ã 2002
Semuel Laimeheriwa Posted 23 November, 2002
Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
November 2002
Dosen :
Prof Dr.
Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr
Zahrial Coto
Dr Bambang
Purwantara
oleh :
E-mail : Semmy_l@yahoo.com
ABSTRACT
This paper explains the
climatic approach in agricultural commodities development, especially in
central areas of the plant production of the Maluku Province. There are some
climatic types in Maluku based on rainfall variability from one to another
areas, including air temperature due to the variability on altitudes. For agricultural development, the Maluku
Province can be devided qualitatively in three climate regions, namely: (1) wet
climate (rainfall ≥ 2000 mm per year), (2) low temperature (> 700 m
above sea level), and (3) dry climate (rainfall < 2000 mm per year). According to Oldeman climatic classification
system, there are 11 agroclimatic zones in Maluku (B1, B2,
C1, C2, C3, D1, D2, D3,
E2, E3 and E4); 5 climatic types according to
Schmidth – Fergusson system (A, B, C, D, and E) ; while 3 climatic types based
on Koppen classification system (Af, Am dan Aw). The growing season in this
province tend to be varieted; from very short period (3 – 4 month) in Wetar and
Kisar islands, to very long period (12 month = along year) on some areas in
Ceram island. Selection of central
areas for particular plants production in Maluku province now, generally meets
the climatic suitability requirement.
Nevertheless, there are several areas or particular plants, need to be
considered to reasessed their climatic suitability, for example reassessment of
nutmeg plant in Tehoru, cashew in Kei Kecil areas, fruits (mango and citrus) in
Taniwel and Kisar orange in Babar islands.
In order to achieve a better yield in climatic/weather analysis need the
complete and continue data. Therefore, a complete climatic station network
should be build up in Maluku province, particularly in the areas of production
centre.
Key
words : agricultural commodity, climatic
approach, the areas of production centre, climatic suitability.
ABSTRAK
Tulisan ini mencoba
mengkaji pendekatan iklim dalam pengembangan komoditas pertanian, terutama pada
kawasan sentra produksi tanaman di Propinsi Maluku. Terdapat berbagai tipe
iklim di Maluku akibat adanya keragaman curah hujan antar wilayah dan suhu
udara berdasarkan ketinggian tempat di atas muka laut. Untuk pertanian, secara kualitatif Propinsi
Maluku dibedakan atas tiga wilayah iklim, yaitu (1) iklim basah (curah hujan
≥ 2000 mm/tahun), (2) suhu rendah (> 700 m diatas muka laut), dan (3)
iklim kering (curah hujan < 2000 mm/tahun).
Berdasarkan sistem klasifikasi iklim Oldeman dijumpai 11 wilayah
agroklimat di Maluku (B1, B2, C1, C2,
C3, D1, D2, D3, E2, E3
dan E4); klasifikasi iklim Schimdth–Fergusson dijumpai 5 tipe iklim
(A, B, C, D, dan E); dan menurut klasifikasi iklim Koppen terdapat 3 tipe iklim
(Af, Am dan Aw). Musim tanam di wilayah
ini sangat beragam mulai dari yang paling pendek (3 – 4 bulan) di pulau Wetar
dan Kisar hingga 12 bulan (sepanjang tahun) pada beberapa daerah di pulau
Seram. Penentuan kawasan sentra
produksi tanaman tertentu di Provinsi Maluku untuk saat ini secara umum
memenuhi persyaratan kesesuaian iklim.
Namun ada beberapa daerah atau tanaman tertentu perlu dipertimbangkan
untuk dikaji lagi kesesuaian iklimnya, yaitu tanaman pala di Tehoru, jambu mete
di Kei Kecil, buahan (jeruk dan mangga) di Taniwel dan Jeruk Kisar di
pulau-pulau Babar. Untuk mendapatkan
hasil yang baik dalam analisis iklim/cuaca dibutuhkan data yang lengkap dan
berlanjut/kontinu. Untuk itu, perlu
dibangun jaringan stasiun iklim lengkap di Provinsi Maluku terutama pada
kawasan-kawasan sentra produksi.
Kata
kunci : komoditi pertanian, pendekatan
iklim, kawasan sentra produksi, kesesuaian iklim
Suatu analisis perencanaan
pertanian tidak akan terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya,
diantaranya yang utama adalah lingkungan fisik (tanah dan iklim). Dalam analisis awal faktor tanah dipertimbangkan
sebagai faktor yang relatif dapat dimodifikasi, sedangkan faktor iklim dalam
skala meso hingga makro merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Untuk itu dalam suatu perencanaan pertanian,
analisis iklim dan karakterisasi sumberdaya iklim merupakan hal penting yang
mendukung keberhasilan perencanaan tersebut.
Unsur iklim mempengaruhi
hampir semua aspek kegiatan pertanian baik melalui perencanaan jangka panjang,
jangka pendek maupun sehari-hari.
Kebutuhan akan informasi iklim yang tepat guna semakin dirasakan
strategis dalam menunjang program pertanian.
Oleh karena itu, usaha yang paling bijaksana adalah menyesuaikan pola
pertanian dan jenis tanaman/komoditas pertanian yang diusahakan dengan pola
iklim setempat. Penyesuaian tersebut
harus didasarkan kepada identifikasi, pemahaman atau interpretasi yang tepat
terhadap iklim pada setiap agroekosistem dan lokasi spesifik atau lahan. Dengan demikian dalam memilah-milah wilayah
dengan kondisi iklim yang sesuai untuk komoditas pertanian tertentu atau
komoditas pertanian untuk wilayah tertentu diperlukan identifikasi dan
interpretasi iklim yang lebih komprehensif.
Salah satu kebijakan
pembangunan di bidang pertanian yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Maluku
adalah dengan ditetapkannya berbagai kawasan sentra produksi komoditas
pertanian. Penetapan ini didasarkan
atas berbagai pertimbangan strategis sesuai dengan kondisi biofisik wilayah,
sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
Namun, terdapat indikasi bahwa kajian iklim dalam penetapan berbagai
kawasan sentra produksi tersebut belum memadai (komprehensif).
Tulisan ini mencoba untuk
mengkaji pendekatan iklim dalam pengembangan komoditi pertanian, terutama pada
kawasan-kawasan sentra produksi di Propinsi Maluku. Beberapa aspek iklim yang dikaji adalah meliputi : iklim dan
agroklimat Maluku, kesesuaian iklim untuk tanaman dan analisis mikro kondisi
iklim.
2.1. Sirkulasi dan Musim
Iklim kepulauan Maluku
sangat dipengaruhi oleh sirkulasi angin musim secara latitudal yang bergerak
dari dan ke arah ekuator. Disamping
itu, dengan adanya pegunungan pada beberapa pulau, angin lokal turut
mempengaruhi curah dan distribusi hujan sebagai penciri utama keragaman iklim
antar daerah di wilayah ini. Daerah-daerah yang dekat dengan khatulistiwa
(Maluku Tengah) umumnya mendapatkan curah hujan yang lebih banyak dibandingkan
dengan daerah-daerah di bagian selatan propinsi ini (Maluku Tenggara) atau
semakin ke selatan curah hujannya semakin rendah. Adanya keragaman iklim (curah hujan) tersebut erat kaitannya
dengan posisi geogarfis dan fisiografis wilayah yang mempengaruhi sirkulasi
udara global dan regional (angin musim dan angin lokal).
Selama periode Oktober –
Maret, angin Pasat Timur Laut dari Lautan Pasifik yang lembab dan panas bertiup
secara dominan dan konvergen terus menuju ke selatan khatulistiwa diantaranya
melewati Laut Banda yang cukup luas.
Karena adanya halangan topografi/pegunungan Pulau Seram dan Buru
menyebabkan wilayah-wilayah bagian utara (daerah hadap angin) dari kedua pulau
tersebut mendapatkan curah hujan yang cukup tinggi, dan juga bagian barat dan
timur Pulau Seram. Disamping itu, angin
tersebut yang membawa massa uap air dari Laut Banda dan akan tercurah sebagai hujan
di daerah Maluku Tenggara. Selama periode
ini berlangsung musim hujan pada daerah-daerah tersebut, sedangkan
wilayah-wilayah lain seperti Pulau Ambon, Lease, dan bagian selatan Pulau Seram
dan Buru mendapatkan hujan yang rendah atau berlangsung musim kemarau.
Selama periode April –
September sirkulasi udara didominasi oleh angin Passat Tenggara yang dingin dan
relatif kering dari Australia. Angin yang kering ini menyebabkan wilayah Maluku
Tenggara kurang mendapatkan hujan atau berlangsung musim kemarau. Pada saat angin ini terus bertiup ke utara
melewati Laut Banda, sejumlah uap air terangkut dan akan jatuh sebagai hujan di
bagian selatan Pulau Seram dan Buru, Lease dan Ambon. Selama periode ini berlangsung musim hujan di daerah-daerah
tersebut, sedangkan bagian utara Pulau Seram dan Buru serta bagian barat dan
timur Pulau Seram mengalami musim kemarau atau mendapatkan curah hujan yang
kurang.
Pengaruh barisan pegunungan/topografi wilayah
menyebabkan beberapa daerah pegunungan di Pulau Seram seperti Manusela, Riring
dan Hunitetu memiliki musim hujan yang panjang dan musim kering yang pendek
(Laimeheriwa, 1998).
2.2. Curah Hujan dan Tipe Iklim
Dengan menggunakan data yang
tersedia pada berbagai stasiun iklim yang ada di Maluku dan pustaka lainnya,
dilakukan analisis untuk menggambarkan karakteristik sumberdaya iklim wilayah
Propinsi Maluku yang dirinci per gugus pulau yang ada seperti yang disajikan
pada Tabel 1 dan 2.
Dari tabel tersebut terlihat
bahwa keragaman iklim terutama curah hujan antar daerah cukup besar mulai dari
curah hujan yang paling kering di Ilwaki (Pulau Wetar) yang hanya mendapatkan
curah hujan 901 mm/tahun sampai dengan daerah yang paling banyak hujannya (4112
mm/tahun) di Tehoru (Pulau Seram).
Adanya
keragaman curah hujan antar wilayah dan suhu udara berdasarkan ketinggian
tempat menyebabkan terdapat berbagai tipe/kelas iklim di Maluku. Berdasarkan Klasifikasi Koppen diperoleh 3 tipe
iklim (Am, Af, dan Aw). Tipe iklim Am dijumpai pada daerah-daerah yang
mempunyai curah hujan tahunan lebih besar dari 2000 mm dan hanya terdapat satu
atau dua bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm) seperti di daerah
Kei Besar dan Romang. Tipe iklim Aw
dijumpai di sebagian besar wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, dan Buru
Utara, sedangkan daerah lainnya bertipe iklim Af yang lebih dominan di wilayah
Maluku. Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, di Maluku terdapat
11 tipe agroklimat, yaitu : B1 di daerah Hunitetu, Tehoru, Werinama, Manusela,
Riring, Banda; B2 di daerah Kei Besar dan pp. Aru; C1 di daerah Buru Selatan, Seram
Barat, Amahai, Bula, Taniwel, pulau Ambon, dan kep. Lease; C2 di daerah Seram
Utara; C3 di daerah Kei Kecil, dan kep.
Tanimbar; D1 di daerah TNS dan Romang;
D2 di daerah Buru Utara Barat, Kairatu, dan Seram Timur; D3 di daerah pp.
Babar; E2 di daerah Moa; E3 di daerah Buru Utara Timur, Serwaru dan Kisar; dan
E4 di daerah Ilwaki-Wetar, sedangkan
berdasarkan klasifikasi Schmidth dan Fergusson dijumpai 5 tipe iklim, yaitu
tipe A di daerah Buru Selatan, Seram Barat, Hunitetu, Amahai, TNS, Tehoru, Werinama,
Bula, Manusela, Taniwel, Riring, pulau Ambon, kep. Lease dan Banda, Kei Besar
dan kep. Aru; tipe B di daerah Buru Utara Barat, Kairatu, Seram Timur, Seram
Utara, Kei Kecil dan Romang; tipe C di daerah Buru Utara Timur, kep. Tanimbar,
pp. Babar, dan Moa; tipe D di daerah Serwaru dan Kisar; serta tipe E di
Ilwaki-Wetar (lihat Tabel 1).
Adanya tipe iklim (Tabel 1)
dan periode tumbuh (Tabel 2) antar daerah di Maluku yang beragam
mengindikasikan bahwa wilayah ini berpotensi besar dalam pengembangan berbagai
komoditas pertanian.
III.
PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN DI MALUKU BERDASARKAN PENDEKATAN IKLIM
3.1. Kesesuaian Iklim Untuk
Tanaman
Setiap tanaman (komoditi)
membutuhkan syarat tumbuh serta mempunyai daya adaptasi (kisaran) dan tanggap
tertentu terhadap lingkungan. Di
lapangan kondisi tersebut merupakan interaksi antara potensi agroekologi
(alamiah) dengan paket teknologi sistem usahatani dan infrastruktur.
Irsal et al. (1991) mengemukakan konsepsi dasar dalam pewilayahan komdoti
secara bertahap, diawali dengan studi agroekologi utama yang hanya
mempertimbangkan faktor biofisis, yaitu iklim, tanah dan topofisiografi ;
faktor lingkungan biologis, sosial ekonomi, kebijakan politik, dan faktor
penunjang lainnya dipertimbangkan pada tahap berikutnya.
Tabel
1. Kondisi dan Tipe Iklim di Propinsi
Maluku (dirinci per Gugus Pulau)
No. |
Gugus Pulau |
Kecamatan |
Lokasi Stasiun (m.dpl) |
STP |
CHt |
T |
ETp |
Tipe/Kelas Iklim |
||
Od |
Kp |
ScF |
||||||||
I |
Pulau Buru |
Buru Utara Barat Buru Utara Timur Buru Selatan |
Kayeli (< 20) Namlea (< 20) Tefu (6) |
37 34 32 |
1871 1348 2914 |
26,5 26,5 26,4 |
1590 1599 1539 |
D2 E3 C1 |
Aw Aw Af |
B C A |
|
Pulau Seram |
Seram Barat Kairatu Seram Selatan TNS Tehoru Werinama Seram Timur Bula Seram Utara Taniwel |
Piru (7) Kairatu (< 20) Hunitetu (480) Amahai (< 20) Waipia Tehoru (< 20) Werinama (<20) Geser (3) Bula (< 20) Wahai (< 20) Manusela (1000) Taniwel (< 20) Riring (700) |
27 19 24 65 6 24 6 25 33 68 23 12 27 |
2677 1729 2969 2768 2103 4112 2728 1916 2128 2171 2847 2340 2996 |
26,1 26,1 23,1 26,0 26,0 26,2 26,3 26,6 26,5 26,4 20,2 26,1 21,8 |
1490 1501 1140 1474 1479 1496 1508 1601 1543 1575 813 1490 994 |
C1 D2 B1 C1 C1 B1 B1 D2 C1 C2 B1 C1 B1 |
Af Af Af Af Af Af Af Af Af Af Af Af Af |
A B A A A A A B A B A A A |
|
Pulau Ambon |
Teluk Ambon
Baguala Sirimau Leihitu |
Laha (5) Amboina (1) Soya (170) Hila (< 20) |
14 70 6 34 |
3499 3460 3251 2299 |
26,2 26,4 26,2 26,3 |
1519 1525 1520 1571 |
C1 C1 C1 C1 |
Af Af Af Af |
A A A A |
|
Kep. Lease |
Saparua |
Saparua (75) |
68 |
3639 |
26,1 |
1525 |
C1 |
Af |
A |
|
Kep. Banda |
Banda |
Bnda (< 20) |
69 |
2592 |
26,0 |
1513 |
B1 |
Af |
A |
II. |
Kep. Kei |
Kei Kecil Kei Besar |
Tual (< 20) Elat (< 20) |
37 17 |
2484 2972 |
26,8 26,6 |
1765 1629 |
C3 B2 |
Af Am |
B A |
III. |
Kep. Aru |
pp. Aru |
Dobo (<10) |
23 |
2399 |
26,7 |
1728 |
B2 |
Af |
A |
IV. |
Kep. Tanim- bar |
Tanimbar Utara Tanimbar Selatan |
Larat (19) Saumlaki (5) |
16 65 |
1938 1952 |
26,7 26,8 |
1710 1714 |
C3 C3 |
Aw Aw |
C C |
V. |
Kep. Babar |
pp. Babar |
Tepa (2) |
23 |
1581 |
27,1 |
1754 |
D3 |
Aw |
C |
VI. |
pp. Ter- selatan |
Lemola pp.Terselatan |
Serwaru (3) Moa (300) Wonreli (15) Ilwaki (5) Romang (300) |
63 6 41 11 7 |
1329 1636 1102 901 2518 |
27,2 27,1 27,3 27,2 26,8 |
1786 1742 1789 1780 1679 |
E3 E2 E3 E4 D1 |
Aw Aw Aw Aw Am |
D C D E B |
Keterangan : STP = jumlah tahun pengamatan,
m.dpl = meter di atas muka laut, CHt = curah hujan rata-rata
tahunan (mm), T = suhu udara tahunan
(0C), ETp = evapotranspirasi potensial tahunan (mm),
Od = Oldeman, Kp = Koppen, ScF = Schmidt-Fergusson
Tabel 2. Periode Musim Kemarau dan Musim Hujan,
Puncak Curah Hujan dan Panjang
Periode
Pertumbuhan Tanaman di Propinsi Maluku (dirinci per Gugus Pulau)
No. |
Gugus Pulau |
Kecamatan |
Lokasi Stasiun (m.dpl) |
Periode Musim Kemarau |
Periode Musim Hujan |
Puncak Curah Hujan |
Panjang Periode Pertumbuhan (bulan)*) |
|
I |
Pulau Buru |
Buru Utara Barat Buru Utara Timur Buru Selatan |
Kayeli (< 20) Namlea (< 20) Tefu (6) |
Jul-Nop Mei-Nop Okt-Mar |
Des-Jun Des-Apr Apr-Sep |
Mar,Jun Jan,Feb Jun,Jul |
9 (Des-Ags) 5 (Des-Apr) 10 (Des-Sep) |
|
|
Pulau Seram |
Seram Barat Kairatu Seram Selatan TNS Tehoru Werinama Seram Timur Bula Seram Utara Taniwel |
Piru (7) Kairatu (< 20) Hunitetu (480) Amahai (< 20) Waipia Tehoru (< 20) Werinama (<20) Geser (3) Bula (< 20) Wahai (< 20) Manusela (1000) Taniwel (< 20) Riring (700) |
Ags-Nop Okt-Mar Sep-Des Okt-Mar TJF Okt-Mar Okt-Mar Ags-Des Jul-Nop Jun-Nop Ags-Okt Jun-Nop Jul-Sep |
Des-Jul Apr-Sep Jan-Ags Apr-Sep TJF Apr-Sep Apr-Sep Jan-Jul Des-Jun Des-Mei Nop-Jul Des-Mei Okt-Jun |
Jan,Feb Jun.Jul Jun,Jul Jul,Ags Mei,Des Jun,Jul Jun,Jul Mei,Jun Mar,Apr Jan,Feb Apr,Mei Jan,Feb Apr,Mei |
SP (Okt-Sep) 6 (Mar-Sep) SP(Nop-Okt) 9 (Feb-Okt) 11 (Nop-Sep) SP(Nop-Okt) SP(Nop-Okt) 9 (Nop-Jul) 9 (Nop-Jul) 8 (Nop-Jun) SP(Sep-Ags) 8 (Nop-Jun) SP(Ags-Jul) |
|
|
Pulau Ambon |
T. Ambon Baguala Sirimau Leihitu |
Laha (5) Amboina (1) Soya (170) Hila (< 20) |
Okt-Mar Okt-Mar Okt-Mar Sep-Peb |
Apr-Sep Apr-Sep Apr-Sep Mar-Ags |
Jun,Jul Jun,Jul Jun,Jul Jun,Jul |
8 (Mar-Okt) 9 (Feb-Okt) 10 Feb-Nop) 8 (Feb-Sep) |
|
|
Kep. Lease |
Saparua |
Saparua (75) |
Okt-Mar |
Apr-Sep |
Jun,Jul |
10 (Feb-Nop) |
|
|
Kep. Banda |
Banda |
Bnda (< 20) |
Ags-Nop |
Des-Jul |
Mei,Jun |
10(Nop-Ags) |
|
II. |
Kep. Kei |
Kei Kecil Kei Besar |
Tual (< 20) Elat (< 20) |
Jun-Nop Ags-Nop |
Des-Mei Des-Jul |
Jan,Feb Jan,Feb |
9 (Nop-Jul) 9 (Nop-Jul) |
|
III. |
Kep. Aru |
pp. Aru |
Dobo (<10) |
Jul-Nop |
Des-Jun |
Jan,Feb |
9 (Nop-Jul) |
|
IV. |
Kep. Tanimbar |
Tanimbar Utara Tanimbar Selatan |
Larat (19) Saumlaki (5) |
Jun-Nop Jun-Nop |
Des-Mei Des-Mei |
Jan,Feb Jan,Feb |
7 (Des-Jun) 7(Des-Jun) |
|
V. |
Kep. Babar |
pp. Babar |
Tepa (2) |
Mei-Nop |
Des-Apr |
Des,Jan |
7 (Nop-Mei) |
|
VI. |
pp. Ter- selatan |
Lemola pp.Terselatan |
Serwaru (3) Moa (300) Wonreli (15) Ilwaki (5) Romang (300) |
Jun-Nop Jul-Nop Jul-Nop Jul-Mar TJF |
Des-Mei Des-Jun Des-Jun Apr-Jun TJF |
Apr,Mei Apr,Des Apr,Mei Apr,Mei Mei,Des |
6 (Des-Mei) 8 (Des-Jul) 4 (Mar-Jun) 3 (Apr-Jun) 10(Nop-Ags) |
Keterangan : m.dpl = meter di atas muka laut, *) = periode musim tanam
tersedia/periode hujan efektif yang
ditentukan berdasarkan metode Reddy (1983) menggunakan curah hujan
berpeluang 75% untuk
dilampaui dan evapotranspirasi potensial, TJF = tidak jelas (berfluktuasi),
SP = sepanjang tahun
Suatu tanaman yang tumbuh, berkembang
dan berproduksi optimum terus menerus diperlukan kesesuaian iklim dan tanaman.
Kondisi kesesuaian tersebut memungkinkan suatu wilayah untuk dikembangkan
menjadi pusat produksi komoditi pertanian.
Suatu wilayah yang mempunyai
kondisi iklim cocok untuk suatu tanaman akan memungkinkan untuk dikembangkan
sebagai pusat produksi. Pusat produksi
tanaman adalah suatu daerah yang telah terbukti memenuhi persyaratan kesesuaian
iklim pada wilayah yang cukup luas dengan produktivitas tinggi (ton/ha/musim
panen) dalam jangka waktu lama.
Kondisi iklim daerah plasma
nutfah suatu varietas tanaman secara jelas terbukti cocok untuk mempertahankan
kelangsungan generasi secara lestari.
Akan tetapi wilayah pusat produksi suatu komoditas tanaman/kultivar
tidak selalu dapat dikembangkan di daerah asal plasma nutfah karena kondisi
iklim di daerah pusat produksi harus dapat mendorong tercapainya persyaratan
kuantitas dan kualitas hasil panen serta memenuhi persyaratan keuntungan
ekonomi dan faktor-faktor sosial tertentu dalam jangka panjang.
Karakter iklim mencerminkan
perpaduan pengaruh unsur-unsurnya dan biasanya dicirikan oleh tipe atau kelas
iklim. Sampai saat ini telah banyak
metode klasifikasi iklim yang dipublikasikan, diantaranya metode Koppen
merupakan yang terbanyak digunakan. Metode klasifikasi ini menggunakan sebaran
rata-rata tahunan dan bulanan dari suhu udara dan curah hujan. Unsur suhu udara dianggap mewakili faktor
pengendali fotosintesis dan respirasi, sedangkan unsur curah hujan dianggap
sebagai parameter ketersediaan air yaitu suatu bahan yang sangat esensial bagi
tanaman. Dengan demikian metode
klasifikasi iklim ini memenuhi syarat dalam membahas kesesuaian iklim untuk
tanaman. Di Indonesia banyak digunakan
metode klasifikasi iklim selain menurut Koppen (1931) juga menurut Schmidt dan
Fergusson (1951) yang semula dimaksudkan untuk keperluan kehutanan, tetapi
ternyata juga cocok untuk
kepentingan tanaman perkebunan perenial. Dasar klasifikasi menggunakan
distribusi curah hujan bulanan dalam penentuan bulan basah (bulan dengan curah
hujan > 100 mm) dan bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm). Metode klasifikasi lain yang tergolong baru
di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengandung diskusi mengenai batasan
dan kriteria yang digunakan adalah yang dibuat oleh Oldeman (1975). Sistem yang dibuat khusus untuk tanaman
pangan/semusim ini menggunakan data curah hujan rata-rata jangka panjang untuk
menentukan bulan basah (bulan dengan curah hujan > 200 mm), bulan lembab
(bulan dengan curah hujan antara 100-200 mm), dan bulan kering (bulan dengan
curah hujan < 60 mm) secara berturut-turut.
Dari
berbagai hal tersebut di atas dan hasil penelitian yang pernah dilakukan di
Indonesia termasuk Maluku, berikut ini disajikan kesesuaian iklim untuk
berbagai jenis tanaman pada pusat-pusat produksi di Maluku (Tabel 3), serta
berbagai jenis tanaman yang dikembangkan pada kawasan-kawasan sentra produksi
di Maluku (Tabel 4).
No. |
Tanaman / Komoditas
|
Kesesuaian Iklim
|
||
Ketinggian dpl. (m) |
Kelas / Tipe Iklim
|
|||
Koppen
|
Schmidt & Fergusson |
|||
1. |
Padi sawah |
0 – 700 |
Aw, Af, Am |
A, B, C |
2. |
Jagung |
0 – 700 |
Aw, Af, Am |
A, B, C, D |
3. |
Ubi kayu |
0 – 700 |
Aw, Af |
A, B, C, D |
4. |
Sagu |
0 – 100 |
Af |
A, B |
5. |
Kacang tanah |
0 – 700 |
Aw, Af, Am |
A, B, C, D |
6. |
Kacang kedelai |
0 – 700 |
Aw, Af |
A, B, C, D |
7. |
Kacang hijau |
0 – 500 |
Aw, Af |
A, B, C, D |
8. |
Bawang merah |
0 – 700 |
Aw, Af |
A, B, C |
9. |
Cengkeh |
0 – 700 |
Af, Am |
A |
10. |
Pala |
0 – 700 |
Af |
A |
11. |
Jeruk Kisar |
0 – 200 |
Aw |
D, E |
12. |
Jambu mete |
0 - 700 |
Aw, Am |
B, C, D |
13. |
Kelapa sawit |
0 - 500 |
Af |
A |
14. |
Kopi : - arabika - robusta |
> 1000 0 - 1000 |
Af, Cf Af, Am |
B, C, D A |
15. |
Buahan : d( - duren, langsat, du duku, dan nangka - - mangga - pisang - jeruk |
0 – 500 0 – 200 0 – 700 0 – 500 |
Af Aw, Af Aw, Af Aw, Af |
A C, D, E A, B, C, D B, C, D |
16. |
Sayuran (cabe,
terong, kangkung, bayam, sawi, mentimun, kecipir) |
0 – 700 |
Af, Am |
A, B |
17. |
Hortikultura dataran tinggi (kentang, kubis, wortel,
tomat, Jagung manis, buncis) |
> 700 |
Af, Am |
A, B |
Sumber : Dimodifikasi dari : Amien, Susanti dan Alemina (1992);
Rosman dan Abdullah (1992);
Doorenbos dan Kassan (1979) ; Nasir (2001).
Tabel 4. Komoditas Tanaman
yang Dikembangkan pada Berbagai Kawasan Sentra
Produksi (KSP) di Propinsi Maluku
No. |
Jenis
Tanaman |
Gugus
Pulau |
KSP/Kecamatan |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. |
Padi sawah Kedelai Kacang tanah Hortikultura dataran tinggi Buahan Sayuran Durian Soya Cengkeh Sagu Kelapa Sawit Kacang hijau Ubi kayu Pala Jambu mete Kopi Bawang merah Jagung Jeruk Kisar |
I I I IV I I I I I I I I I I I II IV II IV V V VI |
Buru Utara Timur Wahai Buru Selatan, Taniwel, Tanimbar Selatan Taniwel Taniwel Kota Ambon Kota Ambon Tehoru Seram Timur Werinama Taniwel TNS-Waipia Banda, Tehoru, dan Seram Timur Buru Utara Barat, Kei Kecil Tanimbar Selatan Kei Besar Tanimbar Utara pp. Babar pp. Babar Pulau Kisar |
Sumber : BAPPEDA Tk. I Maluku (2001)
Dengan melihat pada
jenis-jenis komoditi yang dikembangkan pada berbagai kawasan sentra produksi
tanaman di Maluku (Tabel 4) dikaitkan dengan data pada Tabel 1, 2 dan 3,
terlihat bahwa penentuan kawasan sentra produksi tanaman tertentu di Maluku
secara umum telah memenuhi persyaratan kesesuaian iklim. Namun, ada beberapa
wilayah atau tanaman perlu dipertimbangkan dan dikaji lagi kesesuaian iklimnya,
yaitu tanaman Pala di Tehoru, Jambu Mete di Kei Kecil, Buahan (mangga dan
jeruk) di Taniwel, dan Jeruk Kisar di pp. Babar. Berbagai jenis tanaman tersebut bisa saja tumbuh dan berkembang
serta berproduksi, namun belum tentu dapat menjamin kontinuitas produksi baik
dari segi kuantitas maupun kualitas.
Penelitian Tjandua (2000) mengenai identifikasi
daerah pengembangan tanaman pala berdasarkan kesesuaian iklim di Pulau Seram
menyimpulkan bahwa daerah Kecamatan Tehoru kurang/tidak sesuai bagi
pengembangan tanaman Pala disebabkan oleh curah hujannya cukup tinggi (>
4000 mm/tahun) dan tanpa adanya bulan kering.
Tanaman Jambu Mete untuk tumbuh, berkembang dan
berproduksi optimal memerlukan kesesuaian
iklim seperti curah
hujan 1000 – 2000 mm/tahun dan bulan kering (< 60 mm) antara 4 – 6
bulan. Wilayah Kei Kecil memiliki curah
hujan rata-rata tahunan 2484 mm dan rata-rata bulan kering 2,7 bulan. Berdasarkan data runut waktu curah hujan
selama 37 tahun pengamatan diperoleh sebaran curah hujan tahunan di Kei Kecil
berkisar antara 1467 sampai 4150 mm (Laimeheriwa, 1988) dan bulan kering tiap
tahunnya antara 0 – 6 bulan. Selama 37
tahun pengamatan curah hujan, nilai antara 1000 – 2000 mm terjadi hanya selama
10 tahun (27 tahun curah hujannya > 2000 mm) dan bulan kering 4 – 6 bulan
hanya terjadi selama 10 tahun (27 tahun bulan keringnya 0 – 3 bulan). Ini mengindikasikan bahwa tanaman Jambu Mete
kurang sesuai untuk dikembangkan di Kei
Kecil diliihat dari aspek ekonomisnya; kecuali untuk tujuan konservasi.
Tanaman Jeruk Kisar (termasuk buah unggulan
nasional) selama ini hanya bisa tumbuh dan berproduksi dengan kualitas yang
baik di Pulau Kisar. Sampai saat ini
belum ada kajian khusus tentang ekologi Jeruk Kisar dan kemungkinan pengembangannya
di daerah lain di Maluku. Kepulauan
Babar sebenarnya belum bisa direkomendasikan untuk pengembangan Jeruk Kisar
karena karakteristik iklim antara kedua wilayah tersebut (Kisar dan Babar)
berbeda. Untuk itu dalam menentukan
daerah pengembangan Jeruk Kisar di Maluku selain di Pulau Kisar diperlukan
kajian khusus yang melibatkan berbagai disiplin ilmu atau para ahli di bidang
agronomi, pemuliaan tanaman, klimatologi dan tanah.
3.2. Analisis Mikro Kondisi Iklim
Pengaruh cuaca terhadap tanaman berbeda dengan
pengaruh iklim, misalnya suatu wilayah pusat produksi tanaman yang telah
berlangsung puluhan hingga ratusan tahun, kondisi iklimnya jelas sesuai bagi
kultivar/tanaman yang dibudidayakan.
Walau demikian suatu saat dapat mengalami cuaca ekstrim seperti
kekeringan, atau ekstrim basah, badai dan lainnya selama beberapa hari sehingga
gagal panen yang menyebabkan kuantitas dan atau kualitas produksi merosot Dapat
disimpulkan bahwa keadaan cuaca menentukan kondisi aktual hasil panen sedangkan
kondisi iklim menentukan kapasitas hasil dan rutinitas panen. Dengan demikian, pengambilan keputusan untuk
mengusahakan suatu jenis tanaman haruslah memperhitungkan kemungkinan buruk
bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman selama siklus hidupnya. Berbagai cara/metode pendekatan dapat
dilakukan misalnya, pembuatan klimogram daerah, analisis neraca air
lahan/tanaman, penentuan/ penetapan periode tumbuh tersedia dan perencanaan
pola tanam, analisis peluang curah hujan, dan sebagainya. Berikut ini dikemukakan penentuan/penetapan
periode tumbuh tersedia/musim tanam pada daerah-daerah pusat produksi di
Maluku.
Walaupun faktor tanah dan
potensi biologis memungkinkan, tetapi tidak semua lahan dapat ditanami
sepanjang tahun, terutama tanaman semusim yang kemampuannya memanfaatkan air
tanah terbatas atau tanaman yang peka terhadap cekaman (stress)
kekeringan. Pada lahan kering dan tadah
hujan lamanya lahan dapat dibudidayakan (musim pertanaman atau growing
season ) terkait langsung dengan jumlah dan distribusi hujan serta sifat
tanah dalam memegang air. Jumlah air
yang dibutuhkan tanaman atau air yang diserap akar tanaman hampir sama dengan
jumlah air yang hilang akibat evapotranspirasi tanaman. Atas dasar itu beberapa ahli memberikan
batasan tentang periode tumbuh tersedia/musim tanam berdasarkan perimbangan
antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial. Reddy (1983) memberi batasan periode tumbuh tersedia berdasarkan
rata-rata pergerakan curah hujan dibagi evapotranspirasi potensial 3-bulanan
dengan asumsi bahwa kadar air tanah suatu bulan dipengaruhi oleh curah
hujan/kadar air tanah bulan sebelumnya dan akan mempengaruhi kadar air tanah
bulan berikutnya.
Untuk menghindari resiko dan
agar lebih berdaya guna, beberapa kenyataan yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan awal musim dan saat tanam khususnya tanaman semusim adalah (i) hujan
tercurah sering tidak merata sepanjang tahun, terutama pada awal musim hujan
atau awal musim tanam, dan (ii) tidak semua hujan efektif dan dimanfaatkan
tanaman. Ini mengindikasikan bahwa
selain mempunyai keragaman tinggi, curah hujan ini sering eratik dan sporadis. Pada bulan yang sama dalam tahun yang
berbeda sering dijumpai perbedaan yang sangat tinggi, dan waktu serta zona
jatuhnya hujan sulit diduga. Oleh sebab
itu, penggunaan nilai peluang dalam menduga curah hujan sangat diperlukan guna
menghindari resiko kekeringan akibat over estimate atau pemborosan
sumberdaya air/hujan dan waktu akibat under estimate. Umumnya, nilai peluang yang digunakan dalam
bidang pertanian adalah 75 persen.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka penentuan periode
tumbuh tersedia pada berbagai kawasan sentra produksi di Maluku dengan metode
Reddy (1983) menggunakan nilai curah hujan berpeluang 75 persen untuk dilampaui
yang hasilnya disajikan pada Tabel 2.
Terlihat bahwa panjangnya periode tumbuh
tersedia/musim tanam di Maluku berbeda antar daerah/kawasan. Di daerah Ilwaki di Pulau Wetar dan Pulau
Kisar mempunyai musim tanam yang sangat pendek (3-4 bulan), sedangkan beberapa
lokasi/kawasan di Pulau Seram (Piru, Hunitetu, Tehoru, Werinama, Manusela dan
Riring) mempunyai musim tanam sepanjang tahun (12 bulan).
Umumnya tanaman-tanaman tahunan/umur panjang lebih
tahan terhadap kekurangan/ cekaman air yang terjadi sewaktu-waktu atau selama
beberapa waktu. Namun, tanaman muda
atau bibit yang baru ditanam di lapangan sangat peka terhadap kekurangan
air. Untuk itu dianjurkan penanaman
bibit di lapangan sebaiknya selama periode tumbuh tersedia, dimana lebih awal
lebih baik agar bibit yang baru ditanam tersebut terhindar dari kekurangan air.
Pengusahaan tanaman semusim dengan memanfaatkan
periode tumbuh yang tersedia perlu mempertimbangkan/memperhatikan berbagai
faktor pengelolaan dan perlindungan seperti pengaturan pola tanam dan pengendalian
organisme pengganggu tanaman, penanganan pasca panen dan sebagainya.
Tabel 5. memperlihatkan intensitas tanam beberapa tanaman
semusim yang diusahakam pada berbagai kawasan sentra produksi di Maluku
disesuaikan dengan panjangnya periode tumbuh tersedia di masing-masing kawasan.
Tabel
5. Intensitas Tanam Tanaman Semusim
yang Dikembangkan Pada
Berbagai
Kawasan Sentra Produksi (KSP) di Maluku
No.
|
Jenis Komoditi/Tanaman
|
Lokasi KSP
|
Panjang Musim Tanam
|
Intensitas Tanam *) (kali/tahun)
|
01.
02 03. 04. 05. |
Jagung
Kacang-kacangan Bawang
Merah Horti.
Dat. tinggi Sayuran |
pp. Babar
Wahai
(Seram Utara) Taniwel Namlea
(Buru. Utara Timur) Leksula
(Buru Selatan) Saumlaki
(Tanimbar Selatan) Larat
(Tanimbar Utara) Riring
(Taniwel) Kota
Ambon |
7 bulan
8 bulan 8 bulan 5 bulan 10 bulan 7 bulan 7 bulan 12 bulan 8 bulan |
2 – 3
2 – 3 2 – 3 1 – 2 3 – 4 2 – 3 2 – 3 3 – 4 2 – 4 |
Keterangan: *) disesuaikan
dengan umur tanaman atau varietas yang digunakan
Untuk pertanian secara
kualitatif Propinsi Maluku dibedakan atas tiga wilayah iklim, yaitu (1).
Beriklim basah, (2). Bersuhu rendah > 700 m dpl dan (3). Beriklim kering
(curah hujan < 2000 mm/tahun).