γ 2002 Yogi Sirodz Gaos Posted 24
November, 2002
Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
November 2002
Dosen :
Prof Dr.
Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr
Zahrial Coto
Dr Bambang Purwantara
F161020071 (TEP)
E-mail: yogisirodz@yahoo.com
Empirisme logis yang berpendapat bahwa hanya ada satu
sumber pengalaman yaitu berupa pengalaman mengenal data data inderawi yang
dikembangkan oleh Lingkaran Wina pada awal abad ke- 20 juga mengakui adanya
dalil dalil logika dan matematika yang tidak dihasilkan lewat pengalaman.
Sehingga dapat ditarik garis batas antara pernyataan bermakna dengan pernyataan tidak bermakna. Namun
dalam perkembangan ilmu pengetahuan empiris hal tersebut diatas ditentang oleh
Karl Raimund Popper yang berpendapat bahwa pemikiran dibatasi oleh garis
demarkasi ungkapan ilmiah dan ungkapan tidak ilmiah. Pokok garis batas terletak
pada ada tidaknya dasar empiris bagi ungkapan bersangkutan.
Pembahasan dalam tulisan ini menitikberatkan pada suatu masalah untuk mencari nilai nilai kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang dimulai dari munculnya pemikiran rasionalisme yang disertai dengan argumentasi, diikuti zaman Renaissance yang berarti kelahiran kembali, revolusi ilmu pengetahuan, ideologi, teknologi dan abad informasi yang selalu dibarengi dengan munculnya problematik tentang obyektivitas dalam ilmu pengetahuan. Pembahasan tetntang problematik obyektivitas tersebut dibatasi pada masa perkembangan empiris logis yaitu permasalahan yang muncul antara pemikiran Lingkaran Wina dengan pemikiran Karl Raimund Popper.
Manusia adalah satu satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh sungguh, lain hanya binatang bahwasanya binatang juga mempunyai pengetahuan tetapi pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas. Sebagai contoh seekor kera tahu mana buah jambu yang enak dan mana yang tidak enak.
Berbeda dengan manusia, dalam diri manusia memiliki cipta, karsa dan pikiran. Dalam diri manusia mempunyai komponen komponen. Dari komponen itu manusia dapat mengembangkan pengetahuannya dalam mengatasi kebutuhan kelangsungan kebutuhan hidup, sebagai contoh manusia memikirkan hal hal baru, artinya kita hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.
Dengan kemampuan dari dasar pengetahuan yang dimiliki itu yang mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas dimuka bumi ini. Manusia itu mampu mengembangkan dari dua faktor.
Pertama, faktor bahasa. Dengan bahasa yang dimiliki manusia mampu mengkomunikasikan informasi hal yang baru dan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut.
Kedua, pengetahuan dapat berkembang dengan cepat dan mantap, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir. Berpikir menurut suatu kerangka pikiran tertentu yang disebut penalaran. Penalaran itu berkembang pada otak manusia sangat luar biasa, tergantung pada manusia itu sendiri, bagaimana memainkannya. Konsep nalar bisa membuat manusia menjadi semakin cerdas dan pandai menemukan kebenaran sebagai contoh bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini, maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih tepat dan lebih mudah, disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan komunikasi.
Namun kenyataannya apakah ilmu pengetahuan selalu merupakan berkah, terbebas dari kutub yang membawa malapetaka dan kesengsaraan ? Sebab sejak tahap pertama pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang, bagaimana menggunakan alat yang canggih untuk memerangi sesama manusia dan menguasai mereka sampai kepada penciptaan bermacam macam senjata pembunuh.
Dengan melihat perkembangan ilmu pengetahuan tersebut diatas sering melupakan faktor manusia, dimana kenyataan pada abad modern ini, manusialah yang pada akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia, melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri.
B. RUMUSAN
MASALAH
Sejak berkembangnya pemikiran yang benar dan yang baik sebagai nilai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang, maka berkembanglah filsafat ilmu pengetahuan yang dipelopori oleh Aristoteles. Pemikir demikian dianggap sebagai tokoh realisme dimana semua pengetahuan berasal dari pengalaman empiris.
Perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesatnya terutama sejak zaman Reinaissance yang berati kelahiran kembali ( yang mengangkat martabat manusia ) yang diikuti oleh revolusi ilmu pengetahuan, revolusi industri, ideologi, teknologi, dan informasi.
Dalam tulisan ini rumusan masalah dibatasi untuk problematik tentang obyektifitas dalam ilmu pengetahuan dalam abad ke 20, hal ini mengingat sangat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.
Pandangan yang akan diuraikan meliputi masalah masalah yang muncul tentang pemikiran pemikiran empirisme logis yang membatasi garis demarkasi antara pernyataan yang bermakna dengan pernyataan yang tidak bermakna berdasarkan kemungkinan untuk diverifikasi dengan pemikiran yang dibatasi garis demarkasi antara ungkapan ilmiah dengan ungkapan tidak ilmiah.
Socrates ( 470 399 ) mengembangkan pemikiran membela yang benar dan baik sebagai nilai nilai obyektif yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang.
Menurut C. Verhaak ( 1997 ) : Filsafat dapat dirumuskan secara sangat umum sebagai upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan pengembaraaan manusia didunianya menuju akhirat secara mendasar. Filsafat dapat diberi batasan sebagai upaya dimana obyek materialnya, yakni manusia didunia yang mengembara menuju akhirat, dipelajari menurut sebab musabab pertama. Begitulah pengertian filasafat sebagai keseluruhan, yang tidak sulit bagi kita untuk membedakan bagian yang satu dengan bagian yang lainnya namun begitu tak berarti bahwa perbedaan tersebut merupakan suatu pemisahan.
Jika filsafat ditempatkan pada konteks orang beriman, maka kata akhirat tidak sulit digantikan dengan kata Tuhan. Dengan cara yang sama, tampilah cabang cabang filsafat lainnya, yaitu filsafat manusia dan filsafat alam. Ketiga filsafat tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya karena manusia, alam dan ketuhanan disoroti menurut sebab musabab terakhir yang selalu meliputi ketiga cabang tersebut.
Menurut Jujun S. Suriasumantri ( 1998 ) : Karakter berpikir filsafat yang Pertama adalah : sifat menyeluruh artinya seorang ilmuwan tidak puas hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri, tetapi pada hakekatnya dia melihat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Sebagai contoh dia ingin mengetahui bagaimana kaitan ilmu dengan moral dan kaitan ilmu dengan agama. Dan dia ingin juga meyakini apakah ilmu itu sendiri dapat memberikan kebahagian terhadap dirinya sendiri.
Filsafat yang Kedua : sifat mendasar artinya dia tidak lagi percaya bahwa ilmu itu benar ? lalu benar itu sendiri itu apa ?
Artinya dalam pengetahuan secara menyeluruh bahwa kita tidak yakin terhadap titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar. Dalam hal ini kita hanya berspekulasi dan inilah ciri filsafat yang Ketiga, yakni sifatnya spekulatif . Dengan demikian pengetahuan yang sekarang dimulai dengan spekulasi, sehingga dapat membuahkan pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan ilmu pengetahuan. Tanpa menetapkan kriteria tentang apa yang disebut benar, maka tidak mungkin pengetahuan lain berkembang diatas kebenaran. Tanpa menetapkan apa yang disebut baik atau buruk, maka kita tidak mungkin berbicara tentang moral.
Ilmu pengetahuan dicirikan sebagai usaha mengumpulkan hasil pengetahuan secara teratur dan sistematis, berkat adanya refleksi. Pengungkapan hasil tersebut terjadi dalam macam macam model, yang dapat digolongkan menjadi dua model dasar, yaitu model oposteriori dan model apriori. Model apriori sudah dirintis oleh Plato, sedangkan Aristoteles mengutarakan suatu model ilmu dimana sebagai hasil pemeriksaan oposteriori diperoleh dari suatu pengetahuan melalui sebab musabab, yang paham apriorinya menjadi ciri khas ilmu.
Ilmu pengetahuan mempunyai kekhususan dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya, kita bertitik pangkal pada gejala kesadaran akan pengetahuan itu sendiri secara tersirat. Apabila unsur tersirat tersebut diucapkan menjadi tersurat, maka terjadilah apa yang disebut refleksi. Berkat refleksi, pengetahuan yang semula langsung dan spontan memang kehilangan kelangsungan dan kespontanitasannya, tetapi serentak pengetahuan itu mulai cocok untuk diatur scara sistimatis sedemikian rupa sehingga isinya dapat dipertanggung jawabkan. Itulah kiranya yang terjadi dalam pembentukan ilmu pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang ada, yang dikumpulkan lalu diatur dan disusun.
D. PROBLEMATIK
TENTANG OBYEKTIFITAS DALAM ILMU PENGETAHUAN, SUATU KAJIAN ATAS PENCEMARAN
Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah masalah moral, namun dalam perspektifnya yang berbeda. Teori yang diajukan Copernicus ( 1473 1543 ) tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingi matahari, dan bukan sebaliknya seperti yang diajarkan dalam ajaran agama, sehingga timbul interaksi antara ilmu dan moral yang bersumber pada agama yang berkonotasi metafisik. Ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan dipihak lain terdapat keinginan ilmu berdasarkan kepada pernyataan pernyataan yang terdapat dalam ajaran ajaran diluar bidang keilmuan diantaranya agama. Maka munculah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik, ini yang berakumulasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. Galileo oleh pengadilan agama tersebut dipaksa untuk mencabut pernyataaanya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.
Konflik ini bukan terjadi dalam ilmu ilmu alam, tetapi juga ilmu ilmu sosial, dimana berbagai ideologi mencoba untuk mempengaruhi metafisik keilmuan.
Kajian diarahkan pada : Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi antara lain dalam hasil kemajuan teknologi berupa Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batu bara. Apabila ditinjau dari hasil pembangunan tersebut sepintas kita dapat merasakan manfaat yang besar bagi kebutuhan hidup manusia di zaman modern ini berupa tersedianya energi listrik untuk memenuhi kebutuhan primer masyarakat kota maupun masyarakat pedesaan. Ketersediaan energi tersebut dapat langsung setiap orang merasakan kemudahan untuk melaksanakan kehidupan sehari hari antara lain untuk :
Lampu penerangan, radio, televisi, sistem penyegaran udara, alat memasak dan lain lain. Dengan tersedianya lampu penerangan akan mempengaruhi pola hidup masyarakat serta budaya, dimana memungkinkan manusia untuk menggali ilmu pengetahuan dalam perspektif yang lebih luas. Dengan tersdianya energi listrik dapat mendorong terlaksananya abad informasi, dimana lewat radio dan televisi kita dapat merasakan dan menikmati kejadian kejadian ditempat lain yang relatif jauh dengan jarak ribuan bahkan puluhan ribu kilometer dalam waktu yang hampir bersamaan, hanya dengan selisih waktu dalam ukuran detik. Sudah barang tentu informasi tersebut diatas akan sangat mempengaruhi budaya manusia diseluruh dunia, dimana hal tersebut adalah sesuatu yang mustahil bisa dinikmati 100 tahun yang lalu.
Dengan ketersedian energi listrik, telah mamacu sektor industri yang sebenarnya telah dimulai revolusi pada abad ke- 18. Perkembangan sektor industri tersebut telah sangat mempengaruhi pola pikir dan perilaku manusia itu sendiri, perkembangan industri ini ternyata telah memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagi kemakmuran dan kemudahan manusia. Dengan bergesernya nilai nilai perilaku masyarakat industri ini, maka telah mengubah perilaku dari masyarakat tradisonal ke masyarakat modern. Manusia mampu mengaktualisasikan jati dirinya secara optimal dengan bekerja lebih efektif dan efisien karena ditunjang oleh sarana dan prasarana modern. Pelaku bisnis dapat bernegosiasi dan membuat transaksi dengan jarak ribuan kilometer dalam waktu yang sangat singkat, karena para pelaku bisnis tidak perlu pergi kesatu benua atau benua lainnya untuk melaksanakan transaksi tersebut. Hal ini dimungkinkan karena telah majunya teknologi informasi yaitu berupa teleconference, E- mail, telephone, facsimili dan lain lain. Perkembangan teknologi informasi, baik piranti lunaknya maupun piranti kerasnya sangat membantu untuk kemakmuran manusia itu sendiri, inilah yang disebut dampak positifnya.
Namun problematik yang muncul dari perkembangan teknologi energi dan teknologi informasi tersebut antara lain : tergusurnya penduduk yang sudah menempati tempat kehidupannya sejak beberapa keturunan, leluhur yang selama ini dianggap sehingga akan menggeser norma norma tradisional yang sudah kental dimilikinya, budaya tradisional akan bergeser ke kehidupan modern yang secara keseluruhannya belum tentu memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagi penduduk yang tergusur tersebut.
Revolusi ilmu pengetahuan dan revolusi industri meningkatkan kesejahteraan manusia namun juga mengakibatkan sebagian manusia meninggalkan kebudayaan tradisonal menuju kehidupan modern ynag secara keseluruhan belum tentu menguntungkan. Sehingga dengan revolusi industri mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan , sebagai contoh dengan menipisnya lapisan ozon yang diakibatkan dari produksi hasil proses pembakaran. Menipisnya lapisan ozon tersebut berdampak kepada pengaruh cuaca global, dengan kenaikan temperatur atmosfir rata rata karena ozon berfungsi sebagai pelindung dari radiasi sinar matahari. Dari hasil gas buang suatu PLTU tersebut diatas juga menghasilkan gas asam sulfat sehingga mengakibatkan hujan asam dan sebagai dampak negatif lainnya terjadi pencemaran lingkungan dalam bentuk abu hasil pembakaran yang menyebar sampai dengan jarak puluhan kilometer.
Obyektifitas dalam ilmu pengetahuan yang merupakan suatu masalah untuk mencari nilai nilai kebenaran dalam ilmu pengetahuan akan berkembang terus dengan segala problematiknya seiring dengan berjalannya waktu. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan akan selalu mempunyai dampak positif maupun negatif bagi kehidupan manusia di bumi ini.
Problematik tentang ilmu pengetahuan akan selalu muncul ke permukaan seiring dengan berjalannya waktu. Perkembangan ilmu pengetahuan demikian maju pesatnya terutama pada abad ke- 20 yang merupakan abad teknologi yang dilanjutkan dengan abad informasi telah membawa kemakmuran dan kemudahan bagi kehidupan manusia.
Dampak positif dengan contoh pembangunan Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) dengan bahan bakar batu bara tersebut diatas adalah memberi kemudahan bagi kehidupan manusia perkotaan maupun yang tinggal di pedesaan. Hal tersebut telah dapat merubah budaya suatu bangsa manuju masyarakat global. Salah satu dampak positif yang dapat dirasakan antara lain semakin cerdasnya masyarakat yang disertai dengan kenaikan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan, Namun demikian tidak dapat luput dari dampak negatifnya. Dampak negatif yang dirasakan antara lain berupa menurunya nilai nilai tradisional yang telah terbukti memiliki moral yang tinggi dan ketenangan masyarakat. Persoalan mendatang pada abad ke- 21 dan milenium ke- 3 dimana yang dominan adalah unsur informasi, seiring dengan segala kemajuan tersebut akan muncul problematik atau permasalahan permasalahan tentang obyektifitas dalam perkembangan ilmu pengetahuan akan terus berkembang seiring dengan perjalanan manusia di muka bumi ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bertens,K, DR., 1990, Ringkasan Sejarah Filsafat, Jakarta, Penerbit: Kanesius, Cetakan Kedelapan.
Peursen, CA Van, 1989, Susunan Ilmu Pengetahuan, sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, diterjemahkan oleh J. Drost, Jakarta, PT. Gramedia, Cetakan Kedua.
Suryasumantri, Jujun S, 1998, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
Verhaak, C. 1997, Filsafat Ilmu Pengetahuan Telaah Atas Kerja Ilmu Ilmu, Jakarta, PT. Gramedia, Cetakan Keempat.