© 2002 Sudibyo
Posted 21 May 2002
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
Mei 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy
C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
PENGELOLAAN
SUMBERDAYA PERIKANAN SECARA BERKESINAMBUNGAN (SUSTAINABLE FISHERIES)
Oleh;
Sudibyo
NRP C526010041
E-mail: sudibyod@yahoo.com
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumberdaya Perikanan Indonesia
terkenal dengan keaneka ragaman hayati laut yang terbesar di dunia, karena
memiliki ekosistem yang luas dan potensial.
Di dalam sumberdaya perikanan tersebut terkandung potensi yang sangat
besar, yang mana besar potensi sumberdaya perikanan diperkirakan 6,6 juta ton
pertahun, yang terdiri dari 4,5 juta ton berasal dari perairan nusantara dan
2,1 juta ton berasal dari Zone Ekonomi
Eksklusif Indonesia. Pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut
baru sekitar 38 % (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993).
Dengan
melihat potensi sumbnerdaya perikanan tersebuit diatas, maka dianggap perlu
penambahan armada penangkapan secara maksimal dan tentunya penam,bahan armada
penangkapan harus mengacu pada usaha penangkapan yang berwawasan lingkungan.
Untuk
memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan tersebut di atas maka perlu
pengaturan dan pengelolaannya
dinyatakan dengan tegas dalam pasal 5 ayat (2) UU No 5 Tahun 1983, yang
m,enyatakan bahwa Eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya perikanan jharus
mentaati ketentuan-ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Ketentuan ini merupakan realisasi dari pasal 61 dan 62 konservasi hukum
laut yang menyatakan bahwa negara pantai Indonesian harus melaksanakan
konservasi dan pengelolaan yang tepat untuk menjamin terciptanya pemanfaatan
secara optimal dan pelestarian
sumberdaya perikanan seutuknya.
Kemudian tinjauan terhadap sistem pengaturan
dalam rangka pemanfaatan sumberdaya
perikanan, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya perikanan
dengan mengikutsertakan kapal-kapal ikan asing.
2.1. Siklus Hidup
Menurut Monintja (2002), Sumberdaya
perikanan merupakan organisme yang memiliki siklus hidup tersendiri dan
meliputi daerah pemijahan, daerah asuhan dan daerah pembesaran. Secara ilmiah kehidupan ikan diawali pada
areal pemijahan terus menuju ke daerah asuhan dimana ikan-ikan kecil tersebut
tumbuh sampai dia menjadi dewasa untuk selanjutnya menjadi parent stock dimana
kemudian akan dihasilkan telur atau larva ikan. Dikatakan sebagai siklus karena proses ini berlangsung secara
alamiah yang sifatnya berulang.
Pertumbuhan populasi terjadi diwilayah pembesaran terus sampai ke parent
stock, Kemudian setelah ini mengalami
penurunan populasi karena sebab kematian alamiah atau tertangkap oleh nelayan.
Kemudian menururt konsep yang dikemukakan
oleh Jone (1967) tentang siklus hidup sumberdaya perikanan yaitu :
Feeding
area Feeding
area
Spowninmg recruitmen
feeding Feeding
wintering eggs
spowning spowning
wintering recruitmen
wintering
area wintering area
2.2.
Pola Distribusi Populasi
Setiap populasi mempunyai struktur
atau penyusunan indiviodu yang dikenal dengan pola distribusi. Pola distribusi ini sebagi hasil dari
jawaban tingkah laku individu di dalam pop;ulasi tersebut sebagi faktor lingkungan.
Macam-macam pola
distribusi :
1. Pola distribusi Vaktorial
Distribusi individu dalam pola ini
sebagi jarak terhadap faktor-faktor kimia dan fisika lingkunganm seperti ;
suhu, tekanan, arus, macam dan bentuk dasar perairan dan lain-lain. Dengan sebagian besar faktor tersebut terdapat jumlah individu sesuai
pada tingkatan faktornya.
2. Pola distriobusi reproduksi
Pada distribusi ini ada hubungannya
dengan reproduksi baik sebelum, selama dan sesudah pemijahan.
3. Pola distribusi acak (random atau
stockastic)
Pola
distribusi acak besar sekali kemungkinannya didapat didalam lingkungan yang
uniform sebagi hasil dari kesempatan.
Tetapi sering sekali faktor-faktor sosial, menghasilkan kelompok dari
individu tersebut kemudian membentuk distribusi acak dengan sendirinya.
4. Pola distribusi contagious
Distribusi individu kelompok,
distribusi ini dinamakan pula underdispesion yang sinonim dengan
superdispesion. Dalam suatu area
didapatkan kelompok-kelompok individu tersebut, sedangkan di daertah
tetanmgganya didapatkan individu tersebut.
Tetapi ada lagi ketempat lainya yang juga kelompok.
5. Pola distribusi co active
Pola distribusi ini sebagi hasil
dari kompotisi sua spesies yang berdekatan yang mengikuti exclution principle
atau voltera gaun principle yaitu baik
dalam atau suatu species yang menempati bersama ruang hidup yang sama, meraka
akan berbeda dalam beberapa aspek misalnya dalam makanan, toleransi terhadap
lingkungan, kebutuhan dalam pemijahan dan lain-lain serta ada tendesi yang satu
atau menggantikan yang lain.
2.3. Macam-macam habitat sumberdaya perikanan
Menurut Ronusell dan everthart (1955) menyatakan
macam-macam habitat sumberdaya perikanan
yaitu :
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penghuni laut dalam Sifat umum habitatyang dihuni
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Laut dalam
Abiysal Tempat gelap
dan dingin di samudera dalam
Bethuy
pelagis Tempat
remang-remang, masih dingin dibagian atas samudera
dalam.
Archi
benthic Tempatnya
diatas atau dekat dasar ujung continental
Shelf.
Laut dangkal
Benthic Tempat diatas
atau dekat dasar continental shelf
Oceanic jauh dari darat,
dipermukaan atau dekat permukaan
Samudera
Pelagis Pengembara di samudera
dekat permukaan
Bentho opeklagis Secara bermusiman penghuni
dasar sampai permukaan
Coustal Estuarine Daertah kanal, toleransi
terhadap perubahan salinitas.
Dromouse (aliran)
Catadromouse Ikan dewasa di
air tawar atau payau, berpijah di laut
Anadromous
(menetang) Melawan arus
Anadromus fluvial melawan arus dari danau,
anaknya di danau
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
3.1. Instrumen kebijakan terhadap kelestarian
sumberdaya perikanan
Dalam tahuin 1997 kapal tanpa motor dan kapal motor sebanyak 80,56 % dari total fishing boat, kedua kelas kapal
ini hampir tidak ada pengaturan perijinan, padahal kedua kapal ini sangat
elastis terthadap harga ikan.
Meningkatnya pendapatan dan kel;ayakan usaha (hasil analisis utara jawa,
maluku dan irian). Upaya perbaikan
harga ikan akan mendorong meningkatnya jumlah kapal yang tiodak terkendali
dengan terbatasnya mobilitas kapal kecil tersebut maka selanjutnya
mengakibatkan kerusaklan sumberdaya perikanan . Oleh karenanya untuk
menghindari hal tersebut maka semua jenis kelas kapakl harus di atur
dalam perijinan dengan demikian perijinan merupakan instrumnen kelestraian
sumberdaya perikanan. Kapal kelas yang
lebih besar termasuk kapal yang beroperasio di ZEEI sudah diatur dengan
perijinan akan tetapi dalam kenyataan
banyak pelanggaran sehingga
seperti open acces. Hal ini dapat
terjadi karena lemahnya sanksi terhadap pelanggaran, oleh karenanya instrumen
kebijakan law enforment perlu ditegakkan.
Kedua kebijakan tersebut belum cukup dan perlu peran serta stakcholder
lainnya.
3.2. Sumberdaya Perikanan yang berkesinambungan
Sumberdaya
perikanan oleh berbagai negara dijadikan salah satu produk andalan. Dimana sifat dasar produk perikanan memiliki
daur hidup yang sangat rentan terhadap gangguan ekosistem. Dengan demikian, point pertama yang harus diperhatikan
adalah kelestarian, sekalipun sumberdaya perikanan memiliki kemampuan untujk
memulihkan cadangan. Aspek lain adalah
hasil yang effisien serta tidak terjadi pemborosan sumberdaya perikanan. Indikasi mengenai eksplorasi yang berlebihan
mendorong FAO melalui sidang komite perikanan ke 19 pada bulan maret 1991
merekomendasikan perlunya aspek konservasi atau kelestarian dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan secara kesinabungan.
Untuk
itu kemudian dirumuskan suatu tata laksana untuk perikanan yang bertanggung
jawab. Tata laksana ini kemudian dapat
diterima pada 31 Oktober 1995 dengan sifat suka rela sekalipun beberapa bagian
tertentu dari Code of Conduct for
Fisheris ini mengacu pada aturan-aturan yang relevan dengan hukum internasional
sebagai yang tercantum dalam konservasi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang
hukum Laut. Indonesia sebagai negara
anggota Perserikatan Bangsa Bangsa dan juga anggota FAO menggunakan Code of
conduct for Fisheries sebagai norma dalam pengelaolaan sumberdaya perikanan.
Substansi pokok yang sesuai disini adalah
:
1.
Pengelolaan perikanan
2.
Operasi penangkapan ikan
3.
Pembangunan akuakultur
4.
Intergrasi perikanan kedalam pengelolaan kawasan pesisir
5. Pasca panen dan perdagangan komoditas
perikanan
6. Penelitian.
Pengelolaan sumberdaya ini tidak
menyangkut komoditas ikan itu sediri akan tetapi lebih penting lagi adalah
faktor yang terkait dengan aspek sumberdaya, khususnya mengenai sumberdaya
peranan sangat menentukan oleh karena manajemen sumberdaya perikanan itu
semuanya dilaksanakan oleh manusia.
Manajemen sumberdaya itu sesungguhnya adalah manajemen manusia sebagai
titik pangkalnya, lingkungan atau ekosistem biologis, efisiensi usaha
perikanan, teknologi penangkapan, mobilisasi uinput hukum dan penerapannya,
kebiajakan-kebijakan yang ditempuh serta pengendalian. Munculnya aspek kelestarian sebagai
paradigma baru menyebabkan penmgelolaan perikanan tidak semata-mata untuk
tujuan peningkatan produksi akan tetapi harus memasukkan kelestarian stok sebagai
pengelalaan perikanan berkelanjutan (sustainable fisheries) yang mempunyai
ciri-ciri :
1. Memiliki teknologi
2. Usahanya menguntungkan
3. Patuh pada norma-norma lingkungan melalui
pembatasan penangkapan
4. Bebas dari fiksi sosial
5.
Tidak merusak habitat
6.
Aman untuk dikonsumsi
7.
Usaha yang dilakukan bersifat legal
8. Teknologi yang menjamin keselamatan
9.
Menggunakan energi yang rendah.
Ciri-ciri
ini sifatnya tehnis, dimana selanjutnya
secara substansial yang menjadi cakupan dari pengelolaan sumberdaya perikanana
secara kesinambungan adalah :
1.
Aspek lingkungan
Ini
berari di dalam kegiatan baik dalam usaha perikanan perlu di dahului dengan
Analisa Dampak Lingkungan karena aktivitas tersebut mempunyai dampak yang
serius terhadap ekosistem sumberdaya perikanan. Pengendalian melalui norma-norma yang dihasilkan dari proses
Analisa Dampak Lingkungan ini
selanjutnya nampak dalan buged akatifitas yang menglokasikan biaya-biaya
lingkungan ke dalam anggaran biaya.
Suatau
hal yang penting disini adalah bahwa eklositem perairan pada hakekatnya
tidaklah berdiri sendiri akan tetapi terkait dengan ekosistem lain Code of
conduct for fisheris sendiri menegaskan perlunya ada integrasi dengan wilayah
pesisir dimana wilayah pesisir itu sendiri harus terintegrasi dengan wilayah
daratan. Itulah sebabnya aspek
ketrpaduan dan keterlibatan stake holder dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
yang berkesinambungan menjadi hal penting dimana secara operasional dapat
dilaksanakan melalui pendekatan manajeman bersama.
2.
Aspek effisiensi usaha
Dalam
usaha perikanan atau pemanfaatan sumberdaya perikanan harus mencegah
pemanfaatan yang berlebihan atau membatasi penggunanan armada penangkapan. Effisiensi usaha dapat dicapai tidak mengacu
kenaikan volume tangkapan akan tetapi dapat dilakukakan melalui peningkatan
nilai tambah, diversifikasi usaha ke akuakultur. Prinsip internal eksternal yang dijalankan oleh usaha perikanan
tidak ada untuk mencapai propit akan
tetapi juga termasuk didalamnya kelestraian sumberdaya perikanana. Secara tehnis hal ini harus tercantung dalam
langkah-langkah produksi masupun proses pengolahan. Demikian juga dalah hal penagkapan, rencana kerjanya harus menggambarkan secara jelas langkah-langkah
yang effisien sehingga bisa dihindari kompesasi biaya yang tidak perlu.
3.
Teknologi Penangkapan
Penggunaan
teknologi penangkapan sejak dini harus ramah lingkungan karena faktor ini
memiliki daya rusak sumberdaya perikanan.
Penggunaan
trawl sebagai alat tangkap yang
mengundak kontroversi di Indonesia,
sementara beberapa dibeberapa negara maju tidak demikian.
4. Hukum dan peneratan
Pengaturan dan penerapan hukum
merupakn hal yang sangat penting karena kebijakan pengelolaan semberdaya
perikanana yang berkelanjutan akan dapat terlaksanan bila hal ini
dijalankan. Tingkat kepatuhan tidak
saja diharapkan dari pelaksanaan usaha perikanan akan tetapi sangat diharapkan akan pelopori penentu kebijakan. Hal yang terakhir ini sering dirisaukan
mengingat para penentu kebijakan justru menjadi sumber ketidak patuhan.
Undang-undang Nomor 9 tahun 1985 tentang perikanan,
undang undang ini merupakan landasan hukum bagi pemafaatan sumberdaya
perikanan. Oleh karena itu, sebagi
penunjang perkembangan sektor perikanan selanjutrnya, undang-undang ini
merupakan wakana untuk:
a)
Pengimplemantasi kebijakan perikanan nasional.
b)
Pengaturan aspek sosial ekonomi perekonomian
c)
Pengelolaan sumberdaya
d)
Pengendalian pemanfaatan sumberdaya perikanan
e) sarana
penunjang pengembangan subsektor perikanan dan
f) Perlindungan pelestarian sumberdaya
perikanan pada umumnya.
5. Mobilisasi input
Berbagai penmdapat ahli menyatakan
penggunaan input yang semakin meningkat potensial akan menjadi ancaman terhadap
sumberdaya perikanan. Modernisasi kapal
penangkap ikan, menyediakan modal kerja menyebabkan daya jelajah penangkapan
akan meluas dan ini berarti peluang untuk menurunkan stok ikan juga akan
semakin besar. Hal ini merupakan masalah dan resiko akan diperkecil
jika prinsip-prinsip kelestarian dijalankan.
6.
Penetapan kebijakan
Kebijakan
yang baik apabila dalan proses penyusunananya melibatkan segenap stake holder
dan diterima sebagai kebutuhan bersama.
Daya lakunya diharapkan cukup kuat sehingga tidak ada keraguan tentang
dilanggarnya norma-norma dasar yang ramah lingkungan. Penerapan kebijakan hendaknya konsisten dan review atas kebijakan dapat dilakukan sepajang diperlukan dan
melalui proses yang sama ketika kebijakan dirumuskan pada awalnya.
7.
Pengendalian/Pengawasan
Faktor
ini sering menjadi lemah dari seluru proses pengelolaan atau pelaksanaan suatu
kebijakan. Monitoring, kontrolling dan
suerveilance amat penting artinya dan prosesnya dilaksanakan bersama dengan
kebijakan tersebut. Monotoring,
contyrolling dan surveilance ini membutuhkan biaya yang cukup besar yang
tebntunya harus menghasilkan manfaat yang besar pula.
3.3. Model Pertumbuhan dan Model Pemanfaatan
Pengelolaan sumberdaya Perikanan
Sumberdaya
perikanan memiliki akses perbuka (Open Acces) dan milik bersama maka setiap
orang akan bebas masuk kedalam industri dan bertanggung jawab untuk melakukan
kontrol atau pengelolaan menjadi tidak jelas.
Dengan adanya sifat sumberdaya seperti ini dan harus mempertimbangkan
keseimbangan bionomik maka fungsi produksi mengikuti konsep Sustainad Yield Curve. Model mengasumsikian bahwa pertumbuhan ikan
adalah fungsi dari populasinya dengan pertumbuhan logistik. Model penurunan produksi perikanan menurut
Cark (1985) dapat diuraikan sebagi berikut :
Pertumbuhan alami ikan :
G xt = r Xt (1
- Xt/k) (1)
Dimana :
G xt
= Pertumbuhan alami ikan
r =
Laju pertumbuhan ikan hidup
Xt = Populasi biomas ikan
K = Kapasitas pembawaaqn lingkungan
Kemudian pengaruh usaha penangkapan
ikan digambarkan sebagai berikut :
Produksi Ikan :
Qt = q. Et.Xt (2)
Dimana :
Qt = Produksi agregat dari usaha
penangkapan
q = Koefisien teknologi usaha penagkapan
Et = Usaha penangkapan.
Dalam keseimbangnm
bionomik, maka laju pertumbuhan adalah sama dengan laju penangkapan dan
hasilnya adalah :
Xt = k – (qk/r). Et (3)
Dengan mensubtitusikan persamaan (3) ke
(2) diperoleh
Qt = (qk). Et – (q k/r). Et (4)
Berdasarkan kepentingan untuk
kelestrian sumberdaya perikanan dalam kaitannya dengan usaha penakanapan ikan maka
difinisi usaha dalam perikanan terdiri dari kapal dan alat tangkap. Oleh karena kapal dan alat penangkapan
dalam kenyataannya bersifat terikat satu sama yang lainnya, mka model yang
disusun dengan menggunakan variabel kapal dan alt tangkap yang saling
berinteraksi.
Populasi ikan :
Xt =
Xtb + r Xtb - Qt (5)
Produksi Ikan :
Qt =
f(Vi . Atj) Xt) (6)
Dimana
:
Vi =
Jumlah kapal dengan ukuran i
Atj =
Alat penangkapan ikan jenis j
Xtb =
Stok ikan pada tahun dasar pengamatan
Persamaan (5) mengiplikasikan bahwa tetap
mempertahankan kelestarian sumberdaya Perikanan, persamaan (6) menunjukan kaitan produksi dengan usaha serta
sumberdaya ikan.
1.
Sumberdaya
perikanan mempunyai siklus hidup mencakup daerah pemijahan, daerah asuhan
dan daerah pembesaran.
2. Populasi
sumberdaya Perikanan mempunyai struktur individu yang dikenal dengan pola
distribusi. Pola distribusi ini sebagai
hasil dari jawaban tingkah laku individu di dalam populasi.
2.
Perijinan
pemanfaatan pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan instrumen
kebijakan terhadap kelestarian
sumberdaya perikanan.
4.
Pengelalaan sumberdaya perikanan yang berkesinambungan mempunyai
ciri-ciri:
1.
Memiliki
teknologi penangkapan yang lestari
2. Usaha
menguntungkan
3. Patuh pada
norma-norma lingkungan melalui batasan penangkapan
4. Bebas dari fiksi
sosial
5.
Tidak
merusak habitat
6.
Amamn untuk
dikusumsi
7.
Usah yang
dilakukan ilegal
8.
Teknologi
yang menjaamin keselamatan
9.
Menggunakan
energi yang rendah.
Daniel R. Monintja, 2002.
Bahan Kuliah Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Jenderal
Perikanan, 1993. Kebijakan Pengembangan Perikanan dalam
Repelita VI. Makalah Seminar Dies natalis Ke 30. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 22 hal.
Moch. Ichsan Effendie, 1997.
Biologi Perikanan. Yayasan dan
Pustaka Nasional. 163 hal.
Joko Purwanto, 2002. Bahan kuliah
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lanjutan.
Intiitut Pertanian Bogor.
James W. Nyibakken, 1988. Biologi Laut.
Suatu Pendekatan Ekologis.
Gramedia Jakarta.
Tommy H.
Purwaka, 1996. Pengaturan dan
Pengelolaan Suberdaya Perikanaan diperairan ZEE Indonesia. 15 hal.
Soepanto,
2001. Evaluasi pengembangan Perikanan
Komersial dan Perdagangan luar Negeri Halaman 4-1-xiv .
Soepanto,
2001. Perilaku Usaha Penangkapan Tuna
Indonesia. 13 hal.
Sutrisno, 2002. Bahan kuliah Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lanjutan. Institut Pertanian Bogor.