© 2002 Lisnawita Posted 29 November, 2002
Makalah
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca
Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
November 2002
Dosen:
Prof. Dr. Ir.
Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Zahrial Coto
Dr. Bambang Purwantara
PENGELOLAAN TANAH SEHAT DAN
PENGARUHNYA
TERHADAP NEMATODA PARASIT TUMBUHAN
Oleh :
A.461020041/FIT
E-mail itamuis@eudoramail.com
I.
PENDAHULUAN
Beberapa dekade terakhir ini
terjadi peningkatan jumlah penduduk di dunia dengan cepat, yang mengakibatkan
terjadinya kekurangan pangan, meningkatnya mobilitas penduduk dan barang-barang
keseluruh pelosok negeri, meningkatnya pengetahuan dengan cepat disegala bidang,
terjadinya ketidakstabilan sosial dan terjadinya peningkatan kerjasama ilmuwan
dengan pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah umum di seluruh dunia. Sebagai
hasilnya telah berhasil dikembangkan cara-cara baru dalam bidang pertanian
untuk memenuhi kebutuhan pangan serta ekonomi para petani, negara dan dunia. Tetapi,
semua perubahan tersebut telah menimbulkan dampak terhadap jenis, tingkat
serangan, perkembangan dan laju penyebaran penyakit yang menyerang tanaman
serta terjadinya kerusakan lingkungan terutama tanah (Agrios, 1997 ; Doran
& Safley, 1998).
Tanah merupakan benda alam yang
bersifat dinamis, sumber kehidupan dan merupakan fungsi vital dari ekosistem
darat yang menggambarkan keseimbangan yang unik antara faktor fisik, kimia dan
biologi. Komponen utama tanah terdiri dari mineral anorganik, pasir, lumpur,
tanah liat, bahan-bahan organik hasil dekomposisi dari biota tanah, dan
mikroorganisme seperti cacing tanah, serangga, bakteri, fungi, alga, nematoda
dan sebagainya (Abawi & Widmer, 2000).
Berbagai praktek-praktek
budidaya pertanian yang salah telah dilakukan seperti waktu tanam yang tidak
tepat, pemilihan tanaman yang salah, aplikasi bahan kimia seperti fungisida,
insektisida, nematisida, pupuk pada konsentrasi yang sangat tinggi, pengolahan
lahan yang terlalu dalam dan sebagainya menyebabkan terjadinya kerusakan yang
luar biasa terhadap pertumbuhan tanaman dan keseimbangan mikroba tanah yang
pada akhirnya menimbulkan kerugian ekonomi.
Berbagai alternatif praktek budidaya pertanian seperti rotasi
tanaman, penggunaan tanaman penutup tanah, solarisasi, penambahan bahan organik
dan sebagainya dilakukan untuk meningkatkan produksi tanaman. Pengaruh dari
setiap tindakan tersebut terhadap patogen tanah perlu diperhatikan agar dapat
menentukan sistem pengelolaan tanah dan tanaman yang akan digunakan serta
pengaruhnya terhadap populasi patogen tanah dan kerusakan akar.
Umumnya semua praktek-praktek
pertanian yang dilakukan berpengaruh secara langsung atau tidak langsung
terhadap tingkat kejadian dan keparahan penyakit akar yang disebabkan nematoda
parasit tumbuhan. Praktek-praktek pertanian ini tidak hanya berpengaruh
terhadap kepadatan populasi nematoda di dalam tanah, tetapi juga semua hama
tanaman dan mikrofauna serta mikroflora yang menguntungkan (Abawi & Widmer,
2000).
Untuk itu dibutuhkan suatu
pengetahuan untuk mengetahui pengaruh dari alternatif budidaya yang kita
lakukan terhadap produksi tanaman dan pengaruhnya terhadap tingkat keparahan
dan kerusakan akar yang disebabkan oleh nematoda parasit tumbuhan.
Makalah ini mencoba menjelaskan
tentang bagaimana praktek-praktek budidaya pertanian dapat memperbaiki kualitas
tanah dan pengaruhnya terhadap nematoda parasit tumbuhan untuk dapat
mendiagnosis keterlibatan nematoda dalam suatu sistem produksi.
II.
TANAH SEHAT
Tanah sehat adalah istilah yang
banyak digunakan petani untuk menyatakan kondisi tanah mereka dan hubungannya
dengan pertumbuhan tanaman. Konsep tanah sehat sama dengan manusia sehat. Manusia
sehat dicirikan dengan memiliki temperatur tubuh dan gula darah yang normal
serta tidak ada penyakit infeksius. Tanah sehat dicirikan dengan memiliki
kandungan air dan nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan tanaman. Semua
komponen berfungsi normal seperti komponen biologi, fisika dan kimia tanah serta
mendukung pertumbuhan tanaman dan dapat meningkatkan produksi tanaman. Selain
itu tanah sehat dicirikan dengan tidak adanya organisme yang mengganggu
petumbuhan tanaman baik parasit maupun tumbuhan pengganggu (gulma) (Magdoff,
2001).
Tanah sehat – termasuk aspek biologi, kimia dan fisik –
dipegaruhi oleh beberapa aspek tanah dan pengelolaan tanaman. Sulit untuk
memisahkann antara satu dengan yang lainnya karena antara satu aspek dengan
aspek lainnya saling mempengaruhi. Menurut Magdoff (2001), tanah sehat adalah
tanah yang dapat mendukung tanaman untuk tumbuh dengan baik di bawah kondisi
tekanan yang sangat rendah. Di bawah ini diberikan beberapa karakteristik dari
tanah sehat menurut Magdoff (2001), yaitu :
1. Nutrisi untuk
pertumbuhan tanaman cukup tersedia.
2. Tanah tidak terlalu
padat dan memiliki keremahan yang cukup baik, sehingga akar dapat berkembang
dengan baik.
3. Mempunyai drainase
yang baik. Dengan drainase yang baik kandungan Oksigen di akar cukup baik
sehingga akar dapat berkembang dengan baik.
4.
Populasi organisme parasit di
dalam tanah rendah. Produksi tanaman dapat meningkat bila tanaman tidak
diganggu oleh serangan parasit seperti bakkteri, fungi dan nematoda.
5.
Populasi organisme yang
menguntungkan tinggi.
6.
Gangguan tumbuhan pengganggu
(gulma) rendah. Gulma dapat menjadi kompetitor bagi tanaman dalam hal nutrisi,
air dan cahaya.
7.
Tidak ada pengaruh pestisida
atau bahan-bahan kimia. Pengaruh bahan-bahan kimia dapat terjadi secara alami,
seperti kelebihan Alumunium pada tanah-tanah masam. Bisa juga karena aktivitas
manusia seperti aplikasi pestisida pada konsentrasi yang tinggi.
8.
Cepat pulih kembali setelah
mengalami kerusakan.
Menurut Magdoff & Van Es
(2000) dalam Magdoff (2001), ada
beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki tanah agar menjadi
sehat, yaitu :
1.
Penambahan bahan organik, dapat dilakukan dengan pemberian
tanaman penutup tanah atau pemberian kotoran hewan dan sisa-sisa tanaman.
Penambahan bahan organik juga dapat dilakukan dengan pemberian beberapa jenis
bahan organik, karena setiap bahan organik memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
2.
Melindungi permukaan tanah dengan tanaman penutup tanah. Tanaman
penutup tanah dapat melindungi tanah dari kelembaban dan temperatur yang
ekstrim serta meningkatkan ketersedian air tanah, sehingga memberi cukup air
untuk tanaman dan sekaligus mengurangi aliran permukaan dan erosi.
3.
Mengurangi pengolahan lahan yang intensif.
4.
Melakukan rotasi tanaman.
5.
Menggunakan tindakan lain untuk mengurangi erosi. Misal : strip
cropping.
6. Menggunakan
teknik pengelolaan tanah yang baik untuk mensuplai nutrisi tanpa menyebabkan
polusi tanah
III.
BEBERAPA USAHA PENGELOLAAN TANAH SEHAT
Beberapa usaha pengelolaan tanah sehat
yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Penambahan Bahan Organik / Kompos
Akibat dari penggunaan pestisida kimia yang sangat berbahaya
bagi kesehatan manusia dan lingkungan, maka alternatif metode pengendalian hama
dan penyakit yang ramah lingkungan dilakukan akhir-akhir ini. Salah satunya
dengan penambahan bahan organik / kompos. Pemberian kompos organik dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, meningkatkan porositas tanah,
menurunkan bulk density dan menetralkan kemasaman (pH) tanah.
Banyak tanaman yang telah diketahui memberikan pengaruh
menghambat kemampuan nematoda parasit menginfeksi tanaman (Akhtar, 2000).
Prakash & Jagadiswari (1997), melaporkan ada sekitar 150 jenis tanaman yang
dapat bersifat nematisida yang umumnya diaplikasi ke tanah sebagai bahan
organik tambahan.
Bahan organik dapat bercampur dengan tanah karena adanya
aktivitas berbagai mikroorganisme tanah seperti bakteri, fungi dan cacing
tanah. Peruraian bahan organik di dalam tanah menghasilkan senyawa-senyawa di
dalam tanah yang bersifat racun bagi nematoda parasit tumbuhan. Terutama
tanaman yang terurai mengeluarkan asam asetat, asam propianat dan asam butirat,
asam-asam tersebut akan bertahan selama beberapa minggu di dalam tanah dalam
konsentrasi yang cukup tinggi untuk menghambat nematoda parasit tumbuhan tetapi
tidak meracuni nematoda yang hidup bebas.
Produk dari nimba (Azadirachta
indica) baik daun, tepung biji, ekstrak biji, dan minyaknya memiliki
kemampuan sebagai nematisida. Selain itu kacang tanah (Arachis hypogea) juga bersifat sebagai nematisida berspektrum luas
dengan memberikannya ke dalam tanah. Juga tanaman terpenoid lainnya diketahui
memiliki efek nematisida (Hall & Julius, 1999).
Akhtar (2000) menyatakan, perlakuan
kombinasi urea dosis 110 kg N/ha dan 220 kg N/ha dan nimba azadirachtin 0,15%
dan 0,18% pada tanaman chickpea (Cicer arietinum), mampu menghambat populasi nematoda parasit
seperti M. incognita, R. reniformis dan
H. indicus serta
meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Chen et al. (2000), menemukan aplikasi dengan menggunakan kompos brewery dapat menurunkan tingkat keparahan puru akar dan produksi
telur M. hapla serta meningkatkan
produksi lettuce sekitar 13% pada
tanah yang diberi fumigasi dan 23% pada tanah tanpa fumigasi. Pengaruh kompos brewery dan penambahan bahan organik
yang berasal dari tanaman jagung dengan atau tanpa tanaman penutup tanah rye grain atau hairy vetch telah dievaluasi untuk mengendalikan kompleks penyakit
busuk akar yang dicobakan di lapangan selama 3 musim tanam. Hasil penelitian
menunjukkan pemberian kompos brewery dan
tanaman jagung dapat meningkatkan populasi tanaman dan produksi secara nyata,
hal yang sama juga terlihat pada tingkat keparahan busuk akar, dengan pemberian
kompos dapat menurunkan tingkat keparahan busuk akar secara nyata.
2. Tanaman Penutup Tanah
Pemberian tanaman penutup tanah
dapat mengurangi erosi, memperbaiki sifat fisik tanah dan mengurangi penyakit
tanaman (Creamer et al., 1997).
Selain itu tanaman penutup tanah juga dapat meningkatkan bahan organik tanah,
meningkatkan aktifitas mikroba dan menekan penyakit tanaman (Viaena &
Abawi, 1998). Menurut Magdoff (2001), tanaman penutup tanah juga mempunyai
beberapa kegunaan lain, yaitu :
1. Mengurangi aliran
permukaan dan erosi
2. Meningkatkan jumlah Nitrogen tersedia bagi tanaman
3. Mengurangi
pencucian nitrat pada air tanah
4. Meningkatkan jumlah
spora cendawan mikoriza arbuskula (VAM)
5.
Memberikan habitat yang sesuai
bagi serangga berguna.
Sejumlah
tanaman penutup tanah dapat efektif di dalam menekan populasi dan infeksi
nematoda. Viaena & Abawi (1998), menemukan sudangrass (Sorghum sudanense) efektif sebagai pupuk hijau di dalam menekan
reproduksi M. hapla. Suatu pengujian
tanaman penutup tanah dengan menggunakan sudangrass kultivar Truban 8,
mempunyai kemampuan dalam menghambat produksi telur dan tingkat keparahan puru
akar oleh M. hapla. Penghambatan ini
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman inang karena pengaruh pitotoksisiti bila
tanaman inang tidak cukup waktu untuk terurai dengan sempurna. Umur dan bagian
tanaman sudangrass berpengaruh di dalam tanah untuk menentukan efektiveness
tanaman penutup tanah dalam menekan populasi dan kerusakan M. hapla (Viaene & Abawi, 1998).
Di samping sudangrass, ada banyak tanaman penutup tanah yang
lain. Kimpinski et al. (2000), mencoba beberapa tanaman penutup tanah seperti
marigold (Tagetes spp.), rye grass (Lolium multiflorum cv. Lemtal), red clover
(Trifoliuum pratense cv. Florex), dan
kedelai (Glycine max cv. Proteus) untuk
mengendalikan P. penetrans
pada tanaman kentang. Populasi nematoda peluka akar (P. penetrans) lebih rendah pada kentang yang diberi tanaman penutup
tanah marigold dibandingkan dengan tanaman penutup tanah lainnya. Sejalan
dengan hasil ini, produksi umbi kentang secara nyata lebih tinggi 8 – 14% bila
tanaman kentang diberi penutup tanah marigold. Tingkat keparahan penyakit
akibat infeksi nematoda peluka akar tertinggi terdapat pada tanaman penutup
tanah red clover dan kedelai, begitu juga untuk rata-rata produksi umbi kentang
lebih rendah pada tanaman penutup tanah red clover dan kedelai dibandingkan
dengan marigold. Menurut Kimpinski et al.
(2000), hal ini dapat terjadi karena marigold adalah inang yang tidak sesuai
bagi P. penetrans atau mungkin
terjadi interaksi yang bersifat antagonis antara marigold dan P. penetrans, sedangkan red clover dan
kedelai merupakan inang yang baik bagi P. penetrrans. Di samping itu pengaruh
negatif marigold dengan nematoda peluka akar dapat juga disebabkan efek nematisida
dari senyawa tiopenik yang terdapat di dalam akar marigold. Kandungan senyawa
ini membuat marigold sering digunakan sebagai salah satu alternatif
pengendalian dalam program pengelolaan nematoda terpadu (Ploeg & Paulus,
1999).
Secara umum ada 3 mekanisme yang berperan di dalam penekanan
nematoda dengan pupuk hijau, yaitu: secara biologi, kimia dan kombinasi dari
keduanya. Secara biologi, ada perbedaan antara mikroorganisme yang bermanfaat
dengan organisme yang patogenik. Populasi dari organisme penghambat dapat mempengaruhi organisme patogenik tanaman
melalui kompetisi (nutrisi, air maupun tempat hidup) dan secara langsung
sebagai predator atau parasit (Creamer et
al. 1997). Secara kimia dengan menghasilkan senyawa toksik volatil dan non
volatil selama proses dekomposisi, dapat menghambat nematoda parasit tumbuhan.
Sebagai contoh, sudangrass mengandung senyawa di dalam sel sitoplasma yang
disebut dhurrin, masuk ke dalam golongan sianoglukosit. Bila sel tanaman mati
seperti yang terjadi selama dekomposisi, enzim mendegradasi dhurrin,
selanjutnya akan menghasilkan hidrogensianida. Produk lain dari hasil degradasi
ini adalah seperti nitrilen atau isotiosianet yang mungkin mempunyai efek
sebagai nematisida (Widmer & Abawi, 1998).
Beberapa hasil penelitian yang diuraikan di atas menggambarkan
penggunaan tanaman penutup tanah / pupuk hijau dapat meningkatkan efektifitas
di dalam mengelola nematoda puru akar, nematoda peluka akar dan nematoda
parasit lainnya.
Tetapi lingkungan tanah sangat kompleks dan perbedaan geografis
akan menyebabkan perbedaan lingkungan tanah. Oleh karena itu penting untuk
menyeleksi tanaman penutup tanah yang potensial yang telah beradaptasi sehingga
dapat digunakan dalam rotasi tanaman. Disamping itu perlu untuk menyeleksi
tanaman penutup tanah yang sesuai untuk patogen target dan efektif dalam
menekan patogen tanaman.
3. Rotasi Tanaman
Patogen tular tanah yang menyerang
satu atau beberapa spesies atau beberapa famili tumbuhan kadang-kadang dapat
ditiadakan dari dalam tanah dengan menanam tumbuhan dari spesies atau famili
yang tidak diserang oleh jenis patogen yang akan dikendalikan selama 3-4 tahun.
Pengendalian secara menyeluruh melalui rotasi tanaman dapat dilakukan terhadap
patogen penghuni tanah sementara (soil
invader), tetapi apabila patogen bersifat penghuni tanah tetap (soil inhabitor) maka rotasi tanaman
menjadi tidak efektif atau tidak praktis, karena rotasi tanaman hanya bersifat
menurunkan populasi patogen (Agrios, 1997). Walupun rotasi tanaman dengan
tanaman bukan inang dapat mencegah dan menurunkan populasi patogen terutama
nematoda parasit tumbuhan. Tetapi perlu untuk mengidentifikasi spesies nematoda
agar dapat diketahui apa tanaman inang dan bukan inangnya. Secara umum, rotasi untuk suatu tanaman belum tentu
sesuai dengan tanaman yang lain.
Produksi
tanaman secara umum meningkat dengan rotasi tanaman dari pada secara
monokultur. Rotasi dapat meningkatkan produksi melalui perbaikan nutrisi dan
struktur tanah, mengurangi patogen, terutama yang menginfeksi batang dan akar tanaman.
Johnson
et al. (1999), dalam penelitiannya
diperoleh produksi kacang buncis
meningkat bila ditanam secara rotasi dibandingkan dengan penanaman
secara terus menerus secara monokultur dan berkorelasi dengan tertekannya
penyakit dan nematoda parasit tumbuhan.
Johnson et al. (1999)
melaporkan, dengan rotasi tanaman mampu menekan dua patogen utama pada tanaman
kacang tanah yaitu nematoda puru akar (M.
arenaria) dan patogen penyebab busuk batang southern (Sclerotium rolfsii). Lebih jauh Johnson et al. (1999) menjelaskan, rotasi kacang tanah selama dua tahun
dengan kapas (Gossypium hirsutum),
jagung, kacang castor (Ricinus communis)
atau bahingrass mengurangi terjadinya
busuk batang dan penurunan populasi M.
arenaria pada tanaman kacang tanah yang peka. Hal yang sama dilaporkan oleh
Timper et al. (2001), populasi M. arenaria pada tanaman kacang tanah
(P) yang ditanam secara rotasi dengan kapas (Ct) selama dua tahun (Ct-Ct-P)
lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kacang tanah yang dirotasi dengan jagung
(C-C-P) atau bahingrass (B-B-P) atau
dengan tanaman kacang tanah yang ditanam terus menerus secara monokultur
(P-P-P). Begitu juga dengan indeks puru akar karena infeksi M. arenaria pada tanaman kacang tanah
yang dirotasi dengan kapas selama dua tahun lebih rendah dibandingkan pada
tanaman kacang tanah yang dirotasi dengan
jagung atau bahingrass atau kacang tanah terus menerus secara
monokultur, tetapi kepadatan endospora P.
penetrans lebih tinggi pada pertanaman monokultur dibandingkan dengan
rotasi tanaman.
Rotasi tanaman budidaya seperti kacang tanah dapat juga
dilakukan dengan tanaman rumput (Panicum
virgatum) seperti yang dilakukan Kokalis et al. (2002). Hasil penelitiannya diperoleh rumput tidak mendukung
perkembangan populasi nematoda puru akar (Meloidogyne
spp.) tetapi mendukung perkembangan populasi nematoda non parasit. Kacang tanah
yang tidak diaplikasi dengan nematisida diikuti dengan penanaman rumput selama
dua tahun mempunyai populasi nematoda yang sama dengan kacang tanah yang
ditanam secara terus menerus dengan penggunaan nematisida. Lebih jauh
dijelaskan, rotasi tanaman juga menyebabkan perubahan di dalam ekologi rizosfir
dan geokarposfir mikroba. Komunitas geokarposfir yang berkembang mengikuti
rotasi tanaman rumput selama satu tahun berbeda dengan struktur komunitas
geokarposfir pada tanaman kacang tanah yang ditanam secara terus menerus. Perubahan dalam komunitas ini berasosiasi dengan
perubahan di dalam populasi nematoda parasit tumbuhan.
Fortnum et al. (2001)
melaporkan, tanaman tembakau yang dirotasi dengan kapas, sorgum, jagung dan rye-fallow sebelum tembakau ditanam
menghasilkan produksi tembakau lebih tinggi dari pada tanaman tembakau yang
ditanaman secara terus menerus pada plot yang berisi M. arenaria, M. javanica dan M. incognita.
Selanjutnya dijelaskan jumlah massa telur dan indeks puru akar pada tanaman
tomat yang ditumbuhkan di tanah bekas jagung, sorgum, kapas dan rye-fallow lebih sedikit dibandingkan
jumlah massa telur dan indeks puru akar dari tanah yang ditanami tembakau
secara terus menerus. Populasi Meloidogyne spp. (J2) lebih rendah pada
tanah yang ditanami sorgum daripada tanah yang ditanami kapas, jagung dan rye-follow.
4.
Solarisasi Tanah
Solarisasi
tanah adalah suatu metode pasteurisasi yang efektif untuk menekan banyak
spesies nematoda. Tetapi metode ini efektif bila cukup cahaya matahari pada
musim panas. Tanah diberi plastik transparan selama 6-8 minggu. Panas matahari akan
diperangkap oleh plastik, sehingga menaikkan temperatur tanah (Dufour et al. 1998 : Agrios, 1997).
Peningkatan temperatur tanah
menghasilkan penurunan populasi gulma dan patogen tumbuhan termasuk fungi,
bakteri dan nematoda. Secara tidak langsung patogen-patogen ini menjadi inaktif
karena panas, patogen tular tanah juga menjadi lemah dan sensitif terhadap
fumigasi tanah, organisme yang lain atau perubahan atmosfir di dalam tanah
karena perubahan temperatur tanah.
Pinkerton (2000) melaporkan,
perlakuan dengan solarisasi tanah, solaraisasi tanah dan tanaman penutup tanah
serta fumigasi dengan metam sodium menghasilkan penurunan kepadatan populasi Phytophthora cinnamoni dan Verticillium dahliae pada kedalamam
tanah 5 dan 10 cm. Kepadatan populasi P. penetraans menurun pada kedalaman di
atas 30 cm dari permukaan tanah dengan solarisasi. Solarisasi untuk 8 minggu
selama musim panas dapat dijadikan alternatif pengelolaan beberapa patogen
tular tanah yang penting di Western Oregon.
Perlakuan
panas lebih efektif di tanah lembab daripada di tanah kering, karena terjadi
peningkatan konduktivitas thermal dan aktivitas metabolik dari organisme
target. James & Charles (2000) dalam Jaacov
& James (2000) melaporkan, bahwa terjadi penurunan populasi kista, telur
dan larva H. cajani yang lebih besar
setelah perlakuan solarisasi pada tanah yang beririgasi dari pada tanah kering. Lebih jauh James & Charles (2000) dalam Jaacov & James (2000)
menjelaskan, pengendalian nematoda memperoleh hasil yang sangat baik bila
solarisasi di kombinasikan dengan nematisida dosis rendah, seperti metil
bromoda, etilen dibromida, 1,3-dikloropropen dan etoprop. Pengendalian dengan
perlakuan kombinasi seperti di atas akan lebih efektif bila sedikit pestisida yang diberikan ke tanah,
karena hal tersebut akan mengurangi potensial polusi tanah, air dan
fitotoksisitas. Pengurangan populasi serangga hama dan patogen lain untuk waktu
yang lama mungkin disebabkan terjadinya peningkatan stimulasi dari
mikroorganisme yang antagonis setelah
solarisasi. Mikroorganisme yang teradaptasi untuk bertahan hidup dari pengaruh
solarisasi umumnya menjadi kompetitif antagonis yang tinggi.
Fortnum et al. (2000) melakukan penelitian pengaruh solarisasi
terhadap nematoda puru akar pada tanaman tomat. Hasil penelitian didapatkan
tanaman tomat tumbuh lebih baik pada tanaman yang diberi plastik putih
dibandingkan dengan tanaman yang diberi plastik merah dan hitam. Hal mungkin
disebabkan pada plastik putih refleksi cahaya untuk fotosintesa lebih baik
daripada plastik berwarna, sehingga berat tunas, berat akar dan lebar daun
lebih baik. Plastik berwarna merubah respon tanaman terhadap infeksi nematoda
puru akar melalui perubahan distribusi massa tunas axilari. Luas daun dan berat
daun lebih tinggi pada tanaman tomat yang diberi plastik putih dibandingkan
pada tanaman yang diberi plastik merah.
Indeks puru akar lebih rendah pada tanaman yang diberi plastik putih bandingkan
tanaman yang diberi plastik merah.
Dufour et al. (1998)
melaporkan penggunaan plastik merah dapat menekan populasi nematoda puru akar
pada tanaman tomat. Selain itu plastik merah dapat memantulkan cahaya sehingga
tanaman dapat tumbuh lebih baik. Lebih jauh Dufour et al. (1998) menjelaskan, tanaman memberikan sedikit energi ke
dalam sistem akarnya yang merupakan sumber makanan bagi nematoda. Akibatnya
nematoda kesulitan untuk mengambil makanan dari akar. Pada penelitian yang lain
Dupour et al. (1998) menjelaskan,
tanaman tomat yang diberi plastik merah atau hitam dan diinokulasi dengan
nematoda, maka pada tanaman yang diberi plastik hitam dan diinokulasi dengan
200.000 telur nematoda produksi tomat 4
kg sedangkan pada plastik merah
produksi tomat mencapai 8,5 kg.
IV.
PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapat diketahui patogen tular tanah
umumnya dan nematoda parasit khususnya akan menginfeksi tanaman bila kondisi
tanah tidak baik, seperti drainase yang jelek,
struktur tanah yang jelek, rendahnya kandungan bahan organik di tanah
tersebut, dan kerusakan tanah lainnya.
Semua praktek-praktek
budidaya pertanian akan berpengaruh terhadap karakteristik fisik tanah yang
akan berpengaruh juga terhadap mikroorganisme tanah. Implementasi dari
pengelolaan tanah sehat ini akan dapat menurunkan tingkat keparahan penyakit
pada tanaman budidaya, sehingga produksi dapat ditingkatkan dan tanah yang
sehat tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology, 4th edition. Academic
Press, New York.
Akhtar, M. 2000. Effect of organic and urea
amendments in soil on nematode communities and plant growth. Soil Biology and
Biochemistry 32: 573-575.
Abawi, G.S & T.L. Widmer. 2000. Impact of
soil health management practices on soilborne pathogens, nematodes and root
diseases of vegetable crops. Applied Soil Ecology 15: 37-47.
Creamer, N.G ., Bennett, M.A & Stinner, B.R. 1997. Evaluation
of cover crop mixture for use in vegetables production systems. Hort. Science
32: 866-870.
Chen, J ., Abawi, G.S & Zuckerman, B.M. 2000. Efficacy of Bacillus thuringiensis, Paecilomyces marquandii and Streptomyces costaricanus with and
without organic amendment againts Meloidogyne
hapla infecting lettuce. Journal of
Nematology 32: 70-77.
Doran, J.W & M. Safley. 1998. Defining
and Assessing Soil Helth and Sustainable Productivity. Pp. 1-28. In. Pankhurst, C ., B.M. Doube &
V.V.SR. Gupta. 1998. (Eds.). Biological Indicators of Soil Health. CAB
International.
Dufour, R ., Richard, E ., George Kuepper & Lane
Greer.
1998. Alternative nematode control : pest management technical note. www.attra.ncat.org.
Dikunjungi Senin, 18 Nopember 2002.
Fortnum, B.A ., S.A. Lewis & A.W. Johnson. 2001. Crop
rotation and nematicides for management of mixed populations of Meloidogyne spp. on tobacco. Journal of
Nematology 33 (45) : 318-324.
Hall, F.R & Julius. J. Menn.1999.
Biopesticides : use and delivery. Humana Press, Totowa, New Jersey.
Johnson, A.W., Minton, N.A., Brenneman, T.B., Burton,
G.W., Culbreath, A.K., Gascho, G.J
& Baker, S.H. 1999. Bahiagrass,
corn, cotton rotation, and pesticides for managing nematodes, diseases and
insects of peanut. Journal of Nematology 31:
191-200.
James, J.S & Charles, M.H. 2000. Management
of Phytoparasitic Nematodes by Soil Solarization. Pp. 51-59. In. Jaacov, K
& James, E. Devay. 2000. Soil Solarization (Eds.). CRC, Florida.
Kimpinski, J ., W.J. Arsenault ., C.E. Gallant &
J.B. Sanderson. 2000. The effect of marigolds (Tagetes spp.) and other covet crops on Pratylenchus penetrans and on following potato crops. Journal of
Nematology 32 (4S): 531-536.
Kokalis, N.B., W.F. Mahaffee ., R. Rodriguez-Kabana .,
J.W. Kloepper & K.L. Bowen. 2002. Effect of switchgrass (Panicum virgatum) rotation with peanut (Arachis hypogaea L.) on nematode
populations and soil microflora. Journal of
Nematology 34(2) : 98-105.
McSorley, R & J.J. Frederick. 1999. Nematode
population fluctuation during decomposition of specific organic amendment.
Journal of Nematology 31(1) : 37-44.
Magdoff, F. 2001. Concept, components and strategies
of soil health in agroecosystems. Journal of Nematology 33 (4) : 169-172.
Prakash, A & Jagadiswari Rao. 1997. Botanical
Pesticides in Agriculture. Lewis Publishers, Tokyo.
Ploeg, A.T & Paulus. C. Maris. 1999. Effect of
temperatur on suppression of Meloidogyne
incognita by Tagetes cultivars. www.attra.ncat.org.
Dikunjungi 3 Oktober 2002.
Timper, P., N.A. Minton., A.W. Johnson., T.B.
Brenneman., A.K. Culbreath., G.W. Burton., S.H. Baker & G. Gascho. 2001. Influence
of cropping systems on stem rot (Sclerotium
rolfsii), Meloidogyne arenaria and
the nematode antagonist Pasteuria
penetrans in peanut. Plant Disease 85:
767-772.
Viaene, N.M & Abawi, G.S. 1998. Management
of Meloidogyne hapla on lettuce
inorganic soil wiyh sudangrass as a cover crop. Plant Disease 82:945-952.
Widmer, T.L & Abawi, G.S. 1998. Suppresive
mechanism of sudangrass incorporated as a green manure againts Meloidogyne hapla. Phytopathology 88: S97.