© 2002 Program Pasca Sarjana
IPB
Makalah Kelompok C
/TKL-Khusus Posted 21 December, 2002
Falsafah Sains (PPs
702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian
Bogor
December 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
PETA INDONESIA: SEBUAH PERJALANAN PANJANG
Oleh :
Johanes Judiono, C5260140614
Suseno, C5260140414
A.Budiono, C5260140314
Mustafa Abubakar, C561020234
1.
Latar Belakang
Kolonialisme
dimulai dari sebuah peta. Dari sebuah gambaran penuh dengan simbol, arah
navigasi ditentukan dan sebuah sasaran yang ditargetkan. Sementara kita duduk
dibangku sekolah dasar, kita mengenal nama Cornelis de Houtman , orang Belanda
pertama yang bersauh di Jawa. Sepanjang kita mempelajari Sejarah Indonesia dan
bahkan para sejarahwan Indonesia sangat sedikit yang mengenal nama Jan Huygen
van Linschoten. Padahal tanpa tokoh itu, mungkin negara kita yang belakang
dikenal dengan nama Indonesia tak terlalu terburu buru dijajah.
Thomas Suarez
yang menulis Early Mapping of Southeast Asia, secara menarik mengulas
sejarah peta kuno Asia, terutama tentang pemetaan kawasan Asia Tenggara pada
abad 16. Peta peta kuno Asia Tenggara mempunyai beberapa karakteristik yang
menarik karena banyak mengandung improvisasi yang berbeda dengan Peta kuno
Eropa yang banyak detilnya. Kebanyakan peta peta kuno ini berasal dari Eropa.
Peta peta itu mewakili masyarakat Eropa yang memahami sebuah wilayah asing
dan tidak dianggap sebagai sebuah kawasan khusus.
Sesuai dengan
fungsinya, peta peta tersebut membantu mempercepat masuknya bangsa Eropa ke
wilayah wilayah Non Eropa. Lewat peta itu bangsa Eropa memberitakan kekayaan
bangsa Asia Tenggara untuk mengundang pelaku Kolonialisme lain ataupun penanam
modal.
Diantara negara
negara Eropa, Negara Portugal mempunyai keinginan untuk membuktikan kebenaran
cerita tadi. Setelah menaklukan Malaka ( 1511 ), Alfonso de Albuquerque
meneruskan pelayarannya menuju kepulauan di Asia Tenggara dengan tiga kapal.
Dalam ekspedisi tersebut salah satu kapal secara tak sengaja menabrak kapal
karam di perairan Banda. Mereka terdampar, penduduk setempat dengan ramah
menolong mereka dan menjual Pala dengan harga yang sangat murah.
Dari situlah
semua bermula, rempah rempah yang semula harus didapat bangsa Eropa melalui
beberapa tangan yaitu pedagang Melayu, Cina dan Arab dengan harga ribuan kali
lipat, ternyata dapat diperoleh dengan begitu murah. Bau harum semerbak pun
segera memenuhi udara Eropa, membuat bangsa bangsa Pelaut lain
tertarik untuk datang. Belanda negara yang terhitung paling muda dibandingkan
dengan Spanyol, Portugal dan Inggris ingin juga turut dalam persaingan
meluaskan tanah jajahan. Pada tahun 1595 Kerajaan Belanda memberi kepercayaan
kepada Maskapi Dagang Hindia Belanda ( VOC ) untuk mulai misi ke Timur.
Duyfken ( Merpati
Kecil ) adalah salah satu kapal layar kecil penunjuk jalan yang dikirim untuk
mengarungi Samudera menuju Kepulauan
Banda sehingga masuk dalam percaturan politik International abad 17. Selama
sembilan bulan Duyfken melakukan pelayarannya, dimulai dari Pelabuhan
Fremantle, Australia Barat, lalu menyisir perairan Barat Australia ke Pulau
Sumbawa, Pulau Banda, Port Moresby dan berakhir di Cairns Australia.
Bagaimanapun,
ekspedisi masa lalu ke Timur merupakan kisah para petualang Eropa abad 15 17
yang berupaya memetakan wilayah Nusantara. Sebuah pemetaan yang penuh kesalahan
dan tidak akurat yang menjadi panduan para Kolonialis untuk menemukan sumber
rempah rempah. Mereka menyebut Banda sebagai Kepualauan Buah Surga .
(
Gambar 1 : Peta Perjalanan Duyfken
2.
T u j u a n
Peta adalah
penggambaran dua dimensi ( pada bidang datar ) dari sebagian / keseluruhan muka
bumi yang dilihat dari atas kemudian diperbesar dan diperkecil dengan
perbandingan tertentu. Jadi tujuan / manfaat Peta adalah agar kita dapat
menentukan arah, titik koordinat /lokasi, jarak, kontur laut / darat, rencana
pelayaran, dan lain lain.
Dari peta peta kuno
tersebut dapat dilihat bahwa letak Geografis Kepulauan Nusantara dengan
penyebaran pulau pulau dan perairan
yang lebih luas daripada wilayah daratan maka sudah selayaknya dalam
memandang Kepulauan Nusantara harus berdasarkan pada Pengetahuan Geopolitik (
Geopolitik adalah pengetahuan tentang keadaan, pengetahuan tentang segala
sesuatu yang berhubungan Geografishe
Constellatie dari suatu Negara ).
Dengan demikian
Pelayaran antara pulau memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan
ekonomi Indonesia, karena pelayaran antar pulau tersebut merupakan sasaran yang
paling efektif untuk mengangkut barang barang atau komoditi perdagangan
dengan menggunakan saran Peta.
Pada tahun 1864
Rute rute Peta Pelayaran di Indonesia mulai berkembang dimana Pemerintah
Hindia Belanda memberi bantuan keuangan dan menugaskan kepada W. Cores de Fries
( seorang Perwira Pelayaran Belanda ) untuk membuka rute rute pelayaran yang
menghubungkan 16 Pelabuhan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara dan Maluku.
Gambar 2 : Rute Pelayaran dari W. Cores de Fries 1864
3.
Kebenaran Epistemologik
Sesungguhnya,
Peta Indonesia mulai digunakan sejak orang Portugis pertama kali datang ke
Indonesia. Penjajah dari Venezia, Ludovic Varthena menyebutkan bahwa seorang
mualim pribumi telah berlayar dari Kalimantan menuju ke Jawa pada tahun 1505
dengan menggunakan Peta sebagai petunjuk. Pada tahun 1511 sebuah ekspedisi
Portugis berlayar ke P. Jawa dan Maluku. Ahli Kartografi Fransisco yang
menyertai ekspedisi itu membuat Peta dari Kepulauan dan Perairan yang
dikunjungi. Sejak akhir abad 15 Peta sudah mulai dibuat di Eropa dan dapat
dikatakan bahwa penerbit dan ilmuwan Eropa mendominasi pembuatan Peta sampai
awal abad 20.
Terjadinya
dan kebenaran suatu Ilmu Pengetahuan mengenai Peta adalah pada adanya kehendak
sadar manusia untuk mengenal obyek obyek disekitarnya dan dalam dirinya.
Pengenalan lewat indra, akal budi, intuisi serta keimanan kita. Pengenalan
pengenalan tersebut memegang peranan
penting dalam pembuatan Peta Kuno, karena pada saat itu belum ada dukungan
sarana yang canggih, maka penentuan arah mata angin kacau balau, utara selatan
terbalik, skala tak proporsional dan lokasi salah letaknya. Tapi disitulah
letak nilai artistiknya. Tidak tepatnya dan bergesernya penggambaran pulau
pulau itu menjadi Deformasi yang indah.
()
Gambar 3 : Peta Asia Tenggara, 1635 karya Willem Blaeu
4.
Aksiologi sebuah Peta Nusantara
Pentingnya
fungsi Peta pada waktu itu dapat dimaklumi, karena dunia Pelayaran belum
mengenal peralatan seperti Radar, GPS dan peralatan Nautical lainnya. Sehingga
mereka saling bersaing untuk membuat Peta selengkap lengkapnya. Misalnya
Inggris pada tahun 1900 membuat Peta Asia Tenggara dan Indo China yang lengkap
dengan nama pulau, kota dan sumber daya alam. Peta ini juga mencatat bahwa Siak
pada waktu itu adalah penghasil gading gajah, Bengkalis penghasil karet, beras
dan sagu sementara Singkep penghasil Timah.
Peta peta kuno tesebut tentunya
menampilkan konsep konsep yang memiliki nilai nilai yang benar atau salah.
Peta
kuno Nusantara sangat menarik dan memiliki nilai nilai karena :
a.
Mengulas sejarah Peta Kuno Asia dan sejarah Peta Kuno di jaman VOC.
b.
Peta kuno memegang peranan penting bagi penaklukan sebuah kawasan, dan
dipandang sebagai dokumen rahasia karena betapa mahalnya sebuah manuskrip yang
mengungkap jalur ke wilayah Nusantara.
c.
Memiliki mutu Estetika, dibandingkan dengan peta modern, peta kuno jauh
lebih memiliki nilai artistik. Sesungguhnya minimnya peralatan dan pengetahuan
lazim menghasilkan peta kuno yang jauh dari presisi. Prinsip Supply Demand
juga berlaku dalam bursa peta kuno dan memiliki harga pasar yang sangat
tinggi. ( Sebuah Peta Pulau
Jawa karya kartografer Prancis Bellin tahun 1775 dijual seharga US$ 1.970 oleh
Edwin Raharjo yang memiliki hobby mengumpulkan peta kuno ).
Nilai nilai peta kuno tersebut diatas tentunya
merupakan titik awal pembuatan peta Indonesia misalnya ; Peta Topografi, Peta
Navigasi sampai dengan peralatan yang paling canggih yaitu penginderaan jauh
melalui satelit untuk melihat zona potensi ikan ( ZPI ) disuatu perairan merupakan alternatif yang sangat tepat
untuk mendukung usaha optimalisasi pemantapan potensi kelautan. Berdasarkan
kajian yang dilakukan oleh Azis, dkk serta Komisi Nasional Stock Asesment,
wilayah perairan laut Indonesia diklasifikasikan menjadi sembilan wilayah pengelolaan sumberdaya
perikanan yaitu : Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Selat Makasar dan
Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram
sampai Teluk Tomini, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, Laut Arafura, dan
Samudera Hindia.
Semua penginderaan jauh
melalui satelit tidak akan menghasilkan data yang akurat tanpa didukung sebuah
Peta. Teknologi penginderaan jauh melalui satelit, yang memungkinkan
pengendalian Perikanan Tangkap, Pengembangan budidaya Perikanan dan pengolahan
produk hasil laut.
Gambar 4 : Zone Potensi Ikan ( ZPI.
5.
Kesimpulan
a. Melalui peta bangsa Eropah mengundang
kolonialisme ke Asia tenggara, sehingga Peta kuno tersebut mempunyai kontribusi
terhadap proses kolonisasi dan dipandang sebagai dokumen rahasia.
b. Peta kuno memiliki nilai estetika dan memiliki
peranan yang penting dalam penaklukan sebuah kawasan sehingga membuat Peta
tersebut memiliki pasar tersendiri. Melalui Peta bangsa Eropa mengundang
Kolonialisme ke Asia Tenggara,
c. Pemanfaatan peta dalam sektor perikanan merupakan alternatif yang sangat tepat
untuk mendukung usaha optimalisasi pemantapan potensi kelautan. Adanya
zonasi pengelolaan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari kontribusi
peta kuno yang telah mempunyai andil
dalam proses pengembangan selanjutnya.
Kompas
Cyber Media,.Eksplorasi kelautan masih sebatas bicara Potensi, 21 April 2002
Muhajir H. Noeng,.Filsafat Ilmu ; Positivisme, Post
Positivisme dan Post Modernisasme, Penerbit : Rake Sarasin , cetakan I 2001
Purwaka , Tommy H., Pusat studi wawasan nusantara,
cetakan pertama Nopember 1993. Pelayaran antar pulau Indonesia
Suriasumantri Jujun
S., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
2002.
Tarumingkeng, R,C.
catatan kuliah :pengantar ke Falsafah Sains 2002,
Tempo, Peta kuno
Nusantara : Fantasi sebuah peradaban,. 3
September 2000.