©
2002 Jupiter Sitorus Pane Posted: 18 December, 2002
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
December
2002
Dosen:
Prof
Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
Dr Bambang Purwantara
SIAPKAH KITA MEMASUKI ERA ENERGI NUKLIR ?
Oleh
:
Jupiter Sitorus Pane
NRP.
P026014061
E-mail : jupiter_pane@msn.com
ABSTRAK
SIAPKAH KITA MEMASUKI ERA ENERGI
NUKLIR? Dilema antara kebutuhan akan energi secara nasional untuk mendukung
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development) dengan kekuatiran masyarakat akan bahaya nuklir membuat
keputusan untuk memasuki era energi nuklir di Indonesia selalu mendapat tantangan. Dalam makalah ini diuraikan isu penting yang
berkaitan dengan keselamatan reaktor,
pengelolaan limbah, dan dampak radiasi terhadap lingkungan dengan tujuan agar
pembaca dapat memahami isu-isu tersebut dengan baik dan mempertimbangkannya
secara benar dalam rangka mendukung penyediaan energi nasional yang
berkelanjutan.
1. PENDAHULUAN
Krisis
energi yang pernah terjadi akibat embargo minyak bumi oleh negara-negara Timur
Tengah pada tahun 1973 yang diikuti oleh melonjaknya harga minyak bumi OPEC telah
menimbulkan kebingungan yang cukup menggelisahkan dunia. Kejadian ini telah
menyadarkan masyarakat dunia untuk membatasi penggunaan minyak bumi dan
memunculkan isu yang lebih rumit yaitu bagaimana masa depan penyediaan energi
dunia untuk waktu yang akan datang.
Itulah sebabnya muncul pemikiran untuk mencari sebanyak mungkin sumber
energi alternatif dunia, sehingga ketergantungan terhadap minyak bumi mulai
dapat dikurangi. Usaha ini antara lain dilakukan dengan mengembangkan
sumber–sumber energi alternatif seperti energi matahari, angin, biomassa,
tenaga panas bumi, batubara, tenaga air, dan nuklir [Spurgeon, 1987].
Secara
tradisional pertimbangan terhadap penggunaan energi umumnya dilakukan dengan
melihat harga yang termurah. Namun
setelah munculnya kesadaran masyarakat dunia untuk suatu bentuk dunia yang
bersih lingkungan dan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable
Development) maka faktor harga murah saja sudah tidak menjadi popular
lagi. Perhatian terhadap akibat
kerusakan yang ditimbulkan suatu kegiatan manusia sudah perlu diperhitungkan
dan diperkirakan sebagai biaya [Hans Blix, 1990]. Sebagai
contoh, konferensi Toronto, Kanada
merekomendasikan untuk mengurangi emisi CO2 dunia sebesar 4000 juta ton pada Tahun 2005.
Penggunaan
teknologi nuklir sebagai salah satu sumber energi bukanlah merupakan hal yang
baru. Teknologi ini sudah banyak
dipakai di Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Perancis, dan lain-lain.
Tabel 1 menunjukkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di dunia. Perancis sendiri menggunakan 76.4 %
dari sumber energinya berasal dari Energi Nuklir. Secara keseluruhan 15% dari pembangkit listrik tenaga nuklir
adalah dari tenaga nuklir. Hal ini berarti teknologi nuklir telah teruji dapat
digunakan sebagai sumber penghasil tenaga listrik yang handal dan aman.
Namun
untung tidak dapat diraih malang tidak dapat ditolak, kejadian kecelakaan Three
Mile Island di Amerika dan Chernobyl di Rusia telah menjadi titik balik bagi
perkembangan teknologi nuklir untuk listrik.
Banyak Negara mempertanyakan keandalan dan keamanan suatu instalasi
pembangkit listrik nuklir ini. Bukan
saja mempertanyakan tapi juga membuat kebijakan untuk mengurangi penggunaan
teknologi nuklirnya.
Yang menjadi permasalahan adalah apakah benar teknologi nuklir sudah sedemikian berbahayanya sehingga tidak layak dimanfaatkan untuk pembangkitan energi masa depan, khususnya di Indonesia? Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis memberanikan diri menulis makalah ini dengan dengan tujuan dapat
Tabel 1. Negara-negara yang mengoperasikan
dan sedang membangun PLTN serta
prosentase pasokan listriknya.
Negara |
PLTN beroperasi |
PLTN sedang dibangun |
Pasokan listrik PLTN, %
(TWh) |
||
Banyak unit |
Keluaran (Mwe) |
Banyak unit |
Keluaran (Mwe) |
||
I. AMERIKA
UTARA |
|
|
|
|
|
1. Amerika Serikat |
104 |
97411 |
- |
- |
19,8 |
2. Kanada |
14 |
9998 |
- |
- |
11,8 |
II. AMERIKA LATIN |
|
|
|
|
|
3. Argentina |
2 |
935 |
1 |
692 |
7,3 |
4. Meksiko |
2 |
1360 |
- |
- |
3,9 |
5. Brasil |
2 |
1855 |
- |
- |
1,4 |
III. EROPA BARAT |
|
|
|
|
|
6. Belgia |
7 |
5712 |
- |
- |
56,8 |
7. Perancis |
59 |
63073 |
- |
- |
76,4 |
8. Jerman |
19 |
21122 |
- |
- |
30,6 |
9. Spanyol |
9 |
7512 |
- |
- |
27,6 |
10. Swedia |
11 |
9432 |
- |
- |
39,0 |
11. Inggris |
35 |
12968 |
- |
- |
21,9 |
12. Swiss |
5 |
3192 |
- |
- |
35,5 |
13. Belanda |
1 |
449 |
- |
- |
4,0 |
14. Finlandia |
4 |
2656 |
- |
- |
32,1 |
IV. EROPA TIMUR |
|
|
|
|
|
15. Ceko |
5 |
2569 |
1 |
912 |
18,5 |
16. Slovakia |
6 |
2408 |
2 |
776 |
53,4 |
17. Bulgaria |
6 |
3538 |
- |
- |
45,0 |
18. Hungaria |
4 |
1755 |
- |
- |
42,2 |
19. Rumania |
1 |
650 |
1 |
650 |
10,9 |
20. Lithuania |
2 |
2370 |
- |
- |
73,7 |
21. Fed. Rusia |
29 |
19843 |
3 |
2825 |
14,9 |
22. Ukraina |
13 |
11207 |
4 |
3800 |
47,3 |
23. Slovenia |
1 |
676 |
- |
- |
37,4 |
24. Armenia |
1 |
376 |
- |
- |
33,0 |
V. ASIA |
|
|
|
|
|
25. Cina |
3 |
2167 |
7 |
6420 |
1,2 |
26. India |
14 |
2503 |
- |
- |
3,1 |
27. Iran |
- |
- |
2 |
2111 |
- |
28. Pakistan |
2 |
425 |
- |
- |
1,7 |
29. Jepang |
53 |
43491 |
4 |
3190 |
33,8 |
30. Korea Selatan |
16 |
12990 |
4 |
3820 |
40,7 |
31. Taiwan |
6 |
4884 |
2 |
2560 |
23,64 |
VI. AFRIKA |
|
|
|
|
|
32. Afrika Selatan |
2 |
1800 |
- |
- |
6,7 |
Total seluruh dunia |
438 |
351327 |
31 |
27756 |
( ) |
Sumber : Buletin IAEA, 43/4/2001
memberi pandangan ataupun masukan kepada pembaca umumnya dan peserta mata kuliah Falsafah Sains PPs 702 tentang beberapa isu penting yang berkaitan dengan keputusan memasuki era pembangkit tenaga tenaga nuklir (PLTN) di masa depan, khususnya untuk wilayah Indonesia. Untuk memudahkan pemahaman akan tulisan ini maka penulis menguraikan terlebih dahulu kebijakan energi nasional, kekuatiran masyarakat terhadap nuklir, diskusi tentang kebutuhan energi masa depan dan kekuatiran masyarakat tentang nuklir, dan penutup.
2. KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
Untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development ) pemerintah Indonesia telah menyusun kebijakan energi nasional dengan melakukan pendekatan yang integral ke semua sektor pembangunan dengan memperhatikan masalah konservasi dan daya dukung kapasitas lingkungan. Oleh karena itu ekspolitasi terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia haruslah optimal dengan memperhatikan kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. Untuk mendukung hal tersebut maka beberapa kebijakan haruslah disusun sehingga pemakaian sumber daya yang tak terbarukan haruslah sehemat mungkin, sedangkan sumber daya yang terbarukan digunakan sesuai dengan kapasitasnya. Kebijakan-kebijakan yang disusun tersebut tertuang dalam Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) yang terdiri dari lima prinsip kebijakan, yaitu diversifikasi energi, intensifikasi energi, konservasi energi, mekanisme pasar dan kebijakan lingkungan. Diversifikasi artinya menurunkan ketergantungan hanya pada beberapa sumber energi (minyak dan gas) dan kemudian menggantikan itu dengan sumber yang lain. Intensifikasi adalah meningkatkan dan mengembangkan eksplorasi sumber energi yang tersedia di Negara, konservasi artinya mengekonomiskan penggunaan energi dan meningkatkan efesiensi produksi energi.
Implementasi kebijakan energi meliputi beberapa aspek seperti membuat aturan, standard, sistem insentif dan desinsentif harga energi, dan penggunaan teknologi tepat guna. Teknologi tersebut haruslah :
a. teknologi yang menghasilkan pengganti minyak, sebagaimana minyak adalah energi yang tidak terbarukan
b. Teknologi yang mendukung penyediaan energi yang lestari (sustainable energy supply)
c. Teknologi energi yang bersih dan efisien untuk mendukung pelestarian lingkungan.
Dengan memperhatikan kebijakan di atas maka tim Nasional yang terdiri dari Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (DJMIGAS), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), Badan Pusat Statistik Nasional (BPS), PT. PLN (Persero) dan Organisasi Non-Pemerintah, telah melakukan prediksi penyediaan energi Nasional maupun Jawa dan Bali seperti pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Tahun
Gambar 1. Total Penyediaan Energi Listrik Nasional (TWh)
Tahun
Gambar 2. Total Penyediaan Energi Listrik Jawa-Bali
(Sumber : Soetrisnanto, A.Y, Perencanaan Energi Nasional Opsi Nuklir)
Dari kedua gambar di atas jelas bahwa kebijakan energi telah diarahkan untuk semakin mengurangi pemakaian energi yang tak terbarukan dan meningkatkan penggunaan energi yang terbarukan. Untuk memenuhi kebutuhan energi penduduk di masa mendatang maka mau tidak mau pengembangan sumber energi berupa gas, biomasa, dan air harus ditingkatkan pada tingkat tertentu. Namun peningkatan ini belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Hasil studi sensitivitas menunjukkan bahwa energi nuklir secara tekno-ekonomi sudah bisa dimanfaatkan dalam sistem kelistrikan pada tahun 2016 [Soetrisnanto, 2002].
3. KEKUATIRAN
MASYARAKAT TERHADAP BAHAYA NUKLIR
Tidak dapat dipungkiri bahwa kekuatiran masyarakat terhadap bahaya nuklir sangat beralasan mengingat beberapa bukti nyata dari korban pemboman Hirosima dan Nagasaki, kecelakaan Three Mile Island, dan Chernobyl. Beberapa isu penting yang sering muncul dikalangan masyarakat adalah permasalahan yang berkaitan dengan:
1.
Keselamatan
PLTN
2.
Penanganan
limbah nuklir
3.
Dampak
radiasi terhadap lingkungan
Berikut ini diuraikan masing-masing isu penting tersebut .
Keselamatan PLTN
Awal yang menarik untuk membahas keselamatan PLTN ini adalah kejadian kecelakaan PLTN Chernobyl dan Three Miles Island. Kejadian ini sangat menakutkan karena efeknya dapat menyebar ke tempat yang sangat luas. Kecelakaan Chernobyl pada tanggal 24 April 1986 telah menyebabkan 31 orang meninggal dan banyak lagi korban yang menderita baik berat maupun ringan. Oleh kecelakaan itu terpaksa dihentikan aktivitas penduduk yang bertani dan industri pada radius 30 Km dan dilakukan evakuasi terhadap 135.000 orang.
Dari hasil penyelidikan penyebab kecelakaan nuklir Chernobyl diketahui bahwa beberapa penyimpangan terhadap prosedur operasi telah menjadi penyebab kecelakaan yaitu [Supadi, 1990] :
1. bahwa seharusnya reaktor dihentikan untuk perawatan karena banyak elemen bakar nuklirnya sudah mencapai mencapai fraksi bakar 10.3 MW hari/Kg
2. sebelum reaktor dihentikan pimpinan unit meminta dilakukannya percobaan pada turbogenerator 8 untuk menguji apakah rotor turbin masih dapat memberikan suatu daya listrik pada unit sebelum berhenti
3. hal yang sangat fatal adalah bahwa untuk melakukan percobaan tersebut seharusnya dibuat prosedur operasi khusus dan sebelum dilaksanakan perlu mendapat penilaian dari tim ahli yang independen dan persetujuan dari badan pengawas tenaga nuklir, tetapi hal itu tidak dilakukan. Reaktor dijalankan sebelum mendapat persetujuan. Persetujuan artinya berbagai pihak telah mempelajari dan mempertimbangkan rencana operasi tersebut dengan prosedur khusus sehingga secara teknik keselamatan telah dapat dijamin aman.
Dengan tanpa persetujuan, beberapa sistem pengaman di bypass sebagai akibatnya sistem ini tidak dapat lagi merespon adanya koefisien hampa positif yang menyebabkan terjadinya kritikalitas. Dan kecelakaan itupun terjadilah.
Bagaimana sesungguhnya rancangan suatu reaktor PLTN sehingga dapat mengantisipasi suatu kecelakaan ?
Dalam merancang suatu reaktor sesungguhnya persyaratan-persyaratan desain sudah ditetapkan baik secara umum maupun secara khusus. Persyaratan-persyaratan ini akan mengikat suatu rancangan sehingga suatu rancangan tidak akan diijinkan difabrikasi bila persyaratan tersebut tidak dipenuhi.
Sasaran keselamatan yang harus dicapai adalah menjamin perlindungan personil, publik, dan lingkungan dengan memasang dan memelihara sistem pertahanan yang efektif terhadap bahaya radiologi. Untuk memproteksi bahaya radiasi maka sasaran yang ditetapkan adalah bahwa penyinaran radiasi terhadap personil dan publik harus tetap berada dibawah batas yang ditetapkan dan tetap dipertahankan sekecil mungkin yang dapat dicapai (ALARA) dan menjamin pencegahan penyinaran radiasi dalam kondisi kecelakaan. Dalam hal kecelakaan sasaran yang harus dicapai adalah menjamin bahwa tidak ada kecelakaan yang dapat terjadi, bila ada kemungkinan kecelakaan, walaupun sangat kecil, akibat radiasinya haruslah sekecil mungkin. Untuk kecelakaan dengan konsekuensi besar harus benar-benar dicegah sehingga kemungkinannya sangat kecil sekali [IAEA, 1988].
Komisi Regulasi Nuklir (Nuclear Regulatory Commission = NRC) Amerika menetapkan sasaran kualitatif resiko untuk individu dan masyarakat sebagai berikut :
Sasaran untuk individu ,
" Individual member of the public should be provided a level of protection from the consequences of nuclear power plant operation such that individual bear no significant additional risk to life and health"
Sasaran untuk masyarakat
" Society risk to life and health from nuclear power plant operation should comparable to or less than the risk of generating electricity by viable competing technologies and should not be a significant addition to other societal risks"
Sasaran ini kemudian dipertegas dalam bentuk kuantitatif yaitu
Untuk individu,
“The risk to an average individual in the vicinity of a nuclear power plant of promt fatalities that might result from reactor accidents should not exceed one-tenth of one percent (0.1%) of the sum of prompt fatalities risk resulting from other accidents to which members of US population are generally exposed”
Untuk Masyarakat,
“ The risk to the population in the area near a nuclear power plant of cancer fatalities that might result from nuclear power plant operation should not exceeded one-tenth of one percent (0.1%) of the sum of cancer fatalities risk resulting from all other exposed”
Persyaratan- persyaratan di atas bukanlah merupakan sebuah catatan biasa. Ia memiliki konsekuansi yang sangat tinggi yang menjadi dasar penilaian suatu PLTN dapat diijinkan dibangun atau tidak.
Bukti telah dilakukannya pemenuhan persyaratan di atas harus tertuang dalam suatu dokumen yang disebut Laporan Analisis Keselamatan masing masing untuk tahap desain, operasi, komisioning, dan dekomisioning. Pada laporan ini diuraikan dan dianalisis beberapa skenario kecelakaan yang mungkin terjadi dimulai dari kecelakaan yang ringan sampai pada yang terparah. Berdasarkan skenario ini seluruh sistem dan komponen dalam reaktor dirancang dengan tujuan menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi.
Kalaupun akhirnya terjadi kecelakaan maka sistem pertahanan berlapis yang menjadi dasar rancangan suatu instalasi nuklir akan mencegah terjadinya pelepasan dampak radiasi ke lingkungan. Pertahanan berlapis ini terdiri dari pencegahan keluarnya paparan radiasi oleh (1) matrik bahan bakar, (2) kelongsong elemen bakar, (3) sistem primer dan bejana tekan, (4) pengungkung ke lingkungan sekitar PLTN. Sebagai contoh diimplementasikannya sistem pertahanan berlapis ini adalah pada kecelakaan Three Mile Island. Walaupun kecelakaan ini sudah sangat hebat diberitakan ternyata radiasi yang dikeluarkan ke lingkungan rata-rata 1,25 mrem tiap orang atau sama dengan 5 kali resiko menyebrang jalan, atau 4 kali hisapan rokok. Ini sangat berbeda dengan kecelakaan Chernobyl. Rusia tidak mengharuskan reaktor nuklir memiliki pengungkung sehingga pada kecelakaan Chernobyl jumlah paparan yang keluar ke lingkungan sangat besar. Sejak terjadinya kecelakaan Chernobyl maka peraturan ketenaga nukliran Internasional diseragamkan dimana setiap reaktor yang dibangun diharuskan memakai sistem pengungkung untuk keselamatan lingkungan.
Jadi kecelakaan yang terjadi pada suatu reaktor nuklir sesungguhnya sudah dianalisis dan kemudian diantisipasi pencegahannya, dimulai dari tahap rancangan baik secara teknik maupun secara administrasi atau prosedur. Untuk memantau terus menerus perkembangan suatu rancangan tidak menyimpang dari persyaratan maka prosedur pembuatan laporan analisis keselamatan dilakukan secara interaktif antara perancang dengan ahli keselamatan reaktor. Bila hasil rancangan setelah dianalisis tidak memenuhi persyaratan keselamatan maka rancangan tersebut harus diubah sesuai dengan saran ahli. Demikian terus menerus rancangan dimonitor oleh ahli keselamatan.
Setelah proses rancangan ini selesai maka evaluasi lebih formal dilakukan oleh pihak pemberi ijin untuk memberikan persetujuan.
Penanganan Limbah
Limbah radioaktif
yang dikeluarkan oleh suatu proses nuklir dapat berbentuk cair maupun
padat. Berdasarkan aktivitas radiasi limbah ini
digolongkan dalam limbah aktivitas rendah, menengah, dan tinggi. Limbah nuklir tidak boleh dibuang ke
lingkungan secara langsung tetapi harus diolah terlebih dahulu melalui reduksi
volum dengan metode isinerisasi, kompaksi, pengendapan kimia, dan ultra
filtrasi.
Kriteria
penanganan limbah tidak berbeda dengan penanganan suatu instalasi nuklir yaitu
tidak boleh menyebabkan kerusakan pada individu dan masyarakat dan kalaupun
terjadi kecelakaan maka akibatnya tidaklah boleh melebihi batas ambang
keselamatan manusia dan lingkungan.
Dengan
kriteria kriteria inilah dilakukan berbagai bentuk pengelolaan limbah bahan
radioaktif dimulai dari saat pelepasannya sampai pada penyimpanan akhir. Teknologi yang digunakan untuk penyimpanan
limbah haruslah teknologi yang sudah terbukti (proven). Saat ini teknologi
untuk menyimpan limbah nuklir selama 1000 tahun sudah dikuasai.
Dari
sisi limbah nuklir dalam bentuk bahan bakar bekas, ada 3 cara pengelolaan bahan nuklir dilakukan yaitu :
· Daur bahan nuklir sekali pakai. Setelah bahan bakar selesai dipakai maka langsung disimpan ke tempat penyimpanan tanpa olah ulang.
· Daur bahan bakar tertutup. Setelah bahan bakar dipakai, maka sisa-siasanya dikumpulkan kembali untuk diolah ulang menjadi bahan bakar yang baru.
· Daur bahan bakar terbuka. Dalam daur ini bahan bakar bekas dapat diolah ulang ataupun tidak. Untuk sementara penyimpanan dilakukan di penyimpanan sementara yang dikhususkan bagi limbah PLTN. Usia penyimpanannya dapat berjangka 30-40 tahun. Metoda ini adalah metode yang paling luwes dipakai.
Ke tiga reaktor riset yang ada di Indonesia yaitu Reaktor Triga 2000 Bandung, Reaktor Kartini Jogyakarta, dan Reaktor G.A. Siwabessy menganut sistem pengelolaan yang ke tiga karena ada kemungkinan bahan bakar bekasnya di reeksport ke Negara pemasoknya untuk olah-ulang atau tujuan lain seperti penyimpanan permanen.
Radiasi dan Pengaruhnya Terhadap
Kesehatan dan Lingkungan
Secara fisika pengaruh bahan radioaktif ditandai dengan kemampuan bahan tersebut memancarkan sinar radiasi pengion baik oleh peristiwa peluruhan dari unsur yang tidak stabil ke unsur yang lebih stabil di alam maupun dari buatan manusia.
Sumber radiasi alamiah berasal dari batuan atau tanah seperti Uranium, Radium dan Thorium, sinar kosmis dari matahari dan bintang. Sedang yang berasal dari buatan manusia adalah reaktor nuklir baik sebagai reaktor riset maupun reaktor daya dan senjata nuklir. Ada dua bentuk penyinaran radioaktif yang mempengaruhi jaringan hidup yaitu penyinaran internal dan penyinaran eksternal. Penyinaran internal adalah penyinaran radioaktif yang berada dalam makhluk hidup akibat terserap atau ditelan, atau terkumpul dalam jaringan. Hal ini umumnya berlaku bagi penyinaran radiasi yang berdaya tembus pendek seperti sinar Alpha dan Beta. Kedua, penyinaran eksternal adalah penyinaran radioaktif yang mempengaruhi makluk hidup atau organisme melalui keberadaannya di luar jaringan. Penyinaran ini adalah penyinaran yang memiliki daya tembus tinggi seperti sinar Gamma. Ada penyinaran lain yang tidak menyebabkan ionisasi tapi keberadaannya dapat menyebabkan atom lain tidak stabil sehingga mampu memperoduksi bahan radoaktif lain. Unsur tersebut adalah neutron.
Penyinaran radiasi pengion dapat merusak proptoplasma maupun jaringan lain yang dapat menyebabkan kerusakan kulit, mata, rambut rontok, kanker, dan bahkan kematian.
Sesuai
dengan sifat bahan radioaktif yang dapat berinteraksi dengan materi maka
kehadiran bahan radioaktif alam dapat mempengaruhi lingkungan. Bila bahan radioaktif (radionuklida)
terbuang ke alam maka unsur tersebut akan tersebar dan terlarut , tetapi dapat
pula tertimbun dalam organisme hidup selama rantai makanan. Senyawa radionuklida dapat pula terkumpul dalam air, tanah, endapan atau
udara. Hal ini terjadi bila masuknya ke
alam melebihi kecepatan penguraian radioaktif alam dalam jumlah yang amat
tinggi, dan sebagai akibatnya akan mengembalikannya kepada manusia sebagai
ancaman yang mematikan.
Dengan adanya radiasi yang berasal dari alam berarti pada hakekatnya manusia sudah terkena radiasi setiap saat. Mengapa manusia dapat bertahan hidup sehingga tidak semua orang terkena penyakit akibat radiasi, seperti kanker? Jawabnya adalah pada 'faktor kemungkinan terjadinya akibat.' Sebagai contoh kemungkinan seseorang terkena kanker dari setiap partikel radiasi adalah 1/30.000.000.000.000.000. Artinya tidak semua partikel radiasi langsung menyebabkan kanker.
Untuk perbandingan didefenisikan paparan radiasi 1 mili rem sama dengan tumbukan 5.000.000.000 partikel. Setiap orang selama hidupnya rata-rata mendapat paparan radiasi rata-rata 100 mrem/tahun ditambah dengan kemungkinan pemeriksaan sinar roentgen menjadi rata-rata 150 mrem pertahun. Untuk usia seseorang mencapai 67 tahun maka total radiasi yang diperolehnya adalah 10000 mrem.
Oleh karena itu kemungkinan seseorang terkena kanker
ganas oleh setiap 1 mrem radiasi alam adalah 1 (satu) dari 1600. Artinya kontribusi kanker ganas oleh
radiasi alamiah jauh lebih kecil dari 1%.
Suatu cara lain untuk membandingkan bahaya radiasi terhadap aktivitas lain adalah dengan membandingkan tingkat resiko pada bidang lain. Sebagai contoh radiasi sebesar 1 mrem menurunkan harapan hidup sebesar 1.5 menit. Aktivitas lain yang mempunyai dampak mengurangi harapan hidup 1.5 menit adalah :
1. menyebrang jalan 4 kali
2. merokok 3 kali hisapan
3. berat badan lebih sebesar 10 kalori
4.
memperpanjang
jarak tempuh lalu lintas sebesar 5 km.
Merokok satu batang sampai habis sama dengan
resiko 10 mrem radiasi. Kalau dibandingkan dalam milirem maka resiko seseorang
kelebihan berat badan per penambahan 0.5 Kg adalah 30000 mrem, tidak
menggunakan sabuk pengaman mobil 50.000 mrem.
Artinya kelebihan berat badan
dan merokok justru memiliki resiko yang jauh lebih besar dari resiko terkena
radiasi alam.
Bila polusi yang dikeluarkan oleh pembangkit
listrik di luar PLTN diekivalenkan dengan besaran mrem maka perbandingan resikonya
:
1.
Polusi
udara dari pembakaran batu bara 150 mrem/tahun
2.
Polusi
udara dari bahan bakar minyak 60 mrem/tahun
3.
polusi
udara karena asphyration karena gas 20 mrem/tahun
4.
elektrokusi,
resiko meninggal karena arus listrik 70 mrem/jam
5.
Tinggal
disekitar PLTN maksimum 5 mrem/tahun (ditetapkan sebagai criteria desain)
Sebagai
perbandingan dapat ditunjukkan bahwa pada kecelakaan Three Mile Island, radiasi yang dikeluarkan rata-rata hanya
1.25 mrem/orang.
Dari
sisi lain, dampak operasi PLTN dan Batubara dapat dibandingkan sebagai berikut.
Dalam operasi normal PLTN, hasil
pembakarannya selalu disimpan dalam teras reaktor sedangkan dalam operasi
normal PLTU maka hasil pembakaran harus dikeluarkan secara terus menerus
melalui cerobong yang notabene mengandung S02, NOx, dan
CO2 . Pembuangan S02 dan NOx
ke udara akan sangat menyebabkan hujan asam,
sedang pelepasan CO2 akan menimbulkan pemanasan Gobal.
4. DISKUSI
Kejadian
kecelakaan Three Mile Island dan Chernobyl
bukan saja dilihat dari sudut kerugian yang diakibatkannya, tapi juga perlu dilihat dari segi kontribusinya pada perkembangan teknologi
nuklir. Dengan kecelakaan tersebut
beberapa teknologi sistem keselamatan telah dikembangkan untuk mengantisipasi
kejadian-kejadian kecelakaan yang pernah terjadi demikian pula
prosedur-prosedur yang mengatur pengoperasiannya.
Generasi
baru PLTN [Rhodes, 2002] sudah dikembangkan dengan menambahkan faktor
keselamatan inheren, ketahanan dan kemudahan operasi sehingga dapat
mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang pernah
dialami pada Chernobyl dan Three Miles Island.
Beberapa pemikiran telah dikembangkan untuk membuat reaktor yang kecil
kecil sehingga dapat dengan mudah digunakan di daerah-daerah yang sulit
memiliki infrastruktur nuklirnya.
Dengan
memperhatikan kebutuhan energi nasional maka untuk mencapai pembangunan yang
berkelanjutan yang memperhatikan lingkungan,
beberapa alternatif sumber enegi harus digalakkan, salah satu diantaranya adalah sumber energi
yang berasal dari nuklir. Hasil studi
oleh tim nasional seperti yang telah diuraikan terdahulu menyebutkan sebaiknya
Indonsia memulai program energi nuklir pada tahun 2016 agar dapat memenuhi kebutuhan energi nasionalnya. Permasalahannya siapkah kita memasuki era
nuklir di Indonesia ?
Apabila
kita memandang berbagai Negara yang sudah mengunakan energi nuklir seperti
Amerika, Jepang, Perancis, Cina, Slovakia dan lain-lain sebenarnya kita tidak
perlu kuatir lagi akan keandalan teknologi nuklir dalam menghasilkan energi. Kecelakaan yang terjadi tidak ada bedanya
dengan kecelakaan yang terjadi pada sumber-sumber energi lainnya, namun yag perlu dicatat bahwa kecelakaan
yang diakibatkan oleh nuklir masih jauh lebih kecil dari kecelakaan yang
diakibatkan oleh sumber energi lain bahkan oleh kecelakaan dari akibat merokok.
Secara
akumulatif industri nuklir menunjukkan bahwa selama 3800 reaktor-tahun PLTN di
seluruh dunia tidak pernah terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian
karena radiasi. Kenyataan ini baru berubah
setelah 26 April 1986 dimana terdapat korban meninggal 31 jiwa dan korban
lainya di daerah sekitar 30 km areal PLTN.
Bila
dibandingkan dengan musibah Bhopal, India maka jumlah kematian yang diakibatkan
kecelakaan nuklir sangat kecil.
Kecelakaan pabrik kimia ini menelan korban meningal 2000 orang. Korban
meninggal akibat kecelakaan meledaknya mobil tangki yang membawa chlor di
Messasauge Canada telah menyebabkan dievakuasinya sebanyak 240.000 penduduk
sekitar.
Walaupun
fakta yang dikemukakan di atas cukup valid namun penerimaan masyarakat terhadap
energi nuklir masih belum meyakinkan.
Preferensi masyarakat yang sangat trauma dengan peristiwa Hirosima dan
Nagasaki menyebabkan sulit diterimanya energi Nuklir. Ini tidaklah mengherankan karena penampilan pertama bahan
radioaktif memang sudah menunjukkan kondisi yang sangat menyeramkan, seperti pada saat radiasi nuklir ditemukan
justru keberadaannya terlihat setelah diketahui peningkatan jumlah penderita
penyakit kulit dan kanker, dilanjutkan dengan kejadian bom Hirosima dan
Nagasaki. Preferensi inilah yang sangat
kuat melekat.
Akhirnya kita diperhadapkan pada
kenyataan hidup untuk penyediaan energi generasi sekarang dan generasi
mendatang. Eksploitatasi sumber alam secara berlebihan akan mempercepat
habisnya persediaan sumberdaya alam secara nasional dan dapat meningkatnya
pencemaran global; atau mencoba mengunakan energi altenatif seperti nuklir dan
menjadikan preferensi masyarakat yang sudah tertanam selama ini sebagai dorongan untuk terus menerus
meningkatkan keselamatan reaktor.
4. PENUTUP
Tanpa bermaksud untuk mengubah
preferensi kita semua, penulis sangat
berkeyakinan bahwa dari pengalaman sebagai pekerja di suatu instalasi reaktor
berdaya 30 MW penulis mendapat kesan bahwa tingkat keselamatan operasi reaktor
sangat tergantung pada kedisiplinan pimpinan puncak dan pekerja reaktor dalam menerapkan prosedur-prosedur operasi
yang telah ditetapkan termasuk perawatannya.
Dari pengalaman mengikuti
pembangunan dan pengoperasian reaktor selama 15 tahun terlihat bahwa pertemuan
harian untuk membahas kondisi reaktor secara umum dan laporan hasil monitoring, inservice surveillance dan perawatannya dapat diketahui secara dini penyimpangan-penyimpangan fungsi yang
mungkin terjadi pada sistem dan komponen reaktor dan langsung dapat dilakukan
tindakan koreksi. Dengan demikian kondisi reaktor dapat terpantau secara terus
menerus.
Dari sisi pengalaman mengoperasikan
dan merawat 3 reaktor riset di Indonesia yaitu reaktor Triga 2000, Reactor
Kartini, dan Reaktor RSG-GAS Serpong, para pekerja nuklir minimum sudah
terlatih sekaligus sudah memiliki konsep berpikir bagaimana bekerja di suatu
instalasi reaktor. Hingga saat ini belum ada kecelakaan yang terjadi yang
menyebabkan keluarnya paparan radiasi kepada masyarakat. Pengalaman mengoperasikan dan merawat
reaktor ini kemudian dapat ditingkatkan bila kita masuk ke era energi
nuklir.
Bagaimana dengan masyarakat, siapkah ? Karena tujuan pembangunan adalah kesejahteraan masyarakat, maka kalau masyarakat malah menjadi gelisah oleh kehadiran instalasi nuklir sebaiknya rencana tersebut ditunda. Tetapi bila masyarakat dapat memahami kontribusi yang diberikan oleh alternatif energi tersebut dan usaha-usaha yang dilakukan untuk mejamin keselamatannya, maka marilah kita memasukinya menuju masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keeny, SM, 1977, Nuclear Power Issues and Choices, Ford Foundation, USA.
2. IAEA, 1988, Code on the Safety of Nuclear Power Plant: Design, Vienna.
3. IAEA, Nuclear Power Status Around The World, Bulletin Vol 43. Vienna.
4. Blix, H, 1990, Energi, Pembangunan, dan Lingkungan, LSM Perintis, Jakarta.
5. Iskandar, A, Subki IR, Wardojo, A, Mulyanto, Kasim, M, 1996, Prospect and Potential of Nuclear Power Plants in Indonesia, Presented at German-Indonesia Seminar on Safety Aspect of Nuclear Power Plant, Jakarta.
6.
LSM
PERINTIS, 1990, Diskusi informal Nuklir dan Kebijaksnaan Energi di Indonesia,
Laporan Kegiatan
7.
Soetrisnanto
A.Y, 2002, Perencanaan Energi Nasional
Opsi Nuklir, dipresentasikan pada Seminar ke-8 Teknologi Keselamatan PLTNserta
Fasilitas Nuklir, Jakarta.
8.
Supadi
S, 1990, Permasalahan Dalam rangka
Introduksi Energi Nuklir di Indonsia,
Jakarta
9. Rhodes, R, Beller D, 2002, The need for Nuclear Power, http://www.nci.org/conf/rhodes/