γ 2003  Aisyah                                                                            Posted    31 May 2003

Term paper

Intoductory Science Philosophy (PPS702)                      

Graduate Program / S3

Institut Pertanian Bogor

May 2003

 

Instructors :

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 Dr Bambang Purwantara

 

 

PENDUGAAN BESARNYA SUBSIDENCE DAN KENAIKAN BULK DENSITY AKIBAT TINDAKAN REKLAMASI TANAH GAMBUT

 

 

Oleh: 

 

Aisyah

 

E-mail : aisyah­_032003@yahoo.com

 

 

 

I.                   PENDAHULUAN

 

Gambut merupakan salah satu problema dalam pengembangan dan peningkatan pertanian di Indonesia dewasa ini.  Penyebaran tanah gambut di Indonesia diperkirakan meliputi areal seluas lebih kurang 28.86 juta hektar yakni ± 13,5% dari luas daratan Indoensia, dimana 8,98 juta hektra dijumpai di Pulau Sumatera sedangkan sisanya tersebar di Pulau Kalimantan, Irian Jaya dan beberapa tempat di Pulau Jawa.

Tanah gambut merupakan tanah hidromorfik yang bahan asalnya sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik sisa-sisa tumbuhan, dalam keadaan yang selalu tergenang.dimana proses dekomposisinya berlansung tidak sempurna sehingga terjadi penumpukan dan akumulasi bahan organik membentuk tanah gambut yang kedalamannya di beberpa tempat dapat mencapai 16 meter. Di daerah tropis khususnya Indonesia menurut Driesen (1978) terbentuknya gambut pada umumnua terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi, danau atau daerah pantai yang selalu tergenang dan produksi bahan organik yang melimpah dari vegetasi hutan mangrove atau hutan payau.

Suatu tanah baru dapat digolongkan pada tanah gambut bila kedalaman tanah tersebut besar dari 50 cm dan kandungan bahan organiknya besar 65%.  Menurut Soil Taxonomi gambut digolongkan kedalam order Histosol yang dibedakan menjadi 4 sob order masing-masing Folists, Fibreists, Hemists, Saprists (Creutzberg, 1982). Folist merupakan lapisan tanah yang tersusun oleh tumpukan daun-daun, ranting dan cabang yang tertimbun diatas batuan, kerikil atau pasir yang ruang antaranya telah diisi oleh bahan organik. Fibrists merupakan tumpukan dari bahan organik yang berserat yang belum atau baru mengalami proses dekomposisi.  Hemists adalah gambut yang tingkat dekomposis bahan organik tengah berlangsung, dimana separuh dari bahan organik tersebut telah terdekomposisi. Sedangkan Saprists adalah gambut yang tingkat dekomposisinya telah lanjut, hampir tidak berserabut, berat jenisnya besar dari 0,2 dan biasanya berwarna hitam atau coklat kelam.

Dari sekian luas penyebaran di Indonesia beberapa bagian dipengaruhi oleh pasang. Diberbagai tempat dewasa ini telah dilakukan pemanfaatan tanah gambut itu terutama untuk lahan pasang surut dan pembukaan lahan lain baik untuk perkebunan maupun untuk lahan pemukiman transmigrasi.

Dalam pengembangan dan pengelolaan lahan gambut yang telah dilakukan ditemukan berbagai macam kendala.  Kendala utama adalah kendala yang ditimbulkan oleh jeleknya sifat  fisika tanah gambut akibat dari keadaan gambut yang selalu tergenang air.  Kendala-kendala tersebut akan berpengaruh  langsung terhadap kesuburan tanah gambut baik ditinjau dari sifat fisika maupun sifat kimianya. Ada berbagai macam usah yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem tanah gambut ini yang dapat dilakukan secara menyeluruh akan tetapi selain memakan dana yang sangat besar waktu yang cukup lama juga akan menimbulkan dampak yang lain. Diantara tindakan-tindakan perbaikan tanah gambut yang ada, pendrainasesan dianggap paling tepat untuk daerah kita Indoensia, selain pelaksanaanya muda cara ini merupakan cara yang dianggap paling murah.

Meskipun demikian pendrainasean bukan berarti tidak memiliki kendala atau hambatan akan tetapi kita ditantang oleh berbagai masalah yang harus dihadapai dan ditanggulangi secara tepat, terpadu dan menyeluruh.

Driessen dan Rochimah (1976) mengemukakan bahwa untuk pendrainasean dan reklamasi tanah gambut harus diperhatikan berbagai macam sifat fisika tanah yang melipui bobot isi (bulk density), pengerutan yang tak dapat balik (irreversible), penyebaran fraksi, berat jenis, prositas dan tegangan air. Terjadinya pengerutan dan penyusutan gambut akan menyebabkan turunya permukaan (subsidence) lahan gambut tersebut.

Untuk mengetahui seberapa jauh terjadinya subsidence agar tindakan pendrainasean tersebut tidak menimbulkan dampak negatif yang terlalu besar diperlukan cara dan formula yang tepat.   Pada tulisan ini penulis mencoba untuk membahas cara dan formula yang mungkin dapat digunakan untuk menduga besarnya subsidence yang terjadi dan besarnya kenaikan bulk density akibat pemadatan gambut.

 

II.   PEMBAHASAN

 

1.    Perbaikan drainase tanah gambut

Berdasarkan pada sifat-sifat dominan tanah gambut dan faktor-faktor pembatas utama gambut maka upaya reklamasi dapat dilakukan dengan jalan drainase, pencucian, pencampuran dengan tanah mineral, pemupukan dan pengapuran, pengawetan bahan dan juga usaha penanaman dengan tanaman yang sesuai.

Drainase yaitu suatu tindakan yang diberikan terhadap tanah untuk membuang kelebihan air dari tanah, sedangkan tujuan utama drainase adalah membuangair lebih diatas permukaan tanah secepat-cepatnya dan mempercepat gerakan aliran air ke bawah di dalam profil tanah sehingga permukaan air tanah turun.  Perbaikan drainase menyebabkan perbaikan peredaran udara di dalam tanah, menghilangkan unsur atau senyawa racun, meransang kegiatan mikroba, menyebabkan tanah lebih mudah diolah, dan meransang pertumbuhan akar tanaman sehingga menjadi besar dan dalam (Arsyad, 2000).

Dalam pendrainasean tanah gambut dikaitkan pada dua aspek penting yang meliputi: (1)  membuang air yang berlebihan kearah saluran pembuangan air dan (2) mempertahankan permukaan air tanah pada ketinggian tertentu untuk mempertahankan agar subsidence yang terjadi dapat diadabtasi sesuai dengan yang dikehendaki.  Saluran drainase tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu saluran lateral yang berfungsi untuk membuang kelebihan air dari areal tertentu dan saluran utama yang berfungsi untuk menampung air dari saluran lateral dan mengalirkannya ketempat yang telah ditentukan.

Pembuatan saluran drainase untuk tujuan reklamasi tanah direncakan sesuai dengan sifat fisik gambut, tingkat dekomposisi bahan organik, tingkat pencucian serta juga perlu dipertimbangkan kebutuhan tanaman akan air. Hal ini ditegaskan oleh Driessen dan Sopraptohardjo (1974)  bahwa hal yang sangat penting sekali dilakukan adalah penganalisaan petunjuk proses subsidence dan studi management yang tepat serta teknik konservasi yang tepat sebelum pelaksanaan tindakan reklamasi.

 

 

2.    Pendugaan besarnya subsidence akibat drainase

Reklamasi dari lahan-lahan gambut baru akan menyebabkan terjadinya subsidence.  Pendekatan matemaik untuk menunjukkan derajat penurunan ini agak sulit dicapai karena kekomplekkan faktor yang mempengaruhinya.  Sejumlah formula emprik yang dilakukan dan dikembangkan dengan anggapan bahwa penurunan permukaan tanah dipengaruhi oleh ketebalan gambut dan kedalaman muka air tanah setelah dilakukan drainase.

 

     2.1.  Subsidence pada kondisi umum

Segerberg (dalam Driessen dan Soeparptohardjo, 1974) mengembangkan suatu formula yang berlaku dalam kondisi umum yang dilakukan pengujiannya di Jerman yang dengan mudah dapat diaplikasikan didaerah tropis.

Formula yang dikemukakan adalah:

                 S   =   k .DT0,707

            dimana :    S   =   Subsidence (m)

                            D =   kedalaman saluran drainase (m)

                            T   =   ketebalan gambut seutuhnya (m)

                            K =   Koefisien

 

            Koefisian K tergantung pada kandungan air dan kandugnan bahan organik dari gambut yang dapat diduga dari besarnya konsistensi materil, sebagai terlihat pada tabel 1.

 

Tabel 1.  Dugaan besarnya k pada berbagai konsistensi materil

           Konsistensi

k

           Hampir mengambang/mengapung

0,43

           Lunak

0,33

           Setengah teguh/ sedang

0,22

           Agak teguh

0,15

           Teguh

0,11

 

 

            Akibat oxidasi bagian lapisan yang mengering didaerah tropik diperkirakan lebih tinggi  daripada didaerah sup tropik maka subsidence yang diperoleh dengan memakai formula segerberg ini mungkin agak rendah untuk itu menurut Dressen dan Soepraptohardjo (1974) angka tersebut harus ditambah dengan faktor 0,05 D/tahun.

Dari persamaan ini dapat kita lihat bahwa kedalaman saluran sangat mempengaruhi besarnya subsidence yang terjadi disamping ketebalan gambut sendiri. Dengan demikian rencang bangunan dari saluran drainase yang akan dibuat dalam usaha reklamasi ini harus diperhitungkan dengan tepat dan terpadu dengan hal lain agar penurunan (subsidence) tanah dapat terkendali.

Nilai subsidence yang dihitung dari rumus empirik di atas tidak dapat digunakan untuk lahan yang waktu pembukaan lahan dilakukan dengan pembakaran.  Dari observasi yang pernah dilakukan memperlihatkan bahwa pembakaran pertama yang dilakukan untuk menghilangkan vegetasi hutan gambut menyebabkan kehilangan sekitar 15 cm dari permukaan gambut pada sekitar 40% areal yang dibersihkan.  Setelah kalkulasikan rata-rata akan terjadi penurunan sekitar 6 cm akibat dari pembakaran pertama yang dilakukan. Dengan demikian pembakaran pada pembukaan lahan gambut harus dihindari sedapat mungkin.

Untuk pendugaan subsidence dari lahan yang pembukaannya dilakukan dengan pendekatan seperti berikut.

 

            2.2.  Subsidence pada lahan yang pembukaannya dengan pembakaran

Pada pembukaan lahan dengan pembakaran akan terjadi dua proses yaitu pemadatan dan mineralisasi. Pemadatan terjadi akibat dari lapisan gambut yang mengering akibat pembakaran yang menyebabkan meningginya tekanan kapiler dan pertukaran koloid-koloid atau perubahan dari gambut itu sendiri. Hal ini menjadi penyebab menurunya daya pegang tanah terhadap air, penurunan porositas tanah dan peningkatan bulk density.

Untuk meramalkan subsidence yang disebabkan oleh pemadatan secara exact agak sulit karena memerlukan data yang lengkap tentang kandungan mineral yang ada dalam gambut. Akan tetapi dalam hal ini kita beranggapan bahwa kandungan mineralnya rendah dan kandungan mineral tersebut tidak akan mengalami pengerutan jika terjadi pengeringan akibat drainase.

Pendugaan dalam hal ini dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut,  

            Berat dari suatu volume gambut mula-mula dapat ditulis sebagai :

                 W1     =   V1 x BD1 ……………………………………...…....  (1)

Dimana :   W1     =   berat dari suatu volume gambut (kg)

                V1     =   volume gambut mual-mula (dm3)

                 BD1    =   rata-rata bulk density mula-mula (kg/dm3)

 

Berat dari tanah tersebut setelah subsidence adalah:

                 W2     =   V1 x BD1 – Wor = Vrest x BD2  ………...………..….. (2)

dimana :    Wor   =   berat gambut yang termineralisasi (kg)

                Vrest    =   volume gambut setelah subsidence

                BD2    =   rata-rata bulk density setelah subsidence (kg/dm3)

 

hingga diperoleh  Wor = V1 x BD1 – Vrest x BD2  ……….…….…….…. (3)

Skema dari penurunan permukaan akibat pemadatan dan mineralisasi dapat dilihat pada gambar 1.

 

Permukaan

mula-mula

 

 

Permukaan setelah

subsidence

 

 

 

 

 

V1

 

 

Vmin

 

 

 

Vcomp

 

 

 

 

 

Vrest

 

Gambar 1.   Skema penurunan permukaan tanah pada pembukaan lahan secara pembakaran akibat pemadatan dan mineralisasi.

 

Dari gambar diatas dapat ditarik suatu persamaan :

                 V1  =  Vrest + Vcomp + Vmin  ……………………….…..…….   (4)

Dimana :   Vcomp      =   volume gambut yang mengalami pemadatan (dm3)

                 Vmin        =   volume gambut yang termineralisasi (dm3)

 

Volume gambut yang termineralisasi dapat dipisahkan menjadi volume organik (Vor) dan volume mineral (Vas), yang dapat ditulis sebagai: Vmin = Vor + Vas = V(or+as). Sebagaimana diketahui bahwa volume mineral (Vas) ini sangat kecil sekali yang disebabkan oleh kandungan mineral tanah gambut yang relatif kecil, sehingga berat mineral (Was) juga kecil, sedangkan bulk density yang besar yang dapat 2 - 6 kali lebih besar dari bulk density gambut.  Dengan demikian volume mineral (Vas) dapat diabaikan, hingga diperoleh persamaan:               

                 Vmin = V(or+as) @  Vor  …………………………………….….  (5)

 

 

Vor

 

=

 

Wor / BDor

 

 

 

 

 

 

BDor

 

=

 

Wor / Vor

 

= BD1

 

 

 

 

 

 

 

 

Vor

 

@

 

Wor / BD1

…………………………………….  (6)

 

Dari persamaan (5) dan (6) diperoleh :

 

 

                            Vmin @ Wor / BD1    ………………………..……..………......  (7)

 

Jika persamaan (3) disubsitusikan ke pada persamaan (7) maka didapatkan persamaan berikut yang merupakan rumus yang digunakan untuk menduga besarnya penyusutan volume gambut karena termineralisasi,      

 

 
Vmin  @

 

V1 x BD1 – Vrest x BD2

             

              BD1

 

………………………. (8)

 

 

dan apabila persamaan (4) disubstitusikan dengan persamaan (8) maka diperoleh persamaan yang digunakan untuk menduga besarnya subsidence melalui pemadatan,

 

 
Vcomp @

 

Vrest

 

(BD1 –  BD2)

     

       BD1

 

………………...………..  (9)

 

Besarnya subsidence yang terjadi adalah penjumlahan antara besarnya penurunan akibat proses mineralisasi dan besarnya penurunan melalui pemadatan.

 

 

3.    Pendugaan besarnya Bulk density (BD) setelah terjadinya subsidence

            Kalau besarnya penyusutan atau penurunan permukqaan karena pemadatan dan tinggi permukaan gambut setelah subsidence dapat dicatat maka besarnya bulk density setelah subsidence dapat diduga dengan menggunakan turunan persamaan diatas :

 
BD2

 

=

 

BD1

(Vcomp + Vrest)

      Vrest

 

 

Meskipun pendugaan diatas dapat dilakukan sebaiknya supaya data bulk density yang diperoleh lebih akurat, dilakukan saja penganalisaan secara laboratorium.  Hal ini didukung pula oleh keadaan bulk density gambut yang terlalu rendah hingga kalau penyimpangan dari hasil dugaan tersebut dari hasil sesungguhnya agak besar, akan dapat berpengaruh besar terhadap perhitungan lainnya.

            Besarnya bulk density setelah subsidence dalam waktu beberapa tahun akan dapat mencapai dua kali semula.  Hal ini dapat kita lihat pada tabel 2, dimana tabel ini merupakan aplikasi dari pendekatan-pendekatan diatas yang telah dilakukan di daerah gambut Tamban Kalimantan Tengah sebagai berikut :

 

Tabel 2.  Kalkulasi pemadatan tanah gambut di Tamban*

 

Pengamatan

(tahun ke-)

Tebal gambut

(cm) (Vrest)

BD1

 

BD2

Vcomp

(cm)

0

       110

0.13

0.13

            0

1

         95

0.13

0.15

14

3

         91

0.13

0.23

79

6

         38

0.13

0.30

50

*)  Diambil dari Driessen dan Soepraptohardjo (1974)

 

                            Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa semakin lama akan semakin terjadi pemadatan tanah gambut yang mengakibatkan semakin besarnya bulk density dari tanah tersebut.  Hubungan antara waktu dan perubahan bulk density tersebut diluksikan oleh Driessen dan Soepraptohardjo (1974) seperti yang terlihat pada gambar 2.

           


Dari gambar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akibat dari pemadatan yang terjadi karena pendraenasean akan mengakibatkan terjadinya kenaikan bulk density sampai pada saat tertentu dalam jangka waktu yang cukup lama akan mencapai konstan.  Grafik rasio dari Vcomp/Vrest memiliki penyebnaran yang hampir sama dengan penyebaran BD.

            Pendugaan dari besarnya subsidence diatas sangat ditentukan sekali oleh keakuratan determinasi BD dan ketepatan serta ketelitian dalam pengambilan sampel.  Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa terjadinya subsidence tersebut berlangsung secara perlahan-lahan, sesuai dengan tindakan drainase yang diberikan.

 

 

II.                KESIMPULAN

            Dari keterangan dan penjelasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

 

1.        Pengelolaan lahan gambut harus dilaksanakan secara tepat, terpadu dan terencana dengan baik.

 

2.        Pendrainasean merupakan salah satu tindakan pengelolaan lahan gambut yang dewasa ini dianmggap paling tepat dan murah meskipun dihadapkan pada kendala subsidence.

 

3.        Perlunya penetapan kedalaman saluran drainase yang tepat agar subsidence tak terlalu besar dan sesuai dengan yang dikehendaki.

 

4.        Untuk mengetahui besarnya subsidence yang terjadi dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kondisi dan cara yang dilakukan pada waktu pembukaan lahan.

 

5.        Pendrainasean akan menyebabkan perubahan yang besar pada bulk density tanah gambut.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Creutzberg, D. 1982.  Field Extract of Soil Taxonomy.  International Soil Museum.  Wagenigen.  The Natherlands.

 

Driessen, P.M. 1978.  Peat Soils.  The International Rice Research Institute.  Los Banos.  Philiphines.

 

Driessen, P.M and Soepraptohardjo 1974.  Soil for Agriculture Expansion.  Soil Research Institute.  Bogor.

 

Driessen, P.M, and Rochimah. 19876.  The Physical Properties of Lowland Peats from Kalimantan.  Soil Research Institute.  Bogor.

 

Kemas Ali Hanafiah. 1988.  Potensi dan Upaya Peningkatan Daya Guna Tanah Gambut Sebagai Lahan Pertanian.  Seminar Nasional Gambut I.  9 – 10 Sept 1988.  Jogyakarta.

 

Muhamad Isa Darmawidjaja. 1988.  Klasifikasi Tanah.  Dasar Teori Bagi Penelitian Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia.  Balai Penelitian teh dan Kina.  Bandung.

 

Sarwono Hardjowigeno. 1985. Genesis dan Klasifikasi Tanah.  Fakultas Pascasarjana.  Institut Pertanian Bogor.

 

Sitanala Arsyad. 2000.  Pengawetan Tanah dan Air. Serial Pustaka IPB Press. Bogor

 

Tejoyuwono Notohadiprawiro. 1988. Pencirian Gambut di Indonesia Untuk Inventarisasi.  Seminar Nasional Gambut I.  Jogyakarta.  9 – 10  September 1988.

 

 

 

 

 

***