DAN PELUANG
PENERAPANNYA DI INDONESIA
Oleh:
Nrp: P062024184
E-mail: benry@nakertrans.go.id
1.1 Latar Belakang
Pada
tahun 1950-an, pertanian masih bersifat tradisional, bahan kimia belum
digunakan secara ekstensif serta belum muncul masalah polusi kimia. Pertanian
tradisional terfokus pada basis produksi dan konsumsi rumah tangga. Tradisi ini
berhubungan dengan strategi polikultur yang meniru lingkungan alam yang
didasari atas masukan tenaga kerja tanpa membutuhkan masukan lainnya, yang
menyebabkan ketergantungan dari luar. Strategi seperti itu telah terbukti
berkesinambungan pada tingkat rumah tangga dalam jangka waktu yang cukup lama.
Kebutuhan produksi pangan yang meningkat secara cepat akibat
pertambahan penduduk serta pertumbuhan sektor industri yang cepat mendorong
munculnya sistem pertanian modern. Ciri-ciri pertanian modern adalah ketergantungannya
pada input pupuk anorganik dan kimia sintetis yang tinggi untuk pengendalian
hama dan gulma, dan didasarkan pada varietas tanaman monokultur. Pertanian
modern ini telah menyebabkan kemerosotan sifat-sifat tanah, percepatan erosi
tanah, penurunan kualitas tanah dan kontaminasi air bawah tanah (Allen and van
Dusen 1988). Beberapa negara industri telah sadar akibat dari hal tersebut dan
memperkenalkan pertanian organik untuk menggantikan pertanian yang tergantung
pada bahan kimia.
Pertanian
organik telah menjadi industri yang berkembang di seluruh dunia baik
negara-negara beriklim tropis maupun sedang. Dengan pertanian organik, petani
memperoleh manfaat keunggulan pasar dengan “eco-labels”
dan skim pemasaran akrab lingkungan lainnya. Pasar produk pertanian organik akan
sangat menjanjikan karena meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap gaya
hidup sehat dan gerakan kembali ke alam. Apabila dihayati, keuntungan ekonomi
yang diperoleh dari potensi produksi pangan organik akan cukup besar, terutama
karena pasar Amerika dan Eropa tampaknya menjanjikan untuk dapat dijadikan
sasaran ekspor pangan organik.
Teknologi
untuk pertanian organik telah dikenal selama beberapa dekade. Pemakaian teknologi ini dapat
memberi keuntungan ekonomi dan meningkatkan kesuburan tanah. Namun demikian,
pertanian organik ini belum dapat berkembang secara meluas. Hal ini disebabkan
para petani pada umumnya terlanjur terbiasa memproduksi pangan dengan cara-cara
yang diketahuinya, yaitu dengan pemberian pupuk kimia serta pestisida secara
berlebih-lebihan.
Indonesia masih tergolong sebagai negara terbelakang dalam
pengembangan produk pangan organik, sementara peluang pasar produk pertanian
organik cukup besar, untuk ekspor maupun memenuhi permintaan kaum expatriate yang berada di kota-kota besar dan
masyarakat kelas menengah ke atas yang jumlahnya terus bertambah. Secara umum,
permintaan produk pangan organik akan terus meningkat sejalan dengan
peningkatan daya beli masyarakat.
1.2
Tujuan dan Sasaran Makalah
Memahami peranan pertanian organik dalam pembangunan
pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture development).
Pengenalan sistem pertanian organik
dan pertanian berkelanjutan.
b. rotasi
tanaman
c.
karakteristik ekologi dan agronomi
d.
bioteknologi dan pemuliaan tanaman
e.
pengendalian hama
f.
penggembalaan dan peranan hewan
Pada
sistem pertanian berkelanjutan terdapat persoalan yang lebih kompleks, dan
membutuhkan latihan manajemen yang lebih luas dari pada sistem yang
digantikannya. Sehubungan dengan hal tersebut perlu upaya pencarian metoda
pengintegrasiannya. Suatu instrumen yang dapat digunakan adalah pengendalian
harga. Metoda pengendalian harga ini sangat ampuh, dan para petani bereaksi
sangat kuat akan gagasan ini. Ada juga mekanisme yang lebih kompleks seperti
pendidikan.
Bila dipandang dari sudut kebutuhan pangan masa depan
maka penggunaan pupuk kelihatannya akan meningkat paling tidak dalam jangka
pendek, dan masalahnya adalah bagaimana membuatnya berkelanjutan. Peningkatan
teknologi pupuk sebaiknya dipertimbangkan, seperti pupuk yang dapat terurai
dengan lambat.
Pertanian berkelanjutan membutuhkan titik temu dengan
mengambil segi-segi terbaik dari pertanian organik dan non-organik. Salah satu
aspek teknis yang terpenting pada pertanian berkelanjutan adalah peningkatan
efisiensi pupuk. Hal ini akan dapat mewujudkan petani mengurangi pemakaian
pupuk dan biaya produksi, sementara pengaruh hasil akibat pemakaian pupuk akan
meningkat. Teknologi pertanian berkelanjutan secara umum membutuhkan pelatihan
dan manajemen tingkat tinggi. Penyuluhan dan pendidikan akan memainkan peranan
kunci dalam rangka pencapaian keberhasilannya.
III. PENGELOLAAN
PERTANIAN ORGANIK
3.1 Prinsip-Prinsip Pertanian Organik
Dasar konsepsi pengelolaan pertanian
organik adalah bahan organik, biologis dan ekologi pertanian. Dengan konsep
ini, maka yang dimaksud dengan pertanian organik adalah pertanian yang bebas
bahan kimia.
Prinsip-prinsip pertanian organik
sebagaimana ditetapkan oleh International
Federation of Organic Agriculture Movement (Organic Farming, 1990)
adalah sebagai berikut:
a.
menghasilkan pangan dengan kualitas gizi yang tinggi dan dalam jumlah
yang mencukupi.
b. menerapkan
sistem alami dan tanpa mendominasi alam.
c.
mengaktifkan dan meningkatkan daur biologis di dalam sistem pertanian,
melibatkan mikroorganisme,
tumbuh-tumbuhan dan hewan.
d.
meningkatkan dan memelihara kesuburan tanah.
e.
menggunakan sumber-sumber yang dapat diperbaharui dalam sistem pertanian
yang terorganisir secara lokal.
f.
mengembangkan suatu sistem tertutup dengan memperhatikan elemen-elemen
organik dan bahan nutrisi.
g.
memperlakukan ternak secara alami.
h.
mengurangi dan mencegah semua bentuk polusi yang mungkin dihasilkan dari
pertanian.
i.
memelihara keragaman genetik di dalam dan di sekeliling sistem
pertanian, termasuk perlindungan tanaman dan habitat air.
j.
memberikan pendapatan yang memadai dan memuaskan petani.
k.
mempertimbangkan pengaruh sosial dan ekologis yang lebih luas dari sistem
pertanian.
3.2 Perlakuan Pertanian Organik
Pertanian organik adalah suatu bentuk pertanian yang tidak
menggunakan input sintesis seperti pestisida dan pupuk sehingga dapat menjaga
keberlanjutan sistem dalam waktu yang tidak terhingga. Namun demikian,
pertanian organik bukan sekedar pertanian tanpa bahan kimia. Pertanian organik
menggunakan teknik-teknik seperti rotasi tanaman, jarak tanam yang mencukupi
antar tanaman, penggabungan bahan organik ke dalam tanah dan penggunaan
pengendalian biologi untuk menaikkan pertumbuhan tanaman yang optimum dan
meminimumkan masalah hama. Pemakaian pestisida organik dipertimbangkan sebagai
upaya terakhir dan digunakan dengan hemat.
Keberhasilan pertanian organik tergantung pada program
pengelolaan penggunaan input-input secara intensif dalam rangka menghasilkan
produktivitas tanaman yang optimum. Pelaksanaan pengelolaan pertanian organik
terdiri atas:
a.
penambahan bahan organik terdekomposisi.
b.
rotasi tanaman untuk meningkatkan kesuburan dan mengurangi serangan hama
dan penyakit.
c.
memakai pupuk hijau dan tanaman penutup untuk memperbaiki kesuburan
tanah, meningkatkan populasi organisme yang bermanfaat dan mengurangi erosi.
d.
pengurangan pengolahan tanah (minimum
tillage) untuk memperbaiki struktur
tanah dan mengurangi erosi.
e.
memakai tanaman penangkal (trap crops),
jasad pengendali biologi dan teknik manipulasi habitat lainnya (seperti tumpang
sari atau penggunaan pembatas) untuk mempertinggi mekanisme pengendalian
biologi alami pada pertanian.
f. pembuatan zona penyangga dan pembatas untuk menandai area penghasil organik dan membantu melindungi area tersebut dari bahan-bahan terlarang. Zona penyanga ditanami dengan tanaman pemecah angin (wind breaker) atau tanaman yang bukan untuk dipanen.
Pertanian organik secara intensif pada tanaman hortikultura
di negara-negara beriklim tropis agak kurang berkembang dibandingkan dengan
negara-negara beriklim sedang (temperate)
(Radovic and Valenzuela, 1999). Namun demikian dengan mempelajari perkembangan
pertanian organik di daerah beriklim sedang tersebut dapat memperkaya
pengetahuan yang ada pada daerah beriklim tropis untuk mengembangkan pertanian
organik atau alami yang beradaptasi pada kondisi lingkungan lokal .
Hasil penelitian di Taiwan memperlihatkan bahwa lahan yang
digenangi dalam rangka persiapan penanaman padi yang dicampur dengan pupuk
organik lebih homogen dari pada lahan kering. Kerapatan padatan, total
porositas dan stabilitas agregat permukaan tanah dapat diperbaiki dengan
penerapan pertanian organik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya
tingkat bahan organik tanah pada pertanian organik. Yamada (1988) melaporkan
bahwa dengan pemakaian kotoran sapi dalam jangka panjang, maka porositas tanah
cenderung meningkat dan kerapatan padatan menurun dibandingkan dengan pemakaian
pupuk kimia yang menyebabkan peningkatan kepadatan permukaan tanah.
Secara umum, kandungan bahan organik konsisten dengan jumlah
pupuk organik yang ditambahkan. Total kandungan Nitrogen pada tanah dan
kandungan ketersediaan Posfor dalam tanah pada lahan pertanian organik lebih
tinggi dari pada lahan pertanian konvensional.
Percobaan Lin et al. (1973),
Sommerfeldt et al. (1988), dan Reganold
(1989) menyimpulkan bahwa dengan pemakaian pupuk organik pada lahan tanaman
padi, menghasilkan kandungan bahan organik dan Nitrogen lebih tinggi dibanding dengan
pemakaian pupuk kimia. Dalam percobaan Lin et
al. (1973) ditemukan bahwa tingkat Mg, Ca, dan K yang dapat
dipertukarkan pada perlakuan pupuk kandang dan pupuk hijau lebih tinggi dari
pada hanya menggunakan pupuk kimia saja. Reganold (1989) menyatakan bahwa dalam
jangka panjang pertanian organik dapat meningkatkan ketersediaan P, K, dan Ca
dibandingkan dengan pertanian konvensional.
Hampir semua
mikroflora tanah adalah heterotrop
yaitu menggunakan senyawa organik yang tersedia untuk memperoleh karbon dan
enerji yang akan dipergunakan untuk kelanjutan metabolisme, pertumbuhan dan
reproduksi. Perubahan aktivitas mikrobial tanah sering dihubungkan dengan
perubahan input karbon ke dalam tanah sebagai hasil aplikasi pupuk kandang atau
sisa tanaman. Fraser et al.
(1988) menyimpulkan bahwa meningkatnya aktivitas mikrobial paralel dengan
peningkatan kandungan karbon organik tanah, nitrogen dan pengisian pori-pori
air.
Penerapan
pertanian organik yang meningkatkan masukan pupuk kandang atau kompos termasuk
polong-polongan (legume) dengan
rotasi yang teratur dapat meningkatkan populasi mikroba dan aktivitas-aktivitas
metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi mikroba tanah.
IV. PRODUK DAN
PASAR PERTANIAN ORGANIK
4.1 Produk Pangan Organik
Produk
pertanian tanaman pangan organik segar yang paling banyak adalah buah-buahan
dan sayuran. Disamping pangan organik segar tersebut, produk pangan organik
yang paling populer di Asia adalah produk pangan olahan. Produksi pangan organik olahan masih sangat terbatas
dilakukan oleh negara-negara di Asia Pasifik, kecuali di Australia, Selandia
Baru dan Jepang.
Untuk negara-negara berkembang
produksi pangan organik hanya berkisar pada produk pangan organik primary products atau yang belum diolah.
India merupakan produsen utama buah-buahan dan sayuran herb organik serta rempah-rempah. Filipina merupakan produsen besar
bagi pisang organik, dan Cina sumber madu organik dan sayuran organik. Jepang
telah mengembangkan bisnis pertanian organik maupun industri pengolahan
organik. Sedangkan sebagian besar produk pangan olahan, grains, dan beverages masih harus diimpor dari Eropa dan Amerika Serikat. Oleh sebab itu, peluang
pengembangan produk pertanian dan industri pangan organik segar maupun olahan
masih sangat luas dan menjanjikan (Winarno, 2003).
4.2
Pasar Pangan Organik dan Sertifikasi Produk
Bisnis produk pangan organik terus mengalami perkembangan pesat
di kawasan Asia Pasifik. Hal ini terjadi seirama dengan kepedulian konsumen
yang semakin kuat terhadap isu kesehatan dan perubahan gaya hidup masyarakat. Munculnya
berbagai isu kesehatan yang melanda dunia di bidang food scandal, seperti krisis Bovine Spongy Encephalopathy (BSE) atau yang lebih dikenal
sebagai penyakit sapi gila, dan beberapa penyakit baru lain pada keju yang
disebabkan bakteri E. coli
057:h-7 pada produk daging, dan Listeria
monocytogenes, serta perubahan gaya hidup yang menimbulkan kesadaran
masyarakat umum akan pentingnya mempertahankan kualitas lingkungan telah
mendorong melonjaknya permintaan produk organik di Asia Pasifik.
Industri produk pangan organik di Eropa merupakan salah satu
yang paling berkembang, dimana pangan organik dapat ditemukan di restoran cepat
saji dan menu penerbangan. Sementara Amerika Serikat mulainya agak tertinggal,
namun sedang bergerak menyusul Eropa. Penjualan hasil organik di Amerika
Serikat mencapai US$809 juta pada tahun 1995, dan meningkat sebesar 20% per
tahun.
Pada awalnya toko bahan pangan alami dan pasar tradisional
menjadi tempat penjualan utama untuk produk organik di Amerika Serikat. Akan
tetapi dengan meningkatnya ketertarikan konsumen, toko serba ada (supermarket) paling cepat berkembang dalam
penyediaan bahan pangan organik, termasuk produk-produk segar. Buah-buahan dan
sayuran organik sekarang dapat ditemukan pada rak-rak toko beberapa supermarket
besar. Pada tahun 1996, sebanyak 75% dari total penjualan bahan pangan organik
di Amerika Serikat berasal dari California yang luas areal pertanian organiknya
hanya 7% dari total luas keseluruhan areal pertanian.
Walaupun konsumen di Jepang lebih cenderung untuk memakai
produk-produk dalam negerinya dari pada produk impor, ternyata beberapa
perusahaan Jepang mulai mengimpor buah-buahan dan sayuran organik. Sebagai
contoh, perusahaan Daiei telah menandatangani kontrak dengan petani di
Australia untuk memproduksi dan mengapalkan pisang organik ke Jepang untuk
dipasarkan dengan label perusahaan Daiei. Labu dan bawang merupakan impor
sayuran organik utama Jepang dari Amerika Serikat.
Pangsa pasar produk pangan organik yang terbesar di Asia
Pasifik adalah Jepang, Australia, dan Selandia Baru, seperti terlihat pada
Tabel berikut:
Tabel 1. Besarnya Pangsa Pasar Pangan
Organik di Asia Pasifik
Negara |
Nilai (US$) |
Persentasi (%) |
Jepang |
250 juta |
53,2 |
Australia |
165 juta |
35,1 |
Selandia Baru |
36
juta |
7,7 |
Lainnya (Asia) |
19 juta |
4,0 |
Sumber: Organic Monitor (2002) dalam Winarno (2003)
Sejak awal para konsumen menuntut adanya jaminan kepastian
bahwa produk yang akan dibeli adalah benar-benar produk organik. Untuk itu
dikembangkan sertifikasi produk yang menjadi suatu jaminan pada konsumen,
pengecer dan pedagang perantara produk organik, bahwa produk dipastikan sebagai
produk organik dan dihasilkan berdasarkan standar yang telah ditentukan oleh
badan sertifikasi.
Produk
organik menjadi semakin diminati karena sistem pertaniannya tidak menggunakan
bahan kimia sintetis. Oleh karena itu bahan-bahan yang dilarang dalam proses
produksi diantaranya adalah:
a. semua
material kimia sintetis seperti pestisida, pupuk, pengatur tumbuh, dan
lain-lain.
b. racun
alami yang sangat beracun dan atau membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
terurai di alam, seperti warangan (arsenic),
pestisida dari akar tanaman yang mengandung timah (lead rotenone), dan nikotin.
c. radiasi
dengan ionisasi.
Dengan
perkecualian terhadap bahan-bahan yang dapat terdekomposisi kurang dari empat
bulan sebelum panen, atau sebelum pemasaran, sehingga tidak mengakibatkan
terjadinya akumulasi bahan kimia beracun. Dalam peraturan ditetapkan bahwa
minimum 95% bahan-bahan yang terdapat pada makanan organik harus diproduksi
secara organik.
Sertifikasi
merupakan isu kunci yang terpenting dalam perkembangan pertanian organik karena
sangat diperlukan apabila ingin memasarkan berbagai macam produk organik yang
dihasilkan oleh para petani saat ini. Karena alasan tersebut maka usaha-usaha
peningkatan jumlah lembaga yang telah terakreditasi, yang berwenang
mengeluarkan sertifikat produk organik sangat diperlukan terutama di Indonesia.
V.
KENDALA DAN HAMBATAN PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK
Bila
dipandang dari sudut kebutuhan pangan masa kini, maka penggunaan pupuk cenderung
akan meningkat paling tidak dalam jangka pendek. Penggunaan pupuk organik
harganya sangat mahal bila dipandang dari segi kandungan pupuk yang dibutuhkan.
Untuk itu pemerintah dapat memberikan subsidi sehingga petani akan dapat
memakai pupuk organik dengan harga yang wajar.
Oleh karena
pupuk organik tidak seefisien pupuk kimia, maka disarankan agar para petani
sebaiknya memakai pupuk kimia dalam jumlah minimum yang dibutuhkan untuk
merangsang pertumbuhan tanaman dan penambahan pupuk organik dalam jumlah besar
digunakan untuk meningkatkan produksi.
Hambatan-hambatan dalam pertanian organik menurut pengamatan
petani adalah (Marsh and Runsten,
1997):
a.
kurangnya pengetahuan tentang pertanian organik.
b.
tidak adanya kerja sama atau tidak adanya penyuluh lapangan.
c. tidak
tersedianya informasi tentang pertanian organik.
d. adanya
tekanan dari pertanian konvensional.
e.
kesulitan memperoleh kredit untuk pertanian organik
Metoda pertanian organik belum dapat diterapkan pada wilayah
yang tidak memiliki dasar pertanian yang terpadu dengan peternakan, karena
komponen utama yang digunakan untuk pupuk organik adalah kotoran ternak.
Untuk meningkatkan produktivitas pertanian organik, telah
dikembangkan berbagai varietas unggul melalui pemanfaatan bioteknologi,
termasuk manipulasi genetik untuk menciptakan varietas yang resisten terhadap
dan penyakit, serta meningkatkan kualitas produk. Di lain pihak, organisme hasil modifikasi genetik (Genetically
Modified Organism, GMO)
juga telah mengakibatkan dampak dalam keberlanjutan pertanian organik dalam
bentuk (Organic Farming Research Foundation, 2003):
a.
adanya hasil pengujian kontaminasi yang positif dari GMO pada beberapa bagian benih organik, input atau produk-produk
pertanian lainnya.
b.
pelaksanaan pertanian organik telah menimbulkan beberapa biaya langsung
atau kerusakan yang berhubungan dengan kehadiran GMO pada pertanian.
Pro
dan kontra terhadap penggunaan tanaman transgenik dalam pertanian organik masih
belum mencapai titik temu. Sementara itu, fakta memperlihatkan bahwa tanpa menggunakan
tanaman transgenik (faktor keamanan pangan terjamin), keuntungan para petani masih besar.
VI. PELUANG PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA
Sebagaimana
diketahui bahwa salah satu prasyarat pertanian organik adalah ketersedian
material organik dalam jumlah yang cukup untuk dimasukkan ke dalam tanah untuk
proses daur ulang. Dengan kecukupan akan bahan-bahan ini akan dapat membantu
suatu upaya pemecahan yang cepat pada masalah kekurangan pangan sekaligus
menerapkan pertanian berkelanjutan. Dengan penerapan pertanian organik ini
pemakaian pupuk yang mahal akan dapat dikurangi sehingga mengurangi biaya
produksi.
Indonesia
memiliki areal pertanian yang luas dengan tingkat kesuburan tanah yang relatif
cukup baik, disamping itu banyak terdapat sisa-sisa pertanian yang potensial
untuk dimanfaatkan sebagai bahan organik melalui proses daur ulang di dalam
tanah, sehingga dapat menghasilkan Nitrogen dalam jumlah besar. Dengan demikian
Indonesia mempunyai peluang yang besar untuk berhasil dalam penerapan pertanian
organik dan dapat menjawab tantangan masalah ketahanan pangan secara
berkelanjutan.
e.
Pengembangan pertanian organik membutuhkan keterampilan tinggi dan
pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, penyuluhan dan pendidikan akan memegang
peranan kunci dalam keberhasilannya.
f.
Untuk menjamin akses produk ke pasar, maka perlu diupayakan pembentukan
lembaga terakreditasi yang berwenang mengeluarkan sertifikat produk organik di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, P. and D. van Dusen. 1988. Sustainable Agriculture: Choosing the
Future. In: Global Perspective on Agroecology and Sustainable Agricultural
Systems. University of California, Santa Cruz, CA, USA.
Bolton, H. Jr., L. F. Elliott, R. I. Papendick and D. F. Bezdicek. 1985.
Soil Microbial Biomass and Selected Soil Enzyme Activities: Effect of
Fertilization and Cropping Practices. Soil Biology and Biochemical 17: 297-302.
EDWARDS, C.A., LAL, R., Madden, P., Miller, R.H House, G. (Ed). 1990
Suistainable Agricultural Systems. St Lucie Prees., Soil and Water Conservation
Society, LOWA.
Fraser, D. G., J. W. Doran, W. W. Sahs and G. W. Lesoing. 1988. Soil
Microbial Populations and Activities under Conventional and Organic Management.
Journal of Environmental Quality 17: 585-590.
GILPIN, A. 1996 Dictionery of
Environment and Suistainable Development. International Labour Organization.
2000. Sustainable Agriculture in a Globalised Economy. Geneva.
Lin, C. F., T. S. L. Wang, A. H. Chang and C. Y. Cheng. 1973. Effects of
Some Long Term Fertilizer Treatments on the Chemical Properties of Soil and
Yield of Rice. Journal of Taiwan Agricultural Research 22: 241-292.
Marsh, R. and D. Runsten. 1997. The Organic Produce Niche Market: Can
Mexican Smallholders be Stakeholders. UCLA. Paper Prepared for the Project “The
Transformation of Rural Mexico: Building an Economically Viable and
participatory Campesino Sector”.
Organic Farming. 1990. Principles of Organic Farming. Stated by
International Federation of Organic Agriculture Movements. USA.
Organic Farming Research Foundation. 2001.
Organization Policy Statement on Genetic Engeneering in Agriculture. March 23.
Organic Farming Research Foundation. 2003. The 4th
National Organic Farming Survey. Released by: Organic Farming Research
Foundation. May 14.
Radovic, T. and H. Valenzuela. 1999.
Organic Farming: An Overview of the Organic Farming Industry in Hawaii.
Vegetable Crops Update Vol. 9 No. 1.
Reganold, J. P. 1989. Comparison of Soil Properties as Influenced by
Organic and Conventional farming Systems. American Journal Alternative
Agriculture 3: 144-145.
Sommerfeldt, T.G. and C. Chang and T. Entz. 1988. Long Term Annual
Manure Applications Increase Soil Organic Matter and Nitrogen, and Decrease
carbon to Nitrogen Ratio. Soil Science Social American Journal 52: 1668-1672.
UNDP dan OECD, 2002 Sustainable Development Strategies ( Resource book).
Wang, Y. and C. Chao. 1995. The Effect of Organic Farming Practices on
the Chemical, Physical and Biological Properties of Soil in Taiwan. In:
Sustainable Food Production in the Asian and Pacific Region. Food and
Fertilizer Technology Center for the Asian and Pacific Region.
Winarno, F. G. 2003. Pangan Organik di Kawasan Asia Pasifik. Harian Kompas 10 Juni 2003.
Yamada, H.
1988. Some
Experimental Results Obtained from the Studies on Technological Evaluation of
Organic Farming and Gardening. Agricultural Technology 43: 433-437.