ã 2002 Afton Atabany                                                              Posted  10 October 2002

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor

Oktober  2002

 

Dosen :

Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

STRATEGI PEMBERIAN PAKAN INDUK KAMBING PERAH

SEDANG LAKTASI DARI SUDUT NERACA ENERGI

 

 

 

Oleh :

 

AFTON ATABANY

PTK D061020021

E-mail: bpp3560@bogor.wasantara.net.id

 

 

 

Latar Belakang

          Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu melebihi kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka waktu tertentu walaupun anaknya sudah disapih atau lepas susu.  Jenis ternak perah yang ada antara lain sapi perah, kambing perah dan kerbau perah.  Ternak perah diperlihara khusus untuk diproduksi susunya.

          Produksi susu nasional belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi nasional.  Dengan demikian impor susu dan produk susu tetap dilaksanakan.  Proyeksi produksi susu, konsumsi susu dan  impor susu akan terus meningkat, sehingga perlu peningkatan populasi dan efisiensi produksi susu serta diversifikasi ternak perah.  Pemeliharaan kambing perah merupakan salah satu alternative upaya diversifikasi ternak perah dan peningkatan produksi susu.

          Efisiensi produksi susu berhubungan dengan efisiensi pemberian pakan dan produksi susu.  Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan termasuk managemen  dan pemberian pakan.  Metode yang umum ditempuh untuk meningkatkan produksi susu adalah melalui perbaikan managemen dan pemberian pakan yang terutama bertujuan untuk  meningkatkan aliran substrat di dalam darah (prokursor susu) menuju kelenjar ambing.  Pada kambing aliran darah mammae atau ambing meningkat 100-250% dalam 6 hari setelah beranak (post partum) dan peningkatan aliran darah tersebut berhubungan dengan penurunan aliran darah ke uterus.  Produksi susu akan meningkat apabila peningkatan aliran substrat tersebut akan diikuti dengan peningkatan sel-sel sekretoris kelenjar ambing.  Terjadi kenaikan produksi sel sekretoris secara gradual yang diikuti oleh peningkatan menyolok sel sekretoris 20 hari sebelum beranak (partus).

          Bangsa kambing perah yang didatangkan dari daerah beriklim sejuk rentan sekali terhadap cekaman panas.  Untuk itu tata laksana pemeliharaan dan pemberian pakan harus diperhatikan guna menekan sekecil mungkin pengaruh cekaman panas tersebut.  Rendahnya bobot tubuh ternak perah di Indonesia mungkin merupakan hasil akhir adaptasi terhadap lingkungan yang lembab dan tropis.

          Bobot tubuh ternak perah berkolerasi positif dengan produksi susu dan volume ambing sangat berkolerasi dengan produksi susu.  Ternak yang lambat dewasa dengan kurva pertumbuhan mendatar cenderung menghasilkan susu lebih banyak dibandingkan ternak yang tumbuh lebih cepat.  Ternak perah mempunyai bobot badan lebih rendah daripada ternak pedaging.

          Produksi susu yang tinggi pada induk sedang laktasi selama bulan pertama berpengaruh terhadap bobot tubuh induk dan dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh selama bulan pertama setelah melahirkan (berkisar antara 15-16 %).  Penurunan bobot tubuh ini disebabkan  oleh beberapa faktor misalnya nutrisi induk selama sebelum dan sesudah beranak, musim beranak dan cara pemeliharaan.  Akan tetapi faktor cekamam laktasi belum jelas.       Kehilangan bobot tubuh selama laktasi sepenuhnya normal sehingga diperlukan energi tersedia yang tinggi untuk produksi susu tanpa menyebabkan beban berlebihan pada sisitem pencernaan.  Perlunya tata laksana pemberian pakan yang baik pada saat bunting dan laktasi agar tersedia cadangan yang cukup pada waktu beranak dan mencegah kehilangan bobot tubuh yang berlebihan selama laktasi.

          Sekresi susu naik cepat sesudah beranak dan akan lebih banyak pada kambing perah yang beranak lebih dari satu anak.  Jumlah susu yang disekresi per hari akan naik untuk 2-4 minggu sesudah beranak dan banyak faktor yang mempengaruhi lama waktu yang diperlukan untuk memperoleh produksi maksimum.  Peningkatan produksi susu yang tidak diimbangi oleh peningkatan konsumsi pakan pada awal laktasi mengakibatkan ternak akan memobilisasi cadangan nutrisi tubuhnya sehingga terjadi penyusutan bobot tubuh selama laktasi untuk produksi susu. Faktor-faktor lain mempengaruhi tinggi rendahnya produksi susu pada ternak adalah ukuran dan bobot badan induk, umur, ukuran dan pertautan ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir per kelahiran dan suhu lingkungan.

 

Produksi susu

          Produksi susu yang tinggi diinginkan untuk anak-anaknya dan kelebihannya untuk konsumsi manusia.  Masa laktasi yang lama dan berkelanjutan setelah anaknya disapih penting bagi ternak perah.  Musim beranak, jumlah laktasi dan umur pertama kali beranak mempengaruhi produksi susu.  Ternak yang beranak dari bulan Januari sampai Juni menghasilkan susu lebih banyak daripada yang beranak bulan-bulan lainnya. 

          Bangsa kambing dan jumlah laktasi berpengaruh terhadap produksi susu.  Produksi susu maksimum tercapai pada umur 4 - 5 tahun atau pada laktasi ketiga dan tidak menurun drastis selama tiga tahun berikutnya dimana dianggap hampir semua bangsa kambing berbiak sekali dalam setahun.  Susu yang dihasilkan setiap hari akan meningkat sejak induk beranak kemudian produksi akan menurun secara berangsur angsur hingga berakhirnya masa laktasi.  Puncak produksi susu akan dicapai pada hari 21-49 setelah beranak.  Produksi susu kambing berkisar 1-3 kg per ekor per hari tergantung bangsa kambing, masa laktasi, suhu lingkungan, pakan, jumlah anak perkelahiran dan tatalaksana pemeliharaan. 

          Jumlah pemerahan setiap hari berpengaruh terhadap produksi susu.  Pemerahan dua kali sehari produksi susu meningkat 40 % daripada pemerahan satu kali, pemerahan tiga kali lebih tinggi 5-20 % daripada dua kali dan pemerahan empat kali lebih tinggi 5-10% daripada pemerahan tiga kali.  Adalah hal yang biasa bahwa kambing betina dengan berat 55 kg akan memproduksi lebih dari 200 kg susu  dalam sekali laktasi yang lama laktasi 305 hari.

          Besarnya produksi susu yang dihasilkan selama masa laktasi dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya pertumbuhan dan perkembangan sel-sel sekretoris kelenjar ambing selama kebuntingan, ketersediaan zat-zat makanan (substrat) sebagai bahan untuk sintesa susu dan laju penyusutan sel-sel sekretoris selama laktasi.  Secara umum dapat dikatakan bahwa sintesa susu melalui dua jalur yaitu filtrasi dan sintesis.  Kecepatan sintesis dan filtrasi susu tergantung dari konsentrasi precursor di dalam darah yang merupakan ekspresi dari kuantitas dan kualitas suplai pakan.

Energi produksi susu diperoleh dari energi yang berasal dari lemak susu, laktosa susu (karbohidrat) dan protein susu.  Berdasarkan bahan kering susu pada sapi, energi produksi susu 48% dari lemak susu, 26% dari protein susu dan 26% dari karbohidrat susu.  Pada kambing energi susu 50% dari lemak susu, 22% dari protein susu dan 27% dari karbohidrat susu.  Besarnya energi produksi susu (Gross Energi) pada kambing perah sekitar 3200-3500 kalori tergantung bangsa kambing, pakan dan tata laksana pemeliharaan. 

 

Konsumsi Pakan

            Kambing merupakan jenis ruminansia yang lebih efisien daripada domba dan sapi.  Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya yaitu 5-7%.  Kambing juga lebih efisien dalam mencerna pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan dengan sapi dan domba.  Juga dilaporkan bahwa kambing mampu mengkonsumsi pakan yang tidak biasa dikonsumsi oleh hewan lain.

          Pakan utama kambing adalah tunas-tunas semak, ranting dan gulma dan kambing sangat efisien dalam mengubah pakan berkualitas rendah menjadi produk yang bernilai tinggi.  Kambing merupakan pemakan yang lahap dengan pakan yang beragam dari tanaman lunak dan semak sampai kulit pohon.  Kambing yang mendapat tambahan konsentrat sebaiknya diberikan dalam bentuk kasar atau digiling kasar karena kambing tidak suka pakan yang digiling halus dan berdebu.

          Tipe dan jumlah pakan harus disesuaikan dengan fungsi dan tujuan pemeliharaan.  Kambing jantan yang tidak aktif dan induk kering dibedakan pakannya dengan induk laktasi dan kambing jantan aktif.  Pemberian konsentrat diperlukan, akan tetapi jangan terlalu banyak karena akan menyebabkan kegemukan.

          Seekor kambing dengan berat badan 40 kg dan berproduksi 2 liter per hari diberikan  5 kg hijauan dan 0.5-1.0 kg konsentrat.  Kadang – kadang kambing sedang laktasi diberikan hijauan secara ad. Libitum dan konsentrat yang mengandung protein kasar 16% sebanyak 0.5 kg per ekor per hari.  Persentase pakan hijauan dan konsentrat agar diperoleh ransum yang murah dan koefisien cerna yang tinggi digunakan perbandingan pakan hijauan 60% dan konsentrat 40%.

          Konsumsi bahan kering kambing merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karena kapasitas mengkonsumsi pakan secara aktif merupakan faktor pembatas yang mendasar dalam pemanfaatan pakan.  Konsumsi bahan kering juga tergantung dari hijauan saja yang diberikan atau bersamaan dengan konsentrat.

          Kambing lokal (bangsa kambing pedaging dan kambing perah) di daerah tropis yang diberi makan sekenyangnya, mempunyai konsumsi bahan kering harian dalam kisaran 1.8-4.7% dari berat badan.  Bila dibandingkan dengan sapi yang dapat mengkonsumsi bahan kering 2-3% dari berat badan, kambing mampu mengkonsumsi bahan kering relatih lebih banyak untuk ukuran tubuhnya.  Kambing perah mengkonsumsi bahan kering hendaknya 5-7% dari berat badan akan tetapi kambing perah daerah sejuk yang hidup di daerah tropis mempunyai kisaran konsumsi bahan kering 2.8-4.9% dari berat badan.  Kambing laktasi membutuhkan protein lebih banyak daripada kambing jantan dewasa dan induk kering.  Kambing jantan aktif dan induk laktasi membutuhkan protein 15-18%.

          Pakan yang diberikan terdiri atas pakan hijauan dan konsentrat.  Konsentrat yang diberikan jumlahnya sedikit dan umumnya habis dikonsumsi, sedangkan pakan hijauan yang diberikan tak habis dan yang dikonsumsi sekitar 50-70% dari pemberian.  Kedua pakan tersebut diberikan minimal dua kali sehari.  Hijauan segar yang dikonsumsi induk laktasi merupakan 10% dari berat hidup, sedangkan konsentrat 2% dari berat badan.  Total pakan segar yang dapat dikonsumsi induk laktasi kambing perah adalah 8-10 kg per ekor per hari.

          Kandungan zat-zat makanan yang diberikan pada kambing laktasi harus cukup memenuhi kebutuhan, baik hidup pokok maupun produksi susu.  Ternak kambing perah yang laktasi dapat mengkonsumsi energi yang tersedia dalam pakan sekitar 5000-8000 kalori per gram pakannya, tergantung jenis ternak dan tat laksana pemeliharaan.

 

Hubungan Konsumsi Energi dan Produksi Susu  

          Untuk melakuakn semua aktivitas kehidupan diperlukan zat-zat makanan.  Zat-zat makanan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi.  Dalam menyusun ransum atau pakan yang penting diperhatikan adalah keseimbangan energi dan protein disamping nutrisi lainnya.  Kekurangan energi akan dapat mengakibatkan protein tubuh dijadikan sebagai sumber energi. 

          Energi merupakan kunci utama untuk produksi susu.  Kekurangan energi akan menurunkan produksi susu, walaupun nutrisi lain cukup.  Jumlah energi dan protein selama bulan pertama laktasi dibutuhkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan akhir kebuntingan.

          Substrat utama yang diekstraksi oleh kelenjar ambing adalah glukosa, asam-asam amino, asam-asam lemak, asam asetat, asam butirat dan mineral.  Glukosa sebagai precursor laktosa dan asam-asam lemak dibutuhkan untuk sintesa lemak susu.  Asam-asam amino essensial dan beberapa asam amino non essensial dibutuhkan untuk sintesa protein susu.

          Untuk menganalisa hubungan konsumsi energi pakan dan produksi susu dalam energi dapat memperhatikan Gambar 1.  Pada Gambar 1 terdapat grafik konsumsi energi, grafik produksi energi susu dan grafik Retensi Energi (RE) yang berasal dari konsumsi energi pakan.

         

 

Gambar 1.  Grafik Keseimbangan Energi pada Induk Kambing Perah Laktasi.

 

          Konsumsi energi pakan pada kambing perah laktasi dalam Gross Energi (GE), masuk ke dalam tubuh induk kambing akan menjadi Digestible Energi (DE) sekitar 70% dari GE dan 30% akan hilang dalam bentuk energi feses.  Energi tersebut (DE) akan diserap oleh darah dan berubah menjadi Metabolite Energi (ME) sebanyak 50-60% dari GE dimana energi tersebut akan hilang dalam bentuk energi urine dan energi gas methan.  ME akan menjadi Net Energi (NE) atau Retensi Energi (RE) sekitar 10-20% dari GE setelah kehilangan energi dalam bentuk produksi panas tubuh.  Energi yang tersisa dalam bentuk NE atau RE tersebutlah yang akan digunakan untuk hidup pokok dan produksi, dimana untuk produksi pada kambing perah sedang laktasi berupa produksi susu. 

          Data produksi energi susu pada Gambar 1 sampai pada minggu ke 43 laktasi, sedangkan data konsumsi energi dan Retensi Energi (RE) hanya sampai minggu ke 13.  Retensi Energi pada Gambar 1 tersebut merupakan 20% dari jumlah energi pakan yang dikonsumsi (Gross Energi).

          Pada Gambar 1 tersebut diatas terlihat peningkatan konsumsi energi pakan mulai tampak setelah melewati minggu ke tiga laktasi.  Selama tiga minggu laktasi pertama, selera makan dari induk yang baru beranak masih rendah.  Setelah itu konsumsi pakan terus meningkat pesat dan mencapai puncaknya sekitar minggu ke 8 kemudian konsumsi pakan menurun.  Hal ini disebabkan karena pada awal laktasi produksi susu meningkat dengan cepat sehingga diperlukan konsumsi pakan yang lebih tinggi dan sesudah minggu ke delapan penurunan produksi susu diikuti oleh penurunan konsumsi pakan.

          Grafik energi susu lebih tinggi daripada grafik retensi.energi tetapi masih sedikit lebih rendah dari grafik konsumsi energi.  Hal tersebut menunjukkan bahwa induk kambing perah yang sedang laktasi memproduksi energi susu lebih banyak dari pada energi yang diretensi.  Berarti induk kambing perah akan menggunakan atau mengeluarkan cadangan energi tubuhnya untuk menutupi kekurangan dari energi yang diretensi tersebut.  Akibatnya berat badan induk akan turun terutama pada saat puncak produksi susu.

          Secara fisiologis induk yang baru beranak anak memproduksi susu untuk kebutuhan anaknya selama 3-4 bulan sampai anaknya disapih.  Untuk ternak perah, masa memproduksi susu ditambah beberapa lama sampai nanti dikeringkan untuk persiapan laktasi berikutnya.  Setelah produksi susu mencapai puncaknya harus diperhatikan laju penurunan produksi susu atau persistensinya sehingga tetap memproduksi susu dengan baik.  Persistensi produksi susu mempunyai kaitan dengan perpanjangan masa hidup dan kemampuan perlambatan laju  penyusutan sel-sel sekretoris kelenjar ambing.

          Kehilangan berat badan dan kemampuan perlambatan laju penyusutan sel sekretoris berhubungan erat dengan tata laksana pemberian pakan sebelum beranak dan selama masa laktasi.  Pemberian pakan yang baik secara kualitas dan kuantitas selama kebuntingan dan laktasi dapat memperlambat laju penyusutan sel sekretoris kelenjar ambing sehingga diharapkan dapat meningkatkan persistensi produksi susu.

          Keseimbangan energi yang diretensi dan produksi susu dari Gambar 1 dapat diperkirakan terjadi pada minggu ke 20 atau pada bulan ke lima laktasi.  Akan tetapi pada saat itu induk kambing sedang bunting dan tetap memerlukan energi yang cukup untuk pertumbuhan anaknya dan bahkan untuk memproduksi susu bila pada ternak perah.  Pakan yang diberikan dan yang dikonsumsi harus baik, mengandung zat-zat makanan terutama energi yang tinggi sehingga laju penurunan berat badan dapat diperkecil.  Pakan yang berkualitas baik tetap diberikan saat ternak dikering kandangkan (8 minggu sebelum beranak).  Masa pengeringan diperlukan untuk memberi istirahat pada kelenjar ambing akan tetapi pada saat dikeringkan umumnya ternak sedang bunting dan pertumbuhan fetus sangat cepat.

          Kambing yang sedang laktasi mampu mengkonsumsi pakan bahan kering 5-7 % dari berat badan atau 8-10 kg pakan segar per ekor per hari.  Pemberian pakan harus diberikan minimal dua kali sehari untuk meningkatkan (intake) pakan karena kapasitas rumen pada kambing perah tersebut terbatas.  Jadi tata laksana pemberian pakan induk kambing perah yang sedang laktasi merupakan faktor penting untuk meningkatkan konsumsi energi pakan agar tetap berproduksi susu tinggi dan dapat mempertahankan berat badannya.

          Pakan yang diberikan pada induk kambing laktasi harus padat energi dan protein, mengandung bahan kering tinggi dan rendah serat kasar, karena keterbatasan kapasitas rumen dan mencegah penurunan berat badan yang cepat serta untuk memperlambat laju penyusutan sel sekretoris kelenjar ambing.  Pakan tersebut merupakan pakan konsentrat dan berarti dari pemberian bahan keringnya, pakan konsentrat lebih tinggi daripada pakan hijauan.  Persentase pemberian bahan kering pakan konsentrat dan pakan hijauan menjadi  60% untuk konsentrat dan 40% untuk hijauan.  Hijauan tetap diberikan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan serat kasar dan hijauan yang diberikan harus berkualitas baik. 

          Pemberian konsentrat yang tinggi menyebabkan biaya pakan akan lebih tinggi, untuk itu komponen pakan untuk pakan konsentrat harus yang murah, mudah diperoleh, mudah dicerna, kadar air rendah dan tidak bersaing dengan kepentingan konsumsi manusia.  Permasalahan lainnya adalah pemberian konsentrat yang tinggi akan menimbulkan tingginya kadar asam-asam lemak terbang (VFA) terutama asam propionat di dalam darah  sehingga akan menyebabkan asidosis.  Asidosis adalah suatu fenomena dimana darah menjadi asam karena tingginya kadar asam lemak di dalam darah dan nantinya akan mengganggu metabolisme tubuh..

          Konsentrat yang diberikan pada ternak sedang laktasi jangan sekaligus tetapi diberikan lebih dari dua kali pemberian setiap harinya, terutama pada saat puncak produksi.  Jumlah konsentrat yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat produksi susu per ekor per hari sehingga tidak terjadi pemborosan biaya.  Kualitas hijauan yang baik perlu diberikan pada ternak karena hiajauan yang berkualitas baik dapat mengurangi jumlah pemberian konsentrat.  

           Managemen atau tata laksana pemberian pakan pada saat induk kambing sedang laktasi perlu ditingkatkan.  Harus ada pola pemberian pakan yang praktis dan efisien pada induk laktasi untuk mengatur jumlah pemberian pakan terutama konsentrat per ekor per hari yang disesuaikan dengan tingkat produksi susu per ekor per hari.  Induk sedang laktasi dapat dikelompokkan sesuai dengan tingkat produksi susunya untuk memudahkan pemberian pakan.

          Perlu juga diperhatikan jenis pakan yang diberikan karena ternak yang kita pelihara tersebut merupakan ternak rumunansia.  Ternak ruminansia mempunyai 4 lambung dan di dalam lambung tersebut terutama di dalam rumen terjadi proses fermentasi.  Proses fermentasi menggunakan mikroba anaerob, menghasilkan panas dan dapat menyebabkan kerusakan pakan terutama pakan konsentrat. 

Pakan yang diberikan harus mudah di cerna dan efisiensinya tinggi sehingga dapat menekan energi yang hilang dalam bentuk energi panas, energi urine, energi gas metan dan panas tubuh.  Tujuan menekan energi yang terbuang adalah untuk meningkatkan NE atau RE.

          Penggunaan hormon sering dilakukan untuk menekan produksi panas tubuh dan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan.  Hormon yang digunakan merupakan hormon yang berhubungan dengan hormon metabolisme tubuh misalnya hormon tiroksin dan hormon somatropin.  Hormon metabolit tersebut sudah dapat disintesis dengan merek dagang tertentu dan dapat dicampurkan pada pakan konsentrat.

 

 

 

Kesimpulan

          Induk kambing perah yang laktasi memerlukan perhatian yang lebih terutama tata laksana pemberian pakannya.  Untuk memproduksi susu yang tinggi induk kambing perah akan mengeluarkan cadangan energi di dalam tubuhnya sehingga menyebabkan beret badannya akan turun.  Pemberian pakan konsentrat harus ditingkatkan dengan pola pemberian yang baik untuk mempertahankan produksi susu dan untuk mengurangi laju penurunan berat badannya.  Tata laksana pemberian pakan saat induk kambing dikeringkan perlu diperhatikan agar induk dapat mempersiapkan dirinya untuk menghadapi masa laktasi berikutnya.  Perlu dibuat suatu pola pemberian pakan yang praktis dan efisien untuk induk laktasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan produksi susu per ekor per hari.

 

Daftar Pustaka

 

  Atabany, A.  2001.  Studi kasus produktivitas kambing Peranakan Etawah dan kambing Saanen pada peternakan kambing perah Barokah dan PT. Taurus Dairy Farm.  Thesis.  Program Pascasarjana.  Institut Pertanian Bogor.  Bogor.

 

Blaxter, K.  1989.  Energi Metabolism in Animal and Man.  Cambridge University Press. New York.  USA.

 

Brody, S.  1945.  Bioenergetics and Growth.  Reinhold Publishing Corporation.  New             York.  USA.

 

Devendra, C and M. Burns.  1983.  Goat Production in the Tropic.  Commonwealth Agric.  Bereaux Fartham Royal.  England.

 

Devendra, C.  1990.  Goat.  Ed. W.J.A.  Payne. In.  An Introduction to Animal Husbandry in the Tropics.  Fourt Editon.  John Willey and Sons. Inc.  New York.

 

Ensminger, M.E.  1960.  Animal Science.  Fourth Edition.  The Interstate Printersand Publishing, Inc.  Danville, Illinois.  USA.

 

Gall, C.  1981.  Goat Production.  Academic Press.  London.

 

Hafez. E.S.E.  1980.  Reproductionin Farm Animal.  4 th Ed.  Lea and Febiger.  Philadelphia.

 

Heald, C.W.  1985.  Milk Collection.  In:  larson, B.L.  1985.  Lactation.  First Edition, The Iowa State University Press.  USA.

 

Katipana, N.G.F.  1986.  Neraca nitrogen dan energi pada kambing menyusui dan tidak  menyusui yang mendapat ransum tambahan ubi kayu yang dimasak dengan urea.              Thesis Magister Sains.  Fakultas Pascasarjana.  Institut Pertanian Bogor.

 

Mackenzie, D.  1980.  Goat Husbandry.  Faber and Faber.  Ed. 4, 375.  London.

 

Subhagiana, I.W.  1998.  Keadaan konsentrasi progesterone dan estradiol selama kebuntingan, bobot lahir dan jumlah anak pada kambing Peranakan Etawah pada     tingkat produksi yang berbeda.  Thesis.  Program Pascasarjana.  Institut Pertanian Bogor.  Bogor.

 

Sutardi, T dan M. Djohari.  1979.  Hubungan kondisi faali sapi laktasi dengan kebutuhan makanannya.  Bull.  Makanan Ternak.  Fakultas Peternakan IPB.  Bogor, 5(4) : 179-207.