© 2003 Johanes Judiono Posted 17 January, 2003
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
Januari 2003
Dosen:
Prof Dr Ir
Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Oleh:
1.1 Latar Belakang
Tidak
mudah untuk mendapatkan batasan geografis dari Kepulauan Spratly yang
disepakati bersama, tetapi tampaknya batasan yang digunakan oleh Dieter Heinzig
yang menyebutkan kepulauan tersebut sebagai suatu wilayah yang dibatasi 4° LU dan 109° BT ke arah Barat Laut antara 11° 31’ LU dan 117° BT, merupakan batasan yang cukup memadai. Kepulauan ini dibatasi oleh wilayah perairan dari beberapa
negara,yaitu:Philipina,Vietnam,Indonesia dan Malaysia. Kepulauan ini terletak kurang
lebih 1.100 Km dari pelabuhan Yu Lin (P.Hainan)RRC dan 500 Km dari pantai
Kalimantan bagian Utara.
Kepulauan Paracel terletak disebelah Utara Kep.Spratly yang berada pada posisi 15 derajat 14’dan 17 derajat 8°LU dan 112° 54°BT, terletak 277,8 Km (di Selatan P. Hainan)RRC.
Berdasarkan bukti bukti sejarah Cina, Kep. Paracel yang terletak 300Km sebelah tengggara pantai Cina telah dikuasai oleh Pemerintahan Dinasti Han antara 206 sebelum Masehi hingga 220 sesudah Masehi. Disebutkan pula oleh Direktur Institut Arkeologi Provinsi Guangdong;Gu Yunguan, 98% benda-benda yang telah ditemukan digugus Paracel merupakan mata dagangan buatan Cina. Sejak itu RRC terus melancarkan berbagai upaya demi membuktikan kedaulatannya atas Kep Paracel termasuk Kep.Spratly dengan berpegang pada dokumen sejarah dan peninggalan Arkeologi.
Sementara Vietnam, selain mendasarkan tuntutannya pada aspek Hukum Internasional juga mengkombinasikan dengan aspek Historis. Vietnam menandaskan sudah menguasai kepulauan itu sejak abad 17.Ada catatan sejarah mengungkapkan kepulauan yang juga disebut Hoang Sa dalam bahasa Vietnam (Xisha dalam bahasa Cina) masuk dibawah distrik Binh Son Vietnam.
Selain dengan Vietnam,RRC juga terlibat dalam sengketa klaim tumpang tindih di Laut Cina Selatan dengan Malaysia, Brunai Darussalam, Filipina dan Taiwan. Dikawasan ini tersebar sekitar 200 pulau yang sebagian besar tidak didiami karena merupakan pulau-pulau karang dan minim sumber air tawar.
Secara garis besar
tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh negara-negara tersebut dapat dikelompokan
sbb:
1.Terhadap Kep. Paracel :dilakukan oleh RRC dan Taiwan
2.Terhadap Kep. Spratly :melibatkan ke-enam negara
tersebut.
Namun yang paling
diperebutkan oleh negara-negara yang bersengketa adalah Kep. Spratly, karena
dari segi perdagangan dan pertahanan dianggap strategis (Merupakan jalur kapal
perdagangan internasioanal) dan memiliki kekayaan sumber daya alam berupa
minyak, gas dan tambang lainnya. Ini berarti mendapatkan kepulauan tersebut
sudah dapat diperkirakan akan mengurangi ketergantungan minyak dari
negara-negara Kawasan Teluk .(lihat gambar 1).
Kepulauan Pratas:3 dan Kepulauan Macclesfield:4
Perkiraan cadangan minyak di
Kep. Spratly 10 milyar ton, kalau RRC tidak dapat menemukan sumber minyak
didaratan,maka RRC harus mengimport 100 juta ton minyak pada tahun
2010.(International Herald Tribune tgl. 3 Juni 1995).
1.2 Laut Cina Selatan bagi Indonesia.
Kawasan Laut Cina
Selatan,bila dilihat dalam tata lautan
internasional merupakan kawasan bernilai ekonomis, politis dan strategis,
sehingga kawasan ini mengandung potensi konflik sekaligus potensi kerjasama.
Kebangkitan Cina akan menjadi salah satu perkembangan yang sangat menarik untuk
diamati bagi politik luar negeri Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.Sejak
RRC memeperkenalkan kebijaksanaan Empat Modernisasi pada tahun 1978, (Bidang
Politik,Ekonomi,Administrasi dan Pasar Keuangan)tampak jelas bahwa RRC akan
menjadi “Kekuatan Maritim” dan “Kekuatan Kontinental”.
Meskipun Indonesia bukan
merupakan penuntut atas gugus Kep. Spratly,akan tetapi Indonesia memiliki Fakta
sengketa bilateral dengan RRC terhadap landas kontinen disepanjang kawasan Laut
Cina Selatan.Hal ini tidak mencuat ke permukaan mengingat RRC tetap meyakinkan
Indonesia bahwatidak ada masalah perbatasan maritim dengan Indonesia di Laut
Cina Selatan.Padahal berdasarkan peta RRC pada tahun 1947 yang menunjukkan 9
(sembilan) garis putus-putus dan berebentuk lidah tersebut meliputi wilayah P.
Hainan sampai ke Pantai Kalimantan yang
mencakup Teluk Tonkin,Kep. Paracel dan Kep.Spratly. Demikian pula pada tahun
1995 berdasarkan Peta RRC menunjukkan bahwa ladang gas Natuna berada dalam
territorialnya,walaupun terletak lebih dari 1.000 mil sebelah selatan RRC.
Selain itu RRC pernah menyatakan klaim terhadap sebagian Laut Natuna sampai ke
perairan Pulau Bangka dan 20 mil dari Kalimantan Barat dan sekeliling
Vietnam.(lihat gambar 2)
Gambar 2. Gambaran Klaim yang mencakup Landas Kontinen & ZEE Indonesia
Laut Natuna sangat vital baik
bagi RRC maupun bagi Indonesia karena merupakan jalur utama menuju kota-kota
utama di Asia Timur.Gangguan terhadap komunikasi,pelayaran dan navigasi di kawasan
ini dan berbagai ketegangan yang diakibatkannya akan memberi dampak yang
merugikan bagi kepentingan Indonesia dan kestabilan regional.
Sesuatu yang sangat
mengkhawatirkan Indonesia dalam mencermati perkembangan sengketa di Laut Cina
Selatan tersebut adalah adanya dugaan penggunaan teknologi baru penambangan
dasar laut yang menjangkau HAK KEDAULATAN Indonesia. Sejak tanggal 8 Mei 1992
perusahaan minyak RRC(The Chinese National Offshore Oil Company) dengan
Crestone Energy Company dari Amerika Serikat telah melakukan Explorasi dan
Exploitasi minyak dan gas bumi di kawasan seluas 25.000 km2 dalam wilayah
Nansha di Barat Laut Cina Selatan yang dekat dengan Kep.Natuna.
2. Identifikasi masalah
Sengketa teritorial di kawasan Laut Cina Selatan khususnya
sengketa atas kepemilikan Kep. Spratly dan Kep Paracel mempunyai perjalanan
sejarah konflik yang panjang.Sejarah menunjukkan bahwa penguasaan kepulauan ini
telah melibatkan banyak negara al.: Inggris, Perancis, Jepang, RRC, Vietnam
yang kemudian melibatkan pula Malaysia,Brunai,Filipina dan Taiwan. Sengketa
teritorial dikawasan ini bukan hnya terbatas masalah kedaulatan atas
kepemilikan pulau-pulau, tetapi juga bercampur dengan masalah hak berdaulat
atas Landas Kontinen dan ZEE serta menyangkut penggunaan teknologi.
Dalam kaitan itu secara Hukum International (UNCLOS
1982),sesungguhnya Indonesia terlibat dalam sengketa mengenai hak atas Landas
Kontinen di kawasan Kep. Natuna.
Sengketa-sengketa
tersebut diatas terdiri dari:
a) Sengketa Bilateral antara:RRC-Vietnam,Filipina-Malaysia,Filipina-Taiwan,Filipina-
RRC,Malaysia-Vietnam,Filipina-Vietnam,Malaysia-Brunai,Taiwan-RRC dan
Indonesia-RRC.
b)
Sengketa antar Negara: Masalah sengketa antar negara di kawasan,sangat
terkait dengan aspek”NATIONAL INTEREST” masing-masing negara dalam mewujudkan
keinginan mempertahankan wilayah pengaruh(hegemoni)serta jaminan akan keamanan
pelayaran serta Explorasi sumber daya alam sebagai akibat yang disebabkan
posisi strategis dan vital di kawasan Laut Cina Selatan.
3. Tinjauan Epistemologi
RRC sangat berambisi dan berkepentingan untuk memasukkan
kedua kepulauan tersebut dalam wilayah maritimnya seluas 200 mil laut dalam UU
Maritim Cina yang baru.Hal ini terungkap pada sidang AIPO bulan September 1996
dimana Badan Kerja Sama Antar Parlemen(BKSAP)DPR RI memprotes upaya RRC
memasukkan Kep. Spratly dan Paracel dalam wilayah maritimnya melalui UU Maritim
Cina, karena kedua kepulauan itu masih disengketakan oleh beberapa negara
ASEAN.
Menurut Prof Wang Gung Wu(seminar di CSIS tgl. 16 Nopember 1997)bahwa Cina memiliki penduduk yang terbesar didunia(2 milyar jiwa),kekayaan alam yang besar dan kebudayaan serta tradisi yang tertua didunia.Setelah Reformasi, Komunis Cina mengalami transformasi dan sedang berkonvergensi kearah Kapitalisme yang melahirkan gagasan “One Country and Two System” yaitu adanya sistem kenegaraan dimana Sosialisme dan Kapitalisme dapat hidup berdampingan secara damai.Konsep Sosialisme yang bercirikan Cina, titik berat menekankan peranan swasta dan memeperkecil peranan negara.
Perestroika dan Glasnot yang membawa kehancuran Uni Sovyet kelihatannya menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi RRC untuk tetap mempertahankan “Sosialisme yang bercirikan Cina” berarti:Perekonomian bebas tetapi politik masih dikendalikan melalui Partai Komunis Cina(PKC).Bertahannya RRC sebagai Nation State sama dengan bertahannya PKC,jika PKC hancur seperti Partai Komunis Uni Sovyet(PKUS) maka RRC juga akan hancur berantakan seperti Uni Sovyet.Siapapun yang memimpin RRC,keberadaan PKC akan dianggap sebagai suatu kebutuhan.,denga perkataan lain bahwa:Bukan Cina menjadi Komunis,tetapi Komunis menjadi Cina.Reformasi yang telah terjadi di RRC kelihatannya tidak akan pernah terjadi sama dengan yang terjadi di Uni Sovyet atau dinegara manapun didunia.
Sejak tahun 1978 RRC telah menetapkan sebagai “Negara
Maritim’ dan telah menentukan Angkatan Lautnya pada tingkat “BLUE
WATER”(setingkat dengan AL dari AS dan Inggris).Angkatan Laut RRC konon
berambisi meningkatkan kehadirannya di kawasan Asia Tenggara dan Lautan Hindia.
Hal ini terlihat dari strateginya membangun dermaga secara signifikan dipantai
Timur dan Selatan yang dapat digunakan untuk kapal swasta maupun kapal Angkatan
Laut RRC.
Dalam bidang pendidikan RRC telah mengirim ribuan pemuda
berbakat ke Eropa Barat,Jepang dan AS guna menyerap Iptek dan mereka harus
kembali kedaerah asalnya.
Proyeksi
kekuatan dan struktur Angkatan Bersenjata RRC menganut sistem”Forward
Proyection and Small is beautiful” yang bertumpu pada pengembangan kekuatan
ANGKATAN LAUT dan peningkatan teknologi persenjataan melalui R&D.
Dari
gambaran tersebut diatas jelas bahwa wujud Geostrategi Cina adalah dengan
mempertimbangkan unsur atau kondisi Geopolitik Cina yakni yang bercirikan
Negara Maritim.
Mencermati
anatomi potensi konflik di Laut Cina Selatan,maka tidak terlepas pada upaya
negara-negara yang bersangkutan dalam mewujudkan “Politik Teritorial”nya.
Kondisi ini sangat menonjol mengenai masalah klaim wilayah teritorial Secara
faktual kondisi geografi dari kepulauan yang tersebar di kawasan itu,kebanyakan
terdiri atas karang yang tidak berpenduduk dengan tanah tandus yang tidak bisa
ditanami dan sebagian kekurangan air
tawar.
Sebagai gambaran ,pihak yang menguasai Kepulauan Paracel
dengan mudah bisa mengawasi navigasi di bagian Utara Laut Cina Selatan
sedangkan dengan menguasai Kep. Spratly bisa mengontrol rute maritim yang
menghubungkan Pasifik atau Asia Timur dengan Samudera Hindia.Disamping itu
secara psikologis bila pulau-pulau itu dikuasai,maka kepulauan itu dapat
dijadikan “batu loncatan” untuk menyerang daratan Asia.
Secara politis ketegangan hubungan antara negara-negara
pengklaim akibat dari sengketa wilayah di Laut Cina Selatan memiliki
kecenderungan yang kuat untuk berkembang menjadi sumber ketidak stabilan
kawasan.Ketidak stabilan ini semakin lama semakin mempengaruhi negara-negara
yang berdekatan dengan kawasan sengketa. Dan secara proximatis
geografi,Indonesia berada dekat sekali dengan kawasan Laut Cina Selatan baik
dalam konteksAsia Tenggara maupun Asia Pasifik.
Cina akan selalu menjadi lebih besar dan berpotensi untuk
menjadi kaya dan kuat.Beberapa pengamat Ekonomi Internasional meramalkan bahwa
abad 21 akan menjadi The Chinese Century.Untuk menghadapi RRC sebaiknya
negara-negara ASEAN bersatu padu untuk mengadakan hubungan yang baik dengan
Cina dalam segala kegiatan. Lebih baik menciptakan suasana dan iklim saling
mendukung daripada membiarkan persaingan tidak sehat yang bisa mengarah saling
merugikan bagi kedua belah pihak.
4. Kesimpulan
a. Kondisi Ekonomi dan
Kebutuhan RRC
Kemajuan dibidang ekonomi yang sangat fantastis kelak akan mendorong Cina untuk meningkatkan sektor industri dan menyusul proses modernisasi Angkatan Bersenjatanya. Untuk mendukung kegiatan tersebutRRC akan membutuhkan Energi Minyak,sehingga mau tidak mau RRC akan berpaling ke Kep. Spratly yang diperkirakan memiliki cadangan minyak sebesar 10 milyar ton.
Kemungkinan
telah terjadi penambangan dasar laut yang menjangkau hak Kedaulatan Indonesia,
karena RRC sejak 8 Mei 1982 telah mengadakan kerjasama dengan Amerika Serikat
di bidang exploitasi dan explorasi minyak dan gas bumi di wilayah Nansha di
Barat Laut Cina Selatan yang dekat dengan Kepulauan Natuna.
b. Kondisi perkembangan
Angkatan Bersenjata RRC.
Kehadiran AL RRC dikawasan Asia Tenggara dan Samudera Hindia menjadi salah satu sumber kekhawatiran utama negara Asia khususnya ASEAN..Pembangunan dermaga-dermaga dipantai Timur dan Selatan Cina kemungkinan bisa menjadi fasilitas Pangkalan terselubung bagi AL RRC.
c. Potensi konflik
dan kerja sama
Terhadap Kep Paracel yang melibatkan Taiwan dan RRC serta Kep. Spratly yang melibatkan enam negara., merupakan faktor kritis yang dapat menggoyahkan keamanan Regional yang terus berkembang secara tak menentu,oleh karena itu Indonesia sebagai negara yang terkemuka di Asean diharapkan dapat memelopori untuk mulai meningkatkan hubungan kerja sama dengan Cina dalam segala kegiatan terutama dibidang Ekonomi dan Militer dengan selalu mempertajam kewaspadaan mengenai apa yang berkembang di Kep.Spratly dan Paracel.
5. Daftar Pustaka
a.
Geoffrey Till; Maritime Strategy and the Nuclear Age,First Paperback
Edition,New York 1982
b. Etty R.Agoes;Masalah teritorial dan yurisdiksional di Laut Cina Selatan
dan upaya-upaya untuk mengatasinya; Pro Yustisia th XI, No.4, Oktober 1993.
c.
International Herald Tribune 3 June 1995
d.
BKSAP DPR RI protes upaya RRC;Media Indonesia 8 Nopember 1996
e. Prof. Wang Gung Wu,China’s place in the region:The search for allies and
friends, catatan seminar di CSIS pada tgl.16 Nopember 1997
f.
Abdul Rivai Ras; Konflik Laut Cina Selatan,PT Rendino Putra Sejati,cetakan
pertama 2001
g. Ermaya Suradinata dan Alex Dinuth;Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan
Nasional,cetakan pertama Mei 2001