ã 2002 Harun Al Rasyid Martohandoyo                                                                    Posted  26 November, 2002

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

November  2002

 

Dosen :

Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr John Haluan

 

 

 

SINGAPURA NEGARA PENADAH HASIL CURIAN

PASIR LAUT DARI KEPULAUAN RIAU

 

Oleh:

 

Harun Al Rasyid Martohandoyo

Nrp. C561020154

E-mail:  harmarto@yahoo.com

 

 

 

Pendahuluan

Kegiatan penambangan dan ekspor pasir laut dari Kepulauan Riau ke Singapura telah berjalan dalam kurun waktu puluhan tahun, data dari DKP menyebutkan sejak 1970 an sampai dengan tahun 2000 an ini . Ekspor Pasir Laut tersebut diperlukan oleh pemerintah Singapura untuk memenuhi kebutuhan proyek reklamasi perluasan wilayah pantainya,  yang diperkirakan sampai dengan sepuluh tahun kedepan akan mencapai 1,8 milyard meter kubik. Sampai dengan medio tahun 2002 proyek reklamasi kawasan pantai Singapura telah berhasil menyelesaikan penambahan wilayah pantai seluas 100 km persegi, proyek masih membutuhkan penambahan pantai seluas 160 km persegi lagi. Sehingga diperkirakan untuk menambah daratan pantai seluas 260 km persegi dibutuhkan 1,8 milyard meter kubik.

          Menurut beberapa hasil pengamatan dilapangan khususnya dari Ketua dan Sekjen Asosiasi Pengusaha Penambangan dan Pemasaran Pasir Laut Indonesia (AP4LI} Eddy S Poluan dan Erma Hidayat menyatakan bahwa para pengusaha yang tergabung dalam d’Consortium sebagai penyewa Kapal Keruk Pasir Laut asing telah melakukan pencurian pasir laut kemudian di ekspor ke Singapura. Eddy mengatakan para pengusaha yang tergabung dalam d’Consortium itu diantaranya, dibelakang mereka ada orang kuat dari TNI dan sejumlah orang kuat lainnya. Wakil`Ketua Fraksi Reformasi DPR / Anggota Komisi V DPR RI Ir Afni Achmad mengatakan reklamasi di Singapura dengan cara mengimpor pasir laut dari Riau telah menimbulkan banyak kerugian, bukan saja aspek teritorial tapi juga ekonomi perdagangan dan lingkungan hidup.

          AP4LI mengharapkan Tim Pengendalian Pengawasan dan Pengusahaan Pasir Laut (TP4L) juga meminta aparat Bea Cukai yang terlibat kasus pencurian pasir laut dengan memanipulasi dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) agar diperiksa. Dengan melakukan memanipulasi dokumen, para aparat Bea Cukai tersebut telah melakukan tindak kejahatan. Sehubungan dengan issu kasus ekspor Pasir Laut tersebut perlu pembuktian bahwa sebagian besar Pasir Laut yang diekspor ke Singapura adalah Pasir Laut illegal, apabila terbukti maka jelas bahwa Singapura adalah negara penadah Pasir Laut illegal atau Pasir Laut curian dari Kepri, Indonesia.

 

Pasir Laut curian dari Kepri

 

Untuk menelusuri apakah ekspor Pasir Laut tersebut disamping sebagian kecil diekspor secara legal ada juga yang illegal, bahkan merupakan hasil pencurian! Sebenarnya telah diketaui dan bukan rahasia umum lagi bahwa manipulasi ekspor yang berwujud penyelundupan atau barter gelap berbagai komoditi diwilayah perbatasan khususnya di perairan Kepulauan Riau dan Selat Malaka telah terjadi sejak pra perang kemerdekaan Indonesia tiga perempat abad yang lalu dengan negara  tujuan perdagangan gelap adalah Singapura. Kejahatan penyelundupan di daerah perbatasan negara tetangga Singapura telah diketahui bersama didalam berbangsa dan bernegara ini. Apabila pengawasan pemerintah yang dilaksanakan oleh aparatnya yang terkait dilakukan dengan taat hukum dan benar, maka akan mudah untuk menelusuri dan membuktikan kejahatan pelaku penyelundupan dan dapat dibawa kemeja hijau. Ternyata dengan segala keterbatasan fasilitas dan mental aparat yang bobrok, pemerintah semata-mata tidak mampu bekerja sendiri secara baik untuk melaksanakan kontrol perdagangan gelap dan penyelundupan di daerah perbatasan yang telah berlangsung lama dan mengakibatkan kerugian yang besar bagi Republik yang kita sama-sama cintai ini.

Penyelundupan Kayu, Karet, Kopra, BBM, hasil laut / perikanan, TKW/TKI, Pasir Laut dan lain – lain telah merugikan negara triliyunan Rupiah setiap tahunnya dan telah berlangsung puluhan tahun. Pembahasan khusus tentang pencurian,  penyelundupan dan perdagangan illegal Pasir Laut dapat diuraikan sebagai berikut.

 

1.         Potensi endapan pasir laut di perairan Kepri sekitar 1,2 triliyun m3 terhampar di perairan seluas 235.294,57 km2. Kebutuhan Pasir Laut Singapura mendatang adalah untuk proyek – proyek reklamasi pantai di P. Ubin, reklamasi di P. Tekong, reklamasi di P. Jurong dan reklamasi di Tuas Phase 3B sebanyak  800 juta m3 hingga tahun 2004  ( DKP Laporan Tahunan 2001 ).

 

2.         Singapura adalah satu-satunya negara sebagai pangsa pasar tunggal yang membutuhkan Pasir Laut dari Indonesia ( Kepri ) untuk pembangunan negaranya. Selama +/- 20 tahunan sebagai konsumen Pasir Laut Indonesia, Singapura telah menggunakannya untuk bahan konstruksi bangunan gedung–gedung pencakar langit dan reklamasi pantai perluasan kawasan Bandara Internasional Changi serta kawasan Industri sekitarnya. Diperkirakan sampai dengan medio 2002 wilayah territorial darat Singapura hasil reklamasi pantai telah bertambah dan melebar seluas 100 km2                ( Kompas, 16 Mei 2002 ). DKP tahun 2001 menyebutkan bahwa tahun 1991 luasan wilayah Singapura tercatat mencapai 633 km2, pada tahun 2001 wilayah Singapura bertambah menjadi 760 km2 atau bertambah menjadi 20 % selama 10 tahun.

 

3.         Melihat demand Pasir Laut sedemikian besar berada didepan mata atau sangat dekat dengan wilayah Kepri yang kaya akan sumber mineral Pasir laut, maka muncullah spekulasi-spekulasi usaha penambangan Pasir Laut yang menjamur di perairan Kepri. Pada tahun 2001 tercatat sedikitnya 140 perusahaan yang bergerak di bidang penambangan Pasir Laut dan hanya dua perusahaan yang dilengkapi dengan AMDAL. Perusahaan-perusahaan tersebut sebagian besar memegang izin dari Propinsi dan  Kabupaten di Pemda Riau sejalan dengan penerapan UU No. 22 tahun 1999 tentang Otoda.

 

4.         Sebelum berlakunya UU No.22 tahun1999 ekspor Pasir Laut di Kepri ditangani oleh Departemen Pertambangan sejak tahun1970 an dan pernah selama 2 – 3 tahun diserahkan pengelolaannya kepada Otorita Batam. Setelah itu diambil kembali oleh Departemen Pertambangan Pusat. Sejalan dengan berlakunya UU Otonomi Daerah penanganan penambangan dan ekspor Pasir Laut diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

 

5.         Penambangan Pasir Laut dari Perairan Kepri sebenarnya dapat memberikan penghasilan(pendapatan) daerah rata-rata per tahun sebesar 2 Milyard  Singapura Dollar dengan harga dasar Singapura. Namun ekspor Pasir Laut ke Singapura tersebut hanya menghasilkan 28 – 75 juta Singapura Dollar per tahun bagi Pemda Kepri. Harga C & F Pasir Laut di Singapura bervariasi antara 6 –  8 Singapura Dollar per m3, sedangkan nilai jual di Indonesia berkisar 1,2 – 1,5 Singapura Dollar per m3 bahkan pernah dijual 0,8 Singapura Dollar. Volume impor Singapura dari Indonesia  rata-rata sebesar 300 juta m3 per tahun. Dari perhitungan sederhana ini dapat diketahui bahwa devisa yang masuk dari ekspor Pasir Laut sangat kecil, sehingga dapat diduga telah terjadi ekspor pasir Laut illegal ( DKP laporan tahunan 2001 ).

 

6.         Berdasarkan peraturan, setiap Kapal bermuatan Pasir Laut sekali berangkat mengekspor ke Singapura harus mempunyai satu dokumen PEB. Untuk membuktikan adanya pencurian Pasir Laut dan ekspor illegal dari Kepri sebenarnya sangat mudah. Yakni dengan meminta berkas dari Bea Cukai dan Bank tempat perusahaan tersebut membuka rekening untuk menerima dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang.  PEB tersebut ditanda tangani oleh Syahbandar dan Bea Cukai. Pemerintah bisa meminta data ekspor dari pemerintah Singapura dan mengadakan pengecekan silang dengan data yang ada pada Bea Cukai. Menurut AP4LI dokumen PEB yang hanya berlaku untuk satu kali ekspor pada praktik dilapangan dimanipulasi dapat digunakan berulang kali sehingga negara sangat dirugikan.

 

7.         Sekjen AP4LI menunjukan data dari Surveyor Indonesia yang menyebutkan selama sepuluh bulan terakhir sebelum tertangkapnya 13 kapal pengeruk dan pengangkut Pasir Laut oleh TNI-AL, negara telah dirugikan sebesar Rp 2,7 triliyun akibat tidak dibayarnya pajak ekspor Pasir laut. Praktik penyelundupan Pasir laut dengan tidak membayar pajak ekspor itu dilakukan dengan dua cara. Pertama memanipulasi volume Kapal keruk, Kapal Keruk bermuatan 50.000 m3 dilaporkan hanya mengangkut 5.000 m3. Kedua memanipulasi pelaporan jumlah pelayaran, Kapal Keruk bolak-balik mengirim pasir ke Singapura dilaporkan hanya satu kali berlayar dalam satu hari.

 

 

Pelaku dan Penadah Ekspor Pasir Laut illegal

  

Tertangkapnya 13 Kapal Keruk dan angkut Pasir Laut dengan negara tujuan Singapura di Perairan Kepri oleh TNI-AL pada periode bulan Juli dan September tahun 2002, menjadi semakin jelas siapa pelaku dan penadah pencurian Pasir Laut. Nakhoda dan ABK Kapal, pemilik kapal, Pengusaha / Pemilik Kuasa Penambangan (KP), Bea Cukai, Syahbandar, Pengusaha eksportir pasir Laut dan Pembeli / Pemesan Pasir Laut di Singapura perlu diselidiki dan diperiksa. Pelanggaran yang dilakukan oleh 13 Kapal Keruk pada saat diperiksa ( sesuai tugas dan wewenang instansi TNI-AL ) didakwa bahwa pihak kapal tidak dapat menunjukan dokumen pelayaran asli yang ada hanya foto copy dokumen. Atas kasus tersebut Pengadilan Negeri Tanjung  Pinang dan Tanjungbalai Karimun telah memutuskan bersalah melanggar surat izin berlayar dan kepabeanan dengan penjatuhan hukuman ringan masing-masing Kapal didenda sebesar Rp. 30 juta atau kurungan selama-lamanya enam bulan kepada Pemilik dan Nakhoda Kapal.

Vonis pengadilan dengan hukuman yang sangat ringan ini mengundang kontrovesial, mengapa Pengadilan Negeri atau Aparat pemerintah terkait tidak proaktif dan berkemauan untuk menyelidiki pelanggaran tindak pidana yang lain yang dilakukan oleh ke 13 Kapal Keruk, disamping pelanggaran surat izin berlayar yang dihukum ringan. Sudah jelas dan bukan rahasia umum bahwa modus penggelapan pajak dan royalti pertambangan telah dilanggar oleh para pelaku. Menurut Sekjen AP4LI pada harian Media Indonesia tanggal 23 September bahwa Keputusan Presiden RI Nomor 33  tahun 2002 tentang Pengendalian dan pengawasan Pengusahaan Pasir Laut telah membentuk TP4L untuk menetapkan Kapal-Kapal Keruk tersebut dikenai pelanggaran UU Keimigrasian, UU Kepabeanan/Bea Cukai/Penggelapan Pajak, UU Pertambangan, UU Lingkungan Hidup dan UU Perhubungan.

Sejak penangkapan empat bulan yang lalu tim penyidik secara bergantian tidak mampu mengaplikasikan pelanggaran terhadap UU yang berlaku. Dengan alasan tidak ada bukti-bukti yang kuat, karena barang bukti telah dibuang dan dihapus. Pasir laut curian telah dibuang ke laut, juga log book yang mencatat bongkar muat Pasir Laut telah dilenyapkan. File data di komputer yang ada di atas kapal juga telah dihapus. AP4LI  mempertanyakan keseriusan tim penyidik, apakah karena itu tim penyidik dan aparat terkait menjadi tidak mampu bekerja lebih profesional. Atau sebenarnya mampu tetapi sengaja diam saja, atau karena mafia penyelundupan Pasir Laut telah bekerja meracuni mental aparat. Suatu tantangan mampukah Bangsa ini mengungkapnya.

Pelaku pencurian dan ekspor Pasir Laut illegal tidak jauh dari sekitar pemilik / pencarter Kapal, Nakhoda/ABK Kapal, Pengusaha Eksportir muatan kapal dan oknum Aparat. Sedangkan Penadah Pasir Laut Curian/illegal antara lain adalah Pembeli/Pemesan Pasir Laut kapal terdakwa di negara tujuan bongkar muatan kapal keruk yaitu Singapura. Singapura adalah satu-satunya negara pengimpor Pasir Laut dari Kepri Indonesia dalam jumlah skala proyek besar dengan cara-cara perdagangan yang tidak adil dan seimbang. Perdagangan yang tidak seimbang ini dapat dilakukan oleh pihak-pihak di Singapura dikarenakan Supply Pasir Laut jauh lebih besar dari Demand, mengakibatkan konsumen dapat mengendalikan harga.   

 

 

Kesimpulan

 

1.         Kemauan aparat pemerintah terkait yang bertugas untuk mengusut 13 kapal yang tertangkap oleh TNI-AL belum bekerja optimal, diantaranya adalah aparat penegak hukum atas pelanggaran UU Keimigrasian, UU Kepabeanan/Bea Cukai/Penggelapan Pajak, UU Pertambangan, UU Lingkungan Hidup dan UU Perhubungan. Apabila pelanggaran UU tersebut tidak segara diusut tuntas ke 13 kapal pencuri Pasir Laut hanya dihukum sangat ringan.

 

2.         Keputusan pengadilan hanya denda Rp. 30 juta  untuk setiap kapal merupakan fenomena hukum Negara Indonesia yang tidak mampu menembus fakta hukum yang terjadi. Tidak heran bila suatu pelanggaran hukum berat hanya divonis ringan, hal tersebut karena perangkat hukumnya tidak memadai.

 

3.         Pelaku dan penadah Pasir Laut curian yang diekspor secara illegal sudah jelas yaitu  13 kapal keruk Pasir Laut yang ditangkap oleh TNI-AL dan akan membawa muatan Pasir  Laut curiannya ke Singapura. Ke 13 Kapal Keruk itu telah bertahun-tahun bolak balik dari Singapura ke perairan Kepri membawa muatan Pasir Laut. Maka dapat dinyatakan Singapura adalah suatu negara penadah hasil curian Pasir Laut dari Kepri Indonesia.       

 

 

Bahan Diskusi dan Saran

 

1          Untuk menghadapi konsumen tunggal yaitu Singapura yang dapat mendikte atau menentukan harga Pasir Laut dari Kepri Indonesia, suppliers yang terdiri dari +/- 140 pemegang izin Kuasa Penambangan (KP) bergabung dalam satu organisasi yang solid agar mempunyai posisi yang kuat dalam menetapkan harga jual Pasir Laut yang menguntungkan. Organisasi yang solid dalam arti seluruh anggotanya mempunyai komitmen harga penjualan yang disepakati dan ditaati bersama.

 

2.         Penjualan Pasir Laut dilakukan G to G antara Pemerintah Singapura dan Indonesia, agar Indonesia dapat mengontrol ekspor ke Singapura dan Singapura tidak menerima atau mengimpor Pasir Laut illegal dari Indonesia begitu saja seperti menghalalkan segala cara untuk mensejahterakan rakyatnya sendiri.

 

3.         Apabila Indonesia dapat membuktikan bahwa Pasir Laut yang digunakan oleh Singapura untuk mereklamasi pantainya adalah Pasir Laut illegal dari Indonesia dengan jumlah yang signifikan. Apakah Indonesia dapat membawa ke Makamah Internasional untuk meminta ganti rugi.

 

4.         Saran, agar ekspor Pasir Laut dari Indonesia ke Singapura dibatasi hanya untuk pembangunan gedung dan infrastruktur dan bukan untuk reklamasi pantai yang dapat melebarkan wilayahnya. Reklamasi pantai di Singapura dapat merugikan bangsa Indonesia antara lain:

 

a.         Perluasan wilayah pantai Singapura berpotensi menggeser batas territoral negara tetangganya termasuk Indonesia. Proyek perluasan darat negara pulau kecil ini dalam kurun waktu panjang dapat diartikan sebagai upaya terselubung untuk menguasai selat Raffles yang Strategis dan merebut sebagian perairan utara Pulau Batam yang akan mengurangi wilayah territorial Indonesia.

 

b.         Terjadi manipulasi angka ekspor/impor Pasir Laut dari Indonesia selama puluhan tahun, merugikan pendapatan negara trilyunan Rupiah.

 

c.         Negara demand hanya satu yaitu Singapura, supply begitu banyak akibatnya berlaku hukum ekonomi demand lebih besar dari supply harga Pasir Laut Jatuh.

d.         Merusak Lingkungan yang memarginalkan kehidupan Nelayan sekitar penambangan Pasir.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.         Laporan Tahunan DKP Tahun 20001

2.         Klipping harian Kompas bulan Juli s/d Oktober 2000

3.         Klipping harian Media Indonesia bulan Juli s/d November 2002

4.         Rokhmin Dahuri, 2000. Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan untuk kesejahteraan Rakyat. LISPI, Jakarta.

5.         Jhingan, M.L. 2000 Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta