ã 2003 Hari Siswoyo                                                                            Posted   22 March, 2003

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

March 2003

 

Dosen :

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 

 

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAS

DENGAN PENDEKATAN ASPEK HIDROLOGI

BERDASARKAN TEORI HIDROGRAF SATUAN SINTETIS US SCS

 

 

Oleh :

 

Hari Siswoyo

NRP. A262020021

Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

 

 

PENDAHULUAN

          Daerah Aliran Sungai DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002). Pemanfaatan sumberdaya alam pada suatu DAS secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu pemanfaatan sumberdaya tanah dalam hal ini lahan dan pemanfaatan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya lahan dalam suatu DAS meliputi pertanian, hutan, perkebunan, perikanan, pertambangan, dan lain-lain; sedangkan pemanfaatan sumberdaya air diperuntukkan bagi suplai air irigasi, suplai air minum, PLTA, suplai air industri, dan lain-lain. Untuk dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, maka sumberdaya yang ada pada suatu DAS harus dikelola.

          Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah dan air. Termasuk dalam pengelolaan DAS adalah identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaiatan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002). Secara hidrologi, pengelolaan DAS berupaya untuk mengelola kondisi biofisik permukaan bumi, sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu hasil air (water yield, total streamflow) secara maksimum, serta memiliki regime aliran (flow regime) yang optimum, yaitu terdistribusi merata sepanjang tahun (Purwanto, 1992). 

 
KERANGKA PEMIKIRAN

          DAS adalah suatu sistem dalam hidrologi, sehingga di sini terdapat sistem masukan dan sistem keluaran. Salah satu keluran dari sistem DAS adalah debit aliran sungai. Debit aliran sungai adalah integrator dari suatu DAS. Hal ini mempunyai arti bahwa debit aliran sungai merupakan penyimpan informasi tentang ciri dan kondisi DAS tersebut.

          Debit aliran sungai ini dapat dijadikan petunjuk mampu tidaknya DAS berperan sebagai pengatur proses, khususnya dari segi hidrologi. Selain itu, dari sistem keluaran DAS tersebut dapat dievaluasi kondisi DAS yang bersangkutan. Dengan demikian masukan ke dalam suatu DAS dapat dioptimalkan menjadi suatu keluaran yang baik dengan mengatur kondisi biofisik yang ada pada DAS tersebut. Perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS akan dapat mengakibatkan perubahan efektifitas perlakuan DAS.

          Informasi debit aliran sungai akan memberikan hasil lebih bermanfaat  bila disajikan dalam bentuk hidrograf. Namun demikian tidak semua Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai data pengukuran debit, hanya sungai-sungai yang DAS-nya telah dikembangkan mempunyai data pengukuran debit yang cukup. Dengan demikian berkembang penurunan hidrograf satuan sintetis yang didasarkan atas karakteristik fisik dari suatu DAS.

          Melalui model hidrograf satuan sintetis, optimasi penggunaan lahan pada suatu DAS dapat dilakukan dengan merubah pola hidrograf. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa optimasi penggunaan lahan untuk perencanaan pengelolaan DAS dapat didekati dari aspek hidrologi dengan pendekatan teori hidrograf satuan sintetis.

 

TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk:

1.    Memberikan wacana tentang kegunaan model hidrograf satuan sintetis selain untuk keperluan prediksi debit banjir atau aliran di sungai sebagai dasar perencanaan bangunan air.

2.    Memberikan wacana dan gambaran awal terhadap penggunaan suatu metode alternatif untuk pengaturan penggunaan lahan sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan DAS.

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Hidrograf

          Hidrograf dapat digambarkan sebagai penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu. Hidrograf ini menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan. Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain (Sri Harto, 1993).

 


Gambar 1. Bentuk Umum Hidrograf

 


Hidrograf Satuan (HS)

          Teori klasik hidrograf satuan berasal dari hubungan antara hujan efektif dengan limpasan langsung. Hubungan tersebut merupakan salah satu komponen model watershed yang umum. Teori hidrograf satuan merupakan penerapan pertama teori sistem linier dalam hidrologi (Soemarto, 1987).

          Sherman pada tahun 1932 (dalam Sri Harto, 1993) mengemukakan bahwa dalam suatu sitem DAS terdapat suatu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap suatu masukan tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian dalam konsep model hidrologi dikenal dengan hidrograf satuan. Hidrograf satuan suatu DAS adalah (Soemarto, 1995) suatu limpasan langsung yang diakibatkan oleh satu satuan volume hujan yang efektif yang terbagi rata dalam waktu dan ruang.

Untuk memperoleh hidrograf satuan dalam suatu kasus banjir, maka diperlukan data sebagai berikut:

1.      rekaman AWLR

2.      pengukuran debit yang cukup

3.      data hujan biasa (manual)

4.      data hujan otomatis

            Selanjutnya perlu dipilih kasus yang menguntungkan dalam analisis, yaitu dipilih hidrograf yang terpisah dan mempunyai satu puncak dan hujan yang cukup serta distribusi jam-jamannya. Syarat di atas sebenarnya bukan merupakan keharusan, kecuali untuk mempermudah hitungan yang dilakukan. Analisa numerik untuk memisahkan hidrograf satuan dari banjir pengamatan dapat dilakukan dengan Metode Collins (Sri Harto, 1993). 

 

Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) US SCS

          Untuk mendapatkan suatu hidrograf satuan seperti diuraikan dengan prosedur di atas perlu tersedia data yang baik, yaitu data AWLR, data pengukuran debit, data hujan harian, dan data hujan jam-jaman. Yang menjadi masalah adalah bahwa karena berbagai sebab data ini sangat sulit diperoleh atau tidak tersedia. Data-data sebagaimana disebutkan di atas hanya dapat diperoleh pada suatu DAS/sub DAS yang telah terinstrumentasi dengan baik.

          Purwanto (1992) mengemukakan bahwa suatu DAS/sub DAS yang terinstrumentasi dengan baik adalah:

1.      DAS yang memiliki stasiun pengukur arus sungai secara otomatis, yaitu AWLR beserta perangakat pengukuran muatan sedimen pada outlet DAS/sub DAS tersebut.

2.      Memiliki penakar/alat ukur hujan otomatis dalam jumlah yang cukup, yaitu satu buah untuk tingkat sub DAS dan tiga buah untuk tingkat DAS  

          Untuk mengatasi hal ini maka dikembangkan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf satuan tanpa mempergunakan data tersebut di atas. Salah satu cara tersebut dikembangkan oleh Soil Conservation Service, U.S. Department of Agriculture (USDA-SCS) pada tahun 1972 dengan memanfaatkan parameter DAS untuk memperoleh hidrograf satuan sintetis. Hidrograf satuan sintetis yang ditemukan digambarkan secara sederhana  membentuk segitiga, dengan waktu pencapaian puncak lebih cepat dibandingkan dengan waktu turunnya. 

            US SCS mengembangkan rumus dengan koefisien-koefisien empirik yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Hidrograf satuan tersebut ditentukan dengan unsur yang antara lain Qp (m3/detik), Tp (jam), dan Tb (jam). Rumusan model HSS US SCS adalah berikut (Wanielista, Kersten, and Eaglin, 1997):

1.      Model time lag (tL)

                                                                                          

dimana :

tL   =   waktu tenggang (time lag) antara terjadinya hujan lebih sampai terjadinya aliran puncak (jam)

L    =   panjang aliran sungai utama (ft)

S    =   retensi maksimum (inchi), S = 1000/CN – 10

CN=   bilangan kurva (curve number), yaitu suatu indeks yang menyatakan pengaruh bersama tanah, penggunaan tanah, perlakuan terhadap tanah pertanian, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya. 

Y   =   kemiringan lereng (%)

2.      Model time to peak (Tp)

dimana :

Tp  =   waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)

tL   =   waktu tenggang (time lag) antara terjadinya hujan lebih sampai terjadinya aliran puncak (jam)

3.      Model peak discharge (Qp)

dimana :

Qp =   debit puncak/laju puncak aliran permukaan (cfs)

Tp  =   waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)

A   =   luas DAS (mil2)


4.      Model time base (Tb)

                                                                                                  

dimana:

Tb  =   waktu dasar (jam)

Tp =   waktu yang diperlukan untuk mencapai laju aliran puncak (jam)

Pada penggambaran kurva hidrograf satuan sintetik, sering pula untuk DAS kecil diambil nilai Tb = 3 ~ 5 Tp.

 

Gambar 2. HSS Segitiga US SCS

 


Dalam perumusan model tersebut di atas dipergunakan koefisien CN (curve number). Koefisien CN (curve number) harus ditentukan secara empirik, karena besarnya berubah-ubah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Pada penentuan harga CN (curve number) dipengaruhi oleh faktor-faktor penting antara lain tipe tanah (soil type) dan tata guna lahan (land use) (Chow, Maidment, dan Mays 1988). Untuk mempermudah dalam perhitungan Soil Consevation Service memberikan estimasi harga CN yang disajikan dalam tabel yang didasarkan atas kelompok hidrologi tanah.

 

Tabel 1. Bilangan Kurva Aliran Permukaan untuk  Berbagai Kelompok Hidrologi Tanah dan Penutup Lahan

 

Penggunaan Lahan

Perlakuan

Kondisi Hidrologi

Kelompok Hidrologi Tanah

A

B

C

D

Bera

-menurut lereng

 

77

86

91

94

Tanaman semusim dalam baris

-menurut lereng

-menurut lereng

-menurut kontur

-menurut kontur

-kontur & terras

-kontur & terras

-buruk

-baik

-buruk

-baik

-buruk

-baik

72

67

70

65

66

62

81

78

79

75

74

71

88

85

84

82

80

78

91

89

88

86

82

81

Padi-padian

-menurut lereng

-menurut lereng

-menurut kontur

-menurut kontur

-kontur & terras

-kontur & terras

-buruk

-baik

-buruk

-baik

-buruk

-baik

65

63

63

61

61

59

76

75

74

73

72

70

84

83

82

81

79

78

88

87

85

84

82

81

Leguminosae ditanam rapat atau pergiliran tanaman padang rumput

-menurut lereng

-menurut lereng

-menurut kontur

-menurut kontur

-kontur & terras

-kontur & terras

-buruk

-baik

-buruk

-baik

-buruk

-baik

66

58

64

55

63

51

77

72

75

69

73

67

85

81

83

78

80

76

89

85

85

83

83

80

Padang rumput

-

-

-

-menurut kontur

-menurut kontur

-menurut kontur

-buruk

-sedang

-baik

-buruk

-sedang

-baik

68

49

39

47

25

6

79

69

61

67

59

35

86

79

74

81

75

70

89

84

80

88

83

79

Padang rumput potong

-

-baik

30

58

71

78

Hutan

-

-

-

-buruk

-sedang

-baik

45

36

25

66

60

55

77

73

70

83

79

77

Perumahan petani

 

 

59

74

82

86

Jalan dengan permukaan keras

 

 

74

84

90

92

Pemukiman dengan berbagai luas kapling

£500m2 (65% daerah kedap)

1000 m2 (38% daerah kedap)

1300 m2 (30% daerah kedap)

2000 m2 (25% daerah kedap)

4000 m2 (20% daerah kedap)

8000 m2 (12% daerah kedap)

77

61

57

54

51

46

85

75

72

70

68

65

90

83

81

80

79

77

92

87

86

85

84

82

Tempat parkir diaspal, atap, jalan aspal, dan lain-lain.

 

98

98

98

98

Jalan umum

-beraspal dan saluran pembuangan air

-beraspal dengan parit terbuka

-kerikil

-tanah

98

 

83

 

76

72

98

 

89

 

85

82

98

 

92

 

89

87

98

 

93

 

91

89

Daerah perdagangan dan pertokoan

(85% daerah kedap)

89

92

94

95

Daerah industri

(72% daerah kedap)

81

88

91

93

Tempat terbuka, padang rumput yang dipelihara, taman, lapangan golf, kuburan, dan lain-lain.

-Kondisi baik : > 75% tertutup oleh rumput

-Kondisi sedang : 50%-75% tertutup rumput

-Kondisi buruk : < 50% tertutup rumput

39

 

49

 

68

61

 

69

 

79

74

 

79

 

86

80

 

84

 

89

 

Sumber : Arsyad, 2002; Bedient and Huber, 1992; Schwab et.al., 1981; Wanielista, Kersten, and Eaglin, 1997; Ward and Elliot, 1995.

 

Model hidrograf satuan sintetik metode SCS adalah berbentuk segitiga (gambar 2), sehingga untuk membuat kurva hidrograf digunakan alat bantu berupa tabel rasio dimensi hidrograf satuan.

Tabel 2. Rasio Dimensi Hidrograf Satuan

Rasio Waktu

(t/Tp)

Rasio Debit

(Q/Qp)

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

1,0

1,1

1,2

1,3

1,4

1,5

1,6

1,8

2,0

2,2

2,4

2,6

2,8

3,5

4,0

4,5

5,0

~

0,000

0,015

0,075

0,16

0,28

0,43

0,60

0,77

0,89

1,00

0,98

0,92

0,84

0,75

0,65

0,57

0,43

0,32

0,24

0,18

0,13

0,098

0,036

0,018

0,009

0,004

1

Sumber: Wanielista, Kersten, and Eaglin, 1997.

 

METODOLOGI PENELITIAN

 

Bahan dan Alat

          Di dalam studi ini diperlukan bahan dan alat yang terdiri dari :

Bahan : Peta Rupa Bumi, Peta Tanah Semi Detail, Peta Tata Guna Lahan, Data Pengukuran AWLR, data curah hujan dari pencatat hujan otomatis dan manual, dan data klimatologi.

Alat : Planimeter, Seperangkat komputer dan printer, Software Microsoft Office, Software ArcInfo/Software ArcView, dan Software Minitab for Windows ver. 11.

Tahapan Analisis

Analisis yang dilakukan dalam studi ini, meliputi berbagai tahapan sebagai berikut:

1.  Interpretasi kondisi DAS berdasarkan peta topografi, peta tanah semi detil, peta tata guna lahan, dan pengamatan di lapangan sebagai input model HSS US SCS, dari model tersebut diperoleh besarnya unsur-unsur hidrograf Tp, Qp, dan Tb.

2.  Penurunan HS dari hidrograf aliran sungai pengamatan, dengan langkah-langkah:

     a.  Pengalihragaman data stage hydrograph (hubungan waktu dengan tinggi muka air sungai) menjadi discharge hydrograph (hubungan waktu dengan debit aliran sungai)

     b.  Pemisahan komponen hidrograf menjadi dua bagian yaitu limpasan langsung (direct runoff) dan aliran dasar (base flow)

     c.  Analisis data hujan, yang meliputi analisis curah hujan daerah, distribusi hujan, dan hujan efektif

     d.  Penurunan hidrograf satuan dari tiap-tiap hasil pengamatan hidrograf aliran sungai yang diamati

     e.  Perataan hidrograf  satuan dari hasil penurunan dari beberapa pengamatan hidrograf aliran sungai, untuk mendapatkan hidrograf yang mewakili kondisi DAS yang bersangkutan

(langkah-langkah analisis dapat mengacu dari berbagai pustaka yang tercantum)

3.      Melakukan kalibrasi antara hasil perhitungan model HSS US SCS dengan hidrograf satuan hasil penurunan hidrograf aliran sungai pengamatan.

4.      Melakukan verifikasi antara hasil perhitungan model HSS US SCS dengan hidrograf satuan hasil penurunan hidrograf aliran sungai pengamatan dengan menggunakan set data yang berbeda dengan point (3)

5.      Melakukan simulasi dengan mengoptimalkan penggunaan lahan (berbagai skenario) untuk mendapatkan hasil unsur hidrograf dengan nilai Qp rendah, sedangkan Tp dan Tb dalam waktu yang lama.

6.      Memberikan rekomendasi pengaturan penggunaan lahan pada DAS yang bersangkutan.

 

SIMULASI PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

 

Secara hidrologi, pengelolaan DAS berupaya untuk mengelola kondisi biofisiografi permukaan bumi, sedemikian rupa sehingga didapatkan suatu hasil water yield secara maksimum, serta memiliki regim aliran yang optimum, yaitu terdistribusi merata sepanjang tahun (Purwanto, 1992). Hariyadi (1988) menyatakan bahwa tujuan utama dari pengelolaan DAS adalah tercapainya suatu keadaan dalam DAS, yang menimbulkan terlaksananya keadaan tata air yang optimum dipandang dari aspek kualitas, kuantitas, dan regime. Dengan adanya pengelolaan DAS tersebut berarti ikut serta pula mengelola sumber daya alam lingkungan DAS, untuk melindungi, memelihara, dan memperbaiki produksi air.

            Dalam pengelolaan DAS (Sheng, 1968 dalam Hariyadi, 1988), dimana akan lebih banyak menyangkut daerah aliran sungai yang berhutan dan yang ditutupi oleh tanaman pertanian lainnya, dalam kaitannya dengan 3 unsur pokok yang perlu diperhatikan, yaitu: lahan, air/sungai, dan manajemen. Unsur lahan meliputi semua komponen dari suatu unit geografi dan atmosfer tertentu, air, tanah, batuan, vegetasi dan kehidupan binatang, serta manusia dan kegiatannya. Dari gambaran tersebut maka pengelolaan DAS dapat didefinisikan sebagai manajemen dari lahan untuk tujuan produksi air (water yield) dengan kualitas yang optimum, pengaturan hasil air, dan stabilitas tanah yang maksimal serta produk-produk lainnya. Sehubungan dengan hal itu, maka ada beberapa faktor yang dapat diubah dalam kegiatan pengelolaan DAS adalah (Purwanto, 1992) :

1.      Tata guna lahan dan jenis vegetasi

2.      Topografi dan kelerengan

3.      Kesuburan tanah pada batas-batas tertentu sifat fisik tanah.

            Mengingat DAS merupakan satu sistem dalam hidrologi, maka disini terdapat sistem masukan (input) dan sistem keluaran (output). Curah hujan dan energi merupakan input, sedangkan air, sedimen, dan unsur hara merupakan output (Hariyadi, 1988; Asdak, 2002). Dalam hal ini DAS berfungsi dan berperan sebagai pengatur proses. Dengan demikian dapat diambil suatu penalaran, bahwa output dalam bentuk debit aliran sungai identik dengan kelakuan curah hujan yang jatuh di atas permukaan DAS (Hariyadi, 1988). Dari debit aliran inilah secara kuantitas dan kualitas dapat dijadikan sebagai petunjuk mampu tidaknya DAS berfungsi dan berperan sebagai pengatur proses tersebut, khususnya dari segi hidrologis. Asdak (2002) menyatakan bahwa sebagai suatu sistem hidrologi, masukan ke dalam sistem (DAS) dapat dievaluasi proses yang telah dan sedang berlangsung dengan melihat keluaran dari sistem.

          Dari segi tata air, DAS dapat dikatakan dalam kondisi yang baik apabila parameter-parameter hidrologi yang diamati pada outlet dari suatu DAS menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:

1.      Perbandingan antara debit maksimum bulanan (Qmax) dengan debit minimum bulanan (Qmin) dalam satu tahun, menunjukkan kecenderungan menurun (Asdak, 2002; Hariyadi, 1988; Purwanto, 1992).

2.      Unsur utama hidrograf satuan (Purwanto, 1992) menunjukkan :

v   Time to peak semakin lama

v   Time base semakin lama

v   Peak discharge semakin menurun

3.      Volume base flow dan koefisien resesi semakin meningkat (Purwanto, 1992).

4.      Koefisien runoff sesaat dan tahunan menurun (Asdak, 2002; Hariyadi, 1988; Purwanto, 1992).

          Berdasarkan pendekatan teori hidrograf satuan, parameter keluaran dari DAS yang dapat dioptimalkan adalah pola hidrograf. Pola dari suatu hidrograf aliran sungai adalah mencirikan karakteristik biofisik dari suatu DAS. Dengan mencoba berbagai skenario penggunaan lahan, dan atas dasar teori HSS US SCS, maka akan dapat ditentukan suatu penggunaan lahan yang dapat menunjang kelestarian fungsi DAS.   

 

PENUTUP

 

Kesimpulan

          Dalam artikel ini tidak diberikan suatu hasil kesimpulan yang spesifik, karena sebagai harapan dari penulis adalah pemberian wacana tentang salah satu cara alternatif untuk mengoptimalkan penggunaan lahan dalam kegiatan perencanaan pengelolaan DAS. Dengan adanya artikel ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi para peneliti untuk dapat melahirkan ide-ide baru dalam melakukan penelitian sehubungan dengan permasalahan pengelolaan DAS.

Saran

            Hasil studi pustaka dalam paper ini adalah berupa studi awal, dengan demikian perlu dilakukan studi yang lebih mendalam tentang teknis optimasi penggunaan lahan dalam perencanaan pengelolaan DAS dengan pendekatan teori hidrograf satuan sintetik. Penelitian tersebut hendaknya dilakukan dengan data-data historis yang lebih panjang dan data-data penunjang yang lebih kompleks, serta didukung analisis statistika yang terkait.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arsyad, S. (2000). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press

 

Asdak, C. (2002). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 

Bedient, Philip B. and Huber, Wayne C. (1992). Hydrology and Floodplan Analysis. USA: Addison-Wesley Publishing Company.  

 

Chow, V.T., D.R. Maidment, and L.W. Mays. (1988). Applied Hydrology. Singapore: Mc Graw-Hill.

 

Hariyadi, R. (1988). Model Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan DAS Ditinjau Dari Pendekatan Hydro Ekologis. Makalah Simposium Model Hidrologi Rekayasa dan Lingkungan Untuk Perencanaan Regional dan Perancangan. Bandung, 17-18 Maret 1988.

 

Purwanto, E. (1992). Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai Dengan Menggunakan Parameter Hidrologi. (Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi No. 10 th 1991/1992, Diterbitkan oleh Departemen Kuhutanan RI, STT. No. 1162/SK/DITJEN PPG/SST/1987). Jakarta: Departemen Kehutanan RI.

 

Schwab, G.O. et al. (1982). Soil and Water Conservation Engineering (Third Edition). New York: John Wiley and Sons, Inc.

 

Soemarto, C.D. (1987). Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.

 

Soemarto, C.D. (1995). Hidrologi Teknik (Edisi ke-2). Jakarta: Erlangga.

 

Sri Harto Br. (1993). Analisis Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

 

Sri Harto Br. (2000). Hidrologi (Teori, Masalah, dan Penyelesaian). Yogyakarta: Nafiri Offset.

 

Wanielista, M., R. Kersten, and R. Eaglin.  (1997). Hydrology (Water Quantity and Quality Control). Toronto: John Wiley & Sons, Inc.

 

Ward, A.D. and Elliot, W.J. (1995). Environmental Hydrology. New York: Lewis Publishers.