© 2002  Irba Unggul Warsono                                                               Posted  29 November, 2002

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

November  2002

 

 

Dosen:

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)                                                       

Prof. Dr. Zahrial Coto

Dr. Bambang Purwantara

 

 

 

 

POLA TINGKAH LAKU MAKAN DAN KAWIN BURUNG KASUARI (Casuarius Sp.) DALAM PENANGKARAN DI TAMAN BURUNG  DAN TAMAN ANGGREK BIAK

 

 

Oleh :

 

Irba Unggul Warsono

D061020101

 

E-mail : irbauw@hotmail.com

 

 

 

 

PENDAHULUAN

 

Propinsi Papua (Irian Jaya) merupakan daerah Kawasan Timur Indonesia, yang kaya akan keaneka ragaman hayati, baik fauna maupun floranya.  Keaneka ragaman fauna Irian Jaya dari jenis burung , ada 602 species dengan tingkat endemic 52 % (Anonymous, 1993). Salah satu jenis burung endemik yang tergolong paling besar tubuhnya adalah burung kasuari (Casuarius Sp.). Burung ini selain besar, juga memiliki keindahan warna leher dan pialnya.

Burung kasuari  merupakan salah satu satwa liar yang dilindungi Undang-Undang dan memiliki potensi untuk dikembangkan serta dibudidayakan sebagai hewan ternak. Burung kasuari dewasa dapat mencapai tinggi 1,3-1,8 meter dengan berat sekitar 60-75 kilogram. Jumlah telur setiap musim kawin berkisar 2-6 butir, tetapi lebih sering antara 2-4 butir. Meskipun satwa ini dilindungi oleh undang-undang, namun masih sering terjadi perburuan liar untuk mendapatkan daging, telur dan bulu dari satwa ini. Apabila keadaan ini berlanjut terus, tanpa dilakukan pengawasan dan pengendalian yang tepat, maka satwa ini terancam punah. Keadaan ini akan lebih dipercepat lagi dengan adanya pembukaan hutan untuk pemukiman transmigrasi, perkebunan ataupun industri, yang menyebabkan perusakan habitat.

Salah satu usaha pemerintah untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan penangkaran fauna burung endemik Papua, termasuk kasuari di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak. Penangkaran merupakan salah satu usaha untuk melindungi dan mengembangkan satwa diluar habitat alaminya. Didalam penangkaran dapat mengakibatkan satwa mengalami perubahan lingkungan dari alam bebas menjadi terbatas, termasuk perubahan dalam proses adaptasi dan tingkah laku makan dan kawin. Namun sampai saat ini tingkat keberhasilan penangkaran burung kasuari di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak belum optimal, karena masih terbatasnya informasi tentang kasuari di Indonesia terutama tentang tingkah laku makan dan kawin yang sangat menunjang proses pengawasan dan penanganan reproduksi kasuari.  Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian atau penelitian pola tingkah laku makan dan kawin burung kasuari dalam penangkaran sebagai acuan dalam usaha pembudidayaannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkah laku makan dan kawin burung kasuari dalam penangkaran di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak. Informasi ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengatasi masalah konservasi terutama dalam hal penerapan zooteknik pengelolaan burung kasuari.

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

Klasifikasi, Penyebaran dan Ciri Umum Kasuari

Berdasarkan sistematika zoologis, burung kasuari termasuk dalam Ordo Struthioniformis, Famili Casuariidae dan  Genus Casuarius dengan tiga spesies yaitu Casuarius unappendiculatus (Kasuari Gelambir Tunggal), Casuarius casuarius (Kasuari Gelambir Ganda) dan Casuarius bennetti (Kasuari Kerdil) (Coates, 1985).

Jenis kasuari gelambir tunggal banyak ditemukan di daerah hutan hujan atau hutan rawa, terutama di dataran rendah. Daerah penyebarannya sangat luas, meliputi Papua bagian utara, pulau salawati dan pulau Yapen-Serui. Tinggi kasuari jenis ini 1,2-1,5 meter (Beehler et al., 1986). Spesies ini memiliki ciri umum selain bergelambir tunggal pendek kemerahan, mahkota membentuk bidang segitiga, wajah dan kepala berwarna biru dengan leher merah berbercak kuning dibagian belakang.

Kasuari gelambir ganda sering terdapat dipinggiran hutan dan sabana. Penyebarannya meliputi Papua bagian Barat, Tenggara dan Selatan serta kepulauan Aru. Spesies ini memiliki tinggi 1,5 –1,8 meter (Beehler, et al., 1986 dan Coates, 1985). Kulit leher dan kepala berwarna biru keunguan bercampur merah dan kuning. Memiliki gelambir ganda berwarna merah pada lehernya. Bermahkota tinggi dan tebal membentuk kurva.

Kasuari kerdil lebih senang mendiami daerah pegunungan dengan ketinggiam lebih dari 3000 meter dari permukaan laut. Tinggi kasuari ini 1,1 meter dengan mahkota pendek mendatar kebelakang dan tidak bergelambir. Leher bawah berwarna merah dan bagian atas berwarna biru sampai kekulit muka dengan bercak merah disudut mulut.

Kasuari merupakan burung besar yang tubuhnya berat (60-75 kilogram), hanya dijumpai di pulau Papua, Kepulauan Aru, Seram dan Australia Timur Laut. Berkerabat dekat dengan burung Unta, Emu, Kiwi, Rhea dan Tinamou yang tergolong kedalam ratiles atau burung yang tidak dapat terbang. Kasuari dapat lari dengan kecepatan 40 kilometer per jam dengan satu lompatan melewati rintangan. Memiliki sepasang kaki yang kokoh dengan ketiga jarinya yang dipersenjatai kuku atau cakar  yang tajam dan panjang. Bulu kasuari dewasa berwarna hitam legam, kaku dan pendek. Sedangkan bulu anak kasuari berwarna coklat pucat dengan garis-garis memanjang dari kepala keekor berwarna coklat gelap. Perubahan warna bulu dari coklat bergaris menjadi coklat polos terjadi pada umur sekitar 6 bulan kemudian dari coklat menjadi warna hitam legam setelah mencapai umur dewasa kelamin yaitu sekitar umur 4 tahun. Kasuari memiliki daerah teritori tertentu dan hidup secara soliter  kecuali pada musim kawin dan saat mengasuh anak.

 

Tingkah Laku Reproduksi dan Makanan Kasuari

Tingkah laku.  

Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik.  Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu berkurangnya sifat liar, sifat mengeram, sifat terbang dan agresif, musim kawin yang lebih panjang dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981).

Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Menurut Stanley dan Andrykovitch (1984), tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya yaitu berupa tingkah laku dasar.

Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behavior), antara lain gerakan menjauh atau mendekat dari stimulus, perubahan pola tingkah laku dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah dan tingkah laku akibat mekanisme fisiologis seperti tingkah laku jantan dan betina saat estrus.

 

Tingkah laku Reproduksi.

Kasuari tergolong hewan diurnal yaitu melakukan aktivitas disiang hari. Di alam bebas kasuari menjelajahi hutan sendiri-sendiri (soliter) atau bersama anaknya atau berpasangan pada saat musim kawin. Pada saat musim kawin satwa ini bersifat nervous dan siap menyerang siapa saja yang berada disekitarnya. Menjelang dan awal musim kawin, jantan mulai mendekati betina dan pada saat ini sering terjadi perkelahian antar kasuari jantan dalam memperebutkan betina. Pertemuan jantan dan betina saat musim kawin, umumnya di daerah teritori atau di areal tempat makan kasuari betina. Bila kasuari betina telah menerima pejantan maka kasuari jantan akan mengikuti betina terus sehingga terlihat berpasangan, tetapi sebaliknya bila betina menolak maka jantan akan diusir. Pengusiran ini lebih sering terjadi pada saat diluar musim kawin. Kasuari betina umumnya lebih besar dari jantan.

Kasuari merupakan salah satu spesies yang melakukan perkawinan dengan sistem poliandri. Seekor kasuari betina akan kawin dengan lebih dari satu kasuari jantan. Setelah satu clatch peneluran, kasuari betina akan meninggalkan pasangannya dan akan mencari dan akan bercumbu dengan kasuari jantan lain sampai dibuahi pada clutch peneluran berikutnya. Semakin tua kasuari betina semakin luas teritorinya, lebih banyak pasangannya dan lebih agresif saat bercumbu sehingga turunannya lebih banyak.

Menurut Coates (1986), musim kawin pada kasuari gelambir ganda (Casuarius casuarius) umumnya dari bulan Juni sampai Oktober tetapi paling sering Juli dan Agustus, sedangkan pada kasuari gelambir tunggal (Casuarius unappendiculatus) masa kawin terjadi selama musim panas dan musim bertelur pada bulan Juni. Masa kawin pada kasuari kerdil (Casuarius bennetti) terjadi pada akhir musim hujan atau bulan Maret dan April.

Kasuari jantan dan betina menduduki teritori tertentu pada saat bertelur. Betina meletakkan 3-6 telur berwarna kehijauan dalam sarang yang terbuat dari daun-daunan pada pangkal sebatang pohon, kemudian betina pergi ke hutan meninggalkan sang jantan yang akan mengerami, menjaga dan mempertahankan anak-anaknya dari predator. Selama kurang lebih 7 minggu jantan sibuk mengerami telur dan menjaga anaknya setelah menetas. Jika pada waktu pengeraman ini terdapat gangguan atau ancaman dari luar maka sang jantan akan segera lari ke hutan, berusaha mengalihkan perhatian predator terhadap telur atau anak-anaknya yang berharga. Bagi pejantan sendiri merupakan sasaran yang penampilannya menyolok karena warnanya yang hitam kelam, sedangkan telur berwarna hijau dan anak kasuari bergaris garis coklat sehingga kemungkinan besar tidak akan terlihat oleh predator. Anak kasuari akan tinggal bersama kedua induknya sampai umur sembilan bulan sebelum mereka menjalani pola hidup soliter dan menduduki teritori atau home range sendiri (Coates, 1986).

 

Tingkah Laku Makan.

Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu (1) tetap berada ditempat dan makanan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makan dan (3) menjadi parasit pada organisme lain (Arms dan Camp, 1979). Tingkah laku makan kasuari seperti halnya tingkah laku lainnya, dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat. Faktor genetik seperti telah diuraikan diatas. Faktor suhu lingkungan dapat mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi. Pada suhu rendah, kasuari akan menkonsumsi makanan lebih banyak dari pada saat suhu lingkungan tinggi. Faktor jenis makanan yang tersedia berpengaruh terhadap tingkah laku makan, terutama dalam menggunakan anggota tubuhnya untuk mendapatkan, mengambil dan memakan. Faktor habitat, baik insitu (alami) maupun eksitu (penangkaran) mempengaruhi tingkah laku makan yang berbeda.

Kasuari dalam mengkonsumsi makanan, mengambil makanan  dengan paruh, menjepitnya dan langsung menelannya tanpa mengalami pengunyahan dalam mulut. Cara makan seperti ini sama halnya dengan burung pemakan biji-bijian lainnya (Burton, 1985). Menurut Coates (1985), makanan kasuari di habitat alaminya berupa buah-buahan dan biji-bijian, serangga dan jaringan tumbuh-tumbuhan serta hewan kecil seperti udang dan ikan yang diperoleh dipinggiran sungai atau kali yang terdapat di hutan. Kasuari menghasilkan feces berupa tumpukan sisa buah atau biji yang tidak tercerna.

 

 

MATERI DAN METODA

 

Penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 2 bulan, bulan Februari dan Maret saat musim kawin.

Materi utama adalah 5 ekor burung kasuari yaitu :

-         Satu ekor kasuari jantan gelambir tunggal (Casuarius unapendiculatus) berumur tujuh tahun

-         Dua ekor kasuari betina gelambir ganda (Casuarius casuarius) berumur empat dan tujuh tahun

-         Satu ekor kasuari jantan kecil (Casuarius bennetti) berumur empat tahun

-         Satu ekor kasuari betina gelambir tiga (hasil persilangan kasuari gelambir tunggal dan ganda) berumur dua tahun.

Dua ekor kasuari ditempatkan dalam kandang secara terpisah, masing-masing berukuran 3x4 meter yang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum dan tiga ekor kasuari dilepaskan bebas di dalam areal penagkaran di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak.

Selain itu, disiapkan bahan makanan berupa buah-buahan dan umbi-umbian (pisang, pepaya, ubi jalar dan talas). Pengamatan dilakukan secara visual dan bantuan perlatan kamera, teropong binokuler, timbangan dan peralatan pendukung lainnya.

Penelitian dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan teknik observasi. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas harian burung kasuari meliputi tingkah laku makan dan kawin. Pengamatan dilakukan secara intensif dan semua data yang diperoleh secara obyektif dianalisis secara tabulasi dan data yang diperoleh secara subyektif dianalisis secara deskriptif

 

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Keadaan Umum Penangkaran

Taman Burung dan Taman Anggrek Biak merupakan salah satu obyek wisata di Kabupaten Biak-Numfor, Papua yang mempunyai fungsi pariwisata dan konservasi, disamping untuk pendidikan dan penelitian. Kawasan ini memilki luas 5 hektar dengan rencana perluasan 30 hektar.

Secara geografis, Taman Burung dan Taman Anggrek Biak terletak pada 1340 47’- 1360 BT dan 6055’- 30020’ LS dengan ketinggian 10-15 meter dari permukaan laut dan bervegetasi hutan sekunder, serta berjarak 12 kilometer dari pusat kota Biak. Daerah ini memiliki curah hujan rata-rata 231,8 milimeter dengan 20 hari hujan. Suhu udara berkisar 240C- 30,10C atau rata-rata 270C. Rata-rata kelembaban udara 98 % dan  penyinaran matahari 53 %.

Koleksi yang dimiliki merupakan fauna burung spesifik Papua (59 jenis) dan flora Papua khususnya anggrek (69 jenis) yang sekaligus merupakan gudang plasma nutfah. Fasilitas lain berupa bangunan fisik dan kandang  dengan perlengkapan untuk pemeliharaan dan perawatan burung dan anggrek.

 

Tingkah Laku Makan

 

Cara dan Waktu makan.

    Cara makan burung kasuari di dalam penangkaran, baik dalam mengkonsumsi maupun mengambil makanan dilakukan dengan paruh menjepitnya dan langsung menelan tanpa mengalami pengunyahan dalam mulut. Cara makan ini, sama seperti halnya dengan burung pemakan biji-bijian lain di habitat alamnya (Burton, 1985). Pada saat mengkonsumsi makanan, dapat dilakukan dalam keadaan berdiri atau duduk dengan cara menekuk kedua kakinya sampai badannya mendekati tanah. Kasuari akan memilih makanannya dari warna, bentuk, ukuran dan tektur makanan tersebut. Aktivitas makan ini berlangsung hampir sepanjang hari selama persediaan makanan masih ada. Aktivitas makan akan berkurang atau berhenti jika makanan tidak tersedia, temperatur udara meningkat (siang hari) atau jika hari gelap. Pada keadaan suhu udara meningkat di siang hari, kasuari akan mengkonsumsi air minum melebihi dari biasanya dan cenderung akan membasahi seluruh tubuhnya dengan cara berendam di kolam air atau berbaring ditempat-tempat yang becek, berair atau basah. Hal ini diduga merupakan usaha kasuari untuk mengurangi panas tubuhnya karena tidak memiliki kelenjar keringat. Tingkah laku tersebut sesuai dengan habitat kasuari yang menyenangi tempat-tempat yang berair seperti hutan rawa, sungai dan daerah yang dingin atau sejuk seperti daerah pegunungan, tetapi dapat juga beradaptasi di dataran rendah (Coates, 1985).

  Konsumsi makanan pada kasuari yang dikandangkan tergantung dari makanan yang disediakan dalam kandang, sedangkan kasuari yang dilepas disamping memperoleh makanan dari yang disediakan juga memperoleh tambahan makanan buah-buahan atau biji-bijian dari tanaman yang tumbuh disekitar lokasi penangkaran. Namun kasuari yang dilepas ini cenderung akan kembali makan di tempat makan yang telah disediakan.

 

Jenis dan Jumlah Konsumsi Makanan.

Jumlah konsumsi empat jenis makanan oleh kasuari selama pengamatan seperti pada Tabel 1.

 

Tabel 1. Rataan Jumlah Konsumsi Makanan Kasuari Didalam Penangkaran    Di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak.

 

Jenis Makanan

Kasuari Dewasa Dilepas

Kasuari Dewasa Dikandangkan

Anak Kasuari

Dilepas

 

Gram/ekor/hari

%

Gram/ekor/hari

%

Gram/ekor/hari

%

Pisang

1930

68.3

1135

50.3

1770

65.7

Pepaya

825

29.2

1080

47.9

880

32.7

Ubi jalar

33.93

1.2

14.29

0.6

14.29

0.5

Talas

37.50

1.3

26.79

1.2

28.57

1.1

Jumlah

2826.43

100.0

2256.08

100.0

2692.86

100.0

 

Pada Tabel 1 menggambarkan bahwa jumlah tertinggi konsumsi rata-rata per ekor per hari terhadap empat jenis pakan yang diberikan adalah pada kasuari dewasa yang dilepas, kemudian diikuti anak kasuari yang dilepas dan terendah pada kasuari yang dikandangkan. Rendahnya konsumsi pada kasuari dewasa yang dikandangkan, diduga letak kandang pada lokasi terbuka yang mendapatkan panas matahari terus menerus sehingga   suhu kandang menjadi lebih panas dan  menyebabkan konsumsi menjadi lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1978) bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap konsumsi makanan dari spesies hewan. Pada suhu meningkat, konsumsi makanan akan menurun.

Keadaan tersebut di atas juga akan mempengaruhi pola konsumsi jenis makanan dan jumlahnya. Pada kasuari yang dilepas, baik dewasa maupun anak lebih banyak mengkonsumsi pisang, sedangkan kasuari yang dikandangkan lebih banyak mengkonsumsi pepaya. Hal ini sehubungan dengan suhu kandang yang panas sehingga kasuari mengkonsumsi makanan yang kandungan  airnya tinggi.

Jenis pakan yang dikonsumsi paling sedikit baik oleh kasuari yang dilepas maupun dikandangkan adalah ubi jalar. Hal ini disebabkan tektur potongan ubi jalar yang kasar dan keras sehingga kurang disukai. Sedangkan jenis pakan talas juga dikonsumsi kasuari lebih sedikit dibanding pisang dan pepaya, tetapi lebih tinggi daripada ubi jalar. Sebab meskipun tekstur talas keras, tetapi adanya lendir pada talas dapat melicinkan bahan, sehingga memudahkan dalam penelanan.

Dari jenis pakan yang dikonsumsi, nampak bahwa jenis pakan buah-buahan lebih disukai kasuari dari pada jenis pakan umbi-umbian.  Pada kasuari yang dilepas juga mengkonsumsi buah dan biji-bijian dari tumbuhan pada vegetasi yang ada disekitar lokasi penangkaran. Keadaan ini mendukung pendapat Stocker dan Irvine (1983) bahwa kasuari adalah hewan pemakan biji-bijian dan buah-buahan. Menurut Pratt dan Stiles (1985), Hewan pemakan biji-bijian/buah-buahan baik yang terproteksi maupun tidak dikelompokkan sebagai Fruit Pigeon dan Bower Bird.

 

 

Tingkah Laku Kawin.

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa masa kawin kasuari di dalam penangkaran terjadi pada bulan Januari sampai Maret. Masa kawin ini mengalami pergeseran waktu dibandingkan hasil penelitian  Setio (!995) yang mengamati musim kawin terjadi pada bulan Juli sampai Desember dan intensitas tertinggi pada bulan  Agustus, November dan Desember. Sedangkan pada habitat alaminya, masa kawin  terjadi pada bulan Maret, April, Juli dan Agustus (Coates, !985). Pergeseran pola reproduksi (masa kawin) ini diduga disebabkan oleh faktor makanan dan habitatnya. Jumlah makanan yang mencukupi dapat mempengaruhi pola reproduksi, karena energi dari makanan yang cukup dapat digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan berkembang biak dengan baik. Demikian halnya terhadap perubahan habitat dapat menyebabkan proses adaptasi terhadap lingkungan baru yang dapat mempengaruhi dalam proses fisiologis hewan, termasuk fisiologi reproduksi.

Selama pengamatan terlihat bahwa pada saat musim kawin, kasuari jantan dan betina akan selalu berjalan bersama. Cara bercumbu dimulai oleh pejantan yang mencoba mendekati betina secara bertahap dan perlahan. Pada awalnya kasuari jantan akan diusir oleh kasuari betina. Namun jantan hanya menghindar sebentar dan tidak jauh dari betina, kemudian mendekat lagi. Proses ini terjadi berulang sampai kasuari betina memperlihatkan gejala birahi.

Gejala birahi kasuari betina ditunjukkan mulai dari tingkah laku duduk dengan melipat kedua kaki kedepan, badan ditundukkan kedepan sejajar dengan kedua kakinya dan posisi leher dan kepala hampir rata dengan tanah, bila didekati oleh pejantan ataupun manusia. Apabila betina telah menunjukkan gejala birahi tersebut, kasuari jantan akan segera menghampiri betina secara perlahan sambil mematuk-matuk benda disekitarnya. Setelah dekat, kasuari jantan akan mulai mencumbu betina dengan cara meatuk-matuk pelan kepala betina, menisik-nisik (membelai) bulu-bulu bagian belakang dan kadang-kadang mematuk-matuk kaki betina dengan hati-hati, seakan-akan mengatur posisi/kedudukan betina. Bila kedudukan betina dirasa sudah cukup baik, jantan akan segera mulai merapatkan tubuhnya, merangkak maju perlahan sambil menggeser-geser kakinya yang telah ditekuk kedepan  dengan posisi badan tegak sampai daerah bagian organ reproduksi jantan menempel pada daerah bagian organ reproduksi betina. Tahap berikutnya, bagian ekor jantan akan digeser-geser hingga organ reproduksi jantan dan betina bertemu dan terjadi proses kopulasi (kawin). Pada saat ini, jantan melakukan kopulasi (intersupsio) dengan cara menekan berulangkali selama kurang lebih satu menit. Setelah proses kopulasi selesai,  baik jantan dan betina segera berdiri dan mengibas-ngibaskan bulunya dan setelah itu kadang-kadang kasuari betina tampak marah dan segera mengusir atau mengejar kasuari jantan. Tetapi kasuari jantan hanya menghindar sebentar dan tidak jauh dari tempat betina berada. Tingkah laku ini (mengusir jantan) juga akan ditunjukkan betina bila dalam proses percumbuan kasuari jantan gagal melakukan perkawinan. Apabila hal ini terjadi, kasuari jantan akan menghindar agak jauh dari betina beberapa saat. Selanjutnya proses aktivitas percumbuan akan berulang kembali mulai dari berjalan bersama, percumbuan sampai perkawinan. Proses percumbuan sampai terjadi perkawinan pada kasuari berlangsung selama kurang lebih 10 menit.

 

 

KESIMPULAN

 

1.      Pola tingkah laku makan kasuari dalam penangkaran lebih menyukai jenis pakan dengan tektur tidak terlalu keras dan bila suhu udara meningkat cenderung mengkonsumsi jenis pakan yang lebih berair.

2.      Tingkah laku kawin kasuari dimulai dengan jalan berpasangan, percumbuan dan perkawinan. Lama proses percumbuan sampai kopulasi kurang lebih 10 menit dan lama proses kopulasi sekitar satu menit. Intensitas tertinggi waktu kawin terjadi pada bulan Februari dan Maret

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonymous. 1993. Biodiversity Action Plan For Indonesia Ministry Of  National Development Planning. NDPA, Jakarta.

 

Beehler,BM, TK. Pratt and DA Zimmerman. 1986. Birds Of  New Guinea. Princeton University Press. New Jersey.

 

Burton, R. 1985. Bird Behavior. Alfred A Knopf Publisher. New York.

 

Coates, BJ. 1985. The Birds Of Papua New Guinea. Dove Publication Pty Ltd. Aderley, Queensland.

 

Craig, JV. 1981. Domestic Animal Behavior : Causes and Implication For Animal Care and Management Prentige Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.

 

Pratt, TK and EW. Stiles. 1985. The Influence Of Fruit Size  And Structure On Composition Of Frugivora Assemblages In New Guinea.  Biotropica 17 (4) : 314-321.

 

Setio, P. 11995. Pola Reproduksi Burung Kasuari (Casuarius sp.) Di Taman Burung dan Taman Anggrek Biak. Proceeding Seminar Mahasiswa Kehutanan Indonesia V. Faperta Uncen. Manokwari.

 

Stanley, M. and G. Andrykovich. 1984. Living : In Introduction To Biology. Addison Wesley Publishing Company, Inc. All Rights Reserved. Canada.

 

Sutardi, T. 1978. Landasan Ilmu Nutrisi. Fak. Peternakan, IPB. Bogor.

 

Stocker, GC. And AK. Irvine. 1983. Seed Dispersal By Cassowaries (Casuarius casuarius) In North Queensland’s Rainforests. Biotropica 15 (3) : 170-176.