ã 2003 Hari Siswoyo Posted 22 March, 2003
Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
March 2003
Dosen :
Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng
Oleh :
NRP.
A262020021
Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai DAS adalah suatu wilayah daratan yang
secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama
(Asdak, 2002). Pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu pemanfaatan sumberdaya tanah dalam
hal ini lahan dan pemanfaatan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya lahan
dalam suatu DAS meliputi pertanian, hutan, perkebunan, perikanan, pertambangan,
dan lain-lain; sedangkan pemanfaatan sumberdaya air diperuntukkan bagi suplai
air irigasi, suplai air minum, PLTA, suplai air industri, dan lain-lain. Untuk
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, maka sumberdaya yang ada pada suatu
DAS harus dikelola.
Pengelolaan DAS adalah suatu proses
formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi
sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk
memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan
sumberdaya tanah dan air. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi
keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaiatan antara daerah
hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002). Secara hidrologi, pengelolaan DAS
berupaya untuk mengelola kondisi biofisik permukaan bumi, sedemikian rupa
sehingga didapatkan suatu hasil air (water
yield, total streamflow) secara maksimum, serta memiliki regime aliran (flow regime) yang optimum, yaitu
terdistribusi merata sepanjang tahun (Purwanto, 1992).
DAS adalah suatu sistem dalam hidrologi, sehingga di sini
terdapat sistem masukan dan sistem keluaran. Salah satu keluran dari sistem DAS
adalah debit aliran sungai. Debit aliran sungai adalah integrator
dari suatu DAS. Hal ini mempunyai arti bahwa debit aliran sungai merupakan
penyimpan informasi tentang ciri dan kondisi DAS tersebut.
Debit aliran sungai ini
dapat dijadikan petunjuk mampu tidaknya DAS berperan sebagai pengatur proses,
khususnya dari segi hidrologi. Selain itu, dari sistem keluaran DAS tersebut
dapat dievaluasi kondisi DAS yang bersangkutan. Dengan demikian masukan ke
dalam suatu DAS dapat dioptimalkan menjadi suatu keluaran yang baik dengan
mengatur kondisi biofisik yang ada pada DAS tersebut. Perubahan penggunaan
lahan pada suatu DAS akan dapat mengakibatkan perubahan efektifitas perlakuan
DAS.
Informasi debit aliran
sungai akan memberikan hasil lebih bermanfaat
bila disajikan dalam bentuk hidrograf. Namun demikian tidak semua Daerah
Aliran Sungai (DAS) mempunyai data pengukuran debit, hanya sungai-sungai yang
DAS-nya telah dikembangkan mempunyai data pengukuran debit yang cukup. Dengan
demikian berkembang penurunan hidrograf satuan sintetis yang didasarkan atas
karakteristik fisik dari suatu DAS.
Melalui model hidrograf satuan sintetis, optimasi penggunaan lahan pada
suatu DAS dapat dilakukan dengan merubah pola hidrograf. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa optimasi penggunaan lahan untuk perencanaan pengelolaan DAS
dapat didekati dari aspek hidrologi dengan pendekatan teori hidrograf satuan
sintetis.
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk:
1.
Memberikan
wacana tentang kegunaan model hidrograf satuan sintetis selain untuk keperluan
prediksi debit banjir atau aliran di sungai sebagai dasar perencanaan bangunan
air.
2. Memberikan wacana
dan gambaran awal terhadap penggunaan suatu metode alternatif untuk pengaturan
penggunaan lahan sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan DAS.
Hidrograf
Hidrograf dapat digambarkan sebagai penyajian grafis antara
salah satu unsur aliran dengan waktu. Hidrograf ini menunjukkan tanggapan
menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS
yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan
waktu terjadinya masukan. Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh
sifat hujan yang terjadi, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS
yang lain (Sri Harto, 1993).
Gambar 1. Bentuk
Umum Hidrograf
Hidrograf Satuan (HS)
Teori klasik hidrograf
satuan berasal dari hubungan antara hujan efektif dengan limpasan langsung. Hubungan tersebut merupakan
salah satu komponen model watershed
yang umum. Teori hidrograf satuan merupakan
penerapan pertama teori sistem linier dalam hidrologi (Soemarto, 1987).
Sherman pada tahun 1932
(dalam Sri Harto, 1993) mengemukakan bahwa dalam suatu sitem DAS terdapat suatu
sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan
tertentu. Tanggapan
ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu.
Tanggapan yang demikian dalam konsep model hidrologi dikenal dengan hidrograf
satuan. Hidrograf satuan suatu DAS adalah (Soemarto, 1995) suatu limpasan
langsung yang diakibatkan oleh satu satuan volume hujan yang efektif yang
terbagi rata dalam waktu dan ruang.
Untuk
memperoleh hidrograf satuan dalam suatu kasus banjir, maka diperlukan data
sebagai berikut:
1.
rekaman
AWLR
2.
pengukuran
debit yang cukup
3.
data hujan biasa (manual)
4.
data hujan otomatis
Selanjutnya perlu
dipilih kasus yang menguntungkan dalam analisis, yaitu dipilih hidrograf yang
terpisah dan mempunyai satu puncak dan hujan yang cukup serta distribusi
jam-jamannya. Syarat di atas sebenarnya bukan merupakan keharusan, kecuali
untuk mempermudah hitungan yang dilakukan. Analisa numerik untuk memisahkan
hidrograf satuan dari banjir pengamatan dapat dilakukan dengan Metode Collins
(Sri Harto, 1993).
Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) US SCS
Untuk mendapatkan suatu
hidrograf satuan seperti diuraikan dengan prosedur di atas perlu tersedia data
yang baik, yaitu data AWLR, data pengukuran debit, data hujan harian, dan data
hujan jam-jaman. Yang menjadi masalah adalah bahwa karena berbagai sebab data
ini sangat sulit diperoleh atau tidak tersedia. Data-data sebagaimana
disebutkan di atas hanya dapat diperoleh pada suatu DAS/sub DAS yang telah
terinstrumentasi dengan baik.
Purwanto
(1992) mengemukakan bahwa suatu DAS/sub DAS yang terinstrumentasi dengan baik
adalah:
1.
DAS yang memiliki stasiun pengukur
arus sungai secara otomatis, yaitu AWLR beserta perangakat pengukuran muatan
sedimen pada outlet DAS/sub DAS tersebut.
2.
Memiliki penakar/alat ukur hujan
otomatis dalam jumlah yang cukup, yaitu satu buah untuk tingkat sub DAS dan
tiga buah untuk tingkat DAS
Untuk
mengatasi hal ini maka dikembangkan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf
satuan tanpa mempergunakan data tersebut di atas. Salah satu cara
tersebut dikembangkan oleh Soil
Conservation Service, U.S. Department of Agriculture (USDA-SCS) pada tahun 1972 dengan memanfaatkan parameter DAS untuk
memperoleh hidrograf satuan sintetis. Hidrograf satuan sintetis yang ditemukan
digambarkan secara sederhana membentuk
segitiga, dengan waktu pencapaian puncak lebih cepat dibandingkan dengan waktu
turunnya.
US SCS mengembangkan rumus dengan koefisien-koefisien
empirik yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik
DAS. Hidrograf satuan tersebut ditentukan dengan unsur yang antara lain Qp
(m3/detik), Tp (jam), dan Tb (jam). Rumusan
model HSS US SCS adalah berikut (Wanielista, Kersten, and Eaglin, 1997):
1. Model time lag (tL)
dimana :
tL = waktu tenggang (time lag) antara terjadinya hujan lebih sampai terjadinya aliran
puncak (jam)
L = panjang aliran sungai utama (ft)
S = retensi maksimum (inchi), S = 1000/CN – 10
CN= bilangan kurva (curve number), yaitu suatu indeks yang
menyatakan pengaruh bersama tanah, penggunaan tanah, perlakuan terhadap tanah
pertanian, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya.
Y = kemiringan
lereng (%)
2. Model time to peak (Tp)
dimana :
Tp = waktu
yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)
tL = waktu tenggang (time lag) antara terjadinya hujan lebih sampai terjadinya aliran
puncak (jam)
3. Model peak discharge (Qp)
dimana :
Qp
= debit puncak/laju puncak aliran
permukaan (cfs)
Tp = waktu
yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)
A = luas DAS (mil2)
4. Model time base (Tb)
dimana:
Tb = waktu dasar (jam)
Tp = waktu
yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)
Pada penggambaran kurva hidrograf
satuan sintetik, sering pula untuk DAS kecil diambil nilai Tb = 3 ~
5 Tp.
![]() |
Dalam perumusan
model tersebut di atas dipergunakan koefisien CN (curve number). Koefisien CN (curve
number) harus ditentukan secara empirik, karena besarnya berubah-ubah
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Pada penentuan harga CN (curve number) dipengaruhi oleh
faktor-faktor penting antara lain tipe tanah (soil type) dan tata guna lahan (land
use) (Chow, Maidment, dan Mays 1988). Untuk mempermudah dalam perhitungan Soil Consevation Service memberikan
estimasi harga CN yang disajikan dalam tabel yang didasarkan atas kelompok
hidrologi tanah.
Tabel 1. Bilangan Kurva Aliran Permukaan untuk Berbagai Kelompok Hidrologi Tanah dan
Penutup Lahan
Penggunaan Lahan |
Perlakuan
|
Kondisi Hidrologi |
Kelompok Hidrologi Tanah |
|||
A |
B |
C |
D |
|||
Bera |
-menurut
lereng |
|
77 |
86 |
91 |
94 |
Tanaman semusim dalam baris |
-menurut
lereng -menurut
lereng -menurut
kontur -menurut kontur -kontur & terras -kontur & terras |
-buruk -baik -buruk -baik -buruk -baik |
72 67 70 65 66 62 |
81 78 79 75 74 71 |
88 85 84 82 80 78 |
91 89 88 86 82 81 |
Padi-padian |
-menurut
lereng -menurut
lereng -menurut
kontur -menurut
kontur -kontur & terras -kontur & terras |
-buruk -baik -buruk -baik -buruk -baik |
65 63 63 61 61 59 |
76 75 74 73 72 70 |
84 83 82 81 79 78 |
88 87 85 84 82 81 |
Leguminosae ditanam rapat atau pergiliran tanaman padang rumput |
-menurut
lereng -menurut
lereng -menurut
kontur -menurut
kontur -kontur & terras -kontur & terras |
-buruk -baik -buruk -baik -buruk -baik |
66 58 64 55 63 51 |
77 72 75 69 73 67 |
85 81 83 78 80 76 |
89 85 85 83 83 80 |
Padang rumput |
- - - -menurut
kontur -menurut
kontur -menurut
kontur |
-buruk -sedang -baik -buruk -sedang -baik |
68 49 39 47 25 6 |
79 69 61 67 59 35 |
86 79 74 81 75 70 |
89 84 80 88 83 79 |
Padang rumput
potong |
- |
-baik |
30 |
58 |
71 |
78 |
Hutan |
- - - |
-buruk -sedang -baik |
45 36 25 |
66 60 55 |
77 73 70 |
83 79 77 |
Perumahan
petani |
|
|
59 |
74 |
82 |
86 |
Jalan dengan permukaan keras |
|
|
74 |
84 |
90 |
92 |
Pemukiman
dengan berbagai luas kapling |
£500m2 (65% daerah kedap) 1000 m2 (38% daerah kedap) 1300 m2 (30% daerah kedap) 2000 m2 (25% daerah kedap) 4000 m2 (20% daerah kedap) 8000 m2 (12% daerah kedap) |
77 61 57 54 51 46 |
85 75 72 70 68 65 |
90 83 81 80 79 77 |
92 87 86 85 84 82 |
|
Tempat parkir
diaspal, atap, jalan aspal, dan lain-lain. |
|
98 |
98 |
98 |
98 |
|
Jalan umum |
-beraspal dan saluran pembuangan air -beraspal dengan parit terbuka -kerikil -tanah |
98 83 76 72 |
98 89 85 82 |
98 92 89 87 |
98 93 91 89 |
|
Daerah perdagangan dan pertokoan |
(85% daerah
kedap) |
89 |
92 |
94 |
95 |
|
Daerah
industri |
(72% daerah
kedap) |
81 |
88 |
91 |
93 |
|
Tempat terbuka, padang rumput yang
dipelihara, taman, lapangan golf, kuburan, dan lain-lain. |
-Kondisi baik : > 75% tertutup
oleh rumput -Kondisi sedang : 50%-75% tertutup rumput -Kondisi
buruk : < 50% tertutup rumput |
39 49 68 |
61 69 79 |
74 79 86 |
80 84 89 |
Sumber :
Arsyad, 2002; Bedient and Huber, 1992; Schwab et.al., 1981; Wanielista, Kersten, and Eaglin, 1997; Ward and
Elliot, 1995.
Model hidrograf
satuan sintetik metode SCS adalah berbentuk segitiga (gambar 2), sehingga untuk
membuat kurva hidrograf digunakan alat bantu berupa tabel rasio dimensi
hidrograf satuan.
Rasio Waktu (t/Tp) |
Rasio Debit (Q/Qp) |
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 1,0 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,8 2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,5 4,0 4,5 5,0 ~ |
0,000 0,015 0,075 0,16 0,28 0,43 0,60 0,77 0,89 1,00 0,98 0,92 0,84 0,75 0,65 0,57 0,43 0,32 0,24 0,18 0,13 0,098 0,036 0,018 0,009 0,004 1 |
Sumber: Wanielista, Kersten, and Eaglin, 1997.
Di dalam studi ini
diperlukan bahan dan alat yang terdiri dari :
Bahan : Peta Rupa Bumi, Peta Tanah Semi Detail, Peta Tata
Guna Lahan, Data Pengukuran AWLR, data curah hujan dari pencatat hujan otomatis
dan manual, dan data klimatologi.
Alat : Planimeter, Seperangkat komputer dan printer, Software Microsoft Office, Software ArcInfo/Software ArcView, dan Software Minitab for Windows ver. 11.
Tahapan Analisis
a. Pengalihragaman
data stage hydrograph (hubungan waktu
dengan tinggi muka air sungai) menjadi discharge
hydrograph (hubungan waktu dengan debit aliran sungai)
b. Pemisahan
komponen hidrograf menjadi dua bagian yaitu limpasan langsung (direct runoff) dan aliran dasar (base flow)
c. Analisis
data hujan, yang meliputi analisis curah hujan daerah, distribusi hujan, dan
hujan efektif
d. Penurunan
hidrograf satuan dari tiap-tiap hasil pengamatan hidrograf aliran sungai yang
diamati
e. Perataan
hidrograf satuan dari hasil penurunan
dari beberapa pengamatan hidrograf aliran sungai, untuk mendapatkan hidrograf
yang mewakili kondisi DAS yang bersangkutan
(langkah-langkah
analisis dapat mengacu dari berbagai pustaka yang tercantum)
3. Melakukan
kalibrasi antara hasil perhitungan model HSS US SCS dengan hidrograf satuan
hasil penurunan hidrograf aliran sungai pengamatan.
4. Melakukan
verifikasi antara hasil perhitungan model HSS US SCS dengan hidrograf satuan
hasil penurunan hidrograf aliran sungai pengamatan dengan menggunakan set data
yang berbeda dengan point (3)
5. Melakukan
simulasi dengan mengoptimalkan penggunaan lahan (berbagai skenario) untuk
mendapatkan hasil unsur hidrograf dengan nilai Qp rendah, sedangkan
Tp dan Tb dalam waktu yang lama.
6. Memberikan
rekomendasi pengaturan penggunaan lahan pada DAS yang bersangkutan.
Secara hidrologi, pengelolaan DAS berupaya
untuk mengelola kondisi biofisiografi permukaan bumi, sedemikian rupa sehingga
didapatkan suatu hasil water yield
secara maksimum, serta memiliki regim aliran yang optimum, yaitu terdistribusi
merata sepanjang tahun (Purwanto, 1992). Hariyadi (1988) menyatakan bahwa
tujuan utama dari pengelolaan DAS adalah tercapainya suatu keadaan dalam DAS,
yang menimbulkan terlaksananya keadaan tata air yang optimum dipandang dari
aspek kualitas, kuantitas, dan regime. Dengan adanya pengelolaan DAS tersebut
berarti ikut serta pula mengelola sumber daya alam lingkungan DAS, untuk
melindungi, memelihara, dan memperbaiki produksi air.
Dalam
pengelolaan DAS (Sheng, 1968 dalam Hariyadi, 1988), dimana akan lebih banyak
menyangkut daerah aliran sungai yang berhutan dan yang ditutupi oleh tanaman
pertanian lainnya, dalam kaitannya dengan 3 unsur pokok yang perlu
diperhatikan, yaitu: lahan, air/sungai, dan manajemen. Unsur lahan meliputi
semua komponen dari suatu unit geografi dan atmosfer tertentu, air, tanah,
batuan, vegetasi dan kehidupan binatang, serta manusia dan kegiatannya. Dari
gambaran tersebut maka pengelolaan DAS dapat didefinisikan sebagai manajemen
dari lahan untuk tujuan produksi air (water
yield) dengan kualitas yang optimum, pengaturan hasil air, dan stabilitas
tanah yang maksimal serta produk-produk lainnya. Sehubungan dengan hal itu,
maka ada beberapa faktor yang dapat diubah dalam kegiatan pengelolaan DAS adalah
(Purwanto, 1992) :
1. Tata guna lahan dan
jenis vegetasi
2. Topografi dan
kelerengan
3. Kesuburan tanah pada
batas-batas tertentu sifat fisik tanah.
Mengingat DAS merupakan
satu sistem dalam hidrologi, maka disini terdapat sistem masukan (input) dan
sistem keluaran (output). Curah hujan dan energi merupakan input, sedangkan
air, sedimen, dan unsur hara merupakan output (Hariyadi, 1988; Asdak, 2002).
Dalam hal ini DAS berfungsi dan berperan sebagai pengatur proses. Dengan
demikian dapat diambil suatu penalaran, bahwa output dalam bentuk debit aliran
sungai identik dengan kelakuan curah hujan yang jatuh di atas permukaan DAS
(Hariyadi, 1988). Dari debit aliran inilah secara kuantitas dan kualitas dapat
dijadikan sebagai petunjuk mampu tidaknya DAS berfungsi dan berperan sebagai
pengatur proses tersebut, khususnya dari segi hidrologis. Asdak (2002)
menyatakan bahwa sebagai suatu sistem hidrologi, masukan ke dalam sistem (DAS)
dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang berlangsung dengan melihat
keluaran dari sistem.
Dari segi
tata air, DAS dapat dikatakan dalam kondisi yang baik apabila
parameter-parameter hidrologi yang diamati pada outlet dari suatu DAS
menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:
1.
Perbandingan antara debit
maksimum bulanan (Qmax) dengan debit minimum bulanan (Qmin)
dalam satu tahun, menunjukkan kecenderungan menurun (Asdak, 2002; Hariyadi,
1988; Purwanto, 1992).
2. Unsur utama hidrograf
satuan (Purwanto, 1992) menunjukkan :
v
Time to peak semakin
lama
v
Time base semakin
lama
v
Peak discharge
semakin menurun
3.
Volume base flow dan koefisien resesi semakin meningkat (Purwanto, 1992).
4.
Koefisien runoff sesaat dan
tahunan menurun (Asdak, 2002; Hariyadi, 1988; Purwanto, 1992).
Berdasarkan
pendekatan teori hidrograf satuan, parameter keluaran dari DAS yang dapat
dioptimalkan adalah pola hidrograf. Pola dari suatu hidrograf aliran sungai adalah
mencirikan karakteristik biofisik dari suatu DAS. Dengan mencoba berbagai
skenario penggunaan lahan, dan atas dasar teori HSS US SCS, maka akan dapat
ditentukan suatu penggunaan lahan yang dapat menunjang kelestarian fungsi DAS.
Hasil studi pustaka dalam paper ini
adalah berupa studi awal, dengan demikian perlu dilakukan studi yang lebih
mendalam tentang teknis optimasi penggunaan lahan dalam perencanaan pengelolaan
DAS dengan pendekatan teori hidrograf satuan sintetik. Penelitian tersebut hendaknya
dilakukan dengan data-data historis yang lebih panjang dan data-data penunjang
yang lebih kompleks, serta didukung analisis statistika yang terkait.
Arsyad, S. (2000). Konservasi Tanah dan Air.
Bogor: IPB Press
Asdak, C. (2002). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Bedient, Philip B. and Huber, Wayne C.
(1992). Hydrology and Floodplan Analysis. USA: Addison-Wesley
Publishing Company.
Chow, V.T., D.R. Maidment, and L.W. Mays.
(1988). Applied Hydrology. Singapore: Mc Graw-Hill.
Hariyadi, R. (1988). Model Pengukuran Keberhasilan
Pengelolaan DAS Ditinjau Dari Pendekatan Hydro Ekologis. Makalah
Simposium Model Hidrologi Rekayasa dan Lingkungan Untuk Perencanaan Regional
dan Perancangan. Bandung, 17-18 Maret 1988.
Purwanto, E. (1992). Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah
Aliran Sungai Dengan Menggunakan Parameter Hidrologi. (Majalah
Kehutanan Indonesia, Edisi No. 10 th 1991/1992, Diterbitkan oleh Departemen
Kuhutanan RI, STT. No. 1162/SK/DITJEN PPG/SST/1987). Jakarta: Departemen
Kehutanan RI.
Schwab, G.O. et al. (1982). Soil
and Water Conservation Engineering
(Third Edition). New York: John Wiley and Sons, Inc.
Soemarto,
C.D. (1987). Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
Soemarto,
C.D. (1995). Hidrologi Teknik (Edisi
ke-2). Jakarta: Erlangga.
Sri
Harto Br. (1993). Analisis Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sri
Harto Br. (2000). Hidrologi (Teori, Masalah, dan Penyelesaian). Yogyakarta:
Nafiri Offset.
Wanielista, M., R. Kersten, and R.
Eaglin. (1997). Hydrology (Water Quantity and
Quality Control). Toronto: John Wiley & Sons, Inc.
Ward, A.D. and Elliot, W.J. (1995). Environmental
Hydrology. New York: Lewis Publishers.