ã 2002 Medi Hendra Posted 24 November, 2002
Makalah
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
November 2002
Dosen :
Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Zahrial Coto
Dr Bambang Purwantara
Pemanfaatan
Tumbuhan Buah-buahan Dan Sayuran Liar oleh Suku Dayak Kenyah, Kalimantan Timur
Oleh:
Medi Hendra, M.Si.
E-mail: medimaaruf@yahoo.com
Study on the wild fruit trees and vegetabies use by Kenyah tribe in the East Kalimantan was carry out at September – December 2001. More than 40 genera wild fruit trees and vegetabies useful has been identify. Commonly fruit trees and vegetabies grow wild in the secondary forest around the village, however that may be Kenyah tribe to get fruits and vegetables mostly exploitation the secondary forest than the primary forest.
I. Pendahuluan
Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik yang berada di darat maupun di laut. Sumber alam hutan Indonesia, merupakan salah satu hutan tropika yang terluas di dunia, yang diharapkan dapat terus berperan sebagai paru-paru dunia yang mampu meredam perubahan iklim global. Indonesia juga merupakan bagian dari kawasan Indo-Pasifik yang merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia. Berdasarkan letak geografis dan keanekaragaman hayati tadi maka Indonesia dijuluki sebagai megadiversitas yang masuk dalam katagori tertinggi di dunia.
Menurut Sastrapradja dkk (1989) Flora Malesia sangat kaya dan ditaksir terdiri atas 1.500 paku-pakuan serta 28.000 jenis tumbuhan berbunga (fanerogam), yang sebagian besar terdapat di Indonesia. Kekayaan flora Indonesia yang besar antara lain merupakan akibat dari struktur vegetasi yang kompleks.
Posisi Indonesia selaku gudang sumber daya jenis yang penting terbukti dari kesepakatan para pakar yang mengakui kawasan ini sebagai salah satu bagian pusat keanekaragaman dunia. Kenyataan ini memang dapat disimpulkan dari besarnya jumlah jenis mahkluk yang dimiliki. Selanjutnya perlu diketahui bahwa memang banyak suku tumbuhan yang memilih kawasan Indonesia sebagai titik pusat konsentrasi keterdapatan dan persebarannya (Sastrapradja dkk, 1989).
Berkaitan dengan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia tadi dan kemudian dipadukan dengan kebhinekaan suku-suku bangsa yang mendiami kepulauan nusantara ini, maka akan terungkap tumbuhnya berbagai sistem pengetahuan tentang lingkungan alam. Pengetahuan ini akan berbeda dari kelompok satu ke kelompok lainnya, karena sangat tergantung pada tipe ekosistem mereka tinggal, dan tentu saja amat dipengaruhi oleh adat, tatacara, perilaku, pola hidup kelompoknya atau singkatnya pada tingkat kebudayaan suku-suku bangsa itu (Waluyo, 1993). Karena peran manusia atau kelompok etnis ini dengan segala tata cara kehidupannya sangat menentukan nasib lingkungan, maka perlu ditelaah bagaimana konsep dan pemahaman serta penguasaan pengetahuannya dalam mengolah sumberdaya hayati tadi. Sehingga pada akhir-akhir ini banyak ilmuwan yang mulai tertarik untuk mengkaji pengetahuan pribumi (indigenous knowledge) dan pemahaman alam sekitar oleh masyarakat setempat.
Edibilitas atau ketermakanan merupakan pertanyaan pertama sekaligus awal pemanfaatan tumbuhan oleh manusia sejak terbitnya fajar peradabannya (Rifai, 1994). Pemanfaatan lainnya lalu berkembang meliputi segala maksud dan keperluan, terutama yang berkenaan dengan makna budaya, jadi tak hanya sekedar nilai ekonominya saja (Rifai, 1998).
Jika kita memanfaatkan sesuatu berarti kita mengambil manfaat atau kegunaan dari sesuatu tersebut. Sehubungan dengan keanekaragaman hayati maka memanfaatkan, mempelajari dan menyelamatkannya merupakan upaya-upaya dalam strategi konservasi (Wilson, 1995). Upaya-upaya ini juga tergambar dalam budaya dan pengetahuan asli lokal, seperti masyarakat dayak Kenyah di Kalimantan Timur. Unsur kearifan lokal ini walaupun tradisional adalah salah satu kekayaan bangsa yang sangat tak ternilai harganya, karena merupakan sumber bagi pengembangan ide-ide alternatif di masa kini (Adimihardja, 1996) dan menjadi landasan kuat bagi teknologi mutakhir (Rifai & Walujo, 1992).
Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua bangsa Indonesia yang dimulai tahun 1994, sumber daya alam terbaharukan yang berupa tumbuhan, hewan dan mikroba, akan memainkan peran yang lebih besar dibanding kurun waktu sebelumnya. Jika kemudian dipadukan dengan potensi sumberdaya hayati serta keanekaragaman suku bangsanya maka akan sangat menguntungkan. Dengan demikian bahwa mengungkap potensi sumberdaya hayati yang didasarkan pada pengetahuan masyarakat secara lokal, diharapkan dapat dikembangkan oleh para akademisi dan ilmuwan sebagai dasar berpijak dalam memberi nilai tambah terhadap sumberdaya tadi.
Sebagaimana diketahui bahwa jumlah jenis tanaman pangan yang sudah dibudidayakan secara besar-besaran tidak begitu banyak. Akan tetapi sebagian besar masyarakat Indonesia ternyata banyak sekali menggunakan jenis-jenis tumbuhan lain untuk keperluan pencukupan pangannya. Tidak kurang dari 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, sekitar 70 jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah-rempah yang secara teratur dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di pedesaan. Pengembangan tanaman ini boleh dikata tak pernah dilakukan orang, sehingga kultivar yang ditanam merupakan ras pribumi yang primitif. Bahkan ada diantaranya yang langsung diambil dari alam. Seperti dapat diduga kebanyakan jenis tanaman ini belum pernah dijadikan objek penelitian (Sastrapradja dkk, 1989).
Suku dayak merupakan penduduk asli yang menghuni pulau Kalimantan. Secara harfiah ‘dayak’ berarti orang pedalaman dan merupakan istilah kolektif untuk bermacam-macam golongan suku, yang berbeda dalam bahasa, bentuk kesenian, dan banyak unsur budaya serta organisasi sosial. Mereka terutama merupakan peladang berpindah padi huma, yang menghuni tepi-tepi sungai di Kalimantan. Mereka kebanyakan dalam masyarakat rumah panjang, dan tunduk pada hukum adat (Mackinon et al, 2000).
Suku Kayan-Kenyah yang berada di pedalaman Kalimantan Timur dan Serawak, sepanjang bagian hulu sungai Kayan, sungai Mahakam, sungai Rajang dan sungai Baram. Suku Kayan ditemukan tersebar luas di pulau Kalimantan; segolongan kecil suku Kayan tinggal di sepanjang sungai Mendalam yang merupakan anak sungai Kapuas hulu di Kalimantan Barat. Suku Kenyah terdiri atas beberapa anak golongan yang berbeda bahasa dan budayanya. Suku Kayan dan Kenyah mempunyai keterkaitan sosial, ekonomi dan politik, yang sudah berlangsung lama. Diantara mereka terjadi perkawinan antar golongan yang cukup banyak. Suku Modang di daerah aliran sungai Mahakam mungkin merupakan cabang rumpun Kayan dan Kenyah (Mackinon et al, 2000).
Survei yang komprehensif mengenai berbagai jenis tumbuhan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kalimantan (umumnya) dan Kalimantan Timur (khususnya) belum pernah dilakukan (Mackinon et al, 2000). Sedangkan pertumbuhan ekonomi yang pesat di Kalimantan Timur selama dua puluh tahun terakhir ini di ikuti oleh peningkatan laju eksploitasi hutan dan peningkatan luas pembukaan daerah hutan. Kayu dan rotan merupakan dua hasil hutan yang sangat tinggi nilainya. Produk lain yang juga terdapat di hutan mencakup buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, rempah-rempah, bahan wewangian, minyak biji, makanan ternak, bahan anti mikroba, bahan farmasi lainnya, zat pewarna makanan, bahan pengawet dan penyedap makanan, bahan pewarna, perekat, damar, getah pohon, lilin dan lak.
Untuk mengungkapkan potensi buah-buahan dan sayur-sayuran yang terdapat di hutan dan dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sangat dibutuhkan survei, penelitian dan dokumentasi didaerah Kalimantan Timur ini agar upaya pelestarian kekayaan buah dan sayuran Indonesia (keanekaragaman genetik dan pengetahuan tentang budidaya serta kegunaannya) dapat mendorong perkembangan dan pemasaran buah-buahan dan sayuran lokal atau asli yang mampu bersaing secara ekonomi. Karena kebanyakan produk ini sangat tinggi nilai ekonominya, pemanfaatannya dapat menjamin kelangsungan kebutuhan pokok masyarakat setempat selain juga sebagai komoditi perdagangan dan pengembangan komersial.
Berbagai produk aktual maupun potensial yang dapat dihasilkan hutan Kalimantan Timur dapat membantu menjelaskan arti penting akses masyarakat pedesaan terhadap hutan tempat mereka mengambil berbgai produk tersebut. Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan jenis tumbuhan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal di Kalimantan Timur.
II. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari bulan Juni - Agustus 2002. Daerah yang dipilih adalah pemukiman warga dayak Kenyah di desa Gemar Baru Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Penelitian menggunakan metode survei eksploratif mencakup: 1. Inventarisasi jenis tumbuhan yang dimakan yang diketahui masyarakat meliputi nama lokal dan nama ilmiahnya (Friedberg, 1990) dan 2. Observasi di lingkungan masyarakat yaitu mempelajari keberadaannya.
Metode ini didukung oleh pendekatan dan teknik pengumpulan informasi. Pendekatan yang dipakai umumnya bersifat partisipatif atau penilaiain etnobotani partisipasif (participatory ethnobotanical appraisal, PEA). Pendekatan ini meliputi: 1. Wawancara semi terstruktur (Grandstaff & Grandstaff, 1987) dan terjadwal untuk inventarisasi pengetahuan lokal; 2. Observasi partisipatif dan transect-walks sistematis (Martin, 1995) dengan masyarakat sebagai pemandu dan 3. Persahabatan erat dengan masyarakat (Banilodu, 1998), ikut aktif dalam aktifitas mereka baik harian maupun khusus.
III. Hasil dan Pembahasan
Sekarang ini banyak ilmuwan yang tertarik mempelajari pengetahuan masyarakat tradisional tentang pemanfaatan sumberdaya tumbuhan. Pengetahuan ini mempunyai pengaruh besar dan memberikan kontribusi penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan alasan tersebut maka dipelajari pengetahuan tradisionil masyarakat suku dayak Kenyah tentang dunia tumbuhan khususnya tumbuhan hutan/liar yang dimanfaatkan untuk sumber buah-buahan dan sayuran.
Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa masyarakat dayak Kenyah yang bermukim di desa Gemar Baru mengumpulkan sekurang-kurangnya 55 marga dan lebih dari 90 jenis tumbuhan buah-buahan dan sayuran liar dari hutan dan beberapa ditanam di pekarangan. Banyak tumbuhan penghasil makanan dari hutan ditemukan di hutan sekunder atau ladang yang ditinggalkan. Masyarakat dayak Kenyah pada umumnya meramu dan memanfaatkan tumbuhan liar yang ada disekitarnya dan menggunakan berbagai jenis dan kultivar dari tanaman budidaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengamatan di lapangan didapatkan bahwa masyarakat suku dayak Kenyah lebih banyak mengeksploitasi hutan sekunder daripada hutan primer untuk mencari buah-buahan dan sayuran. Hutan-hutan disekitar tempat tinggal mereka kaya akan pohon buah-buahan liar, termasuk mangga, manggis, rambutan dan durian. Beberapa jenis durian yang dipanen dari hutan seperti durian merah Durio dulcis dan Durio graveolens serta durian berdaging buah kuning yang biasa dikenal dengan nama daerah ‘lai’ (Kutai) Durio kutejhensis. Beberapa dari jenis durian tersebut tidak di makan oleh masyarakat setempat karena memabukkan. Tingginya konsentrasi keterdapatan sekerabatan tumbuhan atau mahkluk lainnya dan besarnya keanekargaman suatu jenis dijadikan indikator untuk menunjuk tempat tersebut sebagai pusat persebarannya, yang sekaligus merupakan pusat keanekaragamannya. Menurut Sastrapradja dkk (1989) durian yang memiliki keanekaragaman yang besar dalam jenisnya berpusat persebaran di Kalimantan. Sebab di Kalimantanlah tumbuh secara alami 19 jenis durian liar dari keseluruhan 27 jenis yang tersebar di kawasan Malesia. Jadi meskipun durian budidaya memiliki persebaran luas, tidak saja di Indonesia tetapi juga di negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Filipina, kerabat liarnya berpusat di Kalimantan.
Berbagai jenis mangga liar seperti Mangifera griffithii, M. torquenda, M. foetida dan M. caesia juga banyak tumbuh liar disekitar hutan perkampungan suku dayak Kenyah. Hal ini juga terlihat dari hasil ekspedisi badan internasional seperti IBPGR (International Board for Plant Genetic Resources) yang berulangkali menyeponsori ekspedisi internasional untuk mengekplorasi dan mengumpulkan plasma nutfah kerabat liar tanaman budidaya di Indonesia. Dari beberapa marga yang sudah ditangani didapatkan bahwa mangga pusat keanekaragamannya di Sumatera dan Kalimantan (Sastrapradja dkk, 1989).
Buah-buah dari famili Moraceae seperti sukun Artocarpus elasticus, nangka liar Artocarpus intiger serta cempedak A. cempeden yang lezat rasanya terdapat di dalam hutan dan juga ditanam oleh suku dayak Kenyah. Marga Artocarpus ini ditemukan beberapa jenis liarnya di hutan sekitar perkampungan masyarakat suku Dayak Kenyah dan mempunyai nilai komersil yang bersifat lokal di Kalimantan Timur. Menurut Sastrapradja dkk (1989) merupakan salah satu marga yang mempunyai persebaran yang terbatas di kawasan hutan Malesia Barat.
Buah-buahan
dari famili Sapindaceae seperti halnya
rambutan Nephelium eriopetalum, N.
longana, N. mutabile dan Xerospermum juga banyak ditemukan baik
yang liar atau semi domestikasi maupun yang ditanam oleh masyarakat . Jika kita
kaji proses terbentuknya kebun atau pekarangan yang bermula dari terseraknya
sisa-sisa bahan makanan yang diperoleh dari hutan dan tumbuh subur di dekat
pemukimannya, maka tidaklah mengherankan bahwa kultivar primitif dari berbagai
jenis buah-buahan tersebut banyak dijumpai di kebun atau pekarangan mereka.
Selain
mengumpulkan buah liar untuk dimakan sendiri maupun untuk dijual, banyak
masyarakat dayak Kenyah memelihara pohon-pohon di hutan seperti petai. Pohon
petai Parkia spp yang menjulang
tinggi di dalam hutan, mempunyai biji
kaya akan protein yang dimakan dan dijual di pasar-pasar setempat. Daun
muda dan bagian tangkai bunganya juga dapat di makan.
Menarik untuk dicatat bahwa meskipun banyak jenis buah-buahan sudah dibudidayakan oleh masyarakat suku Dayak Kenyah tetapi miskin akan tanaman sayuran. Agaknya, karena banyak tumbuhan liar yang dapat dimanfaatkan daunnya untuk sayuran, sehingga kurang dirasa perlu untuk membudidayakan. Daun, tunas dan akar berbagai jenis tumbuhan liar dimakan sebagai sayuran. Seperti tunas Cyperus bancanus dan tunas akar ilalang Imperata cylindrica merupakan lalapan yang umum ditemukan pada masyarakat dayak Kenyah.
Daun muda dan batang Cyathea contaminans (paku tiang), serta paku-pakuan Diplazium, Nephrolepis biserrata,dan Stenochlaeana merupakan sumber sayuran yang direbus atau dioseng dan kadang-kadang dimasak secara tradisional dalam tabung bambu seperti memasak lemang. Sayuran tradisional lainnya seperti rebung Bambusa spp dan jantung pisang hutan Musa balbisiana juga merupakan sumber sayuran yang banyak terdapat di hutan sekunder disekitar perkampungan dayak Kenyah. Demikian juga halnya dengan jenis-jenis Zingiberaceae seperti Alpinia spp, Nicolaia speciosa dan Kaempferia spp sumber sayuran dan bahan penyedap yang disukai.
Borassodendron borneensis merupakan buah palem yang dipanen langsung dari hutan. Selain itu beberapa jenis palem disamping pemanfaatannya untuk komersil seperti berbagai jenis rotan, bagian pucuknya biasanya juga dimanfaatkan untuk sayur-sayuran dan buahnya kadang-kadang juga dimakan. Bagian ujung dari batang rotan yang dipanen biasanya dimanfaatkan dengan cara dibakar sampai layu, kemudian dikupas bagian kulitnya yang keras dan berduri. Bagian dalamnya selanjutnya dimanfaatkan sebagai sayuran. Demikian juga halnya dengan umbut atau pucuk dari Eugeissona utilis, Oncosperma dan Pinanga biasanya merupakan sayuran yang dimasak bersama dengan ikan.
Beberapa jenis buah-buahan hutan dimakan oleh masyarakat hanyalah bersifat iseng (istilah Banilodu (1998) ’dimakan main-main’) dan sebagai penghilang kelau (haus atau lapar sementara) seperti Curculigo orchioides, Passiflora foetida dan buah beberapa jenis rotan seperti Calamus manan dan C. ornatus . Terbukti bahwa pengetahuan tentang ini akan meningkatkan kemampuan forest survival (Rifai, 1998).
Marga atau jenis tumbuhan buah-buahan dan sayuran hutan (liar) yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Dayak Kenyah dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Beberapa jenis tumbuhan Buah-buahan dan Sayuran liar yang digunakan oleh suku Dayak Kenyah kec. Muara Ancalong kab. Kutai Timur.
Famili |
Nama latin |
Nama Lokal |
Bagian yang dimakan |
Amarillydaceae |
Curculigo
orchioides |
|
Buah |
Anacardiaceae |
Mangifera caesia Mangifera decandra Mangifera foetida Mangifera gedebe Mangifera griffithii Mangifera torquenda Bouea macrophylla |
Wanyi Palong besi Sem Repeh Asam
raba Asam
putar |
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah |
Apocynaceae |
Willughbeia firma |
Supit |
Buah |
Araceae |
- |
Bekro |
Daun
muda |
Arecaceae |
Borassodendron borneense Calamus javaensis C. manan C. ornatus Calamus sp Daemonorops mirabilis Eugeissona utilis Khorthalsia echinometra Oncosperma horridum Plectocomia sp Pinanga sp Salacca edulis |
Medang Uwai Uwai
tebengan Uwai
seletub Uwai
beeng Uwai
sekah Nangan Uwai
sanam Nyibung Uwai tebengan Benda |
Buah Pucuk Pucuk Buah dan pucuk Pucuk Pucuk Umbut & sagu Pucuk Umbut Pucuk Buah Buah |
Bambusaceae |
Bambusa spp Dendrocalamus asper Schizostachyum blumei |
Bulok
tub Bulok atung Bulok |
Tunas Tunas Tunas |
Bombacaceae |
Durio acutifolius Durio dulcis Durio excelcus Durio graveolens Durio
kutejensis Durio
zibethinus |
Dian balah umit Dian da’un Dian balah Dian balah latak Dian tuning Dian |
Buah Buah Buah Buah Buah Buah |
Burseraceae |
Santiria tomentosa |
Keramo |
Buah |
Cyperaceae |
Cyperus bancanus |
Syik |
Tunas |
Ebenaceae |
Diospyros korthalsiana var. macrocarpa |
Arang
batu |
buah |
Elaeocarpaceae |
Elaeocarpus spp |
|
Buah |
Euphorbiaceae |
Aleurites
moluccana Antidesma montanum Aporosa spp Baccaurea angulata B. bracteata B. kunstleri B. lanceolata B. macrocarpa B. nanihua Elateriospermum tapos Sondaricum kotjape Drypetes longifolia |
Kemiri Lempang tip Lempang kip Lempang tip Lempang tip putek Tampoi/ Kapul Lempang tip putek Kalampi Kalambunyau Bua barang |
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Biji Buah Buah Buah |
Fagaceae |
Castanopsis
sp Lithocarpus
sundaicus |
Sarangan Pasang |
Buah Buah |
Flacourtiaceae |
Flacourtia
rukam Pangium
edule |
Buah abung |
Buah Buah |
Graminae |
Imperata cylindrica |
Ilalang |
Tunas
akar |
Guttiferae |
Garcinia sp |
Buah bundar |
Buah |
Lauraceae |
Litsea angulata |
Kalangkala |
Buah |
Leguminosae |
Parkia speciosa Parkia sp |
Beta
lata Beta umit |
Buah Buah |
Maranthaceae |
Stachyprynium jagorianum |
|
Tunas |
Meliaceae |
Aglaia gangga Lansium
spp |
Leset |
Buah Buah |
Menispermaceae |
Albertisia papuana |
|
Daun |
Moraceae |
Artocarpus dadah A.
elasticus A. cempeden A.
heterophyllus A.
integre A. rigidus Ficus spp |
Tap/ bacut Sukun Nakan Keledang Baduk |
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah |
Musaceae |
Musa balbisiana |
Peti
luang/Peti lebem |
Bunga
dan tunas |
Myrtaceae |
Syzygium aqueum. S. cumini. S. jamboloides Syzygium
sp. |
|
Buah Buah Buah Buah |
Passifloraceae |
Passiflora foetida |
Bua
top |
Buah |
Polypodiaceae |
Cyathea contaminans Diplazium esculentum Nephrolepis biserrata Stenochlaeana sp |
Paku paya Paku pait Paku julut |
Daun muda Daun
muda Batang
& daun muda Daun
muda |
Rosaceae |
Rubus spp |
Pidang pancung |
Buah |
Sapindaceae |
Dimocarpus cinerea D. longan var. malesianus Lepisanthes alata Nephellium eriopetalum N.
lappaceum N.
mutabile N.
rambutanake Xerospermum
sp |
Isau kelili/ krumi Buah Blong Buah Abung maritam Buah Uncing |
Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah |
Umbeliferae |
- |
Mekai |
Daun |
Zingiberaceae |
Alpinia sp Nicolaia speciosa Nicolaia sp Kaempferia sp |
Bua Asak Nyanding Lame Tepo |
Buah Umbut & Bunga Bunga Umbut |
IV. Kesimpulan
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa masyarakat suku dayak Kenyah mengumpulkan lebih dari 55 marga tumbuhan atau lebih dari 90 jenis tumbuhan liar yang dimanfaatkan sebagai sumber buah-buahan dan sayuran. Banyak tumbuhan penghasil buah dan sayuran tersebut ditemukan pada hutan sekunder di sekitar perkampungan sehingga suku dayak Kenyah lebih banyak mengeksploitasi hutan sekunder dari pada hutan primer untuk mendapatkan buah-buahan dan sayuran.
Daftar Pustaka
Adimihardja, K. 1996. Sistem Pengetahuan Lokal dan Pengembangan Masyarakat Desa. Seminar Jepang-Indonesia di Kagoshima. UPT INRIK UNPAD. Makalah tak diterbitkan, Bandung. 19 hal.
Banilodu, 1998. Implikasi Etnobotani Kuantitatif dalam Kaitannya dengan Konservasi Gunung Mutis, Timor. Disertasi, tak diterbitkan. Jurusan Biologi, PPs. IPB, Bogor.
Friedberg, C. 1990. Le Savoir Botanique des Bunaq Percevoir ét classer dans le Haut Lemaknen (Timor, Indonesie). Memoires du Museum Nati d’Histoire Naturelle. Bot. Tome 32: 303p.
Grandstaff, S.W. & T. B. Grandstaff. 1987. Semi-structured Interviewing by Multidicip. Teams in RRA. KKU Proc.: 69-88.
Mackinnon, K., Gusti Hatta, Hakimah Halim, & Arthur
Mangalik. 2000. Ekologi
Kalimantan. Prenhallindo. Jakarta.
Martin, G. J. 1998. Etnobotani, Satu Manual Kaedah (Ed. Bahasa Malaysia). Maryati Moh. (Penerj.). Nat. Hist. Publ. (Borneo), Kinibalu, Sabah-Malaysia & WWF Int., Gland, Switzerland.
Rifai, M. A. 1994. A Discouse on Biodiversity Utilization in Indonesia. Trop. Biodiv. 2 (2): 339-349.
________ . 1998. Pemasakinian Etnobotani Indonesia: Suatu Keharusan Demi Peningkatan Upaya Pemanfaatan, Pengembangan dan Penguasaannya. Semiloknas Etnobot. III. Denpasar. Makalah, tak diterbitkan. 17 hal.
Rifai, M. A. & E. B. Waluyo. 1992. Etnobotani dan Pengembangan Tetumbuhan
Pewarna Indonesia: Ulasan Suatu Pengamatan di Madura. Pros. Semiloknas Etnobot.
I. Cisarua, Bogor 19-20 Feb 1992. Hal 119-126.
Sastrapradja, D. S. dkk. 1989. Keanekaragaman Hayati Untuk Kelangsungan Hidup Bangsa. Puslitbang Bioteknologi-LIPI. Bogor.
Waluyo, E. B. 1993. Keanekaragaman Hayati Indonesia dan Peluangnya dalam Penelitian Etnobotani. Seminaire Sciences Humaines et Sociales et Recherche Francaise en Insulinde di Kedutaan Besar Perancis. Makalah tak diterbitkan, Jakarta. 12 hal.
Wilson, E. O. 1995. Strategi Pelestarian Keanekaragaman Hayati. K. Courrier (Peny.). Strategi Keanekaragaman Hayati Global. WALHI-Gramedia, Jakarta.