ã 2002 Gusti Ayu Kade Sutariati                                                                      Posted  7 November, 2002

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

November  2002

 

Dosen :

Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Zahrial Coto

Dr Bambang Purwantara

 

 

 

PENINGKATAN PERFORMANSI BENIH CABAI (Capsicum annuum L.)

DENGAN  PERLAKUAN INVIGORASI BENIH

 

 

Oleh :

 

 Gusti Ayu Kade Sutariati

AGR A361020141

E-mail: g-ayuks@telkom.net

 

 

        

PENDAHULUAN

         Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain dimanfaatkan sebagai bumbu masak atau bahan campuran pada berbagai industri pengolahan makanan dan minuman, cabai juga digunakan untuk pembuatan obat-obatan (Setiadi, 1996).

         Kebutuhan akan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Meskipun kebutuhan terhadap cabai meningkat, namun produksi cabai di Indonesia masih rendah. Rataan produksi nasional baru mencapai 3.3 – 3.5 ton ha-1. Angka tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan potensi produksinya yang dapat mencapai 20 ton ha-1 (Suwandi, 1995). Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan pengetahuan dan teknik budidaya yang tepat sesuai dengan daya dukung agroekosistemnya.

         Benih bermutu merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam budidaya tanaman cabai. Suplai benih untuk musim tanam berikutnya, mengharuskan terjadinya proses penyimpanan benih. Apabila penyimpanan tidak ditangani dengan baik, maka benih akan mudah mengalami kemunduran sehingga mutunya menjadi rendah. Disamping itu, perkecambahan cabai lambat dan tidak seragam. Ilyas (1994) menyatakan bahwa benih cabai memerlukan imbibisi yang lama sebelum berkecambah dan suhu yang agak tinggi untuk mencapai perkecambahan maksimum.

         Menurut Khan et al. (1992), imbibisi pada benih yang dilakukan secara tiba-tiba apalagi terhadap benih dengan kadar air sangat rendah dan benih yang mengalami penyimpanan yang lama dapat menyebabkan kerusakan pada struktur membran sehingga perlu suatu kondisi dimana imbibisi dilaksanakan secara terkontrol. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan invigorasi benih yaitu dengan cara mengkondisikan benih sedemikian rupa sehingga karakter fisiologi dan biokimiawi yang terdapat di dalam benih dapat dimanfaatkan secara optimal.

 

PERKECAMBAHAN BENIH CABAI

         Secara fisiologis, perkecambahan benih adalah dimulainya lagi proses metabolisme yang tertunda serta berlangsungnya transkripsi genom. Secara biokimia, perkecambahan merupakan diferensiasi lanjutan dari lintasan oksidatif dan lintasan sintetik serta perbaikan lintasan biokimia khusus dari pertumbuhan dan perkembangan vegetatif (Khan, 1992). Proses perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang berpengaruh adalah susunan kimiawi benih yang berhubungan dengan daya hidup benih. Sifat ketahanan ini meliputi masalah kadar air benih, kegiatan enzim dalam benih dan kegiatan-kegiatan fisik atau biokimiawi dari kulit benih, sedangkan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah air, gas, suhu dan oksigen (Bewley dan Black, 1985).

         Kulit benih dan struktur disekitarnya dapat mempengaruhi kemampuan perkecambahan benih melalui penghambatan terhadap penyerapan air, pertukaran gas, difusi inhibitor endogenous atau penghambatan pertumbuhan embrio. Sementara jika penghambatan perkecambahan terjadi pada benih yang tidak mempunyai kulit keras atau tidak memerlukan skarifikasi untuk penyerapan air, maka kemungkinan penyebabnya adalah penghambat bagian lain dari benih misalnya endosperma (Watkins dan Cantliffe, 1985). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tingkat hambatan endosperma dalam benih cabai dipengaruhi oleh lama imbibisi, suhu perkecambahan, ketersediaan oksigen dan perlakuan pada benih.

 

PENGARUH PERLAKUAN INVIGORASI TERHADAP PENINGKATAN PERFOR-MANSI BENIH

 

         Perlakuan benih secara fisiologis untuk memperbaiki perkecambahan benih melalui imbibisi air secara terkontrol telah menjadi dasar dalam invigorasi  benih. Saat ini perlakuan invigorasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi mutu benih yang rendah yaitu dengan cara memperlakukan benih sebelum tanam untuk mengaktifkan kegiatan metabolisme benih sehingga benih siap memasuki fase perkecambahan. Selama proses invigorasi, terjadi peningkatan kecepatan dan keserempakan perkecambahan serta mengurangi tekanan lingkungan yang kurang menguntungkan. Invigorasi dimulai saat benih berhidrasi pada medium imbibisi yang berpotensial air rendah. Biasanya dilakukan pada suhu 15-20oC. Setelah keseimbangan air tercapai selanjutnya kandungan air dalam benih dipertahankan (Khan, 1992)

Berbagai cara dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih sebelum tanam yaitu osmoconditioning, priming, moisturizing, hardening, humidification, solid matrix priming, matriconditioning dan hydropriming. Namun demikian cara yang umum digunakan adalah osmoconditioning (conditiong dengan menggunakan larutan osmotik seperti PEG, KNO3, KH2PO4, NaCl dan manitol) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat lembap, seperti Micro-Cel E, Vermikulit, juga telah dipelajari beberapa media alternatif antara lain abu gosok dan serbuk gergaji).

         Perlakuan  invigorasi benih telah banyak diteliti dan telah umum diketahui memberikan pengaruh positif terhadap berbagai perubahan fisiologis dan biokimia di dalam benih. Beberapa hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dan mengurangi luka imbibisi pada benih buncis yang menua sebagai akibat dari meningkatnya integritas membran (Ptasznik dan Khan, 1993), meningkatkan viabilitas dan vigor benih cabai (Yunitasari dan Ilyas, 1994), kacang panjang (Shalahuddin dan Ilyas, 1994; Ilyas dan Suartini, 1997), mempercepat perkecambahan dan keserempakan tumbuh benih cabai dan meningkatkan vigor benih yang bermutu rendah (Ilyas, 1996; Ilyas et al., 2002)). Studi biokimia pada benih cabai menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dengan matriconditioning menyebabkan peningkatan aktivitas ACC oksidase atau ethylene forming enzyme (EFE) yang mengoksidase ACC menjadi etilen pada saat perkecambahan (Ilyas, 1994), meningkatkan konsentrasi total protein dan menyebabkan perubahan pola pita protein dan enzim (Ilyas et al., 2002).        

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

         Hasil penelitian pada tanaman cabai menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi pada tingkat vigor benih yang berbeda (Tabel 1) mampu meningkatkan indeks vigor, daya berkecambah dan kecepatan perkecambahan. Pengaruh perlakuan invigorasi  secara nyata nampak lebih efektif pada benih yang memiliki tingkat vigor sedang, sementara pada vigor tinggi, pengaruh perlakuan invigorasi  secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol.  Khan et al., (1992) menyatakan bahwa perlakuan invigorasi  benih dapat memperbaiki sel-sel vital benih terutama benih yang mempunyai vigor rendah dan sedang.

         Hal yang sama terjadi pada peubah bobot kering kecambah normal, pada benih dengan tingkat vigor sedang, perlakuan invigorasi mampu meningkatkan bobot kering kecambah normal (0.8 g) dibanding kontrol (0.61 g). Sementara pengaruh perlakuan invigorasi  tidak berbeda nyata dengan kontrol pada benih dengan tingkat vigor tinggi. Menurut Copeland dan McDonald (1996), benih bervigor rendah yang telah mengalami perlakuan invigorasi meningkat viabilitas dan vigornya. Benih yang berviabilitas tinggi memiliki kemampuan untuk mensintesis material baru secara efisien dan dengan cepat mentransfer material baru tersebut untuk pertumbuhan kecambah sehingga menyebabkan peningkatan akumulasi bobot kering kecambah.

         Pengaruh perlakuan invigorasi dalam memperbaiki sel vital secara nyata dapat dilihat pada peubah daya hantar listrik. Nilai daya hantar listrik mengalami penurunan yang sangat drastis pada benih yang mendapat perlakuan invigorasi dibanding dengan kontrol baik pada benih dengan tingkat vigor sedang maupun tinggi. Studi Ptasznik dan Khan (1993) pada benih buncis menunjukkan bahwa benih yang mendapat perlakuan matriconditioning  memiliki daya hantar listrik terendah, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada benih yang tidak mendapat perlakuan matriconditioning.

Tabel     

Pengaruh  Perlakuan Invigorasi  pada Tingkat Vigor Benih yang Berbeda terhadap Beberapa Peubah Viabilitas dan Vigor Benih

 

Tingkat Vigor

Invigorasi

IV

(%)

DB

(%)

KCP

(%/hari)

BKKN

(g)

DHL

mMhos cm-1g-1

 

Vigor sedang

 

Kontrol

 

48.50 c

 

79.25 c

 

10.65 c

 

0.61 c

 

      491.19 a

 

Invigorasi

76.00 b

89.25 b

12.42 b

0.80 b

        61.00 c

 

Vigor tinggi

 

Kontrol

 

88.50 a

 

97.25 a

 

13.72 a

 

0.96 a

 

      431.19 b

 

Invigorasi

94.50 a

98.50 a

13.94 a

0.98 a

        48.13 d

Keterangan :  

Nilai sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. IV (Indeks Vigor), DB (Daya Berkecambah), (KCP (Kecepatan Perkecambahan), BKKN (Bobot Kering Kecambah Normal), DHL (Daya Hantar Listrik)

 

Membran memainkan peranan yang sangat penting dalam kompartementasi selular. Kerusakan membran dapat meyebabkan perubahan-perubahan metabolik yang merugikan. Kerusakan tersebut dapat dikurangi dengan cara mengimbibisikan benih pada konsentrasi yang mengurangi laju penyerapan air. Penyerapan air yang terjadi secara lambat dapat mengembalikan membran ke bentuknya yang normal (Fu et al., 1988). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa selama perlakuan invigorasi terjadi perubahan aktivitas fisiologi dan biokimia di dalam benih. Beberapa jenis enzim yang erat kaitannya dengan perbaikan membran seperti ATPase, ACC sintetase dan isocitrate lyase meningkat selama perlakuan invigorasi.  Perubahan komposisi lemak membran akibat aktivitas enzim tersebut menyebabkan meningkatnya integritas membran sehingga mengurangi kebocoran metabolit.

 

KESIMPULAN

         Perlakuan invigorasi berpengaruh secara nyata terhadap performansi benih cabai berdasarkan pengamatan terhadap parameter fisiologi (viabilitas dan vigor) benih. Terjadi peningkatan  indeks vigor, daya berkecambah, kecepatan perkecambahan, bobot kering kecambah normal dan daya hantar listrik sebagai akibat dari perlakuan invigorasi benih. Perlakuan invigorasi benih juga secara nyata dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih yang memiliki tingkat vigor sedang.

 

DAFTAR PUSTAKA

Andreoli, C and A.A. Khan. 1993. Improving papaya seedling emergence by matriconditioning and gibberellin treatment. Hort.Sci. 28 (7): 708-709.

 

Bewley, J.D. and M. Black. 1985. Seed Physiology of Development and Germination. Plenum Press. New York.

 

Copeland, L.O and M.B. McDonald. 1996. Principles of Seed Science and Technology. Macmillan Publishing Co. 321p.

 

Fu, J.R., X.H. Lu, R.Z. Chen, B.Z. Zhang, Z.S. Liu, Z.S. Li and D.Y. Cai. 1988. Osmoconditioning of peanut (Arachis hypogaea L.) seeds with PEG to improve vigor and some biochemical activities. Seed Sci. Technol. 16:197-212.

 

Ilyas, S. 1994. Matriconditioning benih cabai (Capsicum annuum L.) untuk memperbaiki performansi benih. Keluarga benih 5(1): 59-67.

 

Ilyas, S. 1996.  Perubahan fisiologis dan biokemis dalam proses “Seed Conditioning”. Keluarga Benih 6(2): 70-79.

 

Ilyas, S. and W. Suartini. 1998.  Improving seed quality, seedling growth, and yield of yard-long bean (Vigna unguiculata (L.) Walp.) by seed conditioning and giberelic acid treatment. P. 292-301. In: A.G. Taylor and Xue-Lin Huang (eds) Progress in Seed Research: Proceeding of The Second International Conference on Seed Science and Technology, Guangzhou, China, 1997.

 

Ilyas, S., G.A. Sutariati, F.C. Suwarno and Sudarsono. 2002. Matriconditioning improved quality and protein level of medium vigor hot pepper seed. Seed Technology 24 (1): 67-77.

 

Khan, A.A. 1977. The Physiology and Biochemistry of Seed Development, Dormancy and Germination. Elseiver Biomedical Press. Amsterdam. New York. Oxford.

 

Khan, A.A., J.D. Maguire, G.S. Abawi and S. Ilyas. 1992. Matriconditioning of vegetable seeds to improve stand establishmeny in early field plantings. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 117(1): 41-47.

 

Ptasznik, W and A.A. Khan. 1993. Retaining the benefits of matriconditioning by controlled drying of snap bean seeds. Hort. Sci. 28 (10): 1027-1030.

 

Setiadi. 1996. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 183 hal.

 

Suwandi, N. Sumarni dan F.A. Bahar. 1995. Aspek Agronomi Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

 

Watkins, J.T., D.J. Cantliffe, D.J. Huber and T.A. Nell. 1985. Gibberellic acid stimulated degradation of endosperm in pepper. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 11(1): 61-65.