© 2002 Sudarmin Parenrengi Posted: 17 June, 2002
Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana (S3)
Institut
Pertanian Bogor
Juni 2002
Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung jawab)
UNITED
NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 (UNCLOS 1982)
DAN
UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999
Oleh:
Sudarmin Parenrengi
SPL C226010111
E-mail: dearmyn@hotmail.com
Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar
81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau 70% dari
luas total teritorial Indonesia, sebagai negara kepulauan yang memiliki sumber
daya alam yang melimpah, maka perlu dipikirkan bagaimana potensi sumber daya
alam yang melimpah itu dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan untuk masa
depan (Dahuri et al. 1996).
Diundangkannya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, merupakan perwujudan pemerataan pembangunan wilayah, dan merupakan
tantangan bagi daerah untuk melaksanakan pembangunan diberbagai bidang. Sumber
daya alam yang tersebar diberbagai wilayah umumnya belum diusahakan secara
optimal karena berbagai keterbatasan yang ada seperti sarana dan prasarana yang
tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas dan dana yang terbatas.
Wilayah
daerah propinsi terdiri dari wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua belas mil
laut yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan
kepulauan (Pasal 3 UU No.22/1999), dan kewenangan daerah di wilayah laut
meliputi; eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut
sebatas wilayah laut tersebut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan
tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat (Pasal 10 ayat 2 UU
No.22/1999).
Dengan
melihat beberapa pasal dari Undang-Undang No.22 tahun 1999, jelas bahwa
pengelolaan perairan laut yang melebihi 12 mil dari garis pantai, dimana
didalamnya termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) merupakan wewenang
pemerintah pusat.
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
United Nations Convention on the Law of the Sea
1982 (UNCLOS 1982) memberikan dasar hukum bagi negara-negara pantai untuk
menentukan batasan lautan sampai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas
kontinen. Dengan dasar inilah suatu negara memiliki wewenang untuk
mengeksploitasi sumber daya yang ada di zona tersebut, terutama perikanan, gas
bumi, minyak dan berbagai bahan tambang lainnya.
Gambar 1. Zona
Ekonomi Eksklusif (Rais, J. 2000)
Zona ekonomi eksklusif adalah suatu
daerah diluar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim
hukum khusus yang ditetapkan berdasarkan mana hak-hak dan yuridiksi negara
pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain (Pasal 55 UNCLOS
1982). Lebar zona ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari
garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur (pasal 57 UNCLOS 1982). Bila
negara pantai mempunyai kedaulatan penuh atas laut wilayahnya dan sumber-sumber
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, terhadap zona ekonomi eksklusif,
hanya memberikan hak-hak berdaulat kepada negara pantai untuk keperluan
eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik
hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut
dan tanah dibawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan
eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari
air, arus dan angin (Pasal 56, UNCLOS 1982).
Selanjutnya dalam pelaksanaan hak-hak
berdaulat tersebut negara-negara pantai juga dapat mengambil tindakan-tindakan
yang dianggap perlu seperti pemeriksaan, penangkapan kapal-kapal maupun
melakukan proses peradilan terhadap kapal-kapal yang melanggar
ketentuan-ketentuan yang dibuat negara pantai (Pasal 73 UNCLOS 1982).
Dengan demikian hak-hak berdaulat
negara pantai tadi tidak hanya sekedar hak saja tetapi juga dilengkapi dengan
ketentuan-ketentuan hukum untuk menjamin pelaksanaan hak-hak tersebut. Tetapi
hal ini tidak berarti bahwa negara pantai dapat berbuat semaunya terhadap zona
ekonomi tersebut atau meletakkan zona laut itu dibawah kedaulatannya seperti
kedaulatan di atas laut wilayah.
WEWENANG PEMERINTAH DAERAH
Dalam Undang-Undang No.22 tahun 1999,
Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan mencakup seluruh bidang pemerintah
kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, peradilan, moneter dan
fiskal, agama serta kewenangan bidang lain. Kewenangan dibidang lain meliputi
kebijaksanaan tentang perencanaan nasional dan pengendalian secara makro, dana
perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian
negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber
daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi standarisasi
nasional (Pasal 7 UU No. 22 tahun 1999). Sedangkan kewenangan propinsi sebagai
daerah otonomi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat
lintas kabupaten dan kota, kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan
tertentu lainnya seperti :
·
Perencanaan dan
pengendalian pembangunan regional secara makro.
·
Pelatihan bidang
tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial dan penelitian yang mencakup
wilayah propinsi.
·
Pengelolaan pelabuhan
regional.
·
Pengendalian
lingkungan hidup
·
Promosi dagang dan
budaya/pariwisata.
·
Penanganan penyakit menular hama tanaman.
·
Perencanaan tata ruang propinsi
(Kumpulan Makalah
Integrated Coastal Zone Planning and Management, PKSPL-IPB. 2001).
IMPLEMENTASI
UNDANG-UNDANG NO.22/1999
Sebelum ditetapkan oleh Pemerintah
Indonesia mengenai pemberlakuan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, maka yang berlaku adalah UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah dan UU No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Oleh sebab itu lahirnya UU No.22/1999 membawa
harapan baru bagi daerah pembangunan ekonomi. Sumberdaya kelautan menjadi
andalan utama dalam melakukan pemulihan ekonomi yang diakibatkan oleh krisis
yang berlangsung sejak dua tahun lalu. Optimalisasi pengelolaan sumberdaya
pesisir dan laut akan mengakibatkan konflik penggunaan ruang karena belum
adanya aturan yang jelas tentang penataan ruang di kawasan pesisir. Sumber Daya
Alam (SDA) yang ada di setiap daerah akan menjadi sasaran untuk berbagai
kepentingan terutama untuk kepentingan bisnis. Konflik antara nelayan
tradisional dengan nelayan modern sering terjadi. Dalam penjelasan Pasal 10
ayat 2 No.22 tahun 1999 dikemukakan bahwa khusus untuk penangkapan ikan
tradisional tidak dibatasi wilayah laut. Pengembangan perikanan propinsi dan
daerah kota/kabupaten sulit dibatasi oleh wilayah 12 mil laut dari garis
pantai. Penggunaan tipe dan jenis teknologi penangkapan ikan yang berlaku di
beberapa daerah sudah melampaui 12 mil tersebut, bahkan nelayan lokal sudah
mampu untuk menangkap ikan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,
seperti, nelayan dari Pantai Utara Jawa Tengah yang menangkap ikan hingga zona
ekonomi eksklusif Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.
Kondisi
suatu wilayah terutama wilayah pesisir dari Kabupaten/Kota tidak sama, ada daerah
yang mempunyai potensi sumber daya alam yang melimpah, sebaliknya ada daerah
yang mempunyai sumber daya alam yang terbatas. Adanya sifat nelayan yang suka
berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain, dan sifat sumber daya
ikan yang berpindah melintasi batas-batas wilayah, serta sifat penangkapan ikan
yang mengejar atau berburu, maka pengembangan perikanan didalam batas-batas
laut yang menjadi wewenang daerah akan sulit dilaksanakan sebab hal ini
membutuhkan perencanaan dan pengawasan untuk menghindari penggunaan wilayah
oleh nelayan.
Desentralisasi kewenangan yang
diberikan pada daerah dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan
daerah, sehingga
dikhawatirkan ada
pengkaplingan laut, sebab setiap daerah merasa memiliki kedaulatan. Seperti yang
diatur dalam pasal 87 UNCLOS 1982, laut lepas terbuka untuk semua Negara, baik
Negara pantai atau tidak berpantai. Kebebasan laut lepas dilaksanakan
berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam konvensi ini dan ketentuan lain
hukum Internasional. Siapa saja yang berhak memanfaatkan sumber-sumber kekayaan
yang terdapat di zona ekonomi eksklusif itu ? Apakah sumber-sumber kekayaan
alam di zona laut tersebut dicadangkan untuk negara-negara pantai saja ?
Ataukah negara-negara lainpun juga berhak dan kalau demikian bagaimana caranya
?
Bardasarkan
prinsip keadilan yang sama-sama diterima baik oleh negara-negara berkembang
maupun oleh negara-negara maju, negara-negara tak berpantai juga diberi hak
untuk mengambil kekayaan-kekayaan alam yang terdapat di zona ekonomi seperti
yang diatur pada pasal 68 UNCLOS 1982. Partisipasi negara-negara tak berpantai
tentu saja tidak dilakukan begitu saja tetapi diatur oleh ketentuan-ketentuan
yang dibuat oleh negara-negara pantai dan negara-negara tak berpantai baik
dirumuskan dalam persetujuan-persetujuan bilateral maupun dalam bentuk
multilateral atas dasar keadilan.
Wewenang
daerah dalam eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan
sumber daya ikan hanya terbatas pada 12 mil laut seperti yang dimuat dalam
pasal 10 ayat 2 UU No.22 tahun 1999 maka hal ini akan merugikan pengembangan
perikanan pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu diharapkan pemerintah
pusat dapat memberikan tambahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk
mengelola pemanfaatan sumberdaya ikan di atas batas 12 mil laut.
KESIMPULAN
Pemberlakukan UU No.22/1999 dan dihubungkan dengan UNCLOS 1982, maka
dapat disimpulkan :
·
Bahwa otonomi daerah
mempunyai dampak yang positif karena memberikan kewenangan penuh pada daerah
untuk melaksanakan pembangunan daerahnya serta pemanfaatan sumber dayanya
terutama sumber daya kelautan.
·
Dampak negatif dari
otonomi daerah adalah munculnya sikap fanatisme kedaerahan yang akan mengancam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
·
Wewenang daerah dalam
eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan sumber daya ikan
yang hanya terbatas pada 12 mil laut
seperti yang dimuat dalam Pasal 10 ayat 2 UU No.22/1999, akan merugikan
pengembangan perikanan pada masa yang akan datang.
·
Pemerintah pusat
dapat memberikan tambahan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola
pemanfaatan sumber daya ikan di atas batas 12 mil laut.
DAFTAR
ACUAN
Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu.1996. Pengelolaan Sumber-daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya
Paramita. Jakarta, Indonesia.
Kumpulan Makalah Integrated Coastal
Zone Planning and Management, PKSPL – IPB. 2001.
Rais, J. 2000. Integrated Coastal
Zone Management.
R.I. (Republik Indonesia). Undang-Undang
Nomor : 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Tamita Utama. Jakarta,
Indonesia.
United Nations Convention on the Law
of the Sea.1982. Diterjemahkan
oleh Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.