γ 2003 Agus Zaenal                                                                    Posted    30 April, 2003

Term paper

Intoductory Science Philosophy (PPS702)                      

Graduate Program / S3

Institut Pertanian Bogor

April 2003

 

Instructors :

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

Dr Bambang Purwantara

 

 

 

PENILAIAN SECARA EKONOMI KONSERVASI DAN EROSI TANAH

 

 

 

 

Oleh:

 

AGUS ZAENAL

 

NRP: A262020031/DAS

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

 

 

Pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) diharapkan lestari agar dapat dinikmati oleh setiap stakeholder baik masa sekarang maupun di masa-masa generasi mendatang. Dalam pemanfaatan sumberdaya alam, misalnya lahan  pertanian diperlukan perencanaan dan penanganan yang tepat dan  bertanggung jawab agar lahan tersebut tidak terdegradasi dan tetap memberikan keuntungan. Degradasi lahan untuk tanah-tanah tropis umumnya disebabkan oleh erosi.  Selanjutnya penanggulangan erosi telah banyak dilakukan dan dikembangkan tekonologi-teknologi konservasi tanah dan air.

Selain faktor biofisik, faktor sosial ekonomi juga penting diperhatikan dalam pemanfaatan teknologi-teknologi konservasi tanah dalam pengendalian erosi, agar teknologi-teknologi tersebut dapat terus berlanjut, berkembang dan tetap memberikan jaminan pendapatan, sehingga taraf hidup pada setiap stakeholder dapat meningkat. Pada dasarnya belum ada metode yang baku dalam menilai erosi tanah dan teknologi konservasi tanah secara ekonomi yang dikaitkan dengan produksi pertanian. Meskipun telah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran tentang pendekatan ekonomi yang rasional mengenai keberlanjutan teknologi-teknologi konservasi tanah yang dikerjakan. Misalnya Huszar et al., (1990) melakukan pendekatan regresi untuk melihat kecenderungan pendapatan petani selama proyek Citanduy II di Jawa Barat.

Penilain teknologi-teknologi konservasi tanah dan erosi secara ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang penting dilakukan untuk menjamin berlangsungnya teknologi konservasi tanah, dan pendapatan setiap stakeholder. Pendekatan dalam menilai teknologi-teknologi konservasi tanah dan erosi dalam makalah ini difokuskan pada dua pendekatan, yakni pendekatan nilai produksi dan pendekatan nilai sumberdaya. Pendekatan ini telah dilakukan di Parawella, Srilangka.

Dalam makalah ini akan dibahas (i) pentingnya pendekatan ekonomis dalam menilai teknologi-teknologi konservasi tanah dan erosi, dan (ii) Metode pendekatan nilai produksi dan nilai sumberdaya untuk menilai teknologi-teknologi konservasi tanah dan erosi.

 

 

 

 

PENILAIAN SECARA EKONOMI KONSERVASI  DAN EROSI TANAH

 

Pentingnya Pendekatan Ekonomi

            Program-program aktif tentang riset biofisik Sumberdaya Alam (SDA) telah dilakukan sejak lama.  Tetapi perdebatan mengenai nilai SDA dan lingkungan pada saat ini muncul kepermukaan dengan semakin berkurangnya SDA, meningkatnya perubahan lingkungan, dan dampak pertumbuhan populasi terhadap lingkungan yang semakin besar, dan produksi sistem intensifikasi.  Nilai-nilai tersebut berkaitan dengan SDA pada tiga hal yang mana menggambarkan ketertarikan dari tiga kelompok stakeholder untuk NRM (= Natural Resource Management = pengelolaan SDA).  Nilai-nilai tersebut adalah: (i) potensial produktifitas dan berkurangnya SDA relatif (ekonomis), (ii) Nilai SDA oleh masyarakat (sosial), dan (ii) Potensi berkurangnya SDA yang tidak dapat pulih (ekologis) (Alex G. dan G. Steinacker, 1998).

Faktor yang pertama, SDA dinilai sebagai suatu dasar untuk produksi pertanian dan menyediakan  pangan, bahan bakar dan serat  untuk masyarakat, dan riset pengelolaan SDA telah lama mengemukakan pengelolaan SDA untuk memaksimalkan produksi dan produktifitas. Pentingnya nilai ekonomis SDA yang relatif terhadap sistem produksi pertanian meningkat seiring berkurangnya SDA tersebut.  SDA menjadi ‘alamiah’ pada saat awal karena dianggap dapat diperoleh cuma-cuma dan hanya dipikirkan sebagai suatu faktor yang dieksploitasi dalam proses produksi. Sedangkan produser dapat memulai sistem pengelolaan dan investasi penelitian melalui penentuan produksi maksimum dan profit yang akan diperoleh setiap periode waktu, SDA yang digunakan (contohnya: produksi tanaman secara maksimum tanpa memperhitungkan penggunaan air dan lahan, produksi ternak secara maksimum tanpa memperhitungkan jumlah rumput yang dipakai, maksimum produksi hutan, dsb).  Selanjutnya, karena SDA berkurang, maka yang perlu dilakukan adalah sistem pengelolaan untuk memaksimalkan produksi dan profit per unit SDA yang dipakai (contohnya: hasil per hektar, produksi per unit dari air irigarsi).  Dengan adanya intensifikasi produksi dan mengakibatkan tekanan pada dasar produksi, maka fokus mulai berpindah ke pengelolaan untuk memaksimalkan produksi per unit dari SDA dengan basis keberlanjutan yang permanen. Jadi, bila SDA menjadi semakin sedikit, nilai dan kepentingannya dalam produksi semakin membesar (Alex G. dan G. Steinacker, 1998).

Faktor kedua yang mempengaruhi nilai SDA adalah nilai yang diterima oleh masyarakat.  Walaupun banyak budaya meletakkan suatu nilai yang tinggi terhadap pemeliharaan SDA, atau sedikitnya tidak merusak SDA tersebut, wawasan lingkungan sebagai pokok produksi pertanian; masyarakat sekarang menempatkan nilai yang lebih besar terhadap faktor lingkungan.  Nilai sosial dari SDA meningkat terus selama beberapa decade terakhir dengan dua alasannya. Alasan yang pertama, dalam kehidupan sosial terutama di negara indiustrialis, pendapatan, pendidikan dan waktu bersenang-senang meningkat dan disadari oleh masyarakat sebagai dasar sederhana untuk mempertahankan hidup.  Dalam hal ini masyarakat memberikan penghargaan yang lebih besar terhadap pentingnya kehidupan hutan, udara dan air bersih, keindahan alami lahan.  Yang kedua, dengan meningkatnya populasi dan sistem produksi intensifikasi, pengurangan SDA dan pengrusakan menjadi semakin banyak, kontaminasi pestisida, penggundulan hutan dan menghilangnya species-species yang ada.  Ini membuat pentingnya wawasan lingkungan secara luas dan menempatkan meningkatnya nilai sosial terhadap lingkungan.  Salah satu manifestasi yang nampak adalah menyalahkan pertanian dan riset pertanian untuk merusak lingkungan.  Penelitian Pengelolaan SDA (Natural Resources Management Research = NRMR) jelas diperlukan untuk menjawab tantangan ini (Alex G. dan G. Steinacker, 1998).

Kemungkinan rusaknya sistem ekologi dan hilangnya SDA atau kualitas SDA adalah faktor ketiga yang mempengaruhi penilaian SDA.  Beberapa SDA berpotensi tidak dapat pulih seperti misalnya menghilangnya species-species tertentu yang mengakibatkan kehilangan keragaman hayati yang tak terhitung nilainya.  Tidak dapat pulih sesaat juga merupakan faktor utama di hutan, padang rumput ataupun badan-badan air yang dapat menjadi semakin tidak dapat pulih untuk memberikan keuntungan fisik maupun estetik dari SDA ini.  Sistem produksi pertanian yang tidak berkelanjutan dapat merusak produksi yang tidak dapat pulih serta sistem pertanian tidak lagi memberikan dasar kestabilan ekonomi atau standar hidup yang cukup untuk produser primer tersebut (Alex G. dan G. Steinacker, 1998).

Integrasi antara keuntungan ekonomi, sosial dan ekologi memberikan kesulitan juga bagi NRMR.  Sistem pertanian selalu akan mempunyai dampak terhadap SDA tetapi karena sistem ini sangat kompleks dan periode waktu, maka pemahaman dan pengukuran akan perubahan  tersebut tidaklah mudah.  Untuk membuat suatu perbandingan dan mengakses alternatif yang dapat muncul, konsekuensi SDA terhadap produksi pertanian harus dinilai secara ekonomi (Alex G. dan G. Steinacker, 1998).

Sistem pertanian selalu akan mempunyai dampak terhadap SDA tetapi karena sistem ini sangat kompleks dan periode waktu, maka pemahaman dan pengukuran akan perubahan  tersebut tidaklah mudah.  Untuk membuat suatu perbandingan dan mengakses alternatif yang dapat muncul, konsekuensi SDA terhadap produksi pertanian harus dinilai secara ekonomi (Alex G. dan G. Steinacker, 1998).

Untuk menjamin teknologi-teknologi konservasi tanah yang akan dan telah diterapkan pada suatu daerah agar sustain memerlukan suatu penilaian. Demikian halnya dengan penilaian degradasi lahan, misalnya erosi tanah. Penilaian tidak hanya dilakukan secara biofisik saja, namun penilaian secara ekonomi juga perlu diperhatikan. Penilian secara ekonomis terhadap teknologi-teknologi konservasi tanah, akan memberikan gambaran kelayakan teknologi yang digunakan secara ekonomis, baik teknologi yang akan diterapkan, maupun teknologi yang telah diterapkan. Selain itu penilaian ini dapat memberikan gambaran tentang keuntungan-keuntungan yang diberikan dari penerapan teknologi konservasi tanah. Hal ini dilakukan agar teknologi-teknologi konservasi tanah yang ada dapat berkelanjutan dan dikembangkan oleh masyarakat setempat.

Dalam kaitanya dengan penentu atau pengambil kebijakan, dan juga untuk setiap stakeholder,  penilaian teknologi konservasi dan erosi dapat memberikan gambaran-gambaran perhitungan yang lebih mudah dipahami dengan mengkonversi nilai-nilai yang ada dalam satuan keuangan. De Graaff J. (2001) mengemukakan bahwa selama nilai keuangan dapat dihubungkan dengan atribut-atribut criteria konservasi tanah dan air. Hal ini akan memberikan pengaruh penting dalam mempertahankan keberlanjutan suatu sistem yang pertanian yang ada. Penggunaan Cost-Benefit Ratio yang disertai dengan analisis multi criteria dapat dipakai dalam tahap awal penyeleksian teknologi konservasi tanah dan air yang potensial.

Demikian halnya dengan penilaian degradasi lahan (dalam hal ini erosi) juga perlu dilakukan. Penilaian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kehilangan sumberdaya yang terjadi karena adanya erosi. Clark R., (1998) mengemukakan bahwa pengaruh secara ekonomi dari erosi tanah dan keberlanjutan teknologi-teknologi konservasi tanah dinilai melalui penilaian erosi tanah. Adopsi yang rendah tekonologi konservasi tanah menyebabkan beberapa teknolologi yang ada mungkin tidak memberikan keuntungan. Dua pendekatan yang digunakan dalam studi kasus di Parawella, Srilangka, yaitu nilai sumberdaya dan produksi yang dapat digunakan untuk menduga biaya erosi tanah dan kelangsungan teknologi-teknologi konservasi tanah secara ekonomi.

Metode Pendekatan

Meskipun belum ada suatu metode yang baku untuk menilai pengaruh setempat dari erosi yang dikerjakan dalam suatu areal, dan untuk menaksir investasi teknologi-teknologi konservasi yang dikerjakan. Namun ada dua pendekatan, yakni pendekatan nilai produksi dan pendekatan nilai sumberdaya (Clark R. et al., 1998).

Clark R. et al. (1998), melakukan studi penilaian teknologi konservasi dan ersoi tanah di Parawella, Srilangka. Penelitian dilakukan dengan menggunakan model-model untuk memprediksi selama satu periode ( 20 tahun). Hasil peneliaanya menunjukkan bahwa teknologi-teknologi konservasi tanah yang digunakan tidak dapat berlanjut. Hasil yang penting diperoleh adalah bahwa kegiatan pertanian tidak dapat berlanjut di Parawella, bila tidak ada perubahan dari cara bertani saat penelitian tidak dirubah.

Metode pendekatan yang dilakukan oleh Clark et al., (1998) dalam menilai teknologi-teknologi konservasi dan erosi tanah  di Parawella dapat dijelaskan sebagai berikut:

Nilai Produksi Erosi Tanah

 

Clark R. et al. (1998), mengemukakan bahwa nilai produksi mencerminkan kehilangan dalam hasil tanaman sebagai akibat dari erosi dan biaya erosi berdasarkan pengalaman petani. Hal ini diasumsikan bahwa semua faktor yang mempengaruhi hasil dianggap konstan (iklim, hama, penyakit, biaya pemupukan, pengelolaan tanaman, teknologi) dan petani-petani tidak merubah sistem pertanaman mereka dalam merespon erosi tanah. Hubungan antara erosi tanah dan penurunan hasil tanaman dapat didekati dengan sebuah fungsi eksponensial negatif (Stocking dan Peake, 1986), yang mana penurunan hasil tanaman setiap tahun dengan persentase tertentu dari tahun sebelumnya (gambar 1). Penggabungan penurunan yang besar dalam hasil yang biasanya terjadi pada topsoil yang hilang dengan penurunan yang lebih kecil  dalam hasil yang biasanya terjadi pada lapisan tanah lebih dibawah dari profil tanah yang terbuka. Hasil (Yn) dalam tahun n dinyatakan dengan:

 

……..…………………………………………….(1)

 

dimana:  Yn = Penurunan hasil tanaman pada tahun n, Yo = Hasil pada tahun 0, dan r = laju penurunan hasil tanaman

 

Dalam keadaan tanpa erosi, keadaan ini diasumsikan bahwa hasil-hasil dianggap konstan pada Y0.  Dalam setiap tahun kehilangan hasil karena erosi (Ln) adalah berbeda dalam hasil antara tanaman yang ditanam dalam keadaan tidak ada erosi dengan tanaman yang sama yang ditaman dengan ada erosi:

 

……..…………………………………..……..(2)

 

dimana: Ln = Penurunan hasil karena erosi,

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Kunci: Kumulatif kehilangan hasil karena erosi = i + ii = LT

                  Kumulatif kehilangan hasil yang terjaga oleh konservasi = ii

 

Gambar 1. Model Pengaruh erosi dan konservasi terhadap hasil tanaman (Clark R. et al., 1998)

 

Total komulatif kehilangan hasil (LT) selama periode tahun 0 sampai N merupakan jumlah kehilangan hasil yang dialami setiap tahunnya selama periode tersebut (diillustrasikan dalam gambar 1 sebagai jumlah dari areal (i) dan (ii)):

 

……..…………………………………..……..(3)

 

Kumulatif kehilangan hasil ini dikalikan dengan harga produksi tanaman (Pc) dan dihitung untuk memperoleh acuan waktu untuk uang yang memberikan nilai produksi erosi tanah (JT) dalam periode tahun 0 hingga N:

 

……..…………………………………....(4)

dimana x adalah discount rate. Nilai produksi dari erosi tanah merupakan nilai perhitungan perbedaan komulatif dalam hasil antara tanaman yang ditanaman dengan adanya erosi dengan tanaman yang sama yang ditanaman tanpa erosi.

Nilai Sumberdaya Erosi Tanah

 

Clark R. et al. (1998), mengemukakan bahwa nilai sumberdaya meng-gambarkan atribut fisik tanah atau nilai tempat-tempat terhadap penyewaannya untuk keadaan diwaktu yang akan datang dengan mengabaikan peranannya dalam produkstifitas sekarang.Tanah merupakan sumberdaya yang kompleks seperti sebagai media pertumbuhan, menyediakan hara-hara, tempat fauna dan menyimpan hara dan air.  Semua atribut tersebut diyakini memberikan kontribusi yang berbeda terhadap produktivitas sumberdaya tanah. Peranannya untuk penggunaan-penggunaan tanah kedepan tidak begitu diketahui. Hal ini didasarkan pada konsep yang sama dengan penilaian biodiversitas species-species di hutan hujan tropis yang mana species-species yang diidentifikasi penggunaannya sama dengan spesies-spesies untuk yang penggunaan belum ditemukan.

Kebanyakan dari nilai atribut tanah tidak dapat tersedia dalam bentuk barang-barang yang diperdagangkan pasar, kecuali unsur hara ditemui dalam bentuk pupuk buatan. Oleh karena itu nilai sumberdaya tanah dihitung sebagai kandungan unsur hara tanah, dengan mengabaikan kualitas tanah secara fisik dan ekologis yang sulit dinilai. Pupuk buatan yang digunakan disini adalah yang diperjualbelikan untuk tujuan penilaian  (unsur hara baik yang dalam bentuk terjerap maupun yang tersedia) dan tidak dipandang sebagai hara pengganti. Perhitungan nilai sumberdaya ini merupakan biaya penggantian dari erosi tanah; kemudian menilai penurunan hara sebagai biaya marjinal (kesetaraan) penggantiannya. Nilai sumberdaya didasarkan  pada kumulatif penurunan kandungan unsur hara tanah yang disebabkan oleh erosi. Hal ini merupakan kumulatif dari perhitungan perkembangan erosi yang terjadi yang mempengaruhi kualitas tanah sejalan dengan waktu, yang menyebabkan peningkatan pembatas terhadap potensi penggunaan tanah (Clark R. et al., 1998).

Penurunan kandungan unsur hara tanah karena erosi dapat didekati dengan fungsi eksponensial negatif, seperti yang terlihat pada gambar 1. Top soil digambarkan dengan bagian awal dari fungsi eksponential, yang dapat didekati dengan suatu garis lurus. Sebagai hasil dari laju linier dari penurunan hara tanah yang dapat digunakan untuk analisis (gambar 2) (Clark R., 1998). Kemudian memberikan persamaan sebagai berikut:

 

,    ………………………………….………………(5)

dimana :  An = Total kehilangan hara tanah karena erosi dalam tahun n; Dun, Dvn, Dwn = total kehilangan hara u, v dan w dalam tahun n;

 

,  ……………………………………………………………..(6)

 

dimana : s = laju erosi tanah, cu = kandungan hara u pada tanah (setelah dikonversi  kedalam setara dengan pupuk buatan), dan m = pengayaan sedimen (sediment enrichment ratio).

 

Untuk periode tahun 0 sampai tahun N, maka kehilangan hara yang terjadi (AT) adalah:

 

……………………………………………….(7)

 

Dengan mengalikan masing-masing total kehilangan unsur hara (Dun, Dvn, Dwn) dengan harga pupuk buatan (Pu, Pv, dan Pw) yang stara dengan kehilangan unsur hara tersebut, maka diperoleh persamaan Nilai sumberdaya erosi tanah (BT) untuk periode tahun 0 sampai N dengan discount rate x:

 

………………………………………………(8)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Kunci: Kumulatif kehilangan hara tanah karena erosi = ii + iv = AT

                  Kumulatif kehilangan hara tanah yang terjaga oleh konservasi = iv

 

Gambar 2. Model pengaruh-pengaruh erosi dan konservasi terhadap kandungan hara tanah (Clark R. et al., 1998).

 

 

Nilai Teknologi-Teknologi Konservasi Tanah

 

Dalam menilai teknologi-teknologi konservasi tanah. Clark R., et al., (1998) memberikan contoh untuk studi kasus di Parawella, Srilangka. Analisis biaya dan keuntungan dilakukan untuk tiga teknologi konservasi utama yang ada di Parawella (drainase-drainase kontur, teran tanah dan batu) menggunakan baik pendekatan nilai sumber daya maupun produksi. Semua tenaga kerja dibiayai berdasarkan tingkat upah pasar dan ada dua tingkat input tenaga kerja yaitu yang biasa digunakan untuk konstruksi drainase kontur dan teras-teras bentuk tanah untuk menggambarkan spesifikasi range input oleh petani. Tambahan biaya dan keuntungan konservasi tanah (misalnya areal tanaman yang berkurang, kapasitas air tanah yang meningkat) diasumsikan tidak ada pengurh yang berarti dan semua faktor selain kedalaman tanah diasumsikan konstan. Teknologi-teknologi yang efektif menurunkan  kehilangan hasil seefektif menurunkan kehilangan tanah. Pembangunan teknologi-teknologi konservasi dalam tahun 0 dan keuntungan yang diperoleh tahunan dari tahun 1 untuk skenario-skenario yang berbeda merepresentasikan jarak dalam hasil, laju erosi, tenaga kerja untuk membangun dan efektifitas dalam pengendalian erosi.

Selanjutnya Clark R. et al., (1998) mengemukakan bahwa keuntungan-keuntungan kualitatif nilai produksi teknologi konservasi dalam arti perbedaan hasil antara tanaman yang ditanam dengan konservasi dan tanaman yang ditanam tanpa konservasi. Model eksponensial negatif yang sama pada penurunan hasil tanaman yang digunakan untuk nilai produksi erosi (gambar 1). Total kehilangan hasil tanaman yang terjaga terlihat pada gambar 1 areal (ii). Nilai produksi suatu teknologi konservasi (KT) diperoleh dari kumulatif kehilangan hasil tanaman  yang terhindar karena adanya teknologi kemudian dikalikan dengan harga hasil panen pada tingkat petani (Pc) dan didiscount selama periode analisis (tahun 0 sampai N)

Mengkuantifikasi nilai produksi tanaman berdasarkan perbedaan hasil tanaman, yang ditanam dengan konservasi tanah dan dengan tanpa konservasi tanah.  Penurunan hasil didekati dengan fungsi exponensial negatif (gambar 1). Sehingga  diperoleh Nilai produksi teknologi konservasi (KT) selama periode tahun 0 sampai N, yang telah dikalikan dengan harga hasil panen pada tingkat petani (Pc), dengaan discount rate x (Clark R. et al., 1998):

 

…………………………………………….(9)

 

dimana: e = efektifitas teknologi konservasi tanah

 

Nilai sumberdaya konservasi tanah menggambarkan keuntungan-keuntungan dengan menggunakan teknologi konservasi tanah didekati dengan model linier  (gambar 2)

 

…………………………………...(10)

 

dimana: i = efektifitas teknologi konservasi tanah

 

Nilai sumberdaya konservasi tanah, karena diasumsikan bahwa dalam profil tanah laju penurunan kadar hara tidak linier, maka didekati dengan fungsi eksponensial negatif (gambar 1).

………………………..…………(11)

dimana: z = laju penurunan kadar hara.

 

 

Analisis Ekonomi Pembanding

Untuk menentukan validitas analisis tersebut di atas. Analisis pembanding yang dapat dilakukan adalah menggunakan analisis finansial yang umum dilakukan dalam kegiatan investasi untuk periode tertentu. Analisis-analisis tersebut adalah (i) Cost-Benefit Ratio (CBA), (ii) Net Present Value (NPV), dan (ii) Internal rate of return (IRR).

 

Studi kasus di Parawella (Clark R. et al., 1998)

 

Des Parawella terletakdi daerah  pegunungan Srilangka. Di Daerah ini terdapat  pemilik-pemilik lahan kecil (smallholder) yang mengusahakan tanaman semusim dataran tinggi (upland), dengan lahan kering pada lembah-lembah dan pertanaman sayuran pada daerah-daerah gunung dengan lereng lebih dari 100 %, di atas 1500 m dari permukaan laut. Perkembangan populasi penduduk secara alamiah menyebabkan peningkatan tekanan terhadap lahan sehingga pertanaman berkembang pada daerah-daerah pegununungan yang lebih curam. Daerah-daerah pegunungan terutama digunakan untuk menanam kentang selama musim “maha” (November sampai Januari). Tanaman ini dirasa memberikan keuntungan yang lebih tinggi, sedangkan pada sebagian kecil lahan-lahan pegunungan ditanami tanaman yang memberikan keuntungan yang lebih sedikit sebagai tanaman kedua, yakni tanaman sayuran (kacang-kacangan, kubis dan khol-rabi), tanaman ini ditanam pada musim “Yala” (May sampai Juli), Lahan pegunungan tanpa irigasi dibiarkan kosong selama periode tersebut. Tanah-tanah pada areal tersebut adalah podsolik merah kuning yang karakteristiknya tidak subur, masam dan berstruktur lemah.  Rata-rata curah hujan tahunan  adalah 2000 sampai 2500 mm dan tidak terdapat data lapang, laju erosi diduga berada pada 24 sampai 32 ton/acre/tahun didasarkan pada pendapat pakar (acre digunakan sebagai satuan standar di Srilangka).

Penguasaan-penguasaan lahan berkisar antara 0.5 sampai 5 acre dan kebanyakan petani tidak menggunakan kredit untuk mendanai produksi tanamannya; Hal tersebut terjadi karena mereka percaya bahwa peminjam-peminjam uang untuk pribadi dikenakan bunga pinjaman  20 % per bulan. Discount rate  yang digunakan dalam studi ini  adalah 10 %, yang diturunkan dari cost of capital di Srilangka (Rata-rata bunga pinjaman Bank) yakni 20 % pertahun, untuk memberikan real interest rate atau cost of capital 10 %. Discount rate ini umumnya lebih cocok untuk investasi. Pada saat discount rate yang lebih tinggi, teknologi-teknologi konservasi tanah kadangkala secara ekonomi kurang layak. Analisis studi ini dimulai dari titik pandang petani (menggunakan data finansial) dan dikembangkan selama satu periode 20 tahun.

Untuk nilai produksi erosi di Parawella dihitung berdasarkan satu tanaman kentang setahun. Dua tingkat hasil awal Y0 ( 2.000 kg/acre dan 5000 kg/acre) digunakan untuk mewakili kisaran pengelolaan tanaman dalam areal, dan kehilangan dalam hasil panen dihitung berdasarkan harga kentang ditingkat petani (Rs 2.060/50kg). Hal ini diasumsikan bahwa terjadi laju erosi dalam areal diperkirakan (24 sampai 32 ton/acre/tahun), penurunan hasil tanaman pada laju tahunan (r) 1 % dari hasil tahun sebelumnya. Model tersebut menghitung bahwa setelah satu periode 20 tahun, erosi menurunkan hasil 18 %. Total present value  dari nilai produksi  erosi tanah selama periode 20 tahun adalah Rs 50.079/acre pada tingkat hasil yang lebih rendah dan Rs 125,197/acre pada tingkat hasil tertinggi dengan discount rate 10 persen. Present value dari pendapatan bersih pada produksi kentang pada periode yang sama adalah Rs 485,861/acre pada discount rate 10 persen (Departement of Agriculture, 1993). Hal ini mengindikasikan bahwa, berdasarkan asumsi-asumsi yang telah dibuat, biaya kehilangan hasil tanaman akibat erosi tanah adalah sangat nyata pada petani-petani di Parawella.

Perhitungan nilai sumberdaya untuk Parawella dibatasi terutama pada unsur hara Nitrogen, Kalium , Fosfor dan Magnesium. Data kandungan hara tanah untuk horizon A digunakan dari beberapa studi yang dilakukakan disekitar areal (0.11 % Nitrogen, 50 ppm fosfor, 0.59 meq/100 g kalium, dan 0.47 meq/100g magnesium). Dalam keadaan tidak ada erosi diasumsikan bahwa disana tidak ada penurunan kandungan hara. Kandungan unsur hara terpilih yang keluar akibat erosi dihitung dengan ratio pengayaan sediment (sediment enrichment ratio), diduga sekitar 2,0. Untuk setiap hara (N, P, K, Mg) jumlah erosi dikonversi kedalam kuantitas equivalen dalam bentuk tersedia sebagai pupuk buatan (Nitrate, fosfat, kalium dan magnesium oksida) dan nilainya disesuaikan dengan harga pupuk di pasar yang tersedia setempat.

Setelah melewati periode dalam 20 tahun , total present value dari nilai sumberdaya erosi tanah di Parawella adalah Rs 104,335/acre pada erosi yang terendah dan Rs 139,113/acre pada erosi yang tertinggi yang dihitung pada discount rate 10 %. Dengan membandingan perhitungan pada bab sebelumnya mengindikasikan bahwa total present value (Rs 104.335/acre) pada laju erosi terendah dibandingkan dengan nilai produksi ( Rs 50.079/acre) terlihat lebih dari 2 kali lipat, meskipun pada nilai laju erosi dan tingkat produksi tertinggi keduanya hampir sama (Nilai sumberdaya: Rs 139.133/acre; nilai produksi: Rs 125.197/acre). Perbedaan nilai ini merefleksikan konsep-konsep dan asumsi-asumsi dari kedua pendekatan perhitungan. Nilai-nilai dihitung  baik menggunakan pendekatan bekerja, maupun representasi relatif biaya-biaya yang signifikan pada penerimaan petani dari produksi pertanian dengan mengkonfirmasikan dengan praktek pertanian di Parawella tidak dapat berlanjut bila praktek pertanian bentuk sekarang dilakukan dalam jangka waktu yang panjang.

Teknologi-teknologi konservasi yang dikerjakan di Parawella dibangun  dalam spesifikasi yang lebar dan dalam bervariasi tahap dan perbaikan. Ada tiga bentuk utama teknologi konservasi yang digunkan petani adalah :

(1)   Drainase-drainase kontur tanpa teras

(2)   Teras dengan meninggikan tanah, yang dibersihkan setiap muali musim tanam untuk mencegah gulma yang melindungi tanaman dan tempat hama.

(3)   Teras dengan dinding batu, konstruksi ini terbatas pada lahan yang memiliki batu, dan tenaga kerja yang trampil untuk membangun dinding terras (gaji Rs 200/manday bila dibandingkan dengan Rs 100/manday untuk tenaga kerja tidak trampil). Disana tidak ada lagi pembangunan teras yang baru dalam areal; petani-petani menyatakan ini karena terbatasnya batu dan tingginya biaya tenaga kerja.

Tabel 1 memperlihatkan input dan biaya tenaga kerja untuk membangun dan merawat teknologi-teknologi konservasi. Kebutuhan tenaga adalah tinggi karena kemiringan lahan yang tinggi dengan gradient seringkali lebih dari 100 %. Biaya pembangunan dabn perawatan yang mendasari penghindaran penggunaan tenaga kerja sehingga petani memilih teknologi apa yang mereka akan gunakan. Bentuk-bentuk yang efektif dalam penurunan erosi tanah yang digunakan kemudian untuk menghitung keuntungan-keuntungan dari teknologi konservasi yang berbeda.

Para petani di Parawella bersikap positif terhadap konservasi  dan telah mengerti ide-ide teknologi-teknologi dan mereka senang menggunakan pada lahan mereka. Pengetahuan dan keterampilan teknologi-teknologi yang diperlukan telah diketahui; namun yang menjadi pembatas utama dalam adopsi teknologi-teknologi konservasi adalah menghindar dari tingginya biaya tenaga kerja.

 

Tabel 1. Biaya teknologi-teknologi konservasi yang telah dikerjakan di Parawella dan efektifitasnya dalam menurunkan erosi tanaha (Clark R. et al., 1998)

 

 

Drinase kontur

Teras dinding tanah

Teras dinding batu

Biaya

 

 

 

Konstruksi:

Input tenaga kerja (mandays/acre)

Total biaya tenaga kerja (Rs/acre)

 

80 – 210b

 

 

8.000 – 21.000

 

560 – 1.400

 

 

56.000 – 140.000

Tenaga kerja

-   trampil : 560

-   tdk trampil: 2.240

 

336.000

Perawatan:

Input tenaga kerja (manday/acre)

Total biaya tenaga kerja (Rs/acre)

 

Pembersihan drainase 2 kali dalam setahun : 7.5

 

750

-     Mencukur utk meninggikan: 15

-     Pembersihan : 8c

 

2.300

-     Perawatan untuk meninggikan: 5

-     Pembersihan: 9

 

1.400

Keuntungan:

 

 

 

 

Efektifitas (%) dalam menurunkan erosi tanah

 

10 – 40

 

50 - 80

 

80 - 90

a Data dikumpulkan dari petani-petani di Parawella

b Menggambarkan biaya tambahan tenaga kerja yang diperlukan pada tanah yang keras

c Kedua tipe teras mempunyai dainase pada dasar teras

 

Penaksiran investasi berdasarkan nilai produksi konsevasi mengindikasikan bahwa ternyata semua skenario menjelaskan untuk teknologi-teknologi konservasi adalah tidak ekonomis dengan discount rate 10 % (Tabel 2). Kecuali drainase kontur yang efektif 40 %, yang dibangun dengan input tenaga kerja tinggi dan pada tingkat hasil tertinggi dengan net present value (NPV) sebesar Rs 21.175, yang dihitung pada discount rate 10 %. Skenario-skenario yang lain mempunyai nilai B/C berada dalam range 0.11 sampai 0.83 pada discount rate 10 % dan kebanyakan , internal rate tidak dihitung.

 

Tebel 2. Pertimbangan nilai investasi teknologi konservasi dengan menggunakan nilai produksi (Clark R. et al., 1998)

 

 

Teknologi Konservasi

Penurunan kehilangan hasil (%)

Intensitas tenaga kerja untuk konstruksi

Tingkat erosi terendah

Tingkat erosi tertinggi

B/C rasio

IRR (%)

B/C rasio

IRR (%)

Drainase Kontur

10

Rendah

0.33

*

0.83

7

40

Tinggi

0.71

6

1.77

17

Teras tanah

50

Rendah

0.32

*

0.81

7

80

Tinggi

0.25

*

0.62

5

Teras batu

80

-

0.11

*

0.28

*

95

-

0.14

*

0.34

0

 

* Mengindikasikan skenario-skenario untuk Internal Rate of Return (IRR) tidak dapat dihitung

a Dihitung berdasarkan discount rate 10 %

 

Agar menjadi ekonomis pada discount rate 10 %, skenario drainase kontur memerlukan penurunan kehilangan hasil dalam kisaran 12 sampai 116 %, teras tanah 62 sampai 583 % dan teras batu 256 sampai 1053 %. Gambaran-gambaran penurunan kehilangan hasil yang lebih dari 100 % mengindikasikan bahwa hasil-hasil memerlukan peningkatan diatas yang diperoleh terhadap lahan-lahan yang tidak tererosi jadi kebanyakan gambaran tersebut gambaran tersebut tidak terpenuhi. analysis Threshold mengindikasikan bahwa beberapa skenario tersebut tanpak tidak ekonomis pada berbagai kehilangan hasil; pada laju kehilangan yang rendah, keuntungan-keuntungan konservasi adalah kecil dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang, namun tidak nampak karena pengaruh discounting.; pada taraf yang sangat tinggi dari kehilangan hasil, keuntungan awal sangat besar namun hasil cepat sekali menurun menjadi nol sehingga keuntungan menjadi berhenti. Untuk menjadi ekonomis pada discount rate 10 %, skenario untuk drainase kontur memerlukan laju minimal kehilangan hasil berkisar  0.5 sampai 4 %; untuk teras tanah 1 sampai 5 %, dan untuk teras batu 3 sampai 12 %. Semua hasil ini menunjukkan bahwa pada discount rate yang rendah, pembangunan drainase kontur dan kemungkinan teras tanah tanpak ekonomis, namun pada biaya modal cost capital 10 % atau lebih, adopsi teknologi-teknologi konservasi di Parawella nilainya tidak ekonomis.

Tebel 3. Pertimbangan nilai investasi teknologi konservasi dengan menggunakan nilai sumberdaya (Clark R. et al., 1998)

 

Teknologi Konservasi

Penurunan kehilangan hasil (%)

Intensitas tenaga kerja untuk konstruksi

Tingkat hasil terendah

Tingkat hasil tertinggi

B/C rasio

IRR (%)

B/C rasio

IRR (%)

Drainase Kontur

10

Rendah

0.73

6

0.97

10

40

Tinggi

1.52

15

2.03

19

Teras tanah

50

Rendah

0.69

6

0.92

9

80

Tinggi

0.52

5

0.70

6

Teras batu

80

-

0.24

*

0.32

0

95

-

0.28

*

0.38

1

 

* Mengindikasikan skenario-skenario untuk Internal Rate of Return (IRR) tidak dapat dihitung

a Dihitung berdasarkan discount rate 10 %

 

 

Meskipun hanya dua skenario yang diperoleh tanpak ekonomis pada discount rate 10 %: Drainase kontur yang dibangun dengan intensitas tenaga kerja yang tinggi, 40 % efektif dalam menurunkan erosi, baik pada laju erosi terendah (NPV = Rs 14.349) dan laju erosi tertinggi (NPV = Rs 28,260). Untuk analisis nilai B/C yang ada dari 0.24 sampai 0.97 pada discount rate 10 % dan IRR antara 0 sampai 9 % (Table 3). Untuk menjadi ekonomis pada discount rate 10 %, drainase kontur  akan memerlukan penurunan erosi dari 11 sampai 26 %, teras tanah dari 54 sampai 153 %, dan teras batu dari 250 sampai 333 %. Gambaran yang dapat diterima disini adalah drainase kontur sedangkan untuk terras tidak dapat diterima.

Dengan mengasumsikan 1 % laju penurunan kandungan hara tanah (z) dalam tahun sebelumnya, pada discount rate 10 %, drainase kontur tampaknya ekonomis pada laju erosi berkisar 17 sampai 36  t/acre/tahun, teras tanah 37 sampai 49 t/acre/tahun dan teras batu 91 sampai 108 ton/acre/tahun.  Hasil semua ini mengindikasikan bahwa pada discount rate 10 %, yang mungkin tampak ekonomis berdasarkan nilai sumberdaya adalah teknologi konservasi tanah dengan drainase kontur, sedangkan teknologi konservasi tanah dengan teras tidak ekonomis.

Analisis ini mengindikasikan bahwa nilai sumberdaya erosi tanah adalah sama atau dapat meningkat dua kali lipat dari nilai produksi untuk skenario-skenario yang berbeda dan keduanya terutama merepresentasikan biaya relatif penerimaan keluarga  pada produksi pertanian. Taksiran investasi dengan menggunakan nilai produksi dan sumberdaya dari konservasi tanah mengindikasikan bahwa beberapa teknologi konservasi tampak ekonomis pada discount rate yang sangat rendah. Meskipun cost capital petani-petani di Parawella tinggi (20 % per bulan dalam arti moneter) yang membatasi adopsi teknologi konservasi dari segi biaya seperti tidak berlanjutnya teras di Parawella (Clark R. et al., 1998).

 

KESIMPULAN

Penilaian ekonomis teknologi konservasi dan erosi tanah penting untuk dilakukan dalam pengelolaan pertanian. Salah satu metode analisis yang dapat dipertimbangkan adalah metode yang didasarkan pada nilai produksi dan nilai sumberdaya yang dikemukakan oleh Clark et al. (1998).  Dari analisis tersebut memperlihatkan bahwa teknologi konservasi tanah teras yang di terapkan di Parwella tidak berkelanjutan, karena teknologi tersebut tidak ekonomis.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alex G. dan G. Steinacker. 1998.  Investment in Natural Resources Management Research (NRMR): Experience and Issues . In: Investment Strategies for Agriculture and Natural Resources, Investing in Knowledge for Development. G.K. Persley (ed.). CABI Publishing, CAN International.

 

Bui dung T. 2001. The economic of soil erosion and the choice of land use systems by upland farmers in Central Vietnam. Research Report No. 2001 – RR15. Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA). Singapore. 62 pp.

 

Clark R., H. Manthrithilake, R. White, dan M. Stocking, 1998. Economic Valuation of Soil Erosion and Conservation – A Case Study of Parawella, Srilangka. In : Towards Sustainable Land Use : Furthering cooperation between people and institutions. Blume H.P, et al.(eds.). Catena Verlag GMBH, 35447 Reiskirchen, Germany. P: 879 – 888.

 

De Graaff J., 2001. The Economic Appraisal of Soil and Water Conservation Measures. In: Response to Land Degradation. Bridges E.M et al. (eds). Science Publisher Inc., Enfield, NH, USA. P: 274 – 283.

 

Eisner, R. 1998. Investment, National income, and Economic Policy (The Selected essays of Robert Eisner: V.2). Edited by William R. Kenan: Economist of the twinttieth century. Edward Elgard Publ. USA. 593 pp.

 

Huszar P. C., and H.C. Cochrane, 1990. Subsidion of Upland Conservation in West Java: The Citanduy II Project. Bulletin on Indonesian Economic Study 26(2), August, 121 – 132.

 

IRRI., 1984. Basic Procedures for Agroeconomics Research. International Rice Research Institute., Manila. 230 pp.

 

Tran Dinh T. 2001. On-site cost and benefits of soil conservation in te mountainous regions of Northern Vietnam. Research Report No. 2001 – RR13. Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA). Singapore. 48 pp.