ã 2003  Amelia Nani Siregar                                                         Posted    31 May 2003

Term paper

Intoductory Science Philosophy (PPS702)                      

Graduate Program / S3

Institut Pertanian Bogor

May 2003

 

Instructors :

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 Dr Bambang Purwantara

 

 

PERENCANAAN DAN AKTIVASI SUMBERDAYA MANUSIA DI SEKTOR PERTANIAN

 

 

Oleh:

 

Amelia Nani Siregar

 

 AGR. A156010161

e-mail: amelians03@yahoo.com

 

 

Pendahuluan

     Sumberdaya manusia (human resources) adalah the people who are ready, willing and able to contribute to organizational goals (Werther dan Davis, 1996).  Berdasarkan definisi ini dapat dikatakan bahwa tidak semua manusia disebut sebagai sumberdaya manusia walau semuanya dapat berpotensi sebagai sumberdaya manusia.

     Manusia terdiri dari tubuh (fisik, jasad, body), jiwa (roh, soul) dan perpaduan tubuh dan jiwa (nir fisik).  Jika pandangan terfokus pada fisik saja, maka digunakan istilah tenaga kerja, dan peubah yang diperhatikan berupa gizi, hari orang kerja (HOK), jumlah jam kerja dan segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia sebagai input produksi.  Berbeda halnya dengan jiwa, tidak banyak yang dapat kita pelajari tentang asal muasal jiwa  karena roh merupakan urusan Tuhan (Al qur’an, surat Al Isra’ ayat 85).  Walaupun demikian, ilmu psikologi dapat menerangkan peranan jiwa dalam kehidupan, bahkan Socrates dalam buku Phaidon yang ditulis oleh Plato (Kaplan, 1958, diterjemahkan oleh Yayasan Pengembangan Ilmu, 1986) mengatakan bahwa tubuh dikendalikan oleh jiwa yang tidak bisa mati. 

     Tubuh dan jiwa dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar.  Hal ini sering dimanfaatkan oleh agen pemasaran produk untuk mendapatkan pembeli.  Gabungan tubuh dan jiwa disebut nir fisik, berupa akal dan ingatan yang mengendalikan tubuh,  Segera setelah jiwa masuk kedalam tubuh kemudian dibantu oleh tubuh untuk mempelajari segala sesuatu lewat pancaindera, maka peubah yang diamati adalah: kemampuan, motivasi, kreativitas, inovasi, kekosmopolitan, empati dan antusiasme.  Hal ini merupakan landasan berfikir dalam pengembangan sumberdaya manusia. Walau saat ini masih bertumpu pada kemampuan (skill) saja dan sedikit pada pengembangan motivasi.

     Sumberdaya manusia di sektor pertanian meliputi petani dan orang-orang yang bekerja di bidang pertanian, termasuk petugas pertanian (pegawai pemerintah), wirausahaan bidang pertanian, dan petani.  Badan Pusat Statistik mendefinisikan bahwa tenaga kerja di sektor pertanian adalah petani, sedangkan pegawai pertanian berada di sektor jasa.

     Petani didefinisikan sebagai orang yang bekerja di sektor pertanian dan sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian.  Namun definisi ini berbias.  Orang yang bekerja di sektor pertanian minimal 1 jam seminggu yang lalu bahkan orang yang tinggal di pedesaan dan secara psikologis menjadi petani disebut sebagai petani.  Akibatnya jumlah sumberdaya petani menjadi sangat banyak dan hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas di sektor pertanian karena jumlah petani  merupakan faktor pembagi dalam pengukuran produktivitas

     Masalah rendahnya tingkat pendidikan dan banyaknya tenaga kerja setengah pengangguran menjadikan sektor pertanian menjadi tidak efisien, baik di tingkat petani maupun pegawai pertanian.  Masalah lain adalah banyak program pertanian telah dilakukan, namun karena usahatani yang dilakukan dibawah skala ekonomi membuat petani terpaksa bekerja apa saja karena tidak dapat mengandalkan usahataninya untuk mencukupi kebutuhan hidup.  Disisi lain, aparat atau pegawai pertanian terikat suatu peraturan kepegawaian yang kaku sehingga tidak mampu berbuat banyak.  Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang profil sumberdaya manusia pertanian dan pemikiran untuk  menata ulang atau merencanakan dan mengaktivasi sumberdaya manusia di sektor pertanian.

 

Kuantifikasi Jumlah Sumberdaya Manusia di Sektor Pertanian

     Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan, sasaran (target group) dan para pelaksana tujuan.  Timbul pertanyaan, berapa sesungguhnya jumlah sumberdaya manusia di sektor pertanian  yang diperlukan?  Berapa jumlah petani yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan pangan sekitar 200-an juta rakyat Indonesia? Untuk memberikan pelayanan atau membimbing para petani, berapa jumlah aparat/pegawai pertanian yang dibutuhkan?  Pertanyaan ini agak sulit dijawab karena selama ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan supply (ketersediaan) bukan pendekatan demand (kebutuhan).  Namun mengingat keterbatasan pemerintah membiayai sektor pertanian dengan program-programnya, maka sudah saatnya dipandang perlu untuk menghitung secara jelas jumlah kebutuhan sumberdaya manusia di sektor pertanian.

     Berdasarkan data Sakernas yang telah diolah kembali (UPPLS, 1999) jumlah tenaga kerja pertanian (petani) masih mendominasi hampir separuh dari tenaga kerja nasional (Tabel 1).  Pada tahun 1992-1998 terlihat bahwa mulai tahun 1992-1997 jumlah petani terus menurun, tetapi karena adanya krisis ekonomi mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian kembali lagi  menekuni bidang pertanian sehingga tahun 1998 jumlah petani meningkat.  Hal ini membuktikan bahwa sektor pertanian masih tetap merupakan penyangga dalam penyerapan tenaga kerja akibat meningkatnya jumlah pengangguran.

     Dari sisi aparat atau pegawai pertanian, data yang tersedia hanya data tertanggal 31 Maret 1996.  Jumlah pegawai Departemen Pertanian di seluruh Indonesia sebanyak 105 248 orang, sedangkan jumlah pegawai yang berada di pemerintah daerah (Dinas Pertanian) sebanyak 41 302 orang yang tersebar di propinsi, kabupaten dan kota (Azahari A, Siregar AN, Nurliani H.  1997), sehingga jumlah seluruh pegawai pertanian 146 550 orang.  Berdasarkan proyeksi pertumbuhan pegawai, jumlah ini akan terus meningkat walau belum diketahui berapa jumlah pegawai yang optimal.

 

 

Tabel 1.   Jumlah Petani Tahun 1992-1998 dan Persentase

    terhadap Jumlah Tenaga Kerja Nasional.

 

Tahun

Jumlah Petani

(orang)

Persentase terhadap Jumlah Tenaga Kerja Nasional (%)

1992

41 160 615

53.68

1993

39 057 278

49.31

1994

36 851 780

44.92

1995

36 008 095

42.98

1996

35 164 410

41.03

1997

34 555 660

39.70

1998

39 474 765

44.96

 

 

Kualifikasi Sumberdaya Manusia di Sektor Pertanian

      Tingkat pendidikan dapat dijadikan proksi kualitas sumberdaya manusia.  Hasil pengkajian UPPLS (1998) menyatakan bahwa jumlah petani dengan tingkat pendidikan SD kebawah  merupakan proporsi terbesar.  Persentase  penurunan kelompok petani dengan tingkat pendidikan SD kebawah ini selama tahun 1992-1997 hanya 2.6%, yaitu dari 89.30% pada tahun 1992 menjadi 86.70% pada tahun 1997.  Sebaliknya kenaikan persentase kelompok pendidikan SLTP, SLTA dan perguruan tinggi tidak menunjukkan kenaikan secara nyata namun terjadi perbaikan komposisi tenaga kerja pertanian kearah yang lebih positif.

     Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) per 31 Maret 1999 struktur pegawai pertanian masih didominasi oleh lulusan SD, SLTP dan SLTA.  Keadaan ini tidak sejalan dengan restrukturisasi pegawai yang menginginkan jabatan-jabatan fungsional khususnya rumpun hayati diperbanyak karena jabatan fungsional menuntut profesionalisme yang dicerminkan oleh tingkat pendidikan.

 

Perencanaan Sumberdaya Manusia di Sektor Pertanian

     Fakta menunjukkan bahwa jika kondisi perekonomian negara relatif stabil maka banyak petani mencari alternatif pekerjaan yang lebih baik sehingga terjadi penurunan jumlah petani, tetapi jika kondisi perekonomian negara kurang baik (krisis moneter, krisis ekonomi) maka terjadi penambahan jumlah petani.  Dinamika ini akan terjadi secara spontan.

     Untuk menentukan arah kebijakan yang jelas bagi pengembangan petani, maka diperlukan perencanaan yang baik, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a.      Menetapkan definisi dan kualifikasi petani

b.      Menentukan jumlah petani yang dibutuhkan

c.      Membuat rencana pengembangan  berdasarkan jumlah dan kualitas petani.

d.      Menetapkan kriteria dan indikator pengembangan petani

e.      Monitoring dan evaluasi

     Dari sisi pegawai,  sistem kepegawaian yang kaku membuat dinamika pegawai menjadi sangat rendah.  Hal ini merupakan salah satu penyebab timbulnya kejenuhan pegawai.  Adanya rekrutmen pegawai baru tentu akan menambah beban pemerintah walau dari sisi penyerapan tenaga kerja hal ini dapat mengurangi pengangguran.  Terdapat kecenderungan jumlah pegawai terus meningkat sejalan dengan berjalannya waktu karena meningkatnya jumlah pencari kerja.  Hal ini mengakibatkan pegawai yang setengah pengangguran makin meningkat karena volume pekerjaan lebih sedikit dibandingkan jumlah pegawai yang dibutuhkan.  Jika sistem kepegawaian mendukung, adanya rekrutmen pegawai baru merupakan kesempatan untuk mengganti pegawai lama yang tidak atau kurang produktif tanpa harus menunggu mereka pensiun.

     Beberapa langkah yang dilakukan dalam perencanaan pegawai adalah sebagai berikut:

a)     Merancang sistem kepegawaian yang dinamis

b)     Menetapkan job description tiap pegawai

c)      Menentukan jumlah pegawai yang dibutuhkan

d)     Membuat rencana pengembangan  pegawai yang jelas berdasarkan jumlah dan kualifikasi.

e)     Menetapkan kriteria dan indikator pengembangan pegawai

f)        Monitoring dan evaluasi

 

Aktivasi Sumberdaya Manusia di Sektor Pertanian

     Aktivasi dimaksudkan untuk  memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya sumberdaya manusia yang ada.    Saat ini banyak sumberdaya manusia yang tidur, setengah bekerja atau tidak bekerja sama sekali tetapi masih tetap mendapat upah atau gaji. 

     Tenaga kerja (employed) dibedakan atas 3 macam, yaitu tenaga kerja penuh (full employed), tenaga kerja tidak penuh atau setengah pengangguran (under employed) dan tenaga kerja yang belum bekerja atau sementara tidak bekerja (unemployed).  Tenaga kerja penuh adalah tenaga kerja yang mempunyai jumlah jam kerja >= 35 jam dalam seminggu dengan hasil kerja tertentu sesuai dengan uraian tugas, sedangkan tenaga kerja setengah menganggur adalah tenaga kerja dengan jam kerja < 35 jam  dalam seminggu.  Tenaga kerja yang menganggur (unemployed) adalah tenaga kerja dengan jam kerja 0 - < 1 jam per minggu. 

     Pada tahun 1994, sebagian besar petani (61.1%) merupakan tenaga kerja tidak penuh atau setengah pengangguran di sektor pertanian, 34.78% tenaga kerja penuh dan 4.12% merupakan pengangguran (Azahari A, Siregar AN, Nurliani H, 1995).  Untuk pegawai atau aparat pertanian,  kondisi ini  belum diketahui secara pasti karena adanya jam kerja bagi pegawai (5 atau 6 hari kerja dalam seminggu) memastikan mereka berada di kantor  sekitar 8 jam sehari walau belum tentu mengerjakan tugas pokok sesuai dengan uraian jabatan.  Kondisi ini tidak berlaku umum.  Sulit sekali menghitung R/C rasio (revenue/cost) atau B/C rasio (benefit/cost) pada pegawai negeri sipil karena fungsinya melakukan pelayanan kepada masyarakat dengan arus biaya berupa outflow saja.  Namun berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk menghitung jumlah pegawai yang dibutuhkan dengan bobot kerja dan kualitas kerja tertentu dibandingkan biaya yang dikeluarkan.  Dalam perusahaan swasta, jumlah pegawai yang dipekerjakan sangat efisien karena arus uang berupa inflow dan outflow, sehingga supaya perusahaan selalu untung maka inflow harus selalu lebih besar dari outflow.

     Petani yang terbiasa disubsidi (petani gurem) cenderung tergantung pada pemerintah, kurang kreatif, dan kurang berwawasan ke depan tetapi petani modern (modern farmer) dicirikan oleh tingkat kemandirian yang tinggi, berpendidikan tinggi dan berteknologi tinggi. 

     Penetapan jumlah petani dapat dilakukan oleh Departemen Pertanian dengan cara membuat persyaratan untuk menjadi petani yang akan dibina oleh Departemen Pertanian melalui seleksi pada petani-petani yang sudah ada atau calon petani baru lulusan sekolah pertanian. Begitu pula pegawai pertanian, perlu diaktivasi karena lebih banyak menganggur daripada bekerja mengingat rendahnya volume kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja.  Langkah pertama aktivasi adalah koreksi terhadap sistem kepegawaian yang kaku dan lamban.  Pegawai dapat mengalami mutasi horizontal dan vertikal dengan dinamis dan tanpa biaya, sehingga penggunaan pegawai di setiap instansi menjadi lebih efektif.  Instansi membuat uraian tugas pegawai berikut hasil kerja yang harus dicapai per satuan waktu.  Hanya pegawai dengan kinerja baik yang dipertahankan, sedangkan pegawai dengan kinerja kurang baik dikeluarkan.  Bila hal ini dapat dilaksanakan maka akan terjadi kompetisi antar pegawai untuk mencapai hasil kerja yang paling baik.  Sistem kepegawaian yang kaku membuat pegawai merasa sulit untuk diberhentikan sehingga mereka dapat mengelak dari tugas-tugasnya dengan aman.  Monitoring dan evaluasi merupakan komponen yang amat penting dalam mengaktivasi pegawai.

 

Pengembangan Sumberdaya Manusia

     Setelah diketahui jumlah sumberdaya manusia yang akan menjadi beban biaya organisasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengembangan sumberdaya manusia.  Pengembangan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk memastikan bahwa sumberdaya manusia yang berkualitas akan selalu tersedia.  Beberapa contoh kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui pendidikan formal, pelatihan dan penyuluhan.  Ketiga faktor ini menentukan kualitas sumberdaya manusia.

 

Pendidikan

     Adanya perencanaan karir yang jelas di suatu instansi akan memacu pegawai untuk selalu meningkatkan kinerja (performance).  Pendidikan merupakan peubah utama (proxy) dari kualitas sumberdaya manusia.   Terdapat kecenderungan bahwa makin meningkat pendidikan seseorang maka kualitas kerjanya  (performance/kinerja) juga meningkat.  Hal ini tidak dapat dipungkiri karena dengan meningkatnya jenjang pendidikan maka terjadi perluasan ranah kognitif, ranah afektif dn ranah psikomotor.  Pendidikan biasanya dilakukan untuk pegawai yang akan menduduki suatu jabatan yang sudah ditentukan.

    

Pelatihan

     Prinsip pelatihan bertitik tolak dari mengetahui kekurangan kemampuan kerja seorang pegawai, dengan menggunakan formula:  Kemampuan kerja patokan dikurangi kemampuan kerja nyata sama dengan kekurangan kemampuan kerja yang perlu dilatihkan (diskrepansi kemampuan kerja).  Kemampuan kerja nyata ditambah pelatihan menjadi kemampuan kerja patokan.

     Pelatihan (training) bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang dan dimaksudkan untuk menutupi diskrepansi/gap antara kecakapan karyawan dengan tuntutan kemampuan kerja serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja (Umar, H., 1999).

     Kalau pada pendidikan formal, peserta didik dianggap berada pada titik nol kemampuan dasar dan akan mencapai tingkat kemampuan tertentu, maka pada pelatihan, kemampuan peserta pelatihan tidak berada pada titik nol, tetapi sudah mencapai kemampuan tertentu, tetapi masih lebih rendah dari kemampuan yang diinginkan/dipersyaratkan.

     Kegiatan pelatihan dimulai dengan analisisis kebutuhan pelatihan berdasarkan analisis pekerjaan, yaitu kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok.  Kemudian dilakukan analisis kemampuan kerja nyata calon peserta pelatihan.  Selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan pelatihan, yaitu memilih kekurangan kemampuan kerja yang memang dapat diubah atau ditingkatkan melalui pelatihan.

 

Penyuluhan

     Penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dalam bentuk massal.  Penyuluhan merupakan salah satu bentuk pendidikan non formal.  Salah satu contoh keberhasilan penyuluhan adalah keberhasilan para penyuluh pertanian saat Indonesia berhasil dalam swa sembada beras.  Keberhasilan dalam mengubah persepsi masyarakat dalam keluarga berencana untuk mengurangi pertambahan penduduk, dan sebagainya.  Adapun kegiatan penyuluhan dapat dilakukan dalam bentuk mimbar saresehan, latihan dan kunjungan, magang, pameran dan sebagainya. 

    

Bentuk Lain Pengembangan Sumberdaya Manusia

     Faktor nir fisik terdiri dari kemampuan, motivasi, kreativitas, inovasi, kekosmopolitan (cosmopolitness), empati, dan antusiasme (semangat/spirit).  Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan lebih mengarah pada peningkatan kemampuan, sedangkan pengembangan motivasi, kreativitas, inovasi, kekosmopolitan, empati dan antusiasme mengarah pada hal-hal yang mendukung kemampuan untuk mencapai produktivitas kerja  yang tinggi.

     Banyak perubahan telah terjadi, baik berupa perubahan eksternal (tantangan global) dan perubahan internal (tantangan kualitas, tantangan teknologi dan tantangan sosial) yang menuntut perubahan peran sumberdaya manusia (Usmara, 2002).  Dalam paradigma tradisional, sumberdaya manusia dalam organisasi hanya dianggap sebagai pelengkap saja (Cascio, 1995) sehingga peran utama sumberdaya manusia lebih bersifat sebagai pelaksana administrasi.  Paradigma lama berorientasi top-down approach, sedangkan paradigma baru bersifat bottom-up approach. 

     Motif adalah daya gerak yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu.  Motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan, membangkitkan motif atau daya gerak kepada diri sendiri (motivasi intrinsik) atau kepada orang lain (motivasi ekstrinsik) untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu tujuan atau kepuasan.  Motivasi dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai secara signifikan, terutama motivasi intrinsik.

     Kreatifitas banyak dikembangkan dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan agar peserta lebih kreatif dalam mengembangkan sumberdaya yang ada untuk menghasilkan inovasi baru.  Petani dan pegawai yang kreatif dan inovatif  tidak akan mengalami masalah dalam bekerja.

     Kekosmopolitan mengarah pada pengembangan wawasan sumberdaya manusia.  Seseorang yang berada di satu tempat saja tentu mempunyai wawasan yang lebih sempit bila dibandingkan dengan orang yang sering berpindah tempat.  Orang yang sering keluar negeri biasanya mempunyai wawasan yang lebih luas daripada orang yang hanya berada di Indonesia.

     Empati berhubungan erat dengan kemampuan mengendalikan emosi dalam berkomunikasi dengan orang lain.  Empati membuat adanya tenggang rasa diantara sesama.  Dalam bekerja, tidak hanya IQ (Intelligence Quotient = kecerdasan otak) yang dibutuhkan, tapi juga EQ (Emotional Quotient = kecerdasan emosional ) karena EQ dapat menjembatani celah antara apa yang diketahui dengan apa yang dilakukan (Patton, 1998).  Dalam menjalani hidup, diperlukan IQ, EQ dan SQ (Spiritual Quotient).  Menurut Patton (1998) EQ artinya menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif dan meraih keberhasilan di tempat kerja.

     Antusiasme berhubungan dengan dorongan semangat untuk mencapai sesuatu harapan.  Kemampuan yang tinggi didorong oleh semangat yang tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja.  Tanpa adanya semangat, orang tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan atau diharapkan.

     Setiap kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dimaksudkan untuk mengembangkan aspek fisik dan nir fisik yang menyangkut IQ, EQ dan SQ yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup sumberdaya manusia.

 

 

Kesimpulan

     Perencanaan dan aktivasi sumberdaya manusia di sektor pertanian harus dilakukan mengingat  kondisi sumberdaya manusia di sektor pertanian kurang efisien dan efektif. 

     Perencanaan dimulai dengan perhitungan jumlah kebutuhan petani untuk menghasilkan bahan makanan bagi masyarakat Indonesia, dan perhitungan jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk melayani petani atau masyarakat.  Setelah itu pengembangan sumberdaya manusia dilakukan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga keberhasilannya dapat diukur secara kuantitatif maupun kualitatif.

     Aktivasi sumberdaya manusia dilakukan untuk petani yang mempunyai jam kerja kurang dari 35 jam dalam seminggu dan pegawai yang kurang produktif atau kurang berperan dalam organisasi atau instansi tempatnya bekerja.  Aktivasi dapat dilakukan dengan cara menetapkan jabatan pegawai secara jelas berikut uraian tugas dan hasil kerja yang harus dicapai, kemudian pada satuan waktu tertentu dilakukan evaluasi untuk mengukur kinerjanya.

     Perencanaan dan aktivasi sumberdaya manusia di sektor pertanian menuntutt sistem kepegawaian yang jelas tapi tidak kaku dan regulasi dari pimpinan instansi.

     Pengembangan sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan maupun penyuluhan, serta peningkatan selain kemampuan, yaitu motivasi, kreativitas, inovasi, kekosmopolitan, empati dan semangat atau spirit sehingga terjadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia di sektor pertanian secara menyeluruh.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Azahari A, Siregar AN, Nurliani H.  1995.  Statistik Ketenagakerjaan Pertanian 

     1992-1994.  Ciawi:  UPPLS/AMDC

 

___________________________.  1997.  Profil Aparat Pertanian.  Laporan  

     Pengkajian.

 

Cascio WF.  1995.  Managing Human Resources, Productivity, Quality of  Work 

     Life and Profit. 4th ed. NY: McGraw Hill, Inc.

 

Kaplan JD.  1958 diterjemahkan oleh: Yayasan Pengembangan Ilmu.  1986. 

     Phaidon Dialog Sokrates Tentang Tubuh-Jiwa Oleh Plato.  Bandung:  Sinar 

     Baru.  Terjemahan dari:  The Complete Texts of Great Dialogues of Plato, A  

     Modern Translation dan Dialogues of  Plato.

 

Patton P.  1998.  EQ (Kecerdasan Emosional) di Tempat Kerja.  Jakarta:  

     Pustaka Delaprasata.  Terjemahan dari:  EQ (Emotional Intelligence) in  The 

     Workplace.

 

Umar H.  1999.  Sumberdaya Manusia dalam Organisasi.  Jakarta:  PT.

     Gramedia Pustaka Utama.

 

Usmara A,  editor.  2002.  Paradigma Baru Manajemen Sumberdaya Manusia.  

     Jogjakarta:  Amara Books.

 

[UPPLS] Unit Pengkajian Pendidikan, Latihan dan Sumberdaya Manusia

     Pertanian.  1999.  Monitoring Tenaga Kerja Pertanian.  Laporan pengkajian.

 

Werther Jr WB, Davis K. 1996. Human Resources and Personnel   Management.

     USA: McGraw-Hill, Inc.

 

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur’an.  1985.  Al Qur aan dan

     Terjemahnya.  Jakarta:  Departemen Agama RI.