©
2003 Nita Noriko Posted:
9 June 2003
Makalah
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
TINJAUAN EKOLOGIS TEMPAT PEMUSNAHAN
AKHIR
BANTAR
GEBANG, BEKASI
Oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan jumlah penduduk di DKI Jakarta memberikan dampak terhadap peningkatan volume sampah. Upaya mengurangi volume sampah yang pernah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan cara membakar di lahan terbuka seperti di Cilincing dan Kapuk telah menimbulkan polusi asap dan debu. Karena itu Pemerintah DKI Jakarta menganggap perlu memiliki lokasi tempat pembuangan yang memadai dan memenuhi persyaratan ambang batas lingkungan hidup. Dalam pembahasan dengan Bappeda dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta dimunculkan tiga gagasan yaitu dikubur, dibakar, dan Sanitary Landfill. Sistem dikubur diawali dengan membuat galian dengan kedalaman tertentu lalu diberi penadah plastik kemudian diisi tanah setinggi 5 meter . Resiko dari perlakuan ini adalah hancurnya plastik oleh pelarut kimia. Sistem pembakaran dengan incenerator pada suhu 1100 0C. Lama pembakaran, suhu, dan pencampuran oksigen yang tepat dapat menghancurkan 99% sampah. Asap yang terbentuk diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke udara. Resiko dari sistem pembakaran yang tidak mencapai tingkat suhu tersebut adalah dioksin yang sangat beracun dan menimbulkan berbagai jenis kanker (Sirait, 2003). Sistem Sanitary Landfill adalah metode pembuangan akhir limbah dengan teknik tertentu sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan membahayakan kesehatan. Berdasarkan tiga pilihan tersebut, pengolahan sampah dengan metode Sanitary Landfill dianggap paling efektif.
Pemerintah DKI Jakarta akhirnya menetapkan salah satu daerah di wilayah kecamatan Bantar Gebang sebagai Tempat Pemusnahan Akhir sampah. Areal ini semula merupakan bekas lahan galian tanah untuk kepentingan pembangunan beberapa perumahan di Jakarta, seperti Sunter, Podomoro, dan Kelapa Gading serta perbaikan jalan di Narogong pada tahun 1986 (Anwar, 2003).
Mencuatnya masalah dampak TPA Bantar Gebang diawali dengan adanya perubahan status Kota Administratif menjadi Kota Bekasi pada tahun 1996. Akar permasalahannya kemungkinan disebabkan tidak jelasnya kewenangan instansi pengelola sampah Selama kurun waktu tersebut pemerintah DKI Jakarta kurang memperhatikan pengelolaan TPA Bantar Gebang. Keadaan ini diperparah dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997. Krisis ekonomi tersebut juga menyebabkan banyak terjadinya pemutusan hubungan kerja, pengangguran, dan tingginya harga kebutuhan bahan pokok. Sampah dijadikan tumpuan sumber penghasilan bagi para pemulung yang memiliki rumah liar di sekitar penampungan. Dampak sosial yang timbul diantaranya adalah terjadinya pencurian ratusan pipa paralon pada Sanitary Landfill yang berfungsi untuk membuang gas metan sehingga menyebabkan saluran mengalami kebuntuan. Akibatnya timbul kebakaran di beberapa zona TPA sehingga menimbulkan asap. Di samping itu timbul pula bau yang menebar hingga mencapai kawasan Kemang Pratama, Kranji, Pekayon, dan wilayah-wilayah lain di Kota Bekasi yang jaraknya mencapai lebih dari 10 km dari Bantar Gebang.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa TPA Bantar Gebang memberikan efek negatif terhadap kualitas air, tanah, dan kesehatan masyarakat.
1.2. Masalah
Beranjak dari paparan yang telah dikemukakan timbul masalah:
1. Bagaimana kondisi ekologi di sekitar TPA Bantar Gebang mengingat banyaknya rumah-rumah liar dan penduduk .
2. Apa efek sosial dan kesehatan masyarakat di sekitar TPA Bantar Gebang.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekologi di sekitar TPA Bantar Gebang dan pengaruhnya terhadap masyarakat di sekitarnya. Selanjutnya diharapkan tulisan ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Bekasi dalam program pengelolaan sampah.
2.1.
Letak dan
Luas Wilayah
Kecamatan Bantar Gebang merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kota Bekasi. Kecamatan ini berdiri pada tahun 1981 dan merupakan pemekaran dari kecamatan Setu. Kecamatan Bantar Gebang secara geografis terletak antara 107 0 21’- 107 010’ Bujur Timur dan 6 0 17’- 6 0 27’ Lintang Selatan, dengan batas-batas sebagai berikut:
-
Sebelah Utara berbatasan
dengan daerah Tambun
- Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Bogor
- Sebelah Timur berbatasan dengan daerah Setu
- Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Bogor.
Daerah Bantar Gebang dan sekitarnya dilalui oleh jalur utama Jalan Raya Bekasi - Bogor dan sekaligus sebagai daerah industri, permukiman, dan pertanian (Data Monografi Desa/Kelurahan, 1999).
2.2.
Tata Guna
Lahan
Luas wilayah kecamatan Bantar Gebang Bekasi adalah 4.478.803 Ha yang terdiri dari lahan perumahan dan permukiman 1.640.899 ha, lahan sawah seluas 1.206.036 Ha, pertanian darat 1.336.735 Ha, dan penggunaan lain-lain seluas 295.131 Ha. . Dari delapan desa yang ada tiga diperuntukkan sebagai Lokasi Pemusnahan Akhir sampah seluas 108 Ha, yaitu desa Ciketing Udik, Desa Cikiwul, dan desa Sumur batu. Berdasarkan fungsinya desa Bantar Gebang diperuntukkan untuk jalur industri ringan, desa Pedurenan, desa Mustika Jaya dan desa Mustika Sari diperuntukkan sebagai jalur perumahan dan desa Sumur Batu untuk area hortikultura. Penggunaaan lahan terbesar di kecamatan Bantar Gebang adalah lahan pemukiman yang mencapai 52,60%. Sebanyak 13 % lahan pertanian darat dan 11,60 % lahan sawah telah dijadikan lahan perumahan untuk menampung para pendatang karena kota Bekasi merupakan daerah penyangga bagi provinsi DKI Jakarta.
2.3. Keadaan Penduduk
Pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan Bantar Gebang merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk daerah lain. Hal ini terutama disebabkan oleh banyaknya perusahaaan-perusahaan yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Jumlah penduduk Kecamatan Bantar Gebang pada tahun 1997 adalah 68.255 jiwa dan pada tahun 1998 meningkat menjadi 70.559 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak adalah desa Bantar Gebang, Mustika Jaya, dan Pedurenan
Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 terjadi peningkatan urbanisasi yang cukup signifikan. Gejala ini juga diikuti oleh terdapatnya peningkatan jumlah pendatang yang mendirikan perumahan liar di sekitar TPA. Kondisi lingkungan yang buruk berpengaruh pada kesehatan penduduk khususnya anak-anak yang diperlihatkan dengan penampilan yang tidak sehat. Hal ini diperburuk lagi dengan keikutsertaan anak-anak membantu orang tuanya memilah sampah berupa plastik, botol, kaca, kain, dan benda-benda lain yang memiliki nilai tukar yang cukup berarti. Berdasarkan harian Republika 5 Oktober 1999 penyakit yang diderita oleh penduduk di sekitar TPA Bantar Gebang adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) , penyakit gigi, infeksi kulit, anemia, diare, disentri, pneumonia, dan infeksi telinga.
2.4. Tempat Pemusnahan Akhir (TPA) Sampah
Pada tahun 1986 Pemerintah D K
I Jakarta mulai membangun TPA Bantar Gebang. Bantar Gebang dinilai sangat
cocok untuk dijadikan TPA karena lahannya yang cekung dapat dijadikan tempat pengumpul sampah dan lokasi yang jauh dengan pemukiman
penduduk. Areal ini semula merupakan
bekas lahan galian tanah untuk
kepentingan pembangunan beberapa perumahan di Jakarta, seperti Sunter, Podomoro, dan Kelapa Gading serta perbaikan jalan di Narogong.
Areal TPA Bantar Gebang mencakup 3 desa dari 8 desa yang ada di
wilayah kecamatan Bantar Gebang, yaitu desa Ciketing, desa Cikiwul, dan desa
Sumur Batu. TPA ini menerapkan metode Sanitary Landfill yang
terdiri atas 5 zona dengan total area seluas 108 ha. Perencanaan pembangunan lokasi TPA ini telah
dilakukan secara matang. Menurut
Dinas Kebersihan Pemerintah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (2000) pembuatan Sanitary Landfill pada zona V
TPA Bantar Gebang telah
dilengkapi dengan pembangunan penyiapan lahan, perpipaan untuk pengumpulan
air sampah (leachate), jalan permanen, tanggul jalan, saluran
drainase , dan ventilasi.
3.1.
Sampah dan Sanitary Landfill
Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003)
Penguraian sampah disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan gas metana (CH 4 dan H2S ) yang bersifat racun bagi tubuh makhluk hidup. Sampah yang tidak dapat membusuk adalah sampah yang memiliki bahan dasar plastik, logam, gelas, karet. Untuk pemusnahannya dapat dilakukan pembakaran tetapi dapat menimbulkan dampak lingkungan karena menghasilkan zat kimia, debu dan abu yang berbahaya bagi makhluk hidup. Peningkatan jumlah sampah disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, keadaan sosial ekonomi, dan kemajuan teknologi. Volume sampah Jakarta tahun 1990 adalah 21.671 m3 per hari sedangkan yang dapat ditangani hanya 17.331 m3 (79,97%), Prediksi peningkatan jumlah sampah dan penduduk Jakarta tahun 2005 hingga 2020 disajikan pada grafik1.
Grafik 1. Prediksi Timbulan Sampah
http://www.bappedajakarta.go.id/images/prediksisampahbig.gif
Berdasarkan
grafik 1. peningkatan jumlah penduduk
Jakarta akan diikuti dengan peningkatan volume sampah. Jika
masalah sampah tidak dikelola secara professional
dapat menimbulkan efek yang tidak menguntungkan bagi lingkungan yang akhirnya
mempengaruhi flora, fauna, dan manusia
2.
Leachate Collection System dibuat di atas Lining
system dan berguna untuk mengumpulkan leachate dan memompa ke luar
sebelum leachate menggenang
di lining system yang akhirnya akan menyerap ke dalam tanah. leachate yang dipompa keluar melalui sumur yang disebut Leachate Extraction
System yang biasanya di kirim ke Wastewater untuk diproses sebelum
pembuangan akhir.
3. Cover atau cap system berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk ke dalam landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leachate.
4. Gas ventilation System berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam landfill dengan demikian mengurangi resiko gas mengalir di dalam tanah tanpa terkendali yang akhirnya dapat menimbulkan peledakan.
5. Monitoring system bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringatan dini kalau terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar.
(http://www.indoconstruction.com/200108/#Ir. Franciscus S Hardianto, MSCE, PE.)
Untuk mempercepat proses dikomposisi sebaiknya sebelum sampah dimasukkan dalam sanitary land fill diperlukan pemilihan sehingga secara ideal sampah yang masuk ke dalam sanitary land fill adalah sampah organik. Hingga tahun 1999 usaha pemilahan sampah belum ditangani secara khusus, hanya mengharapkan jasa pemulung di sekitar lokasi TPA. Akibatnya di areal sanitary landfill masih ditemukan sampah-sampah yang sulit terurai. Gas metana yang dihasilkan melalui teknik sanitary landfill dapat dimanfaatkan tetapi penggunaanya belum optimum.
3.2.
Tinjauan
Aspek Hukum Lingkungan
Pembangunan dan pengelolaan TPA Bantar Gebang secara umum telah mengikuti peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Studi AMDAL untuk kegiatan ini telah dilakukan pada tahun 1989. Beberapa cacatan penting yang diperoleh dari studi tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Timbulnya pencemaran udara akibat meningkatnya konsentrasi gas serta timbulnya bau, baik yang ditimbulkan pada tahap operasi penimbunan dan pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi.
2. Terjadinya perubahan pada aliran dan volume tanah yang ditimbulkan akibat adanya pembuatan lapisan kedap air di sekitar lokasi. Dengan terjadinya perubahan pada aliran dan volume air tanah di sekitar lokasi maka kemungkinan akan mengganggu kepentingan dan fungsi dari sumur-sumur yang selama ini dipergunakan penduduk di sekitar lokasi.
3. Secara geologi akan terjadi perubahan struktur lapisan tanah sebagai akibat dilakukannya pembersihan lahan, pematangan tanah maupun pelapisan oleh sampah atau tanah itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perubahan angka permeabilitas tanah, berkurangnya daya dukung tanah dan berkurangnya kesuburan tanah karena hilangnya humus penyubur tanah.
4.
Berubahnya struktur flora dan fauna akibat dilakukannya
pembersihan. Ekosistem
tertentu akan punah dan akan muncul suatu ekosistem baru terutama setelah tahap operasi. Lahan akan menjadi tandus , suatu pemandangan yang tidak baik akan muncul ditinjau dari segi estetika.
Sedangkan secara operasional terdapat peraturan yang juga perlu
dijadikan acuan yaitu Keputusan Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Pemukiman Departemen
kesehatan No. 281 tahun 1989 tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah
yaitu :
1.
Pengelolaan
sampah yang baik dan memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu upaya untuk
mencapai derajat kesehatan yang mendasar.
2.
Masyarakat
perlu dilindungi dari kemungkinan gangguan kesehatan akibat pengelolaan sampah
sejak awal hingga tempat pembuangan akhir.
Dalam lampiran Keputusan Dirjen tersebut
dijelaskan pula persyaratan kesehatan pengelolaan sampah untuk Pembuangan Akhir
Sampah yang dinyatakan antara lain:
1. Lokasi untuk TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat, binatang pengerat bagi pemukiman terdekat (minimal 3 KM)
b. Tidak merupakan pencemar bagi sumber air baku untuk minum dan jarak sedikitnya 200 meter dan perlu memperhatikan struktur geologi setempat.
c.
Tidak
terletak pada daerah banjir.
d. Tidak terletak pada lokasi yang permukaan airnya tinggi.
e. Tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memperhatikan aspek estetika.
f.
Jarak
dari bandara tidak kurang dari 5 KM
2. Pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Diupayakan agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa tidak berkembang biak dan tidak menimbulkan bau.
b. Memiliki drainase yang baik dan lancar.
c. Leachate harus diamankan sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran.
d. TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya, lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda.
e. Dalam hal tertentu jika populasi lalat melebihi 20 ekor per blok gril atau tikus terlihat pada siang hari atau nyamuk Aedes, maka harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.
3. TPA yang sudah tidak digunakan:
a. Tidak boleh untuk pemukiman
b. Tidak boleh mengambil air untuk keperluan sehari-hari
3.3. Tinjauan Aspek Kimia Fisik Lingkungan
Pada tahun 1991, 1992, 1993 dan 1994 telah dilakukan penelitian terhadap kondisi kimia dan fisik air (Hendrawan, 1996). Perubahan sifat fisik dan kimia air terjadi sebelum dan sesudah melewati sungai Ciketing Udik yaitu desa yang termasuk dalam lokasi TPA. Perubahan tersebut meliputi peningkatan Daya Hantar Listrik (DHL), alkali, ammonia, Biological Oxigen Demand (BOD), dan Chemical Oxygen Demand (COD) dan menunjukkan di atas baku mutu. DHL yang meningkat memperlihatkan kadar kation dan anion yang terlarut pada air sungai meningkat sebagai akibat banyaknya zat kimia yang terlarut dalam air. Keadaan ini dibuktikan pula dengan tingginya kandungan COD yang memperlihatkan kebutuhan terhadap oksigen yang tinggi untuk mereaksikan zat-zat kimia yang terlarut dalam air. Kadar amonia di atas baku mutu menggambarkan aktifitas dekomposer akibat zat-zat organik yang terlarut dalam air sungai. Kondisi ini diperkuat oleh data yang memperlihatkan kadar BOD yaitu kebutuhan oksigen mikroorganisme di dalam air di atas baku mutu. Zat organik merupakan media pertumbuhan mikroorganisme. Dengan kondisi seperti di atas menunjukkan pengelolaan drainase dan sanitary landfill di TPA Bantar Gebang kurang mendapat perhatian. Tercemarannya air sungai dapat berdampak negatif pada areal pertanian dan penduduk di sekitar TPA.
Bau
sampah merupakan masalah yang perlu
mendapat perhatian karena mencemari
udara di sekitar kota Bekasi.
Penelitian Noriko dkk (1999)
mengemukakan penyakit tertinggi
di sekitar TPA Bantar Gebang adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
. Penyakit ini jika tidak ditangani
secara tuntas dapat berkembang menjadi pneumonia dan penyakit paru yang lebih berat.
Penyakit lainnya adalah penyakit perut dan kulit. Pusat Penelitian Sumberdaya
Manusia dan Lingkungan (PPSML)
mengemukakan penyakit yang diderita penduduk pada bulan Juli 2000 adalah
ISPA, gigi, kulit,
gastritis, dan diare.
Noriko , dkk (1999) mengemukakan dari hasil penelitiannya terhadap 5 sampel air sumur di zona I Bantar Gebang menunjukkan kondisi yang buruk. Hal ini ditandai dengan pH air 6 dan warna air di luar baku mutu normal. Selain itu juga ditemukan Bakteri Escherichia coli dan Salmonela thyposa yaitu bakteri yang menyebabkan penyakit infeksi pencernaan makanan . Ditemukannya Escherichia coli dan Salmonela typhosa diduga berasal dari air sampah yang mencemari sumur karena sumur penduduk di sekitar zona I tidak dibuat sekat penghalang dan jarak antara sumber air bersih dengan sanitary landfill yang tidak mengikuti ketentuan. Hal ini didukung oleh Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan (PPSML) Universitas Indonesia dan Universitas Islam 1945 (2002) air sumur di sekitar TPA Bantar Gebang tercemar Escherichia coli dan pH air masam yang dapat disebabkan oleh asam-asam organik yang berasal dari air sampah (leachate) serta aktifitas bakteri. Selain itu juga dikemukakan pula bahwa kadar COD, BOD, Fe , SO2, dan CH 4. di kawasan TPA Bantar Gebang telah melampaui stanndar baku mutu . Kedua gas ini bersumber dari sanitary landfill dan proses anaerobik. Kadar Fe yang tinggi menurut Noriko (1999) kemungkinan berasal dari batuan mineral sebagai pembentuk tanah di lokasi TPA Bantar Gebang, tetapi ada pendapat lain yang mengemukakan Fe berasal dari perembesan leacheat. Untuk menghindari perembesan leachate terhadap air tanah perlu dilakukan :
1. Pemilahan sampah yang dilaksanakan pada sumber sampah
2.
Efisiensi
dalam pengangkutan sampah
3.
Teknologi
pengolahan sampah yang mengacu pada
3.1. prioritas kepada pengolahan sampah organik
seperti proses Bio fertilized
3.2. memaksimalkan sistem 3
R (reuse, recycle, reduce)
3.3. mengembangkan penggunaan sistem incenarator
3.4. sistem sanitary landfill tetap dipergunakan hanya untuk menampung residu
sampah yang tidak terolah dengan jumlah lokasi TPA yang tidak hanya satu
(http:www.bappedajakarta.go.id/jktbangun/#rencana sampah)
3.4. Tinjauan Aspek Sosial dan
Ekonomi
Krisis moneter tahun 1997 memberikan efek terhadap TPA Bantar Gebang. Sampah menjadi tumpuan sumber ekonomi alternatif bagi masyarakat urban. Tumbuhnya perumahan liar di sekitar TPA menimbulkan permasalahan yang perlu disikapi. Berdasarkan survey di zona I MCK penduduk masih jauh dari kriteria sehat karena jarak sumur sebagai sumber air dan kakus cukup dekat. Keadaan ini memperparah kondisi lingkungan TPA yang ditandai dengan banyaknya keluhan penyakit yang dialami penduduk. Azis (2000) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa 83,95% penduduk urban bermata pencarian pemulung, 6,17% wiraswasta, 3,7% buruh pabrik, 6,17% petani.
Masyarakat di sekitar TPA mengambil kesempatan memilah sampah organik dan anorganik . Plastik, botol bekas, kaleng, kaca merupakan bahan bekas yang dapat didaur ulang. Kontribusi pemulung dalam mendaur ulang sampah cukup besar , tetapi proses pencucian sampah plastik belum memperhatikan aspek kebersihan. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah lalat yang jumlahnya di atas kriteria baku mutu. Pemilahan sampah anorganik membantu sistem sanitary landfill karena sampah organik telah terpisah, tetapi upaya pemilahan belum optimum sehingga masih ditemukan sampah organik dan anorganik masih tercampur. Plastik yang tidak terurai ini dapat menimbulkan masalah lingkungan. Usaha pengumpulan sampah plastik, kaca, besi memberikan nilai positif bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar TPA Bantar Gebang karena limbah ini merupakan komuditi yang bernilai ekonomi.
1. TPA Bantar Gebang yang telah menerapkan sistem Sanitary Landfill, pada kenyataannya masih memberikan dampak negatif pada lingkungan, sehingga secara operasional diperlukan penyempurnaan melalui proses monitoring dan evaluasi secara berkala.
2. Dampak negatif yang perlu mendapat perhatian serius adalah terjadinya akumulasi berbagai bahan pencemar baik pada air, udara, dan tanah.
3. Kehadiran penduduk urban di sekitar TPA memberikan kontribusi yang positif terutama dalam proses pemisahan sampah anorganik dan ornganik. Namun jumlahnya yang terus bertambah dan tidak terkendali dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan sosial dan keamanan, termasuk keamanan atas peralatan dan prasarana TPA. Karena itu diperlukan penataan dan pengorganisasian secara baik.
4. Untuk menampung sampah dari kota besar seperti Jakarta, jumlah TPA yang hanya satu dinilai sangat kurang, sehingga diperlukan penambahan TPA di tempat lain.
5. Kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah perlu ditingkatkan melalui program Pemerintah terutama dalam pemilahan sampah organik dan anorganik sebelum dibawa ke TPA. Dengan demikian beban sanitary land fill tidak terlalu berat. Sistem sanitary landfill yang baik akan mendukung proses dekomposisi sampah organik. Di samping itu pemberdayaan masyarakat untuk mengolah sampah menjadi kompos perlu dimasyarakatkan. Pengolahan sampah menjadi sumber enegi baru tampaknya sudah saatnya dikembangkan
Anonim. 1999. Data Monografi / Desa / Kelurahan
Anwar,
A. 2003. Konflik Sampah Kota. Komunitas Jurnalis Bekasi
Azis, A. (1999/2000). Urbanisasi di Kecamatan Bantar Gebang Bekasi (Studi kasus terhadap Penduduk Urbanisasi di sekitar TPA Bantar Gebang. Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan (PPSML) Universitas Indonesia dan Pusat Studi Penelitian Lingkungan Univesitas Islam 45 (UNISMA) Bekasi .
http://www.bappedajakarta.go.id/images/prediksisampahbig.gif
http:www.bappedajakarta.go.id/jktbangun/#rencana sampah
http://www.indoconstruction.com/200108/#Ir. Franciscus S Hardianto, MSCE, PE.
Hendrawan, ID. 1996. Dampak Lokasi Pembuangan akhir (LPA) Sampah Sistem Sanitary Landfill terhadap Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus di Bantar Gebang Bekasi). Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2003. Japan Internasional Cooperation Agency (JICA). Draft Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Sampah. Yayasan Pesantren Islam AL AZHAR.
Noriko , N., Attila, A., Ayu, P. Isni. 1999. Perbandingan Kualitas Air Setelah Penyaringan dengan Karbon Aktif dan Arang Tempurung Kelapa di Lokasi Pembuangan Akhir Bantar Gebang Bekasi. Yayasan Pesantren Islam AL AZHAR
Noriko, N., Qurotuaini., Elisa, . 1999 . Penyakit di Sekitar TPA Bantar Gebang Bekasi.Yayasan Pesantren Islam AL AZHAR.
Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan (PPSML). Universitas Indonesia. 2000.
Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan (PPSML) Universitas Indonesia
dan Universitas Islam 1945. 2002.
Sirait, S. Seminar “Update on Multidisciplinary Management of Cancer”.