©
2002 Eva Oktavidiati Posted: 3 December, 2002
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
December
2002
Dosen:
Prof
Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
Dr Bambang Purwantara
Mekanisme
Toleransi Tanaman Terhadap Stres Aluminium
Oleh :
Eva Oktavidiati
AGR. 361020111
E-mail
: evayadi@yahoo.com
Kemasaman tanah adalah faktor stres terbesar
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dimana keberadaan aluminium merupakan
faktor pembatas pertumbuhan pada tanah masam.
Kelarutan ion Al pada tanah masam, sering berada pada pH dibawah 5.5
yang telah lama diketahui memberi efek
negatif terhadap pertumbuhan tanaman.
Al telah dapat bersifat racun bagi tanaman meskipun konsentrasinya masih
sangat rendah (mikromolar). Disamping
ada sebagian Al membentuk ikatan dengan ligand atau dalam bentuk tidak beracun
seperti aluminium silikat. Bentuk Al
yang bersifat toksik bagi tanaman adalah ion trivalent Al 3+ yang
dominan pada kondisi masam (Delhaize et al., 1995).
Kelarutan Al dalam larutan tanah akan meningkat dengan menurunnya nilai pH tanah. Al menghambat pertumbuhan tanah dengan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan akar. Oleh karena itu, strategi pengembangan suatu varietas pada tanah masam dilakukan dengan mengembangkan tanaman yang toleran atau mampu menghindari pengaruh stres Al.
Beberapa laporan menyatakan bahwa target utama dan pertama keracunan Al adalah jaringan akar tanaman. Ujung akar dan akar cabang menebal sehingga serapan dan translokasi unsur-unsur hara terganggu.
Ryan et al., (1993) menyatakan bahwa hanya ujung 2-3 mm dari akar jagung meliputi tudung akar dan meristem yang perlu diperlakukan dengan Al untuk menghambat pertumbuhan, sedangkan jika Al secara selektif digunakan pada zona pemanjangan atau pada semua bagian akar kecuali ujungnya, pertumbuhan tidak terganggu.
Sedangkan Le Van et al., (1994), Jones dan Kochian (1995) menyatakan bahwa akar yang diperlakukan secara cepat dengan Al menghambat pemanjangan sel-sel akar dan mengakibatkan ujung-ujung akar membengkak, namun ketika tanaman diperlakukan dengan Al lebih lama (lebih dari 24 jam) terjadi penghambatan pemanjangan dan pembelahan sel-sel akar.
Respon pemanjangan akar dari 2 genotipe kedelai cv Young (sensitif) dan PI 416937 (toleran) berhubungan dengan tingkat aktivitas Al 3+ di larutan dimana cv Young lebih sensitif terhadap Al dibanding PI 416937. Didapatkan pertumbuhan akar dari cv Young menjadi terhambat sekitar 50% bila dibandingkan dengan PI 416937 yang terhambat sekitar 5% dengan menggunakan 1.45 mM Al.3+ pada larutan (Ivo et al., 2000).
Pengaruh kerusakan Al pada tanaman diawali dengan adanya gangguan terhadap tudung akar yang mempunyai sinyal dan merupakan detektor gaya gravitasi dan hambatan mekanis sehingga pada gilirannya akan mengurangi sekresi mucilage sel tudung akar dimana sel tersebut merupakan sumber pengatur endogen pertumbuhan.
Pada tingkat molekular, Al berhubungan dengan DNA sehingga interaksi Al dengan DNA akan menghentikan sifat-sifat fitokomia dan fungsi biologis seperti menghentikan pembelahan sel pada meristem akar, perpanjangan sel, sintesis DNA dan RNA.
Matsumoto (1991) lebih lanjut
menyatakan bahwa pada dinding sel, penghambatan terjadi karena Al menggantikan
kedudukan Ca 2+ pada lamela tengah. Ca2+ merupakan second
messenger dalam aktivitas H+-ATPase dengan bantuan protein regulator calmodulin. Dalam hal ini dengan digantikannya Ca2+
yang melekat pada calmodulin akan terjadi perubahan aktivitas enzim. Ikatan Al dengan karboksil (RCOO-) membentuk
ikatan kuat sehingga sel tidak mampu membesar.
Selain itu Ryan et al.,
(1997) melaporkan hasil penelitiannya bahwa Al juga berhubungan dengn membran
lipida bilayer pada sel dimana Al dapat memblok Ca2+ dan saluan K+
sehingga mengganggu proses penyerapan
hara tanaman. Selanjutnya pada tingkat selular ion Al
mempengaruhi permeabilitas dan aktivitas transpor membran plasma.
Gejala
yang umum diketahui dimana Al menghambat pertumbuhan akar dapat digunakan
sebagai alat pengukur untuk mengidentifikasi pengaruh keracunan Al. Pada larutan hara dengan konsentrasi Al
beberapa mikromolar dalam waktu 60 menit telah menghambat pertumbuhan akar.
Kesulitan dalam mempelajari Al berhubungan dengan proses-proses yang terdapat dalam tanaman disebabkan karena kompleksnya Al (Martin, 1988; Kinroide, 1991). Al terhidrolisa dalam larutan sebagai ion trivalent Al3+ dan dominan pada kondisi pH <5, sedangkan Al(OH)2+ dan Al(OH)2+ merupakan bentuk yang dominan dengan makin tingginya pH. Pada keadaan tanah yang bereaksi netral, Al berbentuk Al(OH)3– atau gibsit, sedangkan pada tanah alkalin dijumpai bentuk Al(OH)4-. Kation Al monomer membentuk ikatan dengan berbagai ligand asam organik dan anorganik seperti PO43-, SO42-, asam organik, protein dan lemak.
Pada tanah dengan pH rendah maka kapasitas ion H+ meningkat. Hal ini menyebabkan penyerapan unsur-unsur lainnya menjadi berkurang dan unsur Al berkelebihan. Meningkatnya konsentrasi Al terlarut akibat kemasaman tanah mengakibatkan terjadinya defisiensi P, K dan hara mikro seperti seng, tembaga dan molybdenum. Hasil penelitian Yamamoto et al., (1992) mendapatkan bahwa toksisitas Al selain mengakibatkan tanaman kekurangan nutrien juga mengubah struktur dan fungsi dari membran plasma dan menghalangi pembelahan sel pada ujung-ujung akar. Pada akhirnya tanaman akan mengurangi sistem perakarannya dan menunjukkan berbagai gejala kekurangan nutrien akibat keracunan Al (MacDiarmid dan Gardner, 1996).
Ada berbagai kriteria yang telah ditetapkan untuk menentukan apakah suatu tanaman toleran atau tidak terhadap cekaman Al. Samuel et al., (1997) menetapkan suatu kriteria bagi tanaman yang toleran terhadap cekaman Al yaitu :
1. Akar mampu untuk tumbuh terus dan ujung akarnya tidak mengalami kerusakan.
2. Ion Al sedikit yang ditranslokasikan ke bagian atas dan sebagian besar ditahan di akar.
Untuk mengatasi toksisitas Al maka tanaman menunjukkan berbagai respons, diantaranya dengan membangun sistem toleransinya. Menurut Taylor (1991) dan Marschner (1995) ada 2 kelompok mekanisme toleransi tanaman terhadap stres Al yaitu
1. Mekanisme eksternal (exclution tolerance mechanism) adalah sistem toleransi yang dibangun oleh tanaman dengan cara mencegah Al untuk tidak masuk ke dalam sistem simplas. Bentuknya dapat berupa : immobilisasi Al di dinding sel, permeabilitas selektif dari membran plasma, barier pH di rhizosfer, eksudasi ligand pengkelat Al, efluks Al-fosfat.
2. Mekanisme internal (internal tolerance mechanism) terjadi dalam bentuk : kelatisasi Al oleh asam organik, protein atau ligand organik lainnya di sitoplasma, kompartementasi Al dalam vacuola, induksi sintesis protein pengikat Al, pengembangan enzim resisten, sintesis protein terikat Al yang spesifik pada membran plasma yang akan menurunkan serapan Al ataupun peningkatan pengeluaran Al.
Taylor (1991) melaporkan bahwa ujung akar gandum yang toleran Al akan mengeluarkan Al melalui mekanisme yang mengeluarkan ligand untuk mengkelat Al3+ sehingga menghentikan Al pada dinding sel, meningkatkan pH di sekeliling ujung akar untuk dapat mengendapkan Al dan mengaktifkan transpor Al keluar dari sitoplasma.
Pembentukan kompleks Al dengan asam organik merupakan salah satu mekanisme toleransi tanaman terhadap Al. Asam organik berperan dalam eksklusi Al melalui pelepasannya dari akar dan detoksifikasi Al dalam simplas dimana asam organik dapat mengkelat Al dan mereduksi atau mencegah pengaruh racun dari Al. Taylor (1988) mengemukakan bahwa tanaman yang toleran Al cenderung meningkatkan pH di daerah rhizosfer. Perubahan pH daerah rhizosfer ini berhubungan dengan kemampuan tanaman dalam penyerapan NO3- dan NH4+. Apabila NO3- diserap lebih banyak maka pH sitosol akan turun sehingga menyebabkan meningkatnya aktivitas enzim malat untuk menstimulir terjadinya dekarboksilasi malat menjadi piruvat. Penyerapan NO3- yang lebih besar juga menyebabkan terjadinya pelepasan ion hidroksil (OH) atau ion bikarbonat (HCO3-) ke arah perakaran sehingga meningkatkan pH.
Miyasaka et al (1991) membuktikan bahwa mekanisme toleransi Al pada tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L) terjadi dengan melibatkan pengeluaran asam sitrat, dimana terjadi peningkatan eksudasi sitrat oleh kehadiran Al pada kultivar yang toleran Al dan terjadi hal yang sama pada genotipe jagung toleran Al (Pellet et al., 1995).
Hasil penelitian Ma dan Miyasaka (1998) mendapatkan peningkatan level Al pada larutan hara nyata meningkatkan konsentrasi asam oksalat yang dikeluarkan oleh akar pada 2 kultivar Taro yang toleran Al (Bun-long dan Lehua maoli). Miyasaka et al., (1993) menyatakan bahwa Taro mampu tumbuh pada konsentrasi Aluminium yang tinggi
di larutan hara karena adanya suatu
mekanisme penghindaran terhadap toksisitas Al.
Tanaman tersebut tidak mengakumulasi Al pada konsentrasi tinggi di
pucuk.
Soepandi
et al (1996) menyatakan bahwa genotipe-genotipe kedelai yang toleran
terhadap Al mengakumulasi lebih sedikit Al di akar dan mensintesis lebih banyak
asam organik dibandingkan dengan genotipe yang peka.
Pada
gandum kultivar resisten Al (Atlas dan ET3)
jumlah malat yang dikeluarkan berkorelasi positif dengan meningkatnya konsentrasi Al. Sedangkan eksudasi fosfat yang tinggi hanya
ditemukan pada kultivar Atlas. Pada
kultivar ET3 tidak ditemukan walaupun sama-sama resisten Al. Ini menunjukkan bahwa eksudasi fosfat pada
kultivar Atlas merupakan mekanisme tambahan terhadap resistensi terhadap Al
disamping eksudasi malat. Hal ini
mungkin disebabkan karena mekanisme resistensi terhadap Al tidak terdapat pada
lokus gen yang sama (Pellet et al., 1996). Hasil ini mendukung analisa genetika sebelumnya bahwa pada gandum
resisten terhadap Al bersifat multigenik.
Gen-gen tersebut mengontrol pengeluaran beberapa senyawa pengkelat ion
Al 3+. Diduga terlibatnya
beberapa mekanisme meningkatkan resistensi terhadap Al (Pellet et al.,
1996).
Pengeluaran
malat dari sitoplasma ke dalam larutan melalui saluran yang terdapat pada
membran plasma. Laju pelepasan malat
sebagai respon terhadap Al dapat dihambat oleh beberapa saluran anion antagonis
sesuai dengan peranan saluran (Ryan et al, 1995). Ada beberapa hipotesis
mengenai membukanya saluran yang permeable terhadap malat dengan adanya
stimulir Al (Delhaize et al.,
1995).
Aluminium menginduksi sintesis sejumlah protein pada ujung akar gandum tetapi tidak terdapat cukup data untuk menghubungkan fakta ini dengan mekanisme toleransi terhadap Al. Protein ini diinduksi oleh Al baik pada genotipe yang toleran maupun yang sensitif. Basu et al., (1994) mengidentifikasi dua protein mikrosomal-51kD yang disintesis karena diinduksi oleh Al tetapi tidak oleh jenis stres yang lain. Sintesis protein yang diinduksi Al pada genotipe yang toleran tetapi tidak terdapat pada genotipe peka, diduga berperan terhadap toleransi Al.
Delhaize et al., (1993) menyebutkan bahwa lokus Alt pada gandum menyandikan suatu mekanisme toleransi Al dengan terus menerus mengeluarkan Al dari ujung akar.
Ryan et al., (1995) mengemukakan bahwa sintesis protein yang diinduksi oleh Al tidak diperlukan untuk mengeluarkan malat, mungkin diperlukan mekanisme lain untuk mensintesis protein spesifik yang diinduksi oleh Al. Al yang menstimulasi malat mungkin sebagai mekanisme umum toleransi Al tetapi tidak menghalangi mekanisme lain yang dikendalikan oleh gen-gen yang berbeda.
Penutup
Pengaruh stres Al pada tanaman terutama terlihat pada penghambatan pertumbuhan akar seperti penghentian pembelahan sel pada meristem akar, perpanjangan sel, sintesis DNA dan RNA.
Terdapat banyak mekanisme toleransi terhadap stres Al antara lain melalui pengeluaran asam organik yang terinduksi akibat adanya stres Al. Mekanisme toleransi terhadap stres Al tidak sama pada setiap tanaman bahkan pada spesies yang sama.
Untuk mengatasi masalah toksisitas Al pada tanah masam dapat diarahkan pada pengembangan varietas tanaman yang mempunyai sifat toleran terhadap Al. Tanaman yang toleran terhadap Al dapat dihasilkan melalui metode pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan fisiologi, genetika dan molekuler tanaman yang berkaitan dengan toleransi tanaman terhadap stres Al merupakan kajian yang penting untuk dilakukan.
Daftar Pustaka
Basu U, Godbold D, Taylor GJ. 1994. Aluminum resistance in Triticum aestivuma ssociated with enhanced exudation of malate. J Plant Physiol 144 : 747-753
Delhaize E, Ryan PR, Randall PJ. 1993. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L): II. Aluminum-stimulated excretion of malic acid from root apices. J Plant Physiol 103 : 695-702
Delhaize E, dan Ryan PR. 1995. Aluminum toxicity and tolerance in Plants. J Plant Physiol 107 : 315-321
Ivo RS, Smyth JT, Moxley DF, Carter TE, Allen NS dan Rufty TW. 2000. Aluminum accumulation at nuclei of cells in the root tip. Fluorescence detection using lumogallion and confocal laser scanning microscopy. J Plant Physiol 123 :543-552
Jones LD dan Kochian LV. 1995. Aluminum inhibition of the inositol 1,4,5-trisphosphate signal transduction pathway in wheat : a role in aluminum toxicity. Plant Cell 7 : 1913-1922
Kinroide TB. 1991. Identity of the rhizotoxic aluminum species. Plant Soil 134 : 167-178
Le Van H, Kuraishi S dan Sakurai N. 1994. Aluminum-induced rapid root inhibition and changes in cell-wall component of squash seedlings. Plant Physiol 106: 971-976
Ma Z dan Miyasaka SC. 1998. Oxalate exudation by Taro in response to Al. J Plant Physiol 118 : 861-865
MacDiarmid CW dan Gardner RC. 1996. Al toxicity in yeast. A role for Mg. Plant Physiol 112:1101-1109
Martin. 1988. Bioinorganic chemistry of aluminum. Dalam H Sigel (Ed) Metal ions in biological system : aluminum and its role in biology. Marcel Dekker, New York, pp 1-57
Marschner H. 1995. Mineral nutrition of higher plants. 2nd Ed. Academic Press Harcourt Brace and Company, London.
Matsumoto. 1991. Biochemical mechanism of the toxicity of aluminum and the sequestration of aluminum in plant cells. Dalam RJ Wright et al (Ed) . Plant-Soil Interactions at Low pH. Kluwer Academic Publ. Dordrecht, The Netherlands, pp 825-838
Miyasaka SC, Buta JG, Howell RK, Foy CD. 1991. Mechanism of aluminum tolerance in snapbean. Root exudation of citric acid. J Plant Physiol 96 : 737-743
Miyasaka SC, Webster CM dan Okazaki EN. 1993. Differential response of two Taro cultivars to aluminum. II. Plant mineral concentrations. Commun Soil Sci Plant Anal 24 : 1213-1229
Pellet DM, Papernik LA dan Kochian LV. 1996. Multiple aluminum-resistance mechanism in wheat: roles of root apical phosphate and malate exudation. Plant Physiol 112:591-597
Rincorn M dan Gonzales. 1992. Aluminum partitioning in intact root of Al tolerance and Al sensitive wheat cultivar. J Plant Physiol 99 : 1021-1028
Ryan PR, DiTomaso JM dan Kochian LV. 1993. Aluminum toxicity in roots: a investigation of spatial sensitivity and the role of the root cap. J Exp Bot 44:437-446
Ryan PR, Delhaize E dan Randall PJ. 1995. Malate efflux from root wheat. Aust J Plant Physiol 22 : 531-536
Ryan PR, Reid RJ dan Smith FA. 1997. Direct evaluation of the Ca2+-dispalecent hypothesis for Al toxicity. J Plant Physiol 113 : 1351-1357
Samuel TD, Kucukakyuz K, Rincon-Zachary M. 1997. Al partitioning patterns and root growth as related to Al sensitivity and Al tolerance in wheat. Plant Physiol 113:527-534
Soepandi D, M Jusuf, Hamim dan Supijatno. 1996. Fisiologi dan genetika daya adaptasi kedelai terhadap cekaman kekeringan dan cekaman Al. Kertas kerja Riset Unggulan Terpadu (RUT) I dan II.
Taylor GJ. 1988. The physiologi of aluminum phytotoxicity. Dalam H Siegel (Ed). Metal ions in biology. Vol 24. Marcel Dekker, New York, pp 123-163
Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminum stress response: the physiological basis of tolerance. Dalam DD Randall et al (Ed). Curent Topics in Plant Biochemistry and Physiology. Vol 10. University of Missouri, Columbia, pp 57-93.
Yamamoto YT, K Ono, K Mametsuka, M kasai dan H Matsumoto. 1992. Growth inhibition by aluminum is alleviated by phospathe starvation in cultured tobacco cell. Dalam Plant Cell Walls as Biopolymers with Physiological Functions. Yamada Science Foundation, Osaka. Pp 404-406