Posted 12
November 2002
1.
Latar belakang
IUU (Illegal, Unregulated, Unreported) fishing dapat dikategorikan dalam tiga kelompok:
a.
Illegal fishing adalah
kegiatan penangkapan ikan secara illegal di perairan wilayah atau ZEE suatu
negara, tidak memiliki ijin dari negara pantai.
b.
Unregulated fishing
adalah kegiatan penangkapan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang
tidak mematuhi aturan yang berlaku di negara tersebut.
c.
Unreported fishing
adalah kegiatan peangkapan ikan di perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang
tidak dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil tangkapannya.
IUU tersebut akhir-akhir ini menjadi sorotan dunia terutama di berbagai forum seperti FAO, CCSB (The Comission on Conseravtion of Sothern Bluefin Tuna), IOTC (Indian Ocean Tuna Comission) dll. Indonesia sangat dirugikan dari adanya kegiatan IUU ini, baik dilihat dari kerugian devisa negara (diperkirakan 1.3 –4 Milyar USD per tahun), citra di mata dunia maupun kemungkinan terkena embargo dari negara importir produk Ikan Indonesia. Permasalahan lain adalah terjadinya gap yang besar antara estimasi stock dengan potensi sebenarnya, mengingat pendekatan perhitungan stock ikan tersebut berdasarkan tangkapan per unit (CPUE = Catch Per Unit of Effort) dari kapal yang berijin dan sebagian tidak berijin.
2.
Modus operandi
Modus operandi kegiatan IUU di Indonesia dapat
dikategorikan ke dalam 4 golongan, meliputi:
a.
Kapal Ikan Asing (KIA), kapal murni berbendera asing melaksanakan
kegiatan penangkapan di perairan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen dan tidak
pernah mendarat di pelabuhan perikanan Indonesia. Golonmgan ini jumlahnya cukup
besar, berdasarkan perkiraan FAO ada sekitar 1 juta ton per tahun dengan jumlah
kapal sekitar 3000 kapal. Kapal-kapal
tsb berasal dari Thailand, RRC, Philippine, Taiwan, Korsel dll.
b.
Kapal ikan berbendera
Indonesia eks KIA yang dokumennya aspal (asli tapi palsu) atau tidak ada
dokumen ijin.
c.
Kapal Ikan Indonesia
(KII) dengan dokumen aspal (pejabat yang mengeluarkan bukan yang berwenang,
atau dokumen palsu).
d.
KII tanpa dilengkapi
dokumen sama sekali, artinya menangkap ikan tanpa ijin.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya IUU
fishing antara lain:
a.
Terjadinya over fishing
di negara-negara tetangga yang kemudian mencari daerah tangkapan di Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan produksi dan pemasarannya.
b.
Sistem penegak hukum di
laut masih lemah, terutama dilihat dari aspek legalnya maupun kemampuannya yang
tidak sebanding antara luas laut dan kekuatan yang ada, sehingga para pelanggar
leluasa dalam melaksanakan kegiatannya.
c.
Potensi ikan di
Indonesia masih menjanjikan (MSY = 6.4 juta ton pertahun) sementara potensi
tersebut (terutama di ZEE) belum mampu dimanfaatkan sepenuhnya oleh bangsa
Indonesia sendiri.
d.
Mental oknum aparat
penegak hukum dan pemberi ijin yang sama-sama mengeluarkan perijinan yang bukan
menjadi wewenangnya dan juga upaya melindungi kegiatan IUU demi kantong
sendiri.
e.
Mental pengusaha
Indonesia yang lebih senang sebagai broker tanpa harus membangun kapasitas
usahanya dan bekerja keras, mengingat dengan klondisi demikian sudah cukup
menikmati.
f.
Peraturan dan kebijakan
dalam pengaturan usaha perikanan masih belum kondusif dan menghasilkan kontrol
yang efektif, sehingga celah-celah selalu dimanfaatkan oleh orang-orang yang
nakal.
g.
Peluang pasar produk
perikanan di luar negeri masih sangat potensial sumber daya ikan di Indonesia
masih jauh lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
h.
Industri kapal di
Indonesia masih tergolong mahal termasuk sarana dan prasarananya sehingga
nelayan Indonesia tidak mampu memiliki kapal yang efektif dan efisien. Kapal
ikan buatan dalam negeri yang kebanyakan tradisional tidak dapat menghasilkan
tangkapan secara optimal.
i.
Kualitas SDM masih
rendah terutama kemampuan teknologi, sehingga sebagian besar armada kapal ikan
dikuasai skala kecil dengan kemampuan jangkauan pendek dan waktu berlayar tidak
lama.
4.
Konsep solusi
Konsep solusi bagi permasalahan IUU
harus dilihat secara komprehensif dari berbagai aspek antara lain masalah
kedaulatan, keamanan, ekonomi dan citra sebagai bangsa yang besar. Beberapa solusi
dapat diajukan sebagai alternatif
sebagai berikut.
a.
Penguatan
sistem penegak hukum dengan membentuk semacam Badan Kemanan Laut yang merupakan
gabungan dari berbagai instansi digabung menjadi satu, dibawah satu organisasi
dan satu komando pengendalian. Badan ini menangani keamanan laut non militer,
sedangkan fungsi pertahanan di laut tetap emnjadi tugas pokok TNI AL.
b.
Pemutihan kapal-kapal IUU untuk diberikan ijin, terutama pada kapal-kapal
yang jelas identitasnya. Dengan pemberian ijin secara sah, maka kegiatannya
semua termonitor dan terkendalikan serta dapat diketahui stok ikan sebenarnya.
c.
Perbaikan regulasi dan kebijakan yang semula pendekatannya “input
restriction” atau pembatasan input menjadi “output restriction” atau pendekatan
output, terutama untuk jenis Tuna dan Udang. Dengan pendekatan tersebut mekanisme perijinan lebih sederhana dan mudah
pengawasannya.
d.
Memperbaiki manajemen
perikanan dengan menerapkan pengaturan musim penangkapan untuk jenis-jenis
tertentu dan menetapkan daerah-daerah “sanctuary” untuk menjamin kelestarian.
5. Bahan diskusi
Beberapa hal-hal penting yang perlu didiskusikan
antara lain:
a.
Apakah ada permasalahan
budaya dan moral pelaku bidang perikanan yang selalu cenderung tidak taat,
apakah hal ini sama dengan masalah lalu lintas yang dari waktu ke waktu semakin
amburadul, tidak ada disiplin, tidak ada kesadaran dan menjadi kesalahan
kolektif yang dinikmati bnayak pihak?.
b.
Kita tidak ingin
potensi lautan dijarah seperti hutan, bagaimana upya preventifnya?. Rasanya
sulit dicarai jawaban akademisnya, kita peserta program S-3 barangkali bisa
memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif.
c.
Dilihat dari pendekatan
falsafah ilmu, mungkin ada persoalan mendasar yang mendorong terjadinya IUU
yang sulit diberantas, apakah kira-kira akar masalahnya?.