@2002 Abdul Kadir Posted: 21 December, 2002
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
December 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir
Zahrial Coto
Dr Bambang Purwantara
PERTANIAN ORGANIK, ALTERNATIF PENANGGULANGAN KRISIS PERTANIAN
MODERN MENUJU PERTANIAN YANG BERKELANJUTAN
Oleh:
Abdul Kadir
AGR, A.361020131,\
E-mail :
kdrb0262@yahoo.com)
I. PENDAHULUAN
Sejalan dengan makin banyaknya bahaya yang ditimbulkan
oleh paket pertanian modern, akibat penggunaan pupuk kimia, pestisida dan serta
zat-zat kimia lainnnya dalam jumlah yang berlebihan, maka dampak negatif paket
pertaian modern mulai mendapatkan perhatian yang serius. Meskipun pakar
lingkungan mulai memperhatikan masalah yang berhubungan dengan penggunaan bahan
kimia pertanian sejak 20 tahun sebelumnya. Perhatian terhadap dampak penggunaan
pupuk kimia mulai nampak pada akhir tahun tujuh puluhan, setelah residu pupuk
terutama nitrogen mulai diketahui mencemari air tanah sebagai sumber air minum
sehingga akan membahayakan kesehatan manusia.
Penggunaan pupuk kimia yang cenderung meningkat tidak
terlepas dari kemampuannya meningkatkan produktivitas dalam kurun waktu relatif
singkat, bahkan pupuk kimia dianggap sebagai teknik yang ampuh untuk meningkatkan produksi.
Berdasarkan catatan badan Dunia FAO, bahwa penggunaan pupuk yang sepadan dan
berimbang di negara-negara sedang berkembang dapat meningkatkan hasil pangan
mencapai 50 – 60 %. Kenaikan
produksi pangan dunia sejalan dengan penggunaan pupuk kimia (Wolf, 1986),
Hingga saat
ini, ada dua macam praktek pertanian
yang berkembang yaitu : teknologi revolusi hijau (khususnya sawah) dan
teknologi lahan kering. Teknologi revolusi hijau cukup berhasil karena adanya
infrastuktur dan perangkat kelembagaan yang mendukung, Keberhasilan ini
terutama dikaitkan dengan penggunaan input yang tinggi, terutama penggunaan
pupuk dan pestisida yang tinggi.
Sedangkan teknologi lahan kering, pengembangannya masih sangat terbatas
dan bahkan ada kesan diabaikan.
Pertanian modern
yang bertumpu pada pasokan eketernal berupa bahan-bahan kimia buatan (pupuk dan
pestisida), menimbulkan kekhawatiran berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup, sedangkan pertanian tradisional yang bertumpu pada pasokan internal
tanpa pasokan eksternal menimbulkan kekhawatiran berupa rendahnya tingkat
produksi pertanian, jauh di bawah kebutuhan manusia. Kedua hal ini yang
dilematis dan hal ini telah membawa manusia kepada pemikiran untuk tetap
mempertahankan penggunaan masukan dari luar
sistem pertanian itu, namun tidak mebahayakan kehidupan manusia dan
lingkungannya (Mugnisjah, 2001). Pertanian modern dikhawatirkan memberikan
dampak pencemaran sehingga membahayakan kelestarian lingkungan, hal ini
dipandang sebagai suatu krisis pertanian modern.
Sebagai
alternatif penanggulangan krisis pertanian modern adalah penerapan pertanian
organik. Kegunaan budidaya organik menurut Sutanto (2002) adalah meniadakan
atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya
kimiawi. Pemanfaatan pupuk organik
mempunyai keunggulan nyata dibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik dengan
sendirinya merupakan keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan
sumber unsur hara makro dan mikro yang dapat dikatakan cuma-cuma. Pupuk organik
berdaya amliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung,
bekerja menyuburkan tanah dan sekaligus menkonservasikan dan menyehatkan
ekosistem tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran
lingkungan. Dengan demikian penerapan
sistem pertanian organik pada gilirannya akan menciptakan pertanian yang
berkelanjutan.
II.
KONSEP DAN PRINSIP PERTANIAN ORGANIK
Pada dekade
terakhir ini muncul pertanian organik yang ditujukan untuk mempertahankan
biodiversitas dan konservasi tanah. Pertanian organik adalah suatu sistem
pertanian yang berbasis pada penggunaan residu (waste) atau mendaur ulang
residu dari kegiatan apa saja di sekitar lahan seoptimal mungkin asalkan
memenuhi kriteria yang tidak membayakan keseharan dan lingkungan dengan tujuan
untuk mempertahankan produktivitas yang berkelanjutan, termasuk di dalamnya
mempertahankan cadangan carbon, biodeversitas dan fungsi hidrologi. Dengan
demikian maka pada sistem ini ketergantungan terhadap ketersediaan bahan-bahan
kimia ataupun bahan-bahan dari luar lahan menjadi berkurang.
Pertanian organik
merupakan sistem pembudidayaan tanaman dan hewan tanpa menggunakan senyawa
kimia buatan, yang terbentuk dari sutau proses atau dalam suatu pabrik,
meliputi senyawa-senyawa herbisida, pestisida dan pupuk (Agricuture Notes,
2002). Sedangkan menurut Badan Standar Nasional Kanada, pertanian organik
adalah sistem perencanaan produksi secara holistik dalam mengoptimalkan
produksi dan menyehatkan komonitas dalam suatu agroekosistem, meliputi
organisme tanah, tanaman, ternak dan masyarakat.
Istilah pertanian
organik menghimpun seluruh imajinasi yang secara serius dan bertanggungjawab
menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan
tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Selain itu berusaha
untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara
memperbaiki kesuburan tanah,
menggunakan sumber daya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian (Sutanto,
2002), dengan demikian sistem pertanian organik merupakan sistem pertanian yang
ramah lingkungan dan produk yang diperolehnyapun merupakan produk yang aman bagi kesehatan.
Pertanian organik
akan banyak memberikan keuntungan ditinjau dari aspek peningkatan kesuburan
tanah dan peningkatan produksi tanaman, serta dari aspek lingkungan dapat
mempertahankan keseimbangan ekosistem, dan dari aspek ekonomi akan lebih
menghemat devisa negara untuk mengimpor pupuk, bahan kimia pertanian, serta
memberi banyak kesempatan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani.
Pada prinsipnya
pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan masukan
teknologi rendah (low-input-technology) dan upaya menuju pembangunan pertanian
yang berkelanjutan. Menurut Altieri (1995), penerapan pertanian merupakan perwujudan prinsip ekologi sebab
dilandaskan pada : (1) memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan
pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan
kehidupan biologi tanah, (2) optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur
hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara (Gambar 1), (3) membatasai
kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola
iklim mikro, dan (4) membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama
dan penyakit dengan perlakuan prefentif dan (5) pemanfaatan sumber genetika
(plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergis.
Tujuan utama
pertanian organik adalah mengembangkan kegiatan produktif berkelanjutan serta
harmonis dengan lingkungan (Agriculture, Food dan Rural Revitalization, 2002). Pada
sistem ini, ternak perlu mendapat perhatian dalam hal kondisi
Gambar
1. Perubahan sifat tanah yang disebabkan penerapan pertanian organik (Migono,
1996)
kehidupan,
persyaratan prilaku, pakan organik bermutu tinggi. Dalam hal pengelolaan tanah,
diperlukan berbagai tindakan, meliputi : (1) penjagaan lingkungan, (2)
meminimalisasi degradasi dan erosi, (3) pencegahan polusi, (4) penggantian dan
perawatan diversitas tanah jangka panjang, (5) menjaga diversitas biologi
tanaman asli setempat dan tanaman liar, (6) pendauran ulang material dan sumber
yang ada semaksimal dan seefesien mungkin, dan (7) kepedulian terhadap hal-hal
berkaitan dengan kesehatan dan perilaku yang dibutuhkan oleh ternak.
Menurut Drescher,
1994, beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pertanian organik antara lain
residu yang akan di daur ulang memiliki standar nisbah C/N tertentu dan tidak
membahayakan kesehatan, yaitu ditinjau dari konsentrasi logam berat antara lain
plumbum (Pb), cadmium (Cd), Zinc (Zn) dan cuprum (Cu). Masyarakat Eropa
(European Union) telah mengeluarkan standar kritis (batas ambang) untuk keempat
logam tersebut (Tabel 1). Tabel tersebut merupakan contoh kasus yang dilakukan
di Lusaka (Zambia), dimana masyarakat menanam sayur-sayuran pada tumpukan
sampah rumah tangga. Pada kondisi tersebut, tanah mengandung bahan organik
tanah (C-organik) cukup tinggi (5,7 %) dengan pH 7,7.
Tabel 1. Konsentrasi Logam Berat dalam Tanah Tumpukan
Sampah Rumah Tangga Serta Kriteria Batas Ambang Logam Berat
Menurut Kriteria UE (dikutip dari Hairiah, 2002)
Contoh
Tanah |
Pb |
Cd |
Zn |
Cu |
|
|
Mg kg-1 |
|
|
1 |
5.00 |
- |
6.6 |
4.25 |
2 |
4.00 |
6.00 |
112.5 |
2.50 |
3 |
4.00 |
- |
54.0 |
8.50 |
4 |
10.0 |
- |
6.60 |
4.25 |
5 |
200 |
6.00 |
525 |
25.0 |
6 |
4.00 |
8.00 |
135 |
2.25 |
7 |
5.00 |
15.00 |
27.0 |
900 |
Standar EU |
50 – 300 |
1.00 – 3.00 |
150 – 300 |
50 – 140 |
Berdasarkan contoh tanah yang diambil menunjukkan
adanya variasi dan bahkan ada yang melebihi batas ambang yang diizinkan oleh
EU, terutama pada Cd, Zn da Cu.
III.
PERMASALAHAN PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK
Sampai saat ini masih dijumpai adanya pemahaman yang
keliru tentang pertanian organik yaitu : (1) biaya mahal, (2) memerlukan banyak
tenaga kerja, (3) kembali pada sistem pertanian tradisional dan (4) produksi
rendah. Beberapa hal yang menjadi kendala dalam pengembangan pertanian organik
seperti : (a) ketersediaan bahan
organik terbatas dan takarannya harus banyak, (2) transfortasi mahal karena
bahan bersifat ruah, (c) menghadapi persaingan dengan kepentingan lain dalam
memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik, (d) tidak adanya bonus harga
produk pertanian organik
Keberlanjutan atau kelestarian suatu sistem pertanian
dan agroekosistem sangat ditentukan oleh kemampuan petani dalam mengatasi
masalah (ancaman) pertanian di lahannya baik pada saat ini maupun pada masa
yang akan datang. Ancaman ini oleh Van Noordwijk et al., (2002) secara skematis
disajikan dalam gambar 2 yaitu : (a)
penurunan produksi tanaman, (b) munculnya konflik dengan masyarakat desa
tetangga akibat adanya aliran lateral air tanah yang terpolusi oleh pupuk dan
pestisida, (c) menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap kodisi/ kualitas
produksi pertanian (d) munculnya oeraturan-peraturan dalam kebijakan pemerintah
yang mencoba mengatur aktivitas pertanian
Gambar
2. Ancaman terhadap keberlanjutan sistem pertanian, lingkaran terdalam terfokus
pada isu agronomi sedangkan
lingkaran
terluar lebih difokuskan lingkungan dan pasar (Van Noordwijk et al, 2002)
Masalah lainnya
adalah walaupun usaha penelitian di bidang nutrisi tanaman dan kesuburan tanah
telah banyak dilakukan, difokuskan terutama kepada usaha untuk mengatasi
masalah penurunan produksi tanaman, yaitu melalui perbaikan stretegi penyediaan
hara bagi tanaman tanpa memperhatikan usaha penanganan hara yang berlebihan
dalam tanah yang bersumber dari pemakaian pupuk yang berlebihan, dilain pihak
tidak semua pupuk yang diberikan dimanfaatkan oleh tanaman, diantaranya
terjerap oleh unsur hara lainnya seperti Al dan Fe, pencucian (leaching), dan
aliran permukaan (run off). Menurut Izac dan Sanchez (2001), di daerah tropis
efesiensi penggunaan pupuk misalnya N untuk tanaman biji-bijian hanya sekitar
30 – 40 %, hal ini berarti bahwa terdapaat 60 – 70 % pupuk yang diberikan tidak
dimanfaatkan oleh tanaman .
Secara global,
ancaman terhadap keberlanjutan sistem pertanian adalah yang berhubungan dengan
masalah keseimbangan hara (access
problems). Penelitian di daerah tropis umumnya lebih dititik beratkan pada
rekomendasi pemupukan , distribusi pupuk dan tingkat toleransi tanaman terhadap
kondisi tercekam. Masih jarang sekali
penelitian yang ditujukan untuk membantu petani dalam mengambil
keputusan di lapangan yang kondisinya sangat heterogen. Pada kondisi tersebut
efesiensi penggunaan pupuk dan masukan bahan organik cukup bervariasi
tergantung teknik pemberian dan kualitas haranya (Van Noordiwijk dan Scholten,
1994)
Tantangan
pertanian organik dimasa yang akan datang (Hairiah et al., 2002) dapat ditinjau
dari aspek :
1.
Pembentukan
pasar bagi produk-produk pertanian sehat. Pada kenyataannya produk bebas residu
kimia lebih mahal dari pada produk lainnya, namun jika dilihat dari segi jangka
panjangnya, maka usaha kongkrit harus segera dilaksanakan dan menggalakkan
promosi yang intensif bagi poduk pertanian sehat.
2.
Pertanian
organik tidak selalu dapat terjangkau oleh petani kecil. Semakin besar
kesadaran masyarakat dalam mengurangi penggunaan bahan kimia di lahannya, maka
akan semakin banyak perusahaan besar berlomba-lomba membuat produk-produk baru
(pestisida dan pemupukan) yang lebih ramah lingkungan lengkap dengan hak paten
(related Intelectual Property Right), sehingga harganya akan semakin mahal,
menyebabkan petani akan kesulitan membelinya. Sebagai contoh harga bahan aktif
pestisida seperti Methyl Paration
yang umum dipakai dimana-mana harganya US$ 7 (~ Rp 63.000,-) per liter,
sedangkan pestida yang ramah lingkungan harganya dapat mencapai US$ 150 ( ~ Rp.
1.500.000) per liter . Kondisi ini akan menyulitkan bagi petani untuk
membelinya, sehingga petani akan kembali menggunakan bahan kimia sehingga harga
produknya menjadi lebih rendah. Kondisi petani tersebut semakin terpuruk dengan
adanya ketidak menentuan harga pasar. Dengan demikian pada skala makro
pertanian organik merupakan ancaman bagi petani kecil di negara berlkembang
seperti Indonesia.
3.
Belum
menentunya standar internasional tentang kriteria pertanian organik. Contoh
yang diberikan oleh Sulistyomati (2002), tentang pertanian organik monokultur
sayuran. Pengeloaan pada sistem ini telah menggunakan bahan-bahan ramah
lingkungan, namun jika ditinjau dari prinsip biodiversitas, sistem ini belum
bisa sepenuhnya diterima sebagai pertanian organik. Dengan demikian kriteria
pertanian organik masih perlu terus disempurkanan.
Phicknett (1995)
mengemukakan bahwa petani umumnya akan mulai meninggalkan pertanian organik
jika (a) ada keterbatasan tenaga kerja, (b) telah diperkenalkannya teknologi
modern yang canggih dengan masukan tinggi dan tersedianya kridit (c) adanya
masalah ketidak jelasan dalam pengusaan tanah yang membuat petani enggan
melakukan sistem pertanian yang permanen (d) ketidak jelasan prosedur
pemasarannya. Oleh Hairiah (2002) memberi contoh : seorang petani menanam padi
organik pada sawahnya, tetapi padi lainnya tidak melaksanakan. Residu kimia
dari sawah tetangga masuk ke sawahnya, sehingga produknya ditolak oleh pasar
dan dinyatakan bukan produk organik.
IV.
PROSFEKTIF PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK
Menurut Fresh
(1996) terdapat tiga peluang pertanian organik yang dapat diterapkan dengan
memperatikan kondisi lokasi yang spesifik, yakni : (1) pertanian organik murni.
Penggunaan pupuk organik, pupuk hayati dan pestisida hayati (biopesticide)
ditingkatkan dan menghindarkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida. (2)
sistem usahatani terpadu. Masukan teknologi tinggi dimasukkan ke dalam
pengelolaan gizi/nutrisi tanaman terpadu (PNT) dan pengendalian hama terpadu
(PHT). (3) Sistem usahatani terpadu masukan teknologi rendah dengan sistem
pertanian organik dan sumberdaya lokal didaur ulang secara efektif. Hal ini dapat
dipadukan dengan komponen lain yang berkembang spesifik lokasi termasuk : kolam
ikan, peternakan ayam, sapi, jamur merang, dll.
Komponen
pertanian organik yang dapat dipandang sebagai peluang dan prosek pengembangan
pertanian organik menurut Altieri (1995), yaitu : (1) adanya peningkatan
biomassa. Pengembangan jenis pohon yang cepat tumbuh di sekitar lokasi sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai sumber untuk meningkatkan bahan organik. (2) kompos,
dimana bahan dasar pembuatannya dianekaragamkan dengan memanfaatkan bahan yang
terseda di suatau tempat. (3) Pupuk hayati, pengembangannya didasarkan pada
potensi mikroorganisme yang ada di Indonesia, dilain pihak pupuk hayati yang
harus diinpor perlu dikembangkan teknologinya di Indonesia (alih teknologi),
(4) Pestisida hayati. bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan untuk perlindungan tanaman, dimana pada saat ini perhatian dan
penggunaannya masih sangat terbatas. Dengan demikian terbuka peluang lebih
besar dalam menggali keragaman sumber daya hayati, (5) Pengetahuan/teknologi tradisional. Diperlukan usaha untuk
menggali kembali kerafifan tradisional dengan ilmiah dan mengembangkan
teknologi akrab lingkungan.
Pertanian organik
akan banyak memberikan keuntungan ditinjau dari segi peningkatan kesuburan
tanah dan peningkatan produksi tanaman maupun ternak, dari aspek lingkungan
dalam mempertahankan ekosistem sedangkan dari aspek ekonomi akan menghemat
devisa negara untuk menginpor pupuk, bahan kimia pertanian, serta memberi
banyak kesempatan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan petani. Menurut
Sutanto (2002), keuntungan yang diperoleh dengan pemanfatan pupuk organik (1)
mempengaruhi sifat fisik tanah, (2) mempengaruhi sifat kimia tanah (3)
mempengaruhi sifat bilogi tanah dan (4) mempengaruhi kondisi sosial. Dengan
pemahaman keuntungan penggunaan pupuk organik, Nekada (2001) melaporkan
terjadinya kenaikan N, P,K dan Si tanah karena pemebrian kompos dalam jangka
panjang di Jepang. Pembeian kompos jangka panjang juga mampu meningkatkan
aktivitas mikroba tanah.
V. PERTANIAN ORGANIK SEBAGAI WUJUD PERTANIAN
BERKELANJUTAN
Pada prinsipnya
pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan masukan
teknologi rendah (low input technology) dan upaya menuju pembangunan pertanian
yang berkelanjutan. Menurut Mugnisyah (2001), penerapan teknologi budiaya yang
berkelanjutan bila mana lahan yang dikelola dapat memberikan produksi tanaman
dan/atau hewan yang memuaskan tanpa menimbulkan kerusakan atas lahan tersebut
sehingga produktivitasnya dapat dipertahankan oleh sistem pertanian itu
sendiri. Selanjutnya Gaskell (2002) berpendapat dalam upaya mencapai pertanian
yang berkelanjutan diupayakan agar masukan berupa bahan kimia produksi pabrik
(pupuk dan pestisida) dikirangi bahkan jika mungkin ditiadakan.
Menurut Kotschi
terdapat minimal dua hal yang mendasari pertanian yang berkelanjutan, yaitu :
yaitu azas keeratan sistem dan azas keragaman sistem, diaman eksostem yang
poduktif dan stabil biasanya mempunyai daur ulang yang bersifat tertutup. Usaha
pertanian harus berada dalam suatu sistem yang tertutup, dalam sistem tersebut
harus dipertimbangkan keragaman dan kompoleksitasnya. Selanjutnya Eggar (1983),
mengemukakan bahwa sistem pertanian yang konvensional dan pertanian modern tidak dapat dipadukan, namun demikian kedua
prinsip tersebut perlu diperhatikan apbaila penggunaan lahan akan dikembangkan.
Sedangkan menurut Hardwood (1990) ada tiga kesepakatan yang harus dilakasanakan
dalam pembangunan pertanian berkelanjutan, yaitu : (1) produksi pertanian harus
ditingkatkan, namun efesien dalam pemanfaatan sumber daya, (2) proses biologi
harus dikontrol oleh sistem pertanian itu sendiri (bukan tergantung pada
masukan yang berasal dari luar pertanian), dan (3) daur hara dalam sistem
pertanian harus lebih ditingkatkan dan bersifat lebih tertutup.
Pertanian
berkelanjutan menurut Mulongov (1993),
mempunyai lima kriteria, yaitu : sehat secara ekologis (ecologically sound),
manusiawi (humane), dapat hidup secara ekonomis (economically viable), dan
dapat beradaptasi (adaptable), pantas atau adil secara sosial (socially just),.
Sehat secara ekologis
berarti kualitas sumberdaya alam terpelihara dan vitalitas semua agrosistem
(manusia, hewan, dan organisme tanah) meningkat. Keadaan ini dapat dicapai jika
tanah dikelola dan kesehatan tanamanm hewan, dan manusia dipelihara melalui
proses biologis. Manusiawi berarti
seluruh bentuk kehidupan (manusia, hewan dan tanaman dihargai, martabat dasar
manusia diakui, hubungan diarahkan unutuk menggabungkan nilai-nilai kemanusiaan
seperti, kepercyaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa simpati. Juga
integritas budaya dan spritual dari masyarakat dilindungi dan dipelihara. Dapat beradasaptasi berarti bahwa
komonitas pedesaan mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi, antara lain
pertumbuhan populasi, kebijakan dan permintaan yang selalau berubah. Dapat hidup secara ekonomis berarti
bahwa petani dapat memproduksi tanaman/hewan dalam jumlah yang cukup unutuk
memenuhi keperluannya serta memperoleh penghasulan karena mampu mengganti
keperluan biaya produksi pertaniannya.
Pantas atau adil secara sosial
berarti bahwa sumberdaya dan tenaga didistribusikan untuk keperluan dasar
seluruh anggota masyarakat terpenuhi dan hak mereka atas penggunaan lahan,
modal yang cukup, bantuan teknis dan kesempatan pemasaran hasil terjamin.
Pengembangan sistem usahatani berwawasan lingkungan
dalam upaya memperoleh produktivita yang tinggi secara berkelajutan (Sutanto,
2002) dilakukan yaitu :
·
Produktif,
dikontrol oleh keragaman sistem
·
Memadukan
tanaman pohon – pangan – pakan – ternak – tanaman spesifik yang lain
·
Bahan
tercukupi secara swadaya dan memanfaatkan daur energi
·
Mempertahankan
kesuburan tanah melalui prinsip daur ulang
·
Menerapkan
teknologi masukan rendah (LEISA)
·
Produksi tinggi
·
Stabilitas pertanaman tinggi
·
Pengolahan tanah secara mekanik dilakukan pada aras
sedang
·
Erosi dikontrol secara biologi
·
Petak usaha
tani dipisahkan menggunakan pagar hidup
·
Menggunakan
varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit
·
Pertaman
campuran
·
Tanaman
toleran terhadap gulma
VI.
PENUTUP
Pembangunan
pertanian di Indonesia sejogyanya berorientasi
pada pembangunan pertanian yang berkelanjutan dengan memanfaatkan
sumberdaya yang ada di pedesaan misalnya memanfaatan bahan organik (pertanian
organik) sehingga mengurangi ketergantungan akan bahan kimia (pupuk, pestisida
dan herbisida) . Selain itu diperlukan penyuluhan yang lebih intensif tentang
perlunya menjaga kelestarian lingkungan melalui penerapan pertanian organik.
Namun yang terpenting kesemuanya itu adalah perlunya peningkatan sumberdaya
manusia (petani) untuk pengelolaan usahataninya agar dapat mengasilkan
produktivitas yang lebih tinggi sehingga dapat meningkat kesejahtraannya dengan
tetap mengindahkan prinsip pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agriculture Notes, 2002. Organic Farming (Internet access). Farm diversification service and Sue Titcumb.
Altieri, 1995. Agroecology : The Science of Sustainability Agriculture, Westview
Press, Colorado.
Drescher A., 1994. Gardening on garbage : opporttunity or
threat ? ILEIA Newsletter.
Gaskell, M., Mitchell, J.,
Smith, R. dan Koike, S.T., 2002. Soil fertility management for organic crops.
University of California. Division of Agriculure and Natural Resources (www.scf.nedavis.edu).
Hairiah, K., 2002. Pertanian Organik : suatu harapan atau
tantangan. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Harword, R.R. 1990. A History of Sustainable Agriculture in Sustainable agriculture systems. C.A.
Edwards, R., Lal, P., Madden, R.H.Miller, and G.House (eds). Soil and water
conservatin society.
Izac A. M. N., and Sachez PA.2001.
Towards a natural resource management paradigm for international agriculture:
The example of agroforestry research. Agricultural systems 69:5-25
Mugnisjah, W, Q., 2001. Ekofisiologi Tanaman Tropika.
Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mulongov, K., and R. Merks. 1993. Soil Organic Matter Dynamics and
Sustainability of Tropical Agriculture. IITA. A Walley Sayca Co-Publication.
Sulistyowaty C.A., 2002. Can Organic Agriculture Help Farmers ? The
Jakarta Post, Monday September 30, p.7
Sutanto,
R., 2002. Pertanian Organik. Menuju pertanian alternatif dan
berkelanjutan. Kanisius Yogyakarta.
Thicnett, D.L., 1995. Technology for sustainable agriculture.
Scientific American : 182 –186.
Van Noordwijk M, Cadish G., Suprayogo D.,
Khasanah and Luciana B., 2002. Plant
Nutrition Between problems of acces and problems of excess : Savety netfilter
fungtions dalam Sitompul and Utami (eds), Akar Pertanian Sehat. ISBN
979-508-217-5. P.11-22.
Wolf, E.C., 1986. Beyond the Green Revolution : new aproach
for third word agriculture, Wasinton, D.C.