© 2002 Program Pasca Sarjana
IPB
Makalah Kelompok B
/TKL-Khusus Posted 29 November,
2002
Falsafah Sains (PPs
702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian
Bogor
November 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
STABILITAS EMULSI DAN EFISIENSI
ENKAPSULASI MINYAK IKAN LEMURU (Sardinella lemuru)
Oleh:
Kelompok B
Aef
Permadi/C.561020044
Djodjo
Suwardjo/C.5620140514
Harun Al
Rasyid M/C. 561020154
I Nyoman
Suyasa/C.561020024
Nazori Djazuli/C.561020084
Y.A. Budhi
Jatmiko/C.561020
Menurut
Stansby (1982), minyak ikan banyak mengandung jenis asam lemak omega-3 yakni EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA
(Docosahexaenoic Acid). Hasil penelitian Dewi (1996) menunjukkan bahwa
kandungan EPA dan DHA pada minyak ikan lemuru masing-masing sebesar 15 % dan 11
%. Minyak ikan lemuru ini dapat diperoleh dari hasil samping pengolahan
pengalengan dan penepungan ikan lemuru yang banyak terdapat di daerah Muncar,
Jawa Timur.
Enkapsulasi
minyak ikan lemuru merupakan suatu upaya memanfaatkan potensi yang dimiliki
minyak ikan lemuru sebagai bahan makanan tambahan. Teknik enkapsulasi dapat
mengatasi kelemahan minyak ikan yang bersifat sangat sensitif terhadap oksigen
dan memiliki cita rasa yang tidak enak dengan menghasilkan produk berbentuk
padatan berukuran mikro sehingga dapat dengan mudah dicampur dengan makanan
lain.
Enkapsulasi
adalah suatu proses melapisi bahan dengan suatu pelapis polimer. Menurut Risch
(1995) terdapat beberapa teknik enkapsulasi yang dapat digunakan yaitu
pengeringan semprot (spray-drying),
pendinginan semprot (spray-chilling),
ekstruksi, dan koaservasi. Diantara teknik-teknik ini, pengeringan semprot
merupakan salah satu teknik yang telah lama dikenal, digunakan, serta dianggap
sangat ekonomis.
Enkapsulasi
dengan pengering semprot meliputi dua tahapan yaitu emulsifikasi minyak dengan
polimer dan penghilangan pelarut dengan udara panas. Emulsifikasi merupakan
proses pembentukan emulsi yang mana butiran minyak terdispersi dengan butiran
yang sangat kecil dalam larutan bahan pelapis. Menurut Velikonja dan Kosaric
(1993), emulsi merupakan suatu sistim yang tidak stabil dimana fase-fasenya
mempunyai kecenderungan memisah. Untuk itu stabilitas emulsi ini menjadi salah
satu faktor sangat penting dalam proses enkapsulasi dengan metode pengeringan
semprot (Kenyon dan Anderson, 1988;
Risch dan Reineccius, 1988 dalam Sheu
dan Rosenberg, 1995; dan Lin, et al.,1995).
Penelitian
mengenai enkapsulasi minyak ikan lemuru telah dilakukan oleh Ariati (1998).
Dalam penelitian tersebut digunakan bahan pelapis gum arab dan isolat protein
kedelai untuk mengenkapsulasi minyak ikan. Efisiensi enkapsulasi tertinggi yang
diperoleh dalam penelitian tersebut sebesar 76 %.
Pada ini
dilakukan pembuatan emulsi minyak ikan lemuru menggunakan lesitin dan tween-80
sebagai pengemulsi; gum arab dan gelatin sebagai bahan pelapis; dan sodium carboxymethylcellulose (CMC)
sebagai penstabil. Tiga tingkat stabilitas emulsi yang dihasilkan kemudian
dipilih dan diolah menjadi produk mikrokapsul dengan pengering semprot.
Studi ini
bertujuan untuk (1) mempelajari penggunaan lesitin, tween-80, gum arab,
gelatin, dan sodium
carboxymethylcellulose (CMC) dalam menstabilkan emulsi minyak ikan lemuru,
(2) mengetahui pengaruh stabilitas emulsi terhadap efisiensi enkapsulasi minyak
ikan lemuru dengan metode pengeringan semprot.
Bahan baku yang digunakan adalah
minyak ikan lemuru (sardine oil)
hasil samping pengolahan penepungan ikan dari Laboratorium Pembinaan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), Muncar, Banyuwangi. Bahan-bahan lain
yang digunakan adalah gelatin, gum arab, lesitin, tween-80, Sodium carboxymethyl cellulose (CMC),
heksan, chloroform, NaOH, AgNO3,
HCl, asam asetat, KI, Na2S2O3, pati, eter,
etanol, KOH, dan Wijs.
Peralatan yang digunakan yaitu tabung reaksi, mini spray dryer (Buchi 190),
homogeniser, soxhlet, jangka sorong, hot plate, thermometer, dan
peralatan kaca yang umum digunakan di laboratorium.
Produk mikrokapsul
hasil pengeringan semprot dianalisa efisiensi proses enkapsulasinya dengan
membandingkan jumlah minyak terkapsul terhadap jumlah minyak yang digunakan
(Lin et al., 1995). Hasil analisa
diuji dengan analisis varian acak lengkap yang dilanjutkan dengan uji Duncan
(Garpersz, 1991).
Karakteristik mutu minyak ikan sebelum dimurnikan (kasar ) dan
setelah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Proses pemurnian telah memperbaiki warna dan bau dari minyak ikan serta
menurunkan kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Penurunan tersebut
disebabkan karena pengaruh dari NaOH, bentonit, maupun panas yang digunakan
dalam proses pemurnian minyak.
Tabel 1 : Karakteristik mutu minyak
ikan
K a r a k t e r i s t i k
|
Minyak |
|
Kasar |
Murni |
|
W a r n a |
Coklat hitam |
kuning |
B a u |
Menyengat |
kurang menyengat |
Asam lemak bebas (%) |
15,75 |
0,09 |
Bilangan Iod (gr/100 gr) |
190,40 |
188.35 |
Bilangan Peroksida (meq/kg) |
8,80 |
3,29 |
Hasil uji stabilitas terhadap
berbagai emulsi dengan nisbah pengemulsi lesitin dan tween-80 berbeda
menunjukkan bahwa emulsi dengan penggunaan tunggal lesitin (nisbah 1 : 0)
memiliki stabilitas yang paling tinggi (Gambar 2). Hal ini diduga karena
lesitin yang lebih bersifat lipopilik (HLB 3) ditarik oleh droplet minyak yang
juga bersifat lipopilik sehingga melapisinya dengan baik. Droplet-droplet
minyak yang terlapisi pengemulsi lesitin dengan baik akan terhindar dari saling
bertumbukkan sehingga droplet minyak tidak mudah menyatu.
Hasil pengujian
stabilitas emulsi berbagai komposisi minyak ikan lemuru, bahan pengemulsi
lesitin dan bahan pelapis (Tabel 2) memperlihatkan bahwa emulsi dengan kombinasi minyak ikan, lesitin, dan nisbah
gum arab:gelatin masing-masing sebesar 25 %, 5 %, dan 75:25 % mempunyai
stabilitas emulsi tertinggi (18 jam). Hal ini kemungkinan disebabkan peran gum
arab dan lesitin yang dominan dalam menstabilkan. Disamping itu juga disebabkan
jumlah minyak yang terdapat dalam emulsi sebesar 25 % cenderung memberikan
stabilitas yang lebih tinggi.
Hasil pengujian
memperlihatkan bahwa emulsi dengan
pemberian CMC sebesar 10 % memberikan kestabilan yang tinggi. Akan
tetapi penambahan CMC yang lebih besar dari 10 % menyebabkan menurunnya
stabilitas emulsi (Gambar 3 ).
Tingginyanya stabilitas emulsi
diduga karena CMC meningkatkan viskositas sistim emulsi. Peningkatan viskositas
diduga karena gugus karboksil yang terdapat pada molekul CMC bersifat dapat
mengikat air sehingga meningkatkan viskositas pada fase cair. Viskositas yang
tinggi menurunkan pergerakan droplet minyak
dan membantu mencegah penggabungan droplet
minyak.
Emulsi |
Jam Pengamatan |
||||||||||||||||||
0 |
1 |
2 |
4 |
6 |
8 |
10 |
12 |
14 |
16 |
18 |
20 |
||||||||
A1B1C1 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
98 |
98 |
98 |
97 |
97 |
97 |
96 |
|||||||
A1B2C1 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
98 |
98 |
98 |
97 |
97 |
97 |
|||||||
A1B3C1 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
98 |
|||||||
A1B1C2 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
99 |
|||||||
A1B2C2 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
98 |
98 |
|||||||
A1B3C2 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
95 |
95 |
95 |
|||||||
A1B1C3 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
99 |
|||||||
A1B2C3 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
|||||||
A1B3C3 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
|||||||
A2B1C1 |
100 |
100 |
99 |
99 |
98 |
98 |
97 |
97 |
97 |
96 |
96 |
95 |
|||||||
A2B2C1 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
98 |
98 |
97 |
97 |
97 |
96 |
96 |
|||||||
A2B3C1 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
98 |
98 |
98 |
98 |
|||||||
A2B1C2 |
100 |
100 |
100 |
100 |
99 |
98 |
96 |
95 |
94 |
92 |
92 |
92 |
|||||||
A2B2C2 |
100 |
100 |
100 |
100 |
97 |
95 |
94 |
92 |
92 |
91 |
91 |
91 |
|||||||
A2B3C2 |
100 |
100 |
100 |
96 |
93 |
92 |
92 |
91 |
91 |
91 |
91 |
91 |
|||||||
A2B1C3 |
100 |
100 |
100 |
100 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
99 |
|||||||
A2B2C3 |
100 |
100 |
98 |
98 |
98 |
98 |
98 |
98 |
98 |
98 |
97 |
97 |
|||||||
A2B3C3 |
100 |
98 |
98 |
98 |
97 |
97 |
97 |
97 |
96 |
96 |
96 |
96 |
|||||||
Keterangan:
Konsentrasi minyak (A) = A1. 25 %, dan A2 50
%
Nisbah gum arab : gelatin (B) = B1 75 % : 25 %, B2 50 % : 50 %, dan B3
25 % : 75 %
Konsentrasi lesitin
(C ) = C1 0 %, C2 1 %, dan C3 5 %
Gambar 3. Stabilitas emulsi minyak ikan
lemuru dengan konsentrasi CMC berbeda.
Hasil pengujian memperlihatkan efisiensi enkapsulasi
sebesar 92 % berasal dari emulsi dengan
tingkat kestabilan 28 jam, efisiensi enkapsulasi sebesar 90 % berasal dari
emulsi dengan tingkat kestabilan 14 jam, dan efisiensi enkapsulasi sebesar 58 %
berasal dari emulsi dengan tingkat kestabilan kurang dari 1 jam (Gambar 4).
Hasil ini menunjukkan bahwa stabilitas emulsi dapat meningkatkan efisiensi
enkapsulasi yaitu dari 58 % yang dicapai dari tingkat kestabilan kurang dari 1
jam menjadi 90 % yang dicapai dari tingkat kestabilan 14 jam. Peningkatan
kestabilan diatas 14 jam menunjukkan kecenderungan tingkat efisiensi yang sama.
Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa kestabilan emulsi sebelum pengeringan akan berpengaruh terhadap
mikrokapsul minyak ikan lemuru yang dihasilkan. Hal ini diduga karena pada
emulsi yang stabil, droplet minyak
ikan yang terbentuk pada proses emulsifikasi senantiasa terlapisi dengan baik
di dalam sistim emulsi sebelum maupun selama proses pengeringan berlangsung
sehingga dapat menjamin keberadaan droplet
minyak di dalam mikrokapsul yang di hasilkan dengan demikian efisiensi
enkapsulasinya tinggi.
Gambar 4.
Pengaruh tingkat stabilitas emulsi minyak ikan terhadap efisiensi
enkapsulasi
Senyawa yang berperan melapisi droplet minyak terutama lesitin
disamping juga gum arab dan gelatin. Menurut Marshall (1996) pengemulsi akan
lebih kuat ditarik oleh droplet minyak
dibandingkan dengan protein. Ujung lipopilik dari lesitin berikatan dengan droplet minyak sedangkan ujung
hidropiliknya berikatan dengan fase kontinyu air, gum arab, maupun gelatin. Gum
arab diduga berperan cukup besar dalam pembentukan film yang mengstabilkan
emulsi dan melindungi droplet minyak selama proses pengeringan sehingga
menghasilkan efisiensi yang tinggi.
Penggunaan
pengemulsi lesitin secara tunggal lebih baik dibandingkan dicampur dengan
tween-80, dalam menstabilkan emulsi minyak ikan lemuru. Komposisi minyak ikan
dan lesitin serta nisbah gum arab : gelatin,
masing-masing sebesar 25 %, 5 %, 75 : 25 % menghasilkan emulsi dengan
stabilitas tertinggi (18 jam). Penambahan CMC 10 % menghasilkan emulsi dengan stabilitas tertinggi (28 jam). Efisiensi enkapsulasi tertinggi berasal dari emulsi dengan tingkat
kestabilan paling tinggi (stabilitas 28 jam) yaitu sebesar 92 %. Stabilitas
emulsi dapat meningkatkan efisiensi enkapsulasi yaitu dari 58 % (kestabilan
kurang dari 1 jam) menjadi 90 % yang dicapai dari tingkat kestabilan 14 jam.
Peningkatan kestabilan diatas 14 jam menunjukkan kecenderungan tingkat
efisiensi yang sama.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengujian stabilitas
mikrokapsul yang dihasilkan untuk mengetahui pengaruh efisiensi yang tinggi
terhadap kestabilan mikrokapsulnya.
DAFTAR PUSTAKA
Andersen, S.,
1995. Microencapsulation Omega-3 Fatty
Acids from Marine Sources. Lipid Technology, July 1995.
Ariati, F.,
1998. Pengaruh Penambahan Bahan Penyalut
dan Jumlah Fraksi Minyak Terhadap Mikroenkapsulasi Konsentrat Asam Lemak Omega-3
Dengan Metode Spray-drying. Skripsi, Fateta, IPB Bogor.
Dewi, E.N.,
1996. Isolasi Asam Lemak Omega-3 Dari
Minyak Hasil Limbah Penepungan dan Pengalengan Ikan Lemuru. Skripsi,
Fateta, IPB-Bogor.
Lin, C., S.
Lin; dan L.S. Hwang, 1995. Microencapsulation
od Squid Oil with Hydrophilic Macromolecules for Oxidative and Thermal
Stabilization. Journal of Food Science, Vol. 60 No. 1.
Nisperos-Carriedo,
M.O., 1994. Edible Coatings and Films
Based on Polysaccharides. Di dalam
J.M. Krochta, E. A. Baldwin and M.O.Nisperos-Carriedo. Edible Coatings and Film to Improve Food Quality. Tecnomic
Publising Co, Inc. Pennsylvania.
Sheu, T.Y dan
M. Rosenberg, 1995. Microencapsulation by
Spray Drying Ethyl Caprylate in Whey Protein and Carbohydrate Wall System.
Journal of Food Science, Vol. 60 No. 1.
Stansby, M.E.,
1982. Properties of Fish Oil and Their
Application to Handling of Fish and to Nutrinional and Industrial Use. Di dalam R E. Martin, G.J. Flick, C.E.
Hebord and D.R Ward (Ed). Chemistry and
Biochemistry of Marine Food Products. AVI Publishing Company, Connecticut.