Melihat implementasi otonomi daerah yang telah dilakukan di Kabupaten Kutai Kertanegara maka merupakan suatu bentuk pelaksanaan otonomi daerah yang diarahkan untuk  sungguh-sungguh bermuara pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam aspek pembangunan dan pengembangan potensi daerah. 

Perhatian dan penanganan peran yang tepat dan jelas dari berbagai stakeholder dalam pengembangan otonomi daerah di Kabupaten Kutai Kertanegara merupakan kunci bagi berhasil tidaknya otonomi daerah.  Apabila tidak ditangani secara baik maka akan berakibat pada tarik menarik kepentingan berbagai pihak seperti antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah daerah dan wakil rakyat (DPRD), dengan kalangan swasta dan investor, dengan kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat bahkan dengan anggota masyarakatnya sendiri.

Hal ini akan berakibat pada tereduksinya social capital yakni trust (rasa saling percaya) antar komponen pembangunan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan social.  Hal ini yang akan menginisiasi gagalnya penerapan UU No.22 dan No.2 tahun 1999 yang meisinya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan otonomi daerah, sangat dibutuhkan upaya bersama kearah penyelesaian berbagai persoalan dan hambatan menyangkut penerapan kedua undang-undang tersebut dan perangkat peraturan pemerintah yang terkait.   

 


           

 

 

 


 

 

 


V.  KENDALA DAN HAMBATAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

            Pembangunan daerah setelah adanya otonomi harus membrikan hasil yang lebih baik dibandingkan sebelum dilaksanakan otonomi daerah.  Hal ini perlu dipahami bahwa pembangunan adalah proses perubahan struktur masyarakat yang multi dimensi.  Berdasarkan pada kondisi obyektif dan situasi yang berkembang selama pelaksanaan otonomi daerah, ditemui beberapa kendala dan hambatan antara lain :

1.           Dampak dari pencairan dana perimbangan yang selalu terhambat sangat berpengaruh signifikan bagipembangunan di daerah.  Selain proyek yang telah diprogramkan terhambat daerah juga terlilit deficit anggaran karena harus lebih dahulu membiayai proyek yang telah berjalan.

2.           Belum tertatanya batas wilayah antar kabupaten/kota secara baik sehingga mempersulit pelayanan pembangunan terhadap masyarakat yang berada disekitar perbatasan.

3.           Inkonsistensi peraturan perundangan yang mengatur beberapa kewenangan yang telah dilimpahkan kepada Kabupaten/Kota, kemudian ditarik kembali ke pusat menimbulkan konflik pelaksanaan perundangan tersebut.

4.           Terbatasnya kualitas sumber daya manusia terutama di pedesaan sering menjadi  kendala dalam pelaksanaan pembangunan yang menuntut adanya kemandirian dan kemampuan sumberdaya manusia yang handal.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Anonymous. 1999.  Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. J&J learning.  Yogyakarta.

 

__________. 2000.  Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi  sebagai Daerah Otonom.  J & J Learning, Yogyakarta.

 

__________.  1999. Undang–Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.  J & J Learning, Yogyakarta.

 

Davey, K.J.  2000.  Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek-praktek Internasional dan Relevansinya.  Universitas Indonesia Press, Jakarta.

 

Forum Wacana EPN-IPB. 2001.   Lokakarya Nasional Strategi Pemberdayaan dan Optimalisasi Otonomi Daerah Sebagai Basis Pasar Internasional.  Institut Pertanian Bogor. Bogor.

 

Pemda Kutai Kertanegara, 2003.  Dua Tahun Implementasi Otonomi Daerah di Kabupaten Kutai Kertanegara.  Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Membagun Ekowisata di Era Otonomi Daerah. Tenggarong.

 

Syaikhu Usman. 2002.  Regional Authonomy in Indonesia: Field Experinces and Emerging Challenges. SMERU Working Paper. Jakarta.

 

Sunga, T Umbu, 2002.  Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah:  Kasus Kabupaen Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.  Laporan Lapangan TIM SMERU.  Jakarta.