ã 2002 Rifda Naufalin Posted 24 November, 2002
Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
November 2002
Dosen :
Prof Dr.
Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr
Zahrial Coto
Dr Bambang
Purwantara
APLIKASI IRADIASI
DALAM TEKNIK PENGAWETAN PANGAN
E-mail : rifda_naufalin@yahoo.com
PENDAHULUAN
Bahan
pangan merupakan materi yang mudah rusak (perishable). Dengan sifat yang mudah rusak, maka bahan
pangan mempunyai masa simpan yang terbatas.
Bermacam-macam teknik pengawetan dan pengolahan bahan pangan dilakukan
untuk memperpanjang marketable life komoditas hasil pertanian di
antaranya pengeringan, pembekuan, penggunaan bahan kimia dan iradiasi.
Tujuan
pengawetan pangan adalah untuk menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan
pangan, mempertahankan kualitas bahan, menghindarkan terjadinya keracunan dan
mempermudah penanganan serta penyimpanan.
Bahan pangan yang awet mempunyai nilai yang lebih tinggi karena
terjadinya kerusakan dapat diperkecil.
Namun demikian metode pengawetan tidak selalu dapat mempertahankan
kualitas asal bahan pangan atau kandungan gizi dari komoditas yang diawetkan.
Iradiasi
merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan gelombang
elektromagnetik. Iradiasi bertujuan
mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan, serta membasmi mikroba
dan organisme lain yang menimbulkan penyakit terbawa makanan. Tetapi prinsip pengolahan, dosis, teknik dan
peralatan, persyaratan kesehatan dan keselamatan serta pengaruh iradiasi
terhadap pangan harus diperhatikan.
Pengembangan
dan penggunaan iradiasi untuk stabilitasasi bahan pangan memberikan kemungkinan
bahan pangan dapat diawetkan tanpa mengalami perubahan nyata sifat
alaminya. Bidang ini dirintis oleh Dr
Bernand E. Proctor dan Dr. Samuel A. Goldblith pada akhir tahun 1940 dan sejak
itu menjadi tantangan bagi banyak ilmuwan dan ahli teknologi bahan pangan
(Desrosier, 1988).
Metode
iradiasi telah disetujui oleh tiga badan dunia yaitu The Joint Expert Committee
on Wholesomeness of Irradiation Foods (JECWIF) yang mewakili WHO, IAEA dan FAO
tahun 1981 setelah ,menelaah data-data makanan yang diiradiasi sampai dosis
rata-rata 1 Mrad, sehat untuk dikonsumsi.
Selanjutnya Codex Allimentarius Comunission dari FAO mengesahkan
kesimpulan yang dikeluarkan JECWIF.
Oleh karena itu
perlu diinformasikan mengenai aplikasi iradiasi dalam teknik pengawetan pangan
dan pengaruhnya terhadap keamanan dan mutu pangan yang merupakan masalah yang
banyak mendapat perhatian dan menimbulkan kesalahpahaman.
Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.
Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh radiasi pengion adalah radiasi partikel a, b, dan gelombang elektromagnetik g. Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).
Apabila suatu zat dilalui radiasi pengion, energi yang melewatinya akan diserap dan menghasilkan pasangan ion. Energi yang melewatinya akan diserap dan menghasilkan pasangan ion. Energi yang diserap oleh tumbukan radiasi dengan partikel bahan pangan akan menyebabkan eksitasi dan ionisasi beribu-ribu atom dalam lintasannya yang akan terjadi dalam waktu kurang dari 0,001 detik.
SUMBER
IRADIASI
Dua jenis radiasi pengion yang umum
digunakan untuk pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh
radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan
berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki
pengaruh yang sama terhadap makanan.
Perbedaan yang sama terhadap makanan.
Perbedaan
keduanya adalah pada daya tembusnya. Sinar
gamma mengeluarkan energi sebesar 1 Mev untuk dapat menembus air dengan
kedalaman 20 – 30 cm, sedangkan berkas elektron mengeluarkan energi sebesar 10
Mev untuk dapat menembus air sedalam 3,5 cm.
Suatu persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam proses pengolahan pangan dengan iradiasi adalah energi yang digunakan tidak boleh menyebabkan terbentuknya senyawa radioaktif pada bahan pangan (Sofyan, 1984). Sampai saat ini sumber iradiasi yang banyak digunakan dalam pengawetan pangan adalah 60Co dan 137Cs.
DOSIS RADIASI
Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen. Besarnya dosis radiasi yang dipakai dalam pengawetan makanan tergantung pada jenis bahan makanan dan tujuan iradiasi. Persyaratan dosis yang dibutuhkan untuk mengiradiasi jenis pangan tertentu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel
5. Penerapan dosis dalam berbagai
penerapan iradiasi pangan
Tujuan |
Dosis (kGy) |
Produk |
Dosis rendah
(s/d 1 KGy) )
Pencegahan pertunasan )
Pembasmian serangga dan parasit )
Perlambatan proses fisiologis |
0,05 – 0,15 0,15 – 0,50 0,50 – 1,00 |
Kentang, bawang
putih, bawang bombay, jahe, Serealia,
kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan, daging kering Buah dan sayur
segar |
Dosis sedang (1- 10 kGy) )
Perpanjangan
masa simpan ) Pembasmian mikroorganisme perusak dan patogen ) Perbaikan sifat teknologi pangan |
1,00 – 3,00 1,00 – 7,00 2,00 – 7,00 |
Ikan, arbei segar Hasil laut segar dan beku, daging unggas segar/beku Anggur(meningkatkan sari), sayuran kering (mengurangi waktu pemasakan) |
Dosis tinggi1 (10
– 50 kGy) ) Pensterilan industri ) Pensterilan bahan tambahan makanan tertentu dan komponennya |
10 - 50 |
Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap hidang, makanan steril |
1 Hanya digunakan untuk tujuan khusus. Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis ini
Pengukuran dosis agar bahan pangan dapat menerima dosis iradiasi secara tepat, dilakukan dengan menggunakan suatu sistem dosimetri. Dosimetri merupakan suatu metode pengukuran dosis serap (absorbsi) radiasi terhadap produk dengan teknik pengukuran yang didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan oleh radiasi menggunakan dosimetri.
PRINSIP
IRADIASI PANGAN
Pada pengawetan bahan pangan dengan iradiasi digunakan radiasi berenergi tinggi yang dikenal dengan nama radiasi pengion, karena dapat menimbulkan ionisasi pada materi yang dilaluinya (Maha, 1981). Gambar 1. menunjukkan prinsip pengawetan bahan pangan dengan iradiasi.
Sinar X, gamma, berkas elektron
Gambar 1.
Skema proses pengolahan bahan pangan dengan iradiasi
Gambar di atas terlihat bahwa sumber iradiasi (sinar x, sinar gamma dan
berkas elektron) mengenai bahan pangan.
Apabila hal ini terjadi maka akan menimbulkan eksitasi, ionisasi dan
perubahan komponen yang ada pada bahan pangan tersebut. Apabila perubahan terjadi pada sel hidup,
maka akan menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses terganggu dan terjadi
efek biologis. Efek inilah yang
digunakan sebagai dasar untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada bahan
pangan (Maha, 1981).
Pemanfaatan praktis iradiasi bahan pangan banyak
berkaitan dengan pengawetan. Radiasi
menonaktifkan organisme perusak pangan, yaitu bakteri, kapang dan khamir. Iradiasi juga efektif untuk memperpanjang
masa simpan sayur dan buah segar karena membatasi perubahan hayati yang
berkaitan dengan pematangan, peramunan, pertumbuhan dan penuaan.
Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.
Hasil
penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai macam bahan pangan hasil
iradiasi (1 – 5 kGy) belum pernah ditemukan adanya senyawa yang toksik. Pengawetan makanan dengan menggunakan
iradiasi sudah terjamin keamanannya jika tidak melebihi dosis yang sudah
ditetapkan, sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA pada
bulan november 1980. Rekomendasi
tersebut menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi tidak melebihi dosis 10
kGy aman untuk dikonsumsi manusia.
Pernyataan ini dikeluarkan sehubungan dengan munculnya kekhawatiran
konsumen akan keracunan sebagai pengaruh sampingnya.
Permasalahan yang menyangkut kesehatan pada makanan yang diiradiasi adalah permasalahan tentang gizi, mikrobiologi dan toksikologi.
a.
Aspek
Gizi
Masalah gizi pada makanan yang diiradiasi ialah kekhawatiran akan adanya perubahan kimia yang mengakibatkan penurunan nilai gizi makanan, yang menyangkut perubahan komposisi protein, vitamin dan lain-lain (Glubrecht, 1987). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa makanan yang diiradiasi sampai dosis 1 kGy tidak menimbulkan perubahan yang nyata, sedangkan pada dosis 1 – 10 kGy bila udara pada saat iradiasi dan penyimpanan tidak dihilangkan akan mengakibatkan penurunan beberapa jenis vitamin. Untuk itu telah dilakukan berbagai penelitian untuk mengetahui kondisi iradiasi yang tepat, sehingga pada prakteknya tidak akan terjadi perubahan nilai gizi dalam bahan pangan, terutama makronutrisinya sepperti karbohidrat, lemak dan protein (Purwanto dan Maha, 1993).
b.
Aspek Mikrobiologi
Dalam makanan iradiasi, masalah mikrobiologi yang mungkin timbul adalah sifat resistensi atau efek mutagenik dan peningkatan patogenitas mikroba (WHO, 1991 dalam Simatupang, 1983). Daya tahan berbagai jenis mikroorganisme terhadap radiasi secara berurutan adalah sebagai berikut : spora bakterI > khamir > kapang > bakteri gram positif > bakteri gram negatif. Ternyata bakteri gram negatif merupakan yang paling peka terhadap radiasi. Oleh karena itu, untuk menekan proses pembusukan makanan dapat digunakan iradiasi dosis rendah (Jay, 1996).
c.
Aspek Toksikologi
Analisis kimia yang dilakukan terhadap makanan yang diawetkan dengan iradiasi tidak ditemukan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Namun uji tersebut saja tidak cukup untuk meyakinkan keamanannya sehingga perlu dilakukan uji toksikologi. Uji toksikologi terhadap makanan iradiasi dilakukan dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan kompleks bila dibandingkan dengan pengujian sebelumnya, karena sejak awal keamanan makanan iradiasi sangat banyak dipertanyakan.
Kekhawatiran ini mungkin disebabkan adanya senyawa radioaktif pada makanan yang diiradiasi. Iradiasi pada suatu bahan pangan yang mengandung air menyebabkan ionisasi dari bagian molekul-molekul air dengan pembentukan hidrogen dan radikal hidroksil yang sangat reaktif. Radikal-radikal ini sangat berperan terhadap pengaruh biologis iradiasi pengion. Oleh karena itu terdapat pengaruh tidak langsung dari iradiasi jaringan-jaringan lembab yang disebabkan oleh air yang diaktivasikan. Hidrogen dan radikal hidroksil secara kimiawi dikenal sangat reaktif dan dapat bertindak sebagai zat pereduksi ataupun pengoksidasi.
Kekhawatiran ini dapat terjawab melalui beberapa penelitian yang dilakukan dan tidak ditemukan bukti yang menunjukkan bahwa makanan iradiasi berbahaya bagi kesehatan konsumen, sehingga berdasarkan hal tersebut, pada bulan Nopember 1980, para pakar dari FAO, WHO dan IAEA yang tergabung dalam Joint Expert Committee on Food Irradiation (JECFI) mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan bahwa semua jenis bahan pangan yang diiradiasi sampai batas 10 Kgy adalah aman dikonsumsi.
LEGALITAS IRADIASI
Setiap metode pengolahan pangan mengakibatkan perubahan sifat pangan yang mungkin menimbulkan konsekuensi pada konsumen, tetapi jelas bahwa pangan yang diiradiasi aman, dan konsumsinya sebagai bagian dari makanan sehari-hari sama sekali tanpa akibat yang membahayakan (Hermana, 1991).
Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang diperlukan, pemerintah perlu mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan yang diiradiasi maupun sarana iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun 1996.
Menurut Hermana
(1991), pangan yang diiradiasi tidak dapat dikenali dengan penglihatan,
penciuman, pencecapan ataupun perabaan.
Satu-satunya cara agar konsumen mengetahui dengan pasti bahwa suatu
pangan telah diiradiasi adalah dengan menyertakan label yang menyatakan dengan
jelas perlakuan tersebut dalam kata, logo atau keduanya. Pelabelan pangan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No 69
Tahun 1999 dan khusus mengenai iradiasi pangan diatur dalam pasal 34. Adapun logo yang menunjukkan bahwa suatu
produk pangan telah diiradiasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Logo
Produk pangan Iradiasi
Teknologi iradiasi yang telah diintroduksikan ke dunia industri dan masyarakat,
kini telah dimanfaatkan secara luas dalam berbagai industri. Proses pengawetan panganpun telah lama
memanfaatkannya untuk berbagai bahan pangan dan makanan dan telah dilepaskan ke
masyarakat luas, seperti berbagai jenis buah-buahan, sayuran, rempah-rempah dan
bumbu masak, berbagai jenis hasil laut, berbagai jenis daging, masakan jadi,
gandum dan kentang.
Negara berkembang telah menetapkan swasembada pangan sebagai salah satu
tujuan pembangunan dan ekspor pangan merupakan sumber penghasilan. Oleh karena itu pengurangan kehilangan pangan
merupakan kebutuhan yang penting.
Iradiasi pangan, selain mengurangi kehilangan pangan dapat memberikan
keuntungan khusus dibandingkan dengan cara pengolahan pangan konvensional. Namun iradiasi pangan tidak hanya memerlukan
tenaga terlatih dan peralatan khusus, tetapi juga sistem peraturan perundang-undangan
untuk memastikan bahwa proses ini akan dilaksanakan dengan benar dengan standar
keamanan.
Akhirnya
Irradiasi adalah bukan sebuah "silver bullet." Di mana tidak
ada silver bullet yang dapat
memecahkan semua problem keamanan pangan. Irradiasi memberikan beberapa efek
dalam penggunaannya di bidang pangan dan
kesehatan masyarakat.
Bagaimanapun juga, hanya waktu yang akan mengatakan penerapan iradiasi
pangan dapat masuk ke pasaran dan
keberhasilannya dapat diperoleh pada
masa yang akan datang.
Donald D. Derr, 1998. Food Irradiation - The Basics. http:// www.food_irradiation.com/food_irradiation_.html. visited 10 october 2002
Desrosier, N. 1988. Technology of
Food Preservation. AVI Publ,
Co. Inc., Wesport, Connecticut.
FAO/IAEA/WHO. 1981.
Wholesomeness of Irradiated Food. Tech. Reproduction.
FAO/IAEA/WHO Expert Comm. Meeting.
Geneva, WHO, Geneva.
Foundation for Food Irradiation Education. 2002. http:// www.food_irradiation.com/food_irradiation_.html. visited 10 october 2002
Glubrecht. 1987.
Basic Effect of Radiation on Matter Food Preservation by Irradiation. Vol. 1.
IAEA Vienna.
Hermana. 1991.
Iradiasi Pangan. Cara Mengawetkan dan Meningkatkan Keamanan
Pangan. Penerbit
ITB Bandung.
Jay, J.M.
1996. Modern Food
Microbiology. Chapman & Hall,
International Thomson Publishing, New York.
Maha, M.
1985. Pengawetan Pangan
dengan Radiasi. Pusat Aplikasi Isotop
dan Radiasi. PAIR-BATAN, Jakarta.
Maha, M.
1981. Prospek Penggunaan
Teknik Nuklir dalam Bidang Teknologi Pangan. PAIR-BATAN , Jakarta.
Purwanto, Z.I. dan M. Maha. 1993. Aplikasi
Iradiasi dalam Teknik Pengawetan Makanan.
PAIR-BATAN, Jakarta.
Simatupang, P.S.M. 1993.
Aspek Pengaturan Makanan Iradiasi. Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan dengan
Irradiasi. 6-8 Juni 1993. PAIR-BATAN, Jakarta.
Sofyan, R. 1984.
Efek Kimia Radiasi Pada Komponen Utama Bahan Makanan. PAIR-BATAN, Jakarta.
Winarno, F.G., Srikandi
Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.