ã 2002 Harun Al Rasyid Martohandoyo Posted 26 November, 2002
Makalah
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
November 2002
Dosen :
Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr
John Haluan
SINGAPURA NEGARA PENADAH
HASIL CURIAN
PASIR LAUT DARI KEPULAUAN RIAU
Oleh:
Harun Al Rasyid Martohandoyo
Nrp. C561020154
E-mail: harmarto@yahoo.com
Menurut
beberapa hasil pengamatan dilapangan khususnya dari Ketua dan Sekjen Asosiasi
Pengusaha Penambangan dan Pemasaran Pasir Laut Indonesia (AP4LI} Eddy S Poluan
dan Erma Hidayat menyatakan bahwa para pengusaha yang tergabung dalam
d’Consortium sebagai penyewa Kapal Keruk Pasir Laut asing telah melakukan
pencurian pasir laut kemudian di ekspor ke Singapura. Eddy mengatakan para
pengusaha yang tergabung dalam d’Consortium itu diantaranya, dibelakang mereka
ada orang kuat dari TNI dan sejumlah orang kuat lainnya. Wakil`Ketua Fraksi
Reformasi DPR / Anggota Komisi V DPR RI Ir Afni Achmad mengatakan reklamasi di
Singapura dengan cara mengimpor pasir laut dari Riau telah menimbulkan banyak
kerugian, bukan saja aspek teritorial tapi juga ekonomi perdagangan dan
lingkungan hidup.
AP4LI mengharapkan Tim Pengendalian
Pengawasan dan Pengusahaan Pasir Laut (TP4L) juga meminta aparat Bea Cukai yang
terlibat kasus pencurian pasir laut dengan memanipulasi dokumen Pemberitahuan
Ekspor Barang (PEB) agar diperiksa. Dengan melakukan memanipulasi dokumen, para
aparat Bea Cukai tersebut telah melakukan tindak kejahatan. Sehubungan dengan
issu kasus ekspor Pasir Laut tersebut perlu pembuktian bahwa sebagian besar
Pasir Laut yang diekspor ke Singapura adalah Pasir Laut illegal, apabila
terbukti maka jelas bahwa Singapura adalah negara penadah Pasir Laut illegal
atau Pasir Laut curian dari Kepri, Indonesia.
Untuk menelusuri apakah ekspor Pasir Laut tersebut disamping sebagian kecil
diekspor secara legal ada juga yang illegal, bahkan merupakan hasil pencurian!
Sebenarnya telah diketaui dan bukan rahasia umum lagi bahwa manipulasi ekspor
yang berwujud penyelundupan atau barter gelap berbagai komoditi diwilayah
perbatasan khususnya di perairan Kepulauan Riau dan Selat Malaka telah terjadi
sejak pra perang kemerdekaan Indonesia tiga perempat abad yang lalu dengan
negara tujuan perdagangan gelap adalah
Singapura. Kejahatan penyelundupan di daerah perbatasan negara tetangga Singapura
telah diketahui bersama didalam berbangsa dan bernegara ini. Apabila pengawasan
pemerintah yang dilaksanakan oleh aparatnya yang terkait dilakukan dengan taat
hukum dan benar, maka akan mudah untuk menelusuri dan membuktikan kejahatan
pelaku penyelundupan dan dapat dibawa kemeja hijau. Ternyata dengan segala
keterbatasan fasilitas dan mental aparat yang bobrok, pemerintah semata-mata
tidak mampu bekerja sendiri secara baik untuk melaksanakan kontrol perdagangan
gelap dan penyelundupan di daerah perbatasan yang telah berlangsung lama dan
mengakibatkan kerugian yang besar bagi Republik yang kita sama-sama cintai ini.
Penyelundupan Kayu, Karet, Kopra, BBM, hasil laut / perikanan, TKW/TKI,
Pasir Laut dan lain – lain telah merugikan negara triliyunan Rupiah setiap
tahunnya dan telah berlangsung puluhan tahun. Pembahasan khusus tentang
pencurian, penyelundupan dan
perdagangan illegal Pasir Laut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Potensi
endapan pasir laut di perairan Kepri sekitar 1,2 triliyun m3 terhampar di
perairan seluas 235.294,57 km2. Kebutuhan Pasir Laut Singapura mendatang adalah
untuk proyek – proyek reklamasi pantai di P. Ubin, reklamasi di P. Tekong,
reklamasi di P. Jurong dan reklamasi di Tuas Phase 3B sebanyak 800 juta m3 hingga tahun 2004 ( DKP Laporan Tahunan 2001 ).
2. Singapura
adalah satu-satunya negara sebagai pangsa pasar tunggal yang membutuhkan Pasir
Laut dari Indonesia ( Kepri ) untuk pembangunan negaranya. Selama +/- 20
tahunan sebagai konsumen Pasir Laut Indonesia, Singapura telah menggunakannya
untuk bahan konstruksi bangunan gedung–gedung pencakar langit dan reklamasi
pantai perluasan kawasan Bandara Internasional Changi serta kawasan Industri
sekitarnya. Diperkirakan sampai dengan medio 2002 wilayah territorial darat
Singapura hasil reklamasi pantai telah bertambah dan melebar seluas 100
km2 ( Kompas, 16 Mei 2002
). DKP tahun 2001 menyebutkan bahwa tahun 1991 luasan wilayah Singapura
tercatat mencapai 633 km2, pada tahun 2001 wilayah Singapura bertambah menjadi
760 km2 atau bertambah menjadi 20 % selama 10 tahun.
3. Melihat
demand Pasir Laut sedemikian besar berada didepan mata atau sangat dekat dengan
wilayah Kepri yang kaya akan sumber mineral Pasir laut, maka muncullah
spekulasi-spekulasi usaha penambangan Pasir Laut yang menjamur di perairan
Kepri. Pada tahun 2001 tercatat sedikitnya 140 perusahaan yang bergerak di
bidang penambangan Pasir Laut dan hanya dua perusahaan yang dilengkapi dengan AMDAL.
Perusahaan-perusahaan tersebut sebagian besar memegang izin dari Propinsi
dan Kabupaten di Pemda Riau sejalan
dengan penerapan UU No. 22 tahun 1999 tentang Otoda.
4. Sebelum
berlakunya UU No.22 tahun1999 ekspor Pasir Laut di Kepri ditangani oleh Departemen
Pertambangan sejak tahun1970 an dan pernah selama 2 – 3 tahun diserahkan
pengelolaannya kepada Otorita Batam. Setelah itu diambil kembali oleh
Departemen Pertambangan Pusat. Sejalan dengan berlakunya UU Otonomi Daerah
penanganan penambangan dan ekspor Pasir Laut diserahkan kepada Pemerintah
Daerah.
5. Penambangan
Pasir Laut dari Perairan Kepri sebenarnya dapat memberikan
penghasilan(pendapatan) daerah rata-rata per tahun sebesar 2 Milyard Singapura Dollar dengan harga dasar
Singapura. Namun ekspor Pasir Laut ke Singapura tersebut hanya menghasilkan 28
– 75 juta Singapura Dollar per tahun bagi Pemda Kepri. Harga C & F Pasir
Laut di Singapura bervariasi antara 6 –
8 Singapura Dollar per m3, sedangkan nilai jual di Indonesia berkisar
1,2 – 1,5 Singapura Dollar per m3 bahkan pernah dijual 0,8 Singapura Dollar.
Volume impor Singapura dari Indonesia
rata-rata sebesar 300 juta m3 per tahun. Dari perhitungan sederhana ini
dapat diketahui bahwa devisa yang masuk dari ekspor Pasir Laut sangat kecil,
sehingga dapat diduga telah terjadi ekspor pasir Laut illegal ( DKP laporan
tahunan 2001 ).
6. Berdasarkan
peraturan, setiap Kapal bermuatan Pasir Laut sekali berangkat mengekspor ke
Singapura harus mempunyai satu dokumen PEB. Untuk membuktikan adanya pencurian
Pasir Laut dan ekspor illegal dari Kepri sebenarnya sangat mudah. Yakni dengan
meminta berkas dari Bea Cukai dan Bank tempat perusahaan tersebut membuka
rekening untuk menerima dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang. PEB tersebut ditanda tangani oleh Syahbandar
dan Bea Cukai. Pemerintah bisa meminta data ekspor dari pemerintah Singapura
dan mengadakan pengecekan silang dengan data yang ada pada Bea Cukai. Menurut
AP4LI dokumen PEB yang hanya berlaku untuk satu kali ekspor pada praktik
dilapangan dimanipulasi dapat digunakan berulang kali sehingga negara sangat
dirugikan.
7. Sekjen
AP4LI menunjukan data dari Surveyor Indonesia yang menyebutkan selama sepuluh
bulan terakhir sebelum tertangkapnya 13 kapal pengeruk dan pengangkut Pasir
Laut oleh TNI-AL, negara telah dirugikan sebesar Rp 2,7 triliyun akibat tidak
dibayarnya pajak ekspor Pasir laut. Praktik penyelundupan Pasir laut dengan
tidak membayar pajak ekspor itu dilakukan dengan dua cara. Pertama memanipulasi
volume Kapal keruk, Kapal Keruk bermuatan 50.000 m3 dilaporkan hanya mengangkut
5.000 m3. Kedua memanipulasi pelaporan jumlah pelayaran, Kapal Keruk
bolak-balik mengirim pasir ke Singapura dilaporkan hanya satu kali berlayar
dalam satu hari.
Pelaku dan Penadah
Ekspor Pasir Laut illegal
Tertangkapnya 13 Kapal Keruk dan angkut Pasir Laut dengan negara tujuan
Singapura di Perairan Kepri oleh TNI-AL pada periode bulan Juli dan September
tahun 2002, menjadi semakin jelas siapa pelaku dan penadah pencurian Pasir
Laut. Nakhoda dan ABK Kapal, pemilik kapal, Pengusaha / Pemilik Kuasa
Penambangan (KP), Bea Cukai, Syahbandar, Pengusaha eksportir pasir Laut dan
Pembeli / Pemesan Pasir Laut di Singapura perlu diselidiki dan diperiksa.
Pelanggaran yang dilakukan oleh 13 Kapal Keruk pada saat diperiksa ( sesuai tugas
dan wewenang instansi TNI-AL ) didakwa bahwa pihak kapal tidak dapat menunjukan
dokumen pelayaran asli yang ada hanya foto copy dokumen. Atas kasus tersebut
Pengadilan Negeri Tanjung Pinang dan
Tanjungbalai Karimun telah memutuskan bersalah melanggar surat izin berlayar
dan kepabeanan dengan penjatuhan hukuman ringan masing-masing Kapal didenda
sebesar Rp. 30 juta atau kurungan selama-lamanya enam bulan kepada Pemilik dan
Nakhoda Kapal.
Vonis pengadilan dengan hukuman yang sangat ringan ini mengundang
kontrovesial, mengapa Pengadilan Negeri atau Aparat pemerintah terkait tidak
proaktif dan berkemauan untuk menyelidiki pelanggaran tindak pidana yang lain
yang dilakukan oleh ke 13 Kapal Keruk, disamping pelanggaran surat izin
berlayar yang dihukum ringan. Sudah jelas dan bukan rahasia umum bahwa modus
penggelapan pajak dan royalti pertambangan telah dilanggar oleh para pelaku.
Menurut Sekjen AP4LI pada harian Media Indonesia tanggal 23 September bahwa
Keputusan Presiden RI Nomor 33 tahun
2002 tentang Pengendalian dan pengawasan Pengusahaan Pasir Laut telah membentuk
TP4L untuk menetapkan Kapal-Kapal Keruk tersebut dikenai pelanggaran UU
Keimigrasian, UU Kepabeanan/Bea Cukai/Penggelapan Pajak, UU Pertambangan, UU
Lingkungan Hidup dan UU Perhubungan.
Sejak penangkapan empat bulan yang lalu tim penyidik secara bergantian
tidak mampu mengaplikasikan pelanggaran terhadap UU yang berlaku. Dengan alasan
tidak ada bukti-bukti yang kuat, karena barang bukti telah dibuang dan dihapus.
Pasir laut curian telah dibuang ke laut, juga log book yang mencatat bongkar
muat Pasir Laut telah dilenyapkan. File data di komputer yang ada di atas kapal
juga telah dihapus. AP4LI
mempertanyakan keseriusan tim penyidik, apakah karena itu tim penyidik
dan aparat terkait menjadi tidak mampu bekerja lebih profesional. Atau
sebenarnya mampu tetapi sengaja diam saja, atau karena mafia penyelundupan
Pasir Laut telah bekerja meracuni mental aparat. Suatu tantangan mampukah
Bangsa ini mengungkapnya.
Pelaku pencurian dan ekspor Pasir Laut illegal
tidak jauh dari sekitar pemilik /
pencarter Kapal, Nakhoda/ABK Kapal, Pengusaha Eksportir muatan kapal dan
oknum Aparat. Sedangkan Penadah Pasir Laut Curian/illegal antara lain adalah Pembeli/Pemesan Pasir Laut kapal
terdakwa di negara tujuan bongkar muatan kapal keruk yaitu Singapura. Singapura adalah satu-satunya negara pengimpor Pasir
Laut dari Kepri Indonesia dalam jumlah skala proyek besar dengan cara-cara
perdagangan yang tidak adil dan seimbang. Perdagangan yang tidak seimbang ini
dapat dilakukan oleh pihak-pihak di Singapura dikarenakan Supply Pasir Laut
jauh lebih besar dari Demand, mengakibatkan konsumen dapat mengendalikan
harga.
1. Kemauan
aparat pemerintah terkait yang bertugas untuk mengusut 13 kapal yang tertangkap
oleh TNI-AL belum bekerja optimal, diantaranya adalah aparat penegak hukum atas
pelanggaran UU Keimigrasian, UU Kepabeanan/Bea Cukai/Penggelapan Pajak, UU
Pertambangan, UU Lingkungan Hidup dan UU Perhubungan. Apabila pelanggaran UU
tersebut tidak segara diusut tuntas ke 13 kapal pencuri Pasir Laut hanya
dihukum sangat ringan.
2. Keputusan
pengadilan hanya denda Rp. 30 juta
untuk setiap kapal merupakan fenomena hukum Negara Indonesia yang tidak
mampu menembus fakta hukum yang terjadi. Tidak heran bila suatu pelanggaran
hukum berat hanya divonis ringan, hal tersebut karena perangkat hukumnya tidak
memadai.
3. Pelaku
dan penadah Pasir Laut curian yang diekspor secara illegal sudah jelas
yaitu 13 kapal keruk Pasir Laut yang
ditangkap oleh TNI-AL dan akan membawa muatan Pasir Laut curiannya ke Singapura. Ke 13 Kapal Keruk itu telah
bertahun-tahun bolak balik dari Singapura ke perairan Kepri membawa muatan
Pasir Laut. Maka dapat dinyatakan Singapura adalah suatu negara penadah hasil
curian Pasir Laut dari Kepri Indonesia.
1 Untuk menghadapi konsumen tunggal yaitu Singapura yang
dapat mendikte atau menentukan harga Pasir Laut dari Kepri Indonesia, suppliers
yang terdiri dari +/- 140 pemegang izin Kuasa Penambangan (KP) bergabung dalam
satu organisasi yang solid agar mempunyai posisi yang kuat dalam menetapkan
harga jual Pasir Laut yang menguntungkan. Organisasi yang solid dalam arti
seluruh anggotanya mempunyai komitmen harga penjualan yang disepakati dan
ditaati bersama.
2. Penjualan Pasir Laut dilakukan G to G antara Pemerintah
Singapura dan Indonesia, agar Indonesia dapat mengontrol ekspor ke Singapura
dan Singapura tidak menerima atau mengimpor Pasir Laut illegal dari Indonesia
begitu saja seperti menghalalkan segala cara untuk mensejahterakan rakyatnya
sendiri.
3. Apabila
Indonesia dapat membuktikan bahwa Pasir Laut yang digunakan oleh Singapura
untuk mereklamasi pantainya adalah Pasir Laut illegal dari Indonesia dengan
jumlah yang signifikan. Apakah Indonesia dapat membawa ke Makamah Internasional
untuk meminta ganti rugi.
4. Saran,
agar ekspor Pasir Laut dari Indonesia ke Singapura dibatasi hanya untuk
pembangunan gedung dan infrastruktur dan bukan untuk reklamasi pantai yang
dapat melebarkan wilayahnya. Reklamasi pantai di Singapura dapat merugikan
bangsa Indonesia antara lain:
a. Perluasan
wilayah pantai Singapura berpotensi menggeser batas territoral negara
tetangganya termasuk Indonesia. Proyek perluasan darat negara pulau kecil ini dalam
kurun waktu panjang dapat diartikan sebagai upaya terselubung untuk menguasai
selat Raffles yang Strategis dan merebut sebagian perairan utara Pulau Batam
yang akan mengurangi wilayah territorial Indonesia.
b. Terjadi
manipulasi angka ekspor/impor Pasir Laut dari Indonesia selama puluhan tahun,
merugikan pendapatan negara trilyunan Rupiah.
c. Negara
demand hanya satu yaitu Singapura, supply begitu banyak akibatnya berlaku hukum
ekonomi demand lebih besar dari supply harga Pasir Laut Jatuh.
d. Merusak
Lingkungan yang memarginalkan kehidupan Nelayan sekitar penambangan Pasir.
DAFTAR PUSTAKA
1. Laporan
Tahunan DKP Tahun 20001
2. Klipping harian Kompas bulan Juli s/d Oktober 2000
3. Klipping
harian Media Indonesia bulan Juli s/d November 2002
4. Rokhmin
Dahuri, 2000. Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan untuk kesejahteraan Rakyat.
LISPI, Jakarta.
5. Jhingan,
M.L. 2000 Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta