ã 2002 Sandra Posted 29 December 2002
Makalah
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Desember 2002
Dosen :
Prof Dr.
Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr
Zahrial Coto
Dr Bambang
Purwantara
Oleh:
TEP/F161020081
E-mail:
chan_sandra@plasa.com
Sebagian penduduk Indonesia
berdomisili di pedesaan, dan sebagian besar adalah petani. Maka untuk itu
pembangunan ekonomi petani pedesaan sebagai satu kesatuan antara
pembangunan sektor pertanian dan
industri kecil diarahkan pada upaya pemberdayaan agroindustri. Pengembangan
agroindustri ini sekaligus akan dapat menyediakan lapangan kerja bagi penduduk
pedesaan sejalan dengan berkembangnya kegiatan sektor pertanian (on farm)
dan di luar pertanian (off farm) melalui proses pengolahan dan kegiatan
jasa perdagangan komoditas primer, angkatan kerja di sektor pertanian masih
dominan ± 46,1%. Berkembangnya kegiatan tersebut
akan meningkatkan nilai tambah di pedesaan, perluasan diversifikasi produksi
perdesaan, pendapatan petani dan mempercepat akumulasi kapital pedesaan.
Dalam
perkembangannya, industri kecil pedesaan dalam hal ini agro industri dapat
mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi karena dapat menyerap tenaga kerja
dalam jumlah yang besar (padat karya) (Hubeis, 1997). Selanjutnya Saragih,
mengatakan perlu dikembangkan strategi dan kebijaksanaan yang menempatkan
agroindustri (dan agrobisnis) sebagai salah satu sektor unggulan, apabila
sasaran pembangunan adalah sebagian besar penduduk berpendapatan rendah atau
miskin yang terutama terkonsentrasi di sektor pertanian dan pedesaan.
Pertumbuhan ekonomi, di satu pihak, dan pertumbuhan employment
(kesempatan kerja) di sektor pertanian dan pedesaan yang menyerap sebagian
besar angkatan kerja di lain pihak, bisa saja sebagai dua sisi mata uang yang
sama. Perbaikan kesejahteraan itu sendiri sebagai upaya untuk menekan
kesenjangan merupakan sumber pertumbuhan yang cukup potensial. Itulah hakikat
dari demand approach.
Melihat perjalanan industri kecil sebagai salah
satu “bagian” yang digeluti masyarakat kecil (masyarakat lapisan bawah), yang
mempunyai peranan dalam pembangunan masyarakat, yang mempunyai prospek untuk
dikembangkan, maka sangat perlu untuk
mendapat sentuhan pembangunan lebih baik lagi agar menjadikan mereka lebih memiliki
daya untuk mewujudkan tujuannya. Sebab pada kenyataannya sektor yang sangat
dekat dengan wong cilik ini masih terlalu jauh dari “profesionalisme”
dan kontinyuitas usahanya masih tersendat-sendat dan sangat disayangkan kalau
sampai putus di tengah jalan (pailit).
Menyadari
realitas yang ada pada petani pemberdayaan terhadap agro industri sangat
dibutuhkan. Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan
masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan
mereka untuk menjadi lebih baik. Proses pemberdayaan masyarakat ini bertitik
tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya,
mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam
maupun sumber daya manusia. Lebih lanjut, harapan dari proses pemberdayaan ini
adalah terwujudnya masyarakat yang bermartabat. Dan dalam proses pembangunan
ini harus dapat meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban masyarakat,
dengan memegang teguh aturan-aturan mengenai apa yang menjadi hak dan mana yang
bukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, termasuk menumbuh
kembangkan perilaku yang berbudaya.
Menurut Saragih, perekonomian
Indonesia tidak bisa berbasis teknologi tinggi, tetapi industrialisasi dengan
landasan sektor pertanian. Agroindustri merupakan jawaban paling tepat, karena
mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke
depan (forward linkage) yang panjang. Keterkaitan ke belakang ke sektor
pertanian akan memacu pertumbuhan perekonomian pedesaaan, sehingga lambat laun
bisa menyelesaikan persoalan-persoalan di desa. Secara tidak langsung hal itu
akan menggairahkan lagi kegiatan masyarakat desa, sehingga mengurangi arus
urbanisasi.
Pada
umumnya budaya petani di pedesaan pada saat ini, dalam melakukan praktek
pertanian masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan keluarga (subsisten),
jadi belum berorientasi pada pasar (market oriented)
Terdapat beberapa
kendala utama dalam pengembangan agroindustri di Indonesia. Yaitu kemampuan
teknologi, kualitas sumberdaya manusia (SDM), koordinasi dan sinkronisasi
program kelembagaan, belum terciptanya iklim yang kondusif dan infrastruktur
pendukung pengembangan agrobisnis dan agroindustri yang masih terbatas, masih
langkanya SDM berkualitas yang tertarik menekuni agroindustri terutama di
perdesaan. Di bidang teknologi, masih dihadapkan pada keterbatasan untuk
menyediakan teknologi yang tepat guna dan memberikan nilai tambah yang
signifikan dan siap digunakan (instant). Hal demikian menyebabkan masih
tingginya ketergantungan teknologi luar negeri untuk pengolahan produk
pertanian. Hal ini berdampak pada masih rendahnya produktivitas, efisiensi dan
pendapatan relatif pelaku agrobisnis dan agroindustri.(Kurniawaty, 2002)
Tantangan pertanian di era
industrialisasi dan perdagangan bebas menuntut penguatan pertanian melalui
model-model baru. Model pembangunan pertanian dengan paradigma modernisasi yang
secara praksis terlihat melalui revolusi hijau ternyata hanya mampu mendongkrak
tingkat produksi. Sementara kesenjangan sosial ekonomi di pedesaan masih tampak
besar. Paradigma pertanian industrial yang dikembangkan dengan secara jeli
mempertimbangkan aspek budaya dan struktur sosial dapat menjadi alternatif bagi
model pertanian masa depan.(Satria).
Di balik tantangan yang dihadapi untuk pengembangan agroindustri dalam kurun waktu 2000-2004, terdapat berbagai peluang yang sangat menjanjikan untuk pengembangan agroindustri. Pertama, memanfaatkan dampak positif penurunan nilai tukar rupiah; kedua, keinginan dunia usaha yang semakin meningkat untuk menanamkan modal di bidang agrobisnis dan agroindustri. Ketiga, kurang berpengaruhnya permintaan dunia produk pertanian dan terjadinya krisis ekonomi. Keempat, meningkatnya semangat ilmuwan untuk menemukan teknologi tepat guna dan kelima, terjadinya demokratisasi, redistribusi aset, pemihakan kepada pelaku pertanian yang semakin tinggi, yang didukung semangat, integritas, dan daya tahan pelaku pertanian yang sangat tinggi.
Sebagian besar SDM yang terlibat dalam
agro Industri adalah orang-orang yang berasal dari lapisan bawah masyarakat di
Indonesia Kelompok masyarakat yang termarginalisasi ini mencari tempat
bergantung pada usaha kecil dengan penghasilan yang pas-pasan. SDM ini memiliki ketrampilan yang rendah, skill yang
rendah dan tingkat pendidikan yang rendah. Untuk itu mereka sangat mengharapkan
pembinaan untuk mengubah kemampuan sehingga SDM agro industri ini lebih
berkualitas dan memiliki kompetensi yang tinggi. Sehingga mampu menjalankan
usaha lebih baik dan meningkatkan penghasilan, menjadikan mereka lebih
bermartabat sebagai pekerja dan sebagai manusia.
Keterbatasan
informasi pasar akan berakibat pada banyak hal yaitu tidak diserapnya produk
oleh pasar dengan optimal karena pengusaha tidak bisa: menggambarkan ukuran, struktur dan perilaku konsumen sasaran,
rencana posisi produk di pasar, market share dan estimasi penjualan
untuk beberapa tahun ke depan. Kebanyakan pengusaha kecil beroperasi dengan
berorientasi pada produk sehingga mengabaikan aspek pasar.
Upaya untuk melakukan inovasi produk,
memodifikasi dan memperbaharui teknologi produksi (peralatan dan infrastruktur)
peningkatan volume produksi, pembangunan SDM tentu membutuhkan tambahan modal.
Keterbatasan modal yang dimiliki tentu mengurangi peluang untuk menjadikan
mereka lebih berdaya hal ini disebabkan rendahnya aksesibilitas agro industri
terhadap sumber pendanaan formal serta tingginya bunga bank bagi pengadaan
fasilitas dan peralatan usaha.
Agro
Industri belum memiliki bentuk organisasi yang mampu menghadapi perubahan
dengan cepat, karena struktur organisasi internalnya masih sederhana (mendekati
organisasi lini) dan tidak memiliki job description yang jelas. Seringkali
tugas dan wewenang personilnya saling overlap misalnya manajer umum
(yang juga owner) merangkap jabatan sebagai controller dan
kadang-kadang sebagai pelaksana produksi. Bagian pemasaran, produksi atau
keuangan diserahkan pada anggota keluarga yang lain sehingga mengakibatkan
tidak berfungsinya internal audit karena saling maklum (keluarga sendiri). Ini
menjebak industri kecil masuk ke dalam
manajemen yang tidak profesional. Untuk memperbaiki kondisi tersebut perlu
peningkatan kemampuan personal (komunikasi dan kerjasama tim) serta kemampuan
manajerial (kepemimpinan dan manajemen yang bersifat fungsional bukan lini)
serta perbaikan iklim dan budaya kerja.
Secara umum permasalahan yang
tersebut di atas dapat digambarkan secara ringkas dalam tabel berikut ini:
Kondisi Sekarang |
|
Kondisi baru/yang diharapkan |
Kurangnya budaya kewirausahaan |
|
Pertanian yang berorientasi pasar |
Rendahnya kemampuan sumber daya manusia |
|
Sumber daya manusia yang berkualitas dan
memiliki kompetensi yang tinggi |
Tingkat penguasaan ilmu dan teknologi yang
rendah |
|
Peningkatan ilmu dan penguasaan teknologi yang
bisa mendukung inovasi. |
Kurangnya informasi/penguasaan pasar |
|
Peningkatan sistem manajemen informasi dan
perluasan pangsa pasar |
Keterbatasan modal untuk investasi dan modal
kerja |
|
Kecukupan modal guna pengembangan usaha dan
kelanjutan usaha |
Belum memiliki bentuk organisasi dan manajemen
yang mampu menghadapi perubahan dengan cepat |
|
Terbentuknya organisasi yang mampu menghadapi
perubahan lingkungan dengan cepat dan manajemen yang profesional. |
Masih dirasakan adanya budaya lebih menyukai
produk impor oleh sebagian konsumen. |
|
Adanya budaya cinta produk nasional |
Masih kurangnya “political will” pemerintah |
|
Adanya keberpihakan pemerintah terhadap petani. |
c. Tujuan
Makalah
ini akan mengkaji strategi pemberdayaan industri kecil yang berbasis
agroindustri di pedesaan yang dilakukan oleh aktor pembangunan yang terdiri
dari petani (masyarakat), industri kecil/agroindustri, institusi bisnis,
perguruan tinggi dan pemerintah dalam upaya memberdayakan industri kecil/agro
industri sebagai salah sektor penggerak pembangunan ekonomi petani pedesaan.
II. LANDASAN KONSEPTUAL
a.
Konsep
Pemberdayaan
Pemberdayaan
adalah terjemahan dari kata empowerment, yang berasal dari kata empower
yang mengandung dua pengertian: (i) to give power to (memberi kekuasaan,
mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas pada pihak lain). (ii) to give abilty to, enable
(usaha untuk memberi kemampuan) (Oxfort English Dictionary). Secara tersirat,
makna tersebut menyatakan bahwa konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis
terhadap model pembangunan dan model industri yang kurang memihak pada rakyat
mayoritas.
Menurut Ife (1995), “empowerment means providing people with the resources, opportunities, knowledge and skills to increase their capacity to determine their own future, and to participate in and affect the life of their community. Empowerment should be aim of all community development”. Lebih lanjut mengatakan bahwa “a complete strategy of empowerment requires the barries to people exercising power be understood, addressed and overcome. These include the structures of oppression (class, gender and rase / ethnicity), language, education, personal mobility, and the domination by elites of power structures of society. Understood in these theme, then, empowering is a form of radical change, whing would overturn exiting strucutres of domination”.
Pemberdayaan masyarakat (Community Empowerement) adalah perwujudan capacity building masyarakat yang bernuansa pada pemberdayaan sumberdaya manusia melalui pengembangan kelembagaan pembangunan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat pedesaan seiring dengan pembangunan sistem sosial ekonomi rakyat, prasarana dan sarana, serta pengembangan Tiga-P; Pendampingan yang dapat menggerakkan partisipasi total masyarakat, Penyuluhan dapat merespon dan memantau ubahan-ubahan yang terjadi di masyarakat dan Pelayanan yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketepatan distribusi aset sumberdaya fisik dan non fisik yang diperlukan masyarakat. (Vitayala, 2000).
Menurut kaidah ekonomi, pemberdayaan masyarakat adalah proses perolehan pelaku ekonomi untuk mendapatkan surplus value sebagai hak manusia yang terlibat dalam kegiatan produksi. Upaya ini dilakukan melalui distribusi penguasaan faktor-faktor produksi (melalui kebijakan politik ekonomi yang tepat dengan kondisi dan tingkatan sosial budaya).
b.
Konsep
Industri Kecil Berbasis Agro industri
Industri kecil adalah badan usaha yang menjalankan proses
produksi untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala kecil. Apabila dilhat
dari sifat dan bentuknya, maka industri kecil bercirikan: (1) berbasis pada
sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan
memperkuat kemandirian (2) dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal
sehingga mampu mengembangkan sumberdaya manusia (3) menerapkan teknologi lokal
(indigenous technology) sehingga dapat dilaksanakan dan dikembangkan
oleh tenaga lokal dan (4) tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan
alat pemerataan pembangunan yang efektif (Bantacut dalam Haeruman, 2001)
Departemen Perindustrian dalam Pelita VI
menetapkan kriteria prioritas bagi Industri kecil yang akan dikembangkan
sebagai berikut:
1.
Industri yang ketersediaan bahan bakunya terjamin dan
teknologi dasar untuk memproduksi telah dikuasai serta nilai tambahnya dapat
ditingkatkan.
2.
Industri yang menunjang ekspor
3.
Industri yang mempunyai keterkaitan luas, baik dengan industri besar/menengah
maupun dengan sektor ekonomi lain.
4.
Industri yang padat karya.
5.
Industri yang dapat menunjang pengembangan/pemerataan
kegiatan ekonomi wilayah.
6.
Industri yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya.
Adapun undang-undang yang
mengatur industri kecil di Indonesia:
1.
UU No.5 tahun
1984 tentang Perindustrian menyebutkan bahwa (1) Pemerintah menetapkan bidang
usaha industri yang masuk ke dalam kelompok industri kecil yang dapat diusahakan hanya oleh WNI dan (2) Pemerintah
menetapkan jenis industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dijalankanoleh masayarakat pengusaha dari golongan ekonomi
lemah.
2.
UU No. 9 tahun
1995 tentang Usaha industri kecil memberikan dasar hukum bagi pemberian
fasilitas kemudahan dana, keringanan tarif, tempat usaha, bidang dan kegiatan
usaha, dan pengadaan barang dan jasa untuk usaha industri kecil.
Sedangkan arah pengembangan industri agro menurut Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro dan hasil Hutan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia adalah:
§
Sinkronisasi pengembangan agroindustri dan produk
hasil pertanian dalam menghadapi pasaran internasional
§
Meningkatkan pendapatan daerah melalui pengembangan
wilayah produksi bahan baku agroindustri
§
Meningkatkan partisipasi aktif dalam mendorong
berputarnya kembali roda perekonomian nasional yang mengakar di masyarakat
§
Mengupayakan ketersediaan kebutuhan pokok yang
terjangkau daya beli masyarakat
Agroindustri
merupakan solusi penting untuk menjembatani keinginan konsumen dan karakteristik
produk pertanian yang variatif dan tidak bisa disimpan. Agroindustri mempunyai
rentang pengertian yang amat lebar. Dari yang sangat soft berupa
pengolahan pasca-panen seperti pembuatan ikan asin yang cuma perlu teknologi
pengawetan, sampai yang punya value added tinggi di mana produk
pertanian diekstrak dan dikombinasi dengan produk lain seperti pada industri
parfum (Joewono.H.H, 2001)
Dari konsep industri kecil
berbasis agro industri di atas, secara jelas menunjukkan keberadaan industri
kecil sebagai pelaku ekonomi di pedesaan yang perlu mendapat perhatian
pemerintah untuk diberdayakan dan dikembangkan.
§
Upaya
pengembangan bisnis industri kecil pada awalnya ditentukan oleh kemampuan untuk
mengidentifikasi / mendiagnosis faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan faktor
eksternal (peluang-ancaman) yang digunakan sebagai landasan untuk
memformulasikan kegiatan dan menentukan standar keberhasilan kegiatan (usaha).
Faktor internal terdiri dari dimensi structure, culture dan resources. Dan
faktor eksternal terdiri dari dimensi competitor, community, dan government.
(Wheelen and Hunger, 1986). Teknik identifikasi ini biasa disebut SWOT
analysis. Dalam konteks industri kecil, pendekatan diagnosis yang komperhensif,
terpadu dan dinamik dapat didekati dengan PRE-COM (pre-commercialisation) atau
refleksi pemasaran yang didukung oleh perangkat analisis sistemik seperti
analisis fungsional, analisis proses dan analisis strategi.
Program yang perlu
dikembangkan, yaitu berupa pengembangan komoditas unggulan dan andalan,
peningkatan nilai tambah produk pertanian, pengembangan sistem pemasaran yang
tidak terdistorsi, penyediaan sarana transportasi dan distribusi produk,
pengembangan kemitraan dan restrukturisasi sistem dan kelembagaan pertanian dan
agroindustri.(Kurniawaty, 2002)
Yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan nilai tambah produk pertanian.menurut Joewono, pada dasarnya nilai tambah bukan diukur dari apa yang sudah dilakukan termasuk segala biaya yang harus dikeluarkan, tetapi diukur dari persepsi nilai di benak konsumen. Karena nilai tambah diukur dengan persepsi konsumen, maka peran pemasaran termasuk brand menjadi penting. Jadi kalau kita bisa memberi persepsi lebih tinggi melalui value creation dan dilengkapi dengan aplikasi pemasaran yang benar, maka agroindustri akan memberi sumbangan lebih besar. Selama ini komoditas pertanian sering didera gonjang-ganjing anjloknya harga karena pasokan berlimpah. Agroindustri bisa menjadi sarana melepaskan diri dari situasi commodity-like-trap. Nilai tambah bisa ditingkatkan melalui industri pengolahan. Hanya saja industri dalam konteks masa kini tidak perlu memaksakan produksi barang yang sama secara masal. Ketika konsumen sudah semakin demanding, industri harus bisa didesain dan menyesuaikan tuntutan customization konsumen. Industri zaman sekarang harus sanggup menyediakan beragam produk sesuai permintaan sekelompok kecil bahkan masing-masing konsumen.
Dari penjelasan tentang proses diagnosis di atas mungkin akan timbul pertanyaan: “siapa yang akan melakukan diagnosis tersebut?”. Terdapat dua jawaban, yang pertama diagnosis dapat dilakukan oleh industri kecil itu sendiri (prinsip partisipasi) dengan alasan bahwa merekalah yang paling tahu kondisi dirinya sehingga dibutuhkan self analysis. Yang kedua, pihak ekstern yang berfungsi membantu proses diagnosis atau menetukan point-point yang ada dalam proses tersebut. Pihak ekstern ini misalnya: perguruan tinggi, LSM, atau instansi pemerintah.
b. Program
Kemitraan.
Kemitraan adalah jalinan kerjasama dari dua atau
lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan.Kebijakan yang memberi peluang
berkembangnya kelembagaan semacam ini telah ada, yaitu dengan diluncurkannya
Gerakan Kemitraan Nasional oleh Bapak
Presiden Suharto. UU No 9 Tahun 1995 menyebutkan bahwa kemitraan kerjasama
usaha kecil dan usaha mengah atau besar disertai pembinaan dan pengembangan
yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau besar. Kemitraan didasarkan pada
prinsip saling memperkuat. Kegiatan
ini meliputi:
Pola Inti Plasma
Pola inti plasma
merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma
dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana
produksi, bimbingan teknis dan manajemen, serta menampung, mengolah dan
memasarkan hasil produksi, disamping memproduksi kebutuhan perusahaan. Kelompok
mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah
disepakati.
Merupakan
hubungan kemitraan dalam memasarkan hasil usaha kelompok usaha yang dibutuhkan
perusahaan. Beberapa kegiatan agribisnis hortikultura menerapkan pola ini. Kelompok
tani bermitra dengan Toko Swalayan atau mitra usaha dagang lainnya. Pola yang sama dan disebut "Contract
Farming" untuk komoditas hortikultura banyak berhasil dikembangkan
oleh para pengusaha di Thailand. Kiat tersebut secara nyata dipraktekannya
dalam membina petani produsen mitra (contohnya bisnis terong), oleh Bob Sadino.
Pola Sub Konrak
Pola hubungan kemitraan yang dibangun oleh perusahaan dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Pola ini mempunyai keuntungan yang dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal dan ketrampilan serta menjamin produk kelompok mitra usahanya.
Pola Keagenan
Merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana industri kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya yang bertanggungjawab terhadap produk yang dihasilkan, sedangkan industri kecil diberi kewajiban untuk memasarkan barang atau jasa tersebut, bahkan disertai dengan target yang harus dipenuhi, sesuai denga ketentuan yang telah disepakati.
Waralaba
Merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan pemberi hak lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertaid engan bantuan manajemen. Pemilik waralaba bertanggungjawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran, merek dagang dan hal lainnya kepada mitra pemagang usaha.
Pemegang waralaba hanya mengikuti pola yang ditetapkan pemilik serta memberikan sebagian pendapatan berupa royalti dan biaya yang terkait dengan kegiatan usaha tersebut.
c.
Penciptaan iklim usaha yang kondusif
Diperlukan suatu kebijakan
yang mendorong iklim usaha yang kondusif bagi agroindustri. Kebijakan tersebut
berkaitan dengan penyederhanaan prosedur perijinan melalui pendelegasian
wewenang ke daerah (otonomi daerah), fasilitas khusus bagi agriindustri
pedesaan yang berkaitan dengan permodalan (kredit lunak), penyebaran teknologi
tepat guna/teknologi sederhana ke seluruh pedesaan, menyediakan infomasi yang
akurat, jelas dan berkesinambungan mengenai peluang usaha, pemasaran dan
teknologi.
Pengaturan
tataniaga seyogyanya memihak pada petani/masyarakat pedesaan, buakan mengarah
pada konglomerasi atau pemusatan ekonomi. Pengalaman terhadap pengaturan
tataniaga cengkeh, jeruk dapat menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi
bangsa Indonesia, juga kacaunya tataniaga cabe, bawang putih dan bawang merah. Intervensi
pemerintah yang memihak petani/masyarakat perlu dilakukan, antara lain dengan
penyediaan informasi yang akurat. Maka untuk itu harus ada strategi
pengembangan “market intelligence”, sistem promosi dan penyebar-luasan
informasi pasar yang akurat.
Pemerintah telah menerapkan
kebijakan fiskal, moneter, administratif dan riil berikut yang ditujukan untuk
memberikan pelayanan terhadap industri kecil (Bappenas, 1995)
þ
Kebijakan fiskal diarahkan untuk mendorong pemakaian
produk industri kecil dalam
rangka ekspor dan subkontrakting, mendorong pertumbuhan bisnis-inkubasi serta
pengembangan `ancillary industries’' melalui keringanan perpajakan.
þ
Kebijakan moneter diarahkan untuk mendukung pembiayaan
modal investasi dan modal kerja melalui skema kredit khusus yang lebh fleksibel,
pengembangan lembaga pembiayaan (venture-capital, factoring dan
lain-lain) serta kebijaksanaan suku bunga yang lebih rendah dan jaminan
perkreditan. Dalam kaitan tersebut perlu optimalisasi pemanfaatan dana 1-5%
dari laba bersih BUMN bagi pengembangan industri kecil.
þ
Kebijakan
sektor riil meliputi regulasi yang mendorong berkembangnya usaha industri
kecil, pertanahan, kelautan, perdagangan, ekspor, impor dan ketenagakerjaan
þ
Kebijakan administratif terutama diarahkan untuk
penyederhanaan prosedur perijinan dan investasi, prosedur impor-ekspor,
pengembangan patungan dengan industri besar dalam
negeri maupun luar negeri, pelaksanaan UU Usaha Kecil,
terutama dalam menata pola perdagangan dan pola pembayaran melalui pencadangan
pasar. Paket-paket deregulasi diarahkan secara lebih adil bagi kepentingan
kelompok industri kecil.
Dari
hasil Content Analysis yang dilakukan terhadap program yang berkaitan
dengan kebijakan industri kecil di atas, terlihat bahwa secara umum
pengembangan industri kecil selama ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Pemerintah berusaha terlibat dalam berbagai permasalahan
yang dihadapi oleh IK-agro industri
2.
Banyak intervensi pemerintah tidak mempunyai justifikasi
ekonomi, seperti : penyisihan laba BUMN untuk membina industri kecil, pemberian
fasilitas khusus bagi IK dengan argumen `IK sebagai golongan lemah', himbauan
bagi IB untuk menjual saham kepada koperasi.
3.
Bantuan berupa subsidi, jaminan kredit atau penyertaan
modal merupakan intervensi pemerintah dalam perekonomian dan hanya efektif jika
pemerintah mempunyai kemampuan dalam menjalankannya.
4.
Kebanyakan bantuan pemerintah adalah membantu
mengkompensasi kelemahan internal perusahaan IK, sedangkan masalah yang
menyangkut lingkungan usaha, seperti persaingan yang tidak sehat kurang
diperhatikan. (Setiana, 2001)
d. Pengembangan
Sumber Daya Manusia
Angkatan kerja di sektor pertanian masih dominan
(46,1%), sebagian besar (72%) tamat SD kebawah dan hanya 2,7% yang
berpendidikan perguruan tinggi. Sementara itu sentra produksi agroindustri
umumnya berlokasi dipedesaan, maka diperlukan suatu kebijakan yang kondusif
dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang akan berperan langsung
dalam pembangunan agroindustri. Sesuai denagn pendapat Kurniawati (2002) Untuk memberdayakan SDM-agro hambatan
utama yang dihadapi adalah rendahnya pendidikan, kebervariasian kultur dan
budaya, masih dominannya budaya masyarakat agraris dan sebagian besar SDM-agro
berada pada kelompok masyarakat agraris yang lemah dalam berbagai hal, termasuk
lemah dalam hal akses terhadap faktor produksi, distribusi, teknologi dan
pemasaran.
Strategi Sumber Daya Manusia Agroindustri
(SSDM-Agro) dikembangkan untuk dapat mengantisipasi perubahan tantangan yang
dihadapi serta mewujudkan sistem pertanian yang terintegrasi dalam bentuk
pertanian modern yang berbudaya industri untuk membangun industri pertanian
berbasis pedesaan. Permasalahan
utama dalam penyusunan pengembangan SDM-Agro, pertama, bagaimana menggeser
sistem dan pola kerja SDM tradisional menjadi SDM pertanian, yang selanjutnya
menjadi SDM industri. Kedua, menentukan pandangan pola pengembangan SDM
agroindustri secara terpadu dan seimbang, baik antarsektor, subsektor maupun
antarwilayah. Dan ketiga, mengubah SDM yang berwawasan mengeksploitasi sumber
daya alam menjadi SDM mengelola sumber daya alam berdasarkan mutu dan nilai
tambah.
Pengembangan SDM-Agro lebih mudah
diarahkan untuk mampu mendorong pergeseran-pergeseran dalam pembangunan
pertanian, yaitu pergeseran dari usaha tani subsistem ke usaha tani komersial,
selanjutnya dari usaha tani tradisional ke arah usaha tani dengan teknologi
modern, serta dari sistem pertanian yang terpisah menjadi sistem pertanian yang
terintegrasi dengan industri pertanian.Sesuai dengan tantangan dan perkembangan
yang dihadapi, dibutuhkan suatu reorientasi pengembangan SDM yang
dititikberatkan pada pergeseran kultur budaya dari kultur pertanian ke kultur
budaya industri, peningkatan kemampuan untuk menguasai dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan penerapan nilai-nilai industri dalam pengembangan
agrobisnis.
Salah satu kebijakan dalam
pengembangan SDM yang telah dijalankan adalah pembentukan Forum Orietasi
Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk Pembangunan Daerah (FOPPTPD) yang
merupakan kerjasama antara BPPT dengan Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah,
Depdagri. Melalui forum ini ditentukan komoditas andalan untuk tiap wilayah,
diikuti dengan pembinaan SDMnya.
Dari semua
keterangan diatas dapat disimpulkan seperti pada tabel berikut:
Kondisi baru/yang diharapkan |
Pertanian yang berorientasi pasar |
Sumber daya manusia yang berkualitas dan
memiliki kompetensi yang tinggi |
Peningkatan ilmu dan penguasaan teknologi yang
bisa mendukung inovasi. |
Peningkatan sistem manajemen informasi dan
perluasan pangsa pasar |
Kecukupan modal guna pengembangan usaha dan
kelanjutan usaha |
Terbentuknya organisasi yang mampu menghadapi
perubahan lingkungan dengan cepat dan manajemen yang profesional. |
Adanya budaya cinta produk nasional |
Adanya keberpihakan pemerintah terhadap petani. |
Jika dilihat dari peran strategis industri kecil agro industri dalam pembangunan ekonomi pedesaan, maka sudah sepantasnyalah jika pelaku pembangunan utama terlibat dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi program pemberdayaan industri kecil. Aktor tersebut adalah:
þ Industri kecil dalam hal ini agro industri sebagai anggota masyarakat yang menjadi sasaran proses perubahan sangat diharapkan keterlibatannya dalam proses pemberdayaan sangat dibutuhkan karena:
§ Industri kecil/agro industri sebagai sasaran pembangunan memiliki informasi yang sangat penting untuk merencanakan program yang berhasil, termasuk tujuan, situasi, pengetahuan, serta pengalaman mereka dengan teknologi dan struktur sosial masyarakat mereka.
§
Akan
lebih termotivasi untuk bekerjasama dalam program pembangunan jika ikut
bertanggung jawab didalamnya.
§ Dalam masyarakat yang demokratis, mereka berhak terlibat dalam keputusan mengenai tujuan yang ingin mereka capai.
§ Banyak persoalan pembanguan yang tidak mungkin dilakukan dengan pengambilan keputusan perorangan. Partisipasi masyarakat sebagai kelompok sasaran dalam keputusan kolektif sangat dibutuhkan.
þ Pemerintah (departemen teknis terkait) Pemerintah dalam hal ini adalah Deptan dan Deperindag sebagai fasilitator dengan sistem Bottom Up yang memperhatikan keinginan industri kecil/agro-industr, dengan kata lain masyarakat yang selama ini dianggap sebagai objek pembangunan, maka sekarang diikutsertakan dalam menentukan apa yang menurut mereka baik dan sesuai dengan keadaan mereka.
þ Perusahaan Besar (BUMN dan Swasta), berfungsi sebagai mitra usaha dalam kegiatan: pola inti plasma, pola subkontrak, franchise dan keagenan.
þ Lembaga keuangan perbankan dan non perbankan memberikan fasilitas pendanaan yang berupa layanan jasa: leasing, factoring, modal ventura, bursa saham dan pasar modal)
þ Lembaga Pendidikan (Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta) yang berfungsi sebagai pakar, penyedia informasi IPTEK dan dukungan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan (perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi).
Pembangunan ekonomi pedesaan terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu arah pembangunan pedesaan adalah penguatan masyarakat pedesaan dalam mendapatkan hak ekonomi, sosial dan politik yang dapat diarahkan untuk membangun kemampuan produksi masyarakat secara tangguh, berdaya saing dan efisien.
Pembangunan ekonomi pedesaan dilakukan melalui industralisasi pedesaan dalam kerangka pembangunan industri kecil dengan pemberdayaan agroindustri berbasis sumber daya lokal yang dapat meningkatkan pendapatan, pengentasan kemiskinan dan mengatasi masalah pengangguran.
Industri kecil agroindustri sebagai salah satu sektor yang berperan dalam pembangunan ekonomi pedesaan perlu diberdayakan menjadi lebih profesional dengan beberapa program, seperti: penyuluhan, kemitraan atau penciptaan iklim usaha yang kondusif. Yang mana semua stake holder terlibat dalam proses pemberdayaan tersebut. Stake holder tersebut adalah: masyarakat industri kecil, LSM, Perguruan Tinggi / lembaga pendidikan, BUMN, Swasta dan Pemerintah.
APO, Agriculture Report, 2000, Promotion Of Rural-Based Small Industries in Asia and The Pacific, Asian Productivity Organization, Tokyo.
Brenda Dubois and Karla Krogsrud Miley, (1992). Social Work, An Empowering Profesion, (1992). Allyn and Bacon, Boston.
DITJEN IKAH -
DEPPERINDAG RI. Arah Pengembangan, Industri Kimia, Industri Agro. hhtp://ikah.dprin.go.id/Intro.html tgl (4 November 2002)
Haeruman, Herman JS., Eriyatno, Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal, 2001, Penerbit Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan Busines Inovation Centre Indonesia. Jakarta.
Hubeis, Musa, 1997,
Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan
Manajemen Industri. (Orasi Ilmiah) Guru besar Tetap Ilmu Manajemen Industri
IPB, Bogor.
Joewono, H. H. 2001, Pemasaran Agroindustri. Kompas tanggal 2 Oktober 2001
Kornblum, Wiliam and Joseph Julian, 1989, Social Problems, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New York.
Kurniawaty, Strategi
Pengembangan SDM Agroindustri. . hhtp://www.pikiranrakyat.com/cetak/0702/05/01.htm tgl (14 Oktober 2002)
Saragih, B., Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi Nasional Menghadapi abad ke 21. hhtp://202.159.18.43/jsi/jurnal.htm tgl (10 Oktober 2002)
Van den Ban, A.W., dan HS Hawkins, 1999, Penyuluhan Pertanian, Kanisius, Yogyakarta.
Vitayala, Aida., 2000 Tantangan dan Prospek Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Otonomi Daerah, dalam Proseeding Seminar Pemberdayaan Manusia Menuju Masyarakat Madani. Bogor, 25-26 September 2000.
Wheelen and Hunger, Strategic management and
Business Policy, Addison-Wesley Publishing Company, USA, 1986.
Wijaya, Krisna, Analisis Pemberdayaan Usaha Kecil (Kumpulan Pemikiran), 2002, Pustaka Wirausaha Muda, Bogor