© 2003 It Jamilah Posted 17 January,
2003
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca
Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Desember 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng
(Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
Dr Bambang Purwantara
[ ] |
Biofilms
Oleh :
Bio
G361020051
E-mail: it.jamilah@eudoramail.com
Pendahuluan
Biofilm adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menggambarkan suatu lingkungan kehidupan yang khusus dari
sekelompok mikroorganisme, yang melekat ke suatu permukaan padat dalam
lingkungan perairan. Hal ini menjadi mikrolingkungan yang unik dimana mikroorganisme
dalam biofilm berbeda secara structural
maupun fungsional dengan yang hidup bebas (planktonik).
Biofilm memberi dampak kepada
berbagai kehidupan sehari-hari, oleh sebab itu riset mengenai biofilm menjadi
penting dan memperoleh popularitas. Biofilm dapat tumbuh di berbagai permukaan,
termasuk batu dan air, gigi, makanan, pipa, alat-alat medis dan jaringan
implant. Walaupun biofilm biasanya mengakibatkan kerugian seperti infeksi,
adakalanya dia juga menguntungkan. Contohnya biofilm dapat untuk memurnikan air
dengan cara menguraikan senyawa-senyawa berbahaya dalam perairan. Sedangkan
efek negative biofilm diantaranya adalah kontaminasi air, makanan, gangguan
terhadap alat pendistribusian panas, dan kontaminasi peralatan medis serta
jaringan implant seperti infeksi jantung buatan. Kolonisasi ini dapat
menimbulkan operasi ulang, amputasi bahkan kematian. Dampak ini sudah menyita
perhatian banyak peneliti dari egara-negara maju tseperti Amerika, Australia,
Inggris terutama bidang-bidang terkait dengan mikrobiologi untuk menggali
proses terjadinya biofilm, keaneka ragaman spesies, faktor-faktor pemacu,
aakibat dan pengendalian biofilm.
Masalahnya sekarang seberapa jauh
peneliti di Indonesia menyadari fakta tentang biofilm sehingga kita akan
memfokuskan penelitian-penelitian terutama mikrobiologi dengan merujuk kepada
fakta yang sudah ada tentang biofilm. Karena kita akan dapat dikacaukan oleh
banyak penelitian selama ini yang berdasarkan kepada sel mikroorganisme yang
planktonik terutama yang bertujuan untuk pengendalian serta pemanfaatan.
Sedangkan bentuk kehidupan yang dominant dari mikroba di alam adalah
dalam bentuk biofilm (lebih dari 90%).
Selain itu biofilm mempunyai keunggulan dibandingkan sel planktonik
dimana dia lebih tahan terhadap bahan antimikroba, temperature, pH dll sampai
beberapa ribu kali. Maka akan sangat efektif bila pengendalian dan pemanfaatan
mikroba dilakukan terhadap mikrolingkungsn biofilm ini.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih
jauh pengertian biofilm, faktor yang mempengaruhi pembentukan, peranannya dalam
kehidupan manusia dan lingkungan.
Pengertian Biofilm
Biofilm terdiri dari sel-sel
mikroorganisme yang melekat erat ke suatu permukaan sehingga berada dalam
keadaan diam (sesil), tidah mudah lepas atau berpindah tempat (irreversible).
Pelekatan ini seperti pada bakteri disertai oleh penumpukan bahan-bahan organik
yang diselubungi oleh matrik polimer ekstraseluller yang dihasilkan oleh
bakteri tersebut. Matrik ini
berupa struktur benang-benang bersilang satu sama lain yang dapat berupa
perekat bagi biofilm.
Biofilm terbentuk khususnya secara cepat dalam sistim
yang mengalir dimana suplai nutrisi tersedia secara teratur bagi bakteri.
Pertumbuhan bakteri secara ekstensif disertai oleh sejumlah besar polimer
ekstraseluller, menyebabkan pembentukan lapisan berlendir (biofilm) yang dapat
dilihat dengan mata telanjang pada permukaan baik biotik seperti daun dan
batang tumbuhan air, kulit hewan-hewan air maupun abiotik seperi batu-batuan,
bagian bawah galangan kapal dll.
Bakteri di habitat alamiah umumnya
dapat eksis dalam dua lingkungan fisik yang berbeda:
(i) keadaan planktonik, berfungsi secara
induvidu dan
(ii) keadaan diam (sesil) dimana dia melekat ke suatu permukaan membentuk biofilm dan berfunsi sebagai komunitas yang bekerjasama dengan erat.
Kepadatan populasi yang rendah
adalah karakteristik umum dari
komunitas planktonik pada ekosistim mikroba di alam. Keadaan ologotropik dari ekositim ini
menyiratkan ketidakcukupan masukan nutrient
untuk mendukung aktivitas mikroba lebih jauh. Jika kepadatan populasi
rendah, kompetisi antara bakteri secara individu untuk ruang, oksigen, serta
faktor-faktor pembatas lainnya hanya sedikit. Pada keadaan planktonik,
kesempatan bagi induvidu untuk terpecah dari komunitas, khususnya oleh
arus dalam fasa berair, secara
relatif tinggi. Hal ini jugai dialami oleh bakteri yang
motil, termasuk respon khemotactic yang sejalan dengan gradien nutrien.
Pada air oligotropik bakteri tumbuh seara aktif walaupun lambat,
sedangkan banyak diantaranya tidak dapat mengambil makanan yang cukup untuk
mendukung pertumbuhan lalu hanya survive pada keadaan lapar. Keadaan
suvive-lapar ini memberikan beberapa kesimpulan adanya kemampuan bakteri untuk bertahan (revert)
dalam keadaan diam (sesil).
Seringkali kelaparan disertai
oleh mengecilnya ukuran dan respirasi endogenous, peningkatan hidrofobisitas
permukaan sel dan meningkatkan pelekatan. Faktor ini membuat bakteri cendrung
melekat ke permukaan padat, dimana kesempatan untuk mendapatkan nutrisi lebih tinggi.
Beberapa sel pada populasi yang berbeda dari bakteri
planktonik menempel ke berbagai macam permukaan. Pada sistim mengalir,
bakteri yang melekat memperoleh akses
ke sumber nutrien yang kontinyu yang dibawa oleh yang mengalir. Di laboratorium
ditemukan bakteri yang kelaparan, setelah melekat ke permukaan, tumbuh menjadi
ukuran yang normal kemudian memulai reproduksi sel. Pelekatan kontinyu dan pertumbuhan mendukung
pembentukan biofilm.
Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan
Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri
dan permukaan yang ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya faktor-faktor
yang meliputi kelembaban permukaan, makanan yang tersedia, pembentukan matrik
ekstraseluller (exopolimer) yang terdiri dari polisakarida, faktor-faktor
fisikokimia seperti interaksi muatan permukaan dan bakteri, ikatan ion, ikatan
Van Der Waals, pH dan tegangan permukaan serta pengkondisian permukaan. Dengan
kata lain terbentuknya biofilm adalah karena adanya daya tarik antara kedua
permukaan (psikokimia) dan adanya alat yang menjembatani pelekatan (matrik
eksopolisakarida) dll.
Komposisi Biofilm
Walaupun banyak bakteri dapat tumbuh pada keadaan bebas
(free-living) atau planktonik, secara umum mereka melekat ke suatu permukaan
dengan menghasilkan polisakarida ekstra seluller (EPS) atau pada beberapa kasus
dengan menggunakan holdfast. Pelekatan ini menghasilkan mikrokoloni, sebagai
awal perkrembangan biofilm yang dimulai dari satu sel tapi sering berkembang
menjadi beberapa bakteri membentuk multilayers dengan matrik (Gb. 1) yang hidup
pada komunitas komplek. Dalam kenyataannya, hampir semua permukaan berhubungan
dengan cairan dan nutrisi akan dikoloni oleh mikroorganisme. Contoh
Gambar diambil
dari DG Allison & IW Sutherland
Gambar 1. Pada
urutan di atas, bakteri Gram negatif (Pseudomonas strain S61) medium dibiarkan
berkembang sebagai biofilm pada slide kaca yang dicelupkan dalam nutrisi yang
mengandung 1% glukosa. Perkembangan biofilm diikuti teknik pewarnaan (Congo
red) dimana sel bakteri bewarna merah gelap dan eksopolisakarida bewarna
pink-orange (DG Allison & IW Sutherland, 1984, J. of Microbiological
Methods 2, 93-99). Sel yang melekat dapat dilihat dalam 3 jam. Kemudian mereka membelah dan membentuk
mikrokoloni. Setelah 5 jam perkembangan eksopolisakarida dapat dilihat dengan
jelas (tanda panah) kemudia meningkat
seiring dengan peningkatan ukuran mikrokoloni.
klasik dari biofilm adalah
yang terdapat pada gigi, mengawalai pembentukan gigi berlobang (dental caries)
bilamana bakteri seperti Streptococcus mutan memecah gula menjadi asam-asam
organic. Untuk dapat
melihat biofilm lebih dekat cobalah
jangan membersihkan pipa kamar mandi seminggui atau tidur pada bebatuan pada
aliran sungai di pegunungan.
Ketahanan
Biofilm adalah suatu bentuk mekanisme pertahanan sel.
Berdasarkan studi invitro, mereka dapat menghindari serangan pertahanan inang.
Contohnya sulit untuk sel fagosit untuk menelan bakteri dalam bentuk biofilm
Biofilm juga lebih resisten dibandingkan dengan sel planktonik terhadap agen antibakteri. Contohnya
khlorinasi biofilm sering tidak berhasil sebab biosidal hanya membunuh bakteri
pada lapisan luar biofilm, sedangkan bakteri bahagian dalam tetap sehat dan
biofil dapat berkembang. Penggunaan ulang agen antibakteri diantara biofilm
meningkatkan resistensinya terhadap biosida.
Fisiologi Sel dan Pertumbuhan
Sel bakteri pada permukaan biofilm
berbeda dari sel dengan matrik biofilm. Sifat sel yang terselubung dalam matrik
dapat berubah sejalan dengan perubahan ketebalannya. Sel permukaan cendrung
untuk mimic sel permuaan biofilm muda yang aktif secara metabolisme, besar
tidak peduli berapa tuanya biofilm. Sel permukaan mebelah dan meningkatkan ketebalan biofilm. Oksigen yang tersedia
bagi sel dalam matrik lebih sedikit oleh sebab itu mereka lebih kecil dan
tumbuh dengan lambat. Bakteri akan menjadi sedikit dorman, dan menjadi aktif
bila lapisan luarnya dibunuh (1). Biofilm adalah suatu kesempatan yang menarik
untuk mempelajari komonitas campuran mikrbial. Pada Gb. 2 dapat dilihat dua
bakteri tumbuh bersama-sama sebagai
mikrokoloni campuran dengan sangat akrab.
Gb2.
Image di atas memperlihatkan bahagian glass coverslip yang dicelupkan selama 16
jam dalam larutan nutrisi yang mengandung dua bakteri, Enterobacter agglomerans
dan Klebsiella pneumoniae. Suatu plasmid mengandung gen untuk “green
fluorescent protein” yang sebelumnya diselipkan
ke strain Enterobacter, jadi starin ini dapat di deteksi dengan flourescen
kuning-hijau bila terbuka eksitasi ke cahaya biru. Strain Klebsiella
tidak diperlakukan tapi pada foto ini selnya terbunuh dan diwarnai dengan
iodine propidium yang memberikan warna orange.
.Peranan
Extraceluller Polymer Subtaces (EPS)
EPS sangat penting bagi kehidupan biofilm. Dia dapat
menyediakan makanan bagi biofilm, terlibat dalam mekanisme pertahanan inang,
dan membantu dalam agregasi dan pelekatan permukaan (3). Perlindngan EPS
menyebabkan biofilm untuk bertahan pada kondisi dimana sel planktonik sudah
tidak mampu bertahan hidup.
Pembentukan Biofilm pada
Biomaterial
Infeksi mikroba dapat terbentuk pada
biomaterial yang secara total berada dalam tubuh manusia atau sebagian terbuka
ke luar. Spesie E.coli, Staphylococci dan Pseudomonas diantaranya
adalah penginvansi yang umum. Banyak bahagian gastrointestinal (rongga pencernaa) manusia dan hewan
dikoloni olek kelompok spesifik bakteri (mikrobiota normal) memberi kesempatan terhadap biofilm alami yang
memberikan sejumlah proteksi terhadap spesies patogenik. Penggunaan alat-alat
prostetik dengan memasukkan ke tubuh manusia sering menyebabkan pembentukan biofilm pada permukaan alat-alat tersebut oleh Stahylococcus epidermidis,
Stahylococci koagulase negatif yang lain dan bakteri Gram negatif penghuni
normal kulit ini memiliki derajat pelekatan yang tinggi ke alat prostetik.
Bakteri dalam biofilm terlindung dari antibiotik yang memacu biofilm secara
kontinyu menyebarkan sumber infeksi ke bagian lain tubuh dengan terjadinya
pelepasan (detachment) sel.
Setelah biomaterial dicangkok,
baik jaringan sel atau mikroorganisme akan mengkoloninya. Jika sel jaringan
mengkoloni pertamakali cangkokan kemungkinan besar akan berhasil. Jika bakteri
mengkoloni pertama kali, banyak mikroorganisme dapat melekat ke permukaan
cangkokan. Bakteri ini dapat mengkoloni dan memulai pembentukan biofilm. Karena
resisten terhadap agen antibakteri, biofilm sering tidak dapat ditanggalkan
dari peralatan medis, dengan demikian dibutuhkan operasi tambahan (5). Komponen
biomedis yang rentan terhadap kolonisasi biofilm termasuk jantung buatan,
pengganti sendi, kontak lensa, katup jantung, cangkokan gigi, intravascular
catheter. Dengan kemajuan
teknologi modern banyak manusia menjadi inang bagi biomaterial, dan menjadi
beresiko terhadap infeksi biofilm.
Biofilm dikhawatirkan dalam industri makanan, dalam hal
ini dia dapat muncul dari bahan mentah, permukaan, manusia, hewan, dan udara. Ketika
makanan atau permukaan pada pabrik pemerosesan makanan terkontaminasi, bakteri
dapat membentuk koloni, akhirnya membentuk biofilm. Contohnya papan iris yang
digunakan untuk memotong daging dapat terinfeksi dengan mikroorganisme
Mikroorganisme lain dapat menempel pada mikroorganisme yang duluan melekat dan
biofilm dapat terbentuk. Pembersih yang digunakan untuk mengusap papan iris
dapat membunuh planktonik , bakteri yang hidup lepas, tapi terkadang tidak mampu menembus biofilm. Makanan yang
bersentuhan dengan papan iris dapat terkontaminasi.
Dalam suatu survey pada aliran sampah, populasi bakteri
sesil (biofilm) melebihi sel planktonik sebanyak 200 unit logaritma. Kandungan
nutrisi yang tinggi tersedia dalam sistim limbah, merangsang pertumbuhan
biofilm. Biofilm yang melekat pada pipa logam dapat menyebabkan korosi. Potensi
korosi dibangun antara permukaan logam yang tidak dikoloni dan permukaan logam
yang dikoloni oleh biofilm. Perbedaan pH ekitar 1.5 unit dapat terjadi pada
zona yang lebih rendah dari biofilm yang tumbuh pada permukaan metalik. Sel
dari satu bagian biofilm dapat menghasilkan matrik eksopolisakarida yang dapat
mengikat ion logam. Sel dari bagian yang lain dari biofilm akan membangun
matrik yang afinitasnya rendah daripada ion metal yang larut dan akan
menurunkan pH. Perbedaan antara sel saudara ini menyebabkan pergerakkan logam
ke pH yang rendah, sehingga membentuk celah korosi. Ini adalah suatu contoh
bagaimana biofilm dalam sistim aquatik jadi berbahaya. Para ahli tekhnik dapat
menghindari korosi permukaan pipa tapi hal ini sangat sulit dan mahal.
Sebaliknya dalam lingkungan alami,
bakteri dalam biofilm memiliki kapasitas untuk memurnikan, dengan menguraikan
senyawa organik dan mengubah senyawa inorganik. Dengan demikian biofilm
memainkan peranan yang vital dalam mengurangi akumulasi polutan.
Kharakteristik ini sudah digunakan
dalam management sampah dan limbah seperti trickling filter system (sistim
saringan berpori) dan fluid bed reactor. Sistim ini berdasarkan besar kecilnya partikel yang
menyediakan area permukaan untuk pembentukkan biofilm. Komunitas campuran mikroba
tersebut memecah senyawa kimia dalam rentanga yang luas yang ada pada limbah.
Sekarang penggunaan biofilm untuk menguraikan polutan pada industri sebelum dibuang ke badan perairan sudah dilakukan
dibeberapa negara maju seperti Amerika Serikat.
Riset Tentang Biofilm
Penelitian biofilm sangat berkembang sejak satu dekade
terakhir. yang mencakup penelitian
dasar seperti genetika molekuler, fisiologi, morfologi dan anatomi, ekologi
maupun terapan seperti dampak biofilm diberbagai industri seperti makanan,
kesehatan, teknik perairan, perkapalan, dll. Tujuannya bervariasi dari
mempelajari proses pembentukan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, keanekaragaman
spesies, pewarisan secara genetik
sampai kepada dampak yang ditimbulkan diberbagai bidang seperti lingkungan,
industri kesehatan , maupun tentang pemanfaatannya serta bagaimana usaha
pengendaliannya sehingga akibat yang merugikan dapat diminimalkan. Bahkan
berbagai pusat pengkajian biofilm sudah berdiri seperti The Center for Biofilms
Engginering, USA, dan di negara-negara sepertii Australia, Canada, Inggris dll.
Kesimpulan
Biofilm dapat ditemukan pada berbagai lingkungan. Mereka mengkoloni
pipa air, makanan, peralatan kedokteran dan banyak permukaan yang lain. Banyak peneliti
mempelajari cara biofilm menempel dan terbentuk pada suatu permukaan. Yang
lainnya menggali respon inang ke biofilm, sedangkan beberapa menemukan cara
untuk menembus lapisan mikroorganisme dengan harapan dapat membunuh biofilm
tanpa membahayakan inang. Walaupun biofilm dapat dikendalikan , mereka juga
dapat dijadikan bermanfaat. Satu contoh keuntungannya adalah carta bagaimana
biofilm membantu mengatasi polusi air. Biofolm akan memaionkan peranan penting dimasa yang
akan datang dalam penelitian.
Kemungkinan riset tersebut akan mengembangkan cara untuk mengontrol
massa bakteri, oleh sebab itu menghindarkan infeksi yang serius oleh biofilm,
dan menyediakan cara baru untuk managemen air limbah dan pemurnian air. Di
Indonesia sendiri belum banyak peneliti yang terfokus ke topik penelitian ini,
sehingga masih terbuka kesempatan yang sangat luas bagi kita sehingga kita
tidak terkebelakang dalam mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh biofilm
maupuin melewatkan kesempatan untuik memanfaatkannya.
Referensi
Anwar,H., dan J.W. Coterton.1992.
Effective Use of Antibiotics in the Treatment of Biofilm-Associated Infections.
American Society for Microbiology News.
58:665-668.
Costerton, J.W., et al. 1987. Bacterial
Biofilms in Nature and Disease. Annual Review of Microbiology. 41:440-442.
Gristina, A.G.
1987. Biomaterial-Centered
Infection:Microbial Adhesion Versus Tissue Integration. Science. 237-1588-1590.
Marshall, K.C. 1992. Biofilms: An Overview
of Bacterial Adhesion, Activity, and Control at surfaces. American Society for Microbiology News. 58: 2203-205.
Neu, T.R., H.C. VanDerMei, and H.J.
Bussscher. 1992. Biofilms Associated with Health, p. 23-24. In L.F. Melo, T.R.Bott,M.
Fletcher and B. Capdeville (ed), Biofilms-Science and Technology. Kluwer
Acaaademic Publisher, The Netherlands.
McCarthy M. Breaking up the bacterial
happy home. Lancet.
2001;357(9273):2032
LC Skillman, IW
Sutherland & MV Jones (1997) Co-operative biofilm formation between two
species of Enterobacteriaceae. pp 119-127 in Biofilms. Community
Interactions and Control (ed. J. Wimpenny et al.) Bioline
Publications.