© 2002 R. Umar
Hasan Saputra Posted:
21 June, 2002
Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains
(PPs 702)
Program Pasca Sarjana (S3)
Institut Pertanian Bogor
Juni 2002
Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung
jawab)
PERTANIAN TERPADU
SEBAGAI
PILAR KEBANGKITAN
BANGSA INDONESIA
Oleh.
Sejak Bangsa
Indonesia menyatakan kemerdekaannya tahun 1945, bangsa ini telah melalui
berbagai orde dalam upaya membangun dan menata dirinya. Tercatat orde yang telah dilalui
adalah orde lama, orde baru dan orde reformasi, sampai entah orde apa namanya
pada saat ini. Orde pembangunan yang
telah silih berganti tersebut ternyata belum mampu mensejahterakan kehidupan
rakyat, bahkan saat ini terdapat indikasi bahwa kehidupan rakyat semakin
menderita.
Seandainya benar Indonesia
digambarkan sebagai ibu pertiwi maka orde pembangunan yang selama ini ada masih
membuat ibu pertiwi “bersusah hati” dan “berwajah muram”. Belum ada satu orde pun yang mampu membuat
ibu pertiwi “bahagia”, “berwajah cantik” dan “berseri”. Memang sangat ironis, Indonesia sebagai
suatu negeri yang sangat kaya bagai untaian zamrud katulistiwa harus mengalami
kejadian seperti sekarang ini, sangat memilukan sekaligus memalukan.
Dalam perjalanannya,
diakui atau tidak, sesungguhnya orde baru-lah yang pernah membuat pembangunan
di Indonesia terencana dan terlaksana dengan cukup baik melalui program
PELITA-nya. Sampai PELITA ketiga,
pembangunan diprogramkan secara benar dan dilaksanakan dengan sangat baik
dengan pertanian sebagai basis utama, sehingga Indonesia yang tadinya merupakan
negara pengimpor beras terbesar di dunia menjadi negara pengekspor beras. Setelah pertanian “dikuasai”, mulai PELITA
keempat Indonesia mengalihkan arah pembangunannya ke pembangunan sektor
industri dengan sumber dana utama berasal dari investasi asing yang biasanya
berbentuk pinjaman baik pinjaman pemerintah maupun swasta. Mengingat saat itu Indonesia merupakan
negara yang sangat stabil dengan kemajuan ekonomi yang sangat nyata maka
investasi atau pinjaman tersebut mengalir sangat deras masuk ke Indonesia.
Secara teori pembangunan
sektor industri yang dimaksud pada saat itu tidak meninggalkan sektor
pertanian. Hanya saja pada kenyataannya
sektor pertanian pada masa itu dinomorduakan dibanding sektor industri. Akibatnya Indonesia jatuh kembali menjadi
negara pengimpor beras, atau bahkan pengimpor sumber-sumber pangan yang lainnya
seperti sekarang ini. Mulai saat itu
hampir tidak ada lagi kemandirian pangan dari bangsa ini karena pertanian
diabaikan dan banyak segala sesuatunya harus diimpor.
Terlepas ada tidaknya skenario
global dalam masalah ini, ternyata banyak dari pinjaman yang diberikan mulai
jatuh tempo harus dibayar mulai tahun 1997.
Pada tahun yang sama pun terjadi krisis finansial pada bath Thailand
yang ternyata berdampak pada rupiah Indonesia.
Ironisnya krisis finansial dari Thailand yang seharusnya merupakan angin
sepoi-sepoi, di Indonesia angin tersebut menjadi badai. Di Indonesia krisis finansial ini terus
berlanjut menjadi krisis ekonomi yang salah satunya ditandai dengan banyaknya industri
berbahan baku impor mengalami kebangkrutan yang kemudian disusul dengan
terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawannya.
Krisis ekonomi ini menjadi semakin parah karena Indonesia telah
mengabaikan pertaniannya. Pada saat
itulah orang Indonesia mulai kekurangan pangan. Hungri man angri man, karena kekurangan pangan (lapar)
inilah rakyat Indonesia mulai sulit untuk diatur dan tidak taat hukum dan
aturan sehingga krisis yang terjadi di Indonesia terus berlanjut menjadi krisis
multidimensi, yang belum dapat diatasi sampai kini.
Apa yang telah terjadi
pada bangsa Indonesia saat ini merupakan buah dari apa yang telah dilakukan
oleh bangsa ini sebelumnya. Namun
demikian tidak benar pula apabila kita terus menyalahkan apa yang telah
dilakukan pada masa sebelumnya tanpa adanya upaya keras dari kita untuk
memperbaiki keadaan. Apa yang dilakukan
bangsa Indonesia sebelumnya, walaupun merupakan suatu kesalahan adalah suatu
proses atau perjalanan sejarah yang tidak perlu terlalu disesali, tetapi harus
dikaji agar tidak terulang pada masa selanjutnya. Yang harus dilakukan bangsa ini adalah bagaimana menyongsong masa
hadapan dan tidak terjebak dalam kungkungan kesalahan-kesalahan masa lalu.
Pertanian
yang terabaikan adalah salah satu contoh kesalahan masa lalu yang berdampak
sangat luas terhadap kondisi Indonesia saat ini secara keseluruhan. Suatu kepastian bahwa pertanian sebagai
penyedia kebutuhan dasar manusia, yakni pangan, harus kembali menjadi prioritas
utama pembangunan di Indonesia disamping sektor pendidikan. Permasalahannya kini, pertanian seperti
apakah yang harus dikembangkan agar mampu menyediakan pangan yang aktual bagi
bangsa ini secara berkelanjutan.
Secara
harfiah, pertanian dapat diartikan sebagai upaya pemanenan sinar matahari, atau
transformasi energi matahari menjadi energi organik. Ditinjau dari komoditasnya, pertanian terdiri pertanian tanaman
pangan, perkebunan, kehutanan, hortikultura, peternakan dan perikanan,
sedangkan apabila ditinjau dari ilmu yang membangunnya, pertanian dibangun dari
ilmu-ilmu keras (hard sciences) dan ilmu-ilmu lunak (soft sciences)
baik pada kekuatan ilmu-ilmu dasar, terapan dan lanjutan maupun ilmu-ilmu
kawinannya.
Berdasarkan
pengertian pertanian di atas, terlihat bahwa pertanian merupakan suatu ilmu dan
produk dari suatu komoditi dengan cakupan yang sangat luas. Selanjutnya memandang cakupannya yang
demikian maka pengembangan ilmu-ilmu pertanian tidak dapat berdiri
sendiri. Mereka harus dipadukan
sehingga dihasilkan suatu teknologi yang mampu menyediakan pangan bagi bangsa
ini secara berkelanjutan (sustainable).
Dengan demikian pada gilirannya nanti teknologi yang dihasilkan tidak
lagi terkungkung pada satu bidang ilmu saja, tetapi sudah merupakan teknologi frontier. Oleh karena itu ditinjau dari ilmu-ilmu yang
membangunnya ilmu pertanian yang harus dikembangkan adalah ilmu pertanian
terpadu.
Walaupun ditinjau dari komoditinya cakupan pertanian sangat luas, namun sesungguhnya mereka saling mengadakan interaksi dalam suatu ekosistem. Ekosistem inilah yang membentuk pertanian secara keseluruhan. Sebagai contoh sederhana adalah apabila dalam suatu kawasan ditanam jagung, maka ketika jagung tersebut panen, hasil sisa tanaman merupakan limbah yang harus dibuang oleh petani. Tidak demikian halnya apabila di kawasaan tersebut tersedia ternak ruminansia, limbah tersebut merupakan berkah karena akan menjadi makanan bagi hewan ruminansia tersebut. Hubungan timbal balik akan terjadi ketika ternak mengeluarkan kotoran yang digunakan untuk pupuk bagi tanaman yang ditanam di kawasan tersebut.
Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri maka sisa tanaman, atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha pertanian. Bila demikian halnya sama seperti pada pengembangan ilmu pertanian, secara produksi pun pertanian memerlukan keterpaduan atau pertanian terpadu. Oleh karena itu pertanian terpadu merupakan pilar utama kebangkitan bangsa Indonesia karena akan mampu menyediakan pangan yang aktual bagi bangsa ini secara berkelanjutan.
Pertanian terpadu pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrien dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.
Sebelumnya telah diungkapkan bahwa pertanian yang harus dikembangkan di Indonesia adalah pertanian terpadu. Seperti juga pembangunan sektor-sektor lain maka pendidikan sebagai upaya penyedia sumberdaya manusia dalam bidang pertanian terpadu harus dilaksanakan. Pendidikan pertanian terpadu merupakan langkah utama yang harus dilaksanakan dalam upaya pengembangan pertanian secara keseluruhan. Pendidikan inilah yang akan mencetak tenaga-tenaga ahli pertanian terpadu sehingga sanggup siap serta mampu mengaplikasikan dan bekerja secara nyata di lapangan di lapangan. Hanya manusia-manusia yang telah melalui pendidikan secara benarlah yang akan mampu mengadakan lompatan-lompatan teknologi dalam bidang pertanian terpadu ini.
Permasalahannya kini bagaimana pendidikan pertanian terpadu secara formal dapat dilaksanakan terutama pada tingkat pendidikan tinggi. Paradigma pendidikan tinggi pertanian Indonesia saat ini dari mulai awal (baik strata S0 maupun S1) telah mengacu pada suatu komoditas. Dengan demikian apabila pendidikan pertanian terpadu ini dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung akan merubah paradigma yang selama ini ada.
Untuk menjawab permasalah di atas, ada baiknya dibahas terlebih dahulu pada taraf mana masing-masing strata tersebut berada. Strata 0 dan 1 (diploma atau sarjana) merupakan strata pendidikan yang berada pada taraf aksiologi atau pemanfaatan ilmu. Pada taraf ini lulusan tidak dituntut untuk memahami metode dari suatu ilmu namun mereka harus mampu mengaplikasikan ilmu tersebut di lapangan. Selain itu pada taraf ini mereka dianggap belum mempunyai kemampuan yang cukup untuk melakukan pengembangan ilmu melalui penelitian. Hal inilah yang menyebabkan dalam tulisan S0 maupun S1 tidak dikatakan melakukan penelitian, tetapi melakukan percobaan.
Strata 2 (magister) dikatakan berada
pada taraf epistimologi atau metode ilmu.
Pada taraf ini lulusan disamping telah mampu mengaplikasikan ilmu,
mereka pun harus mampu mengembangkan aplikasi dari ilmu tersebut berdasarkan
metode-metode yang telah dipelajari.
Pada taraf S2 inilah maka lulusan sudah cukup dipercaya untuk melaksakan
penelitian untuk pengembangan ilmunya, dan pada tulisannya tidak lagi dikatakan
percobaan.
Strata 3 (doktor)
merupakan strata terakhir dan berada pada taraf ontologi atau hakekat
ilmu. Pada taraf ini seorang lulusan
disamping telah memahami tentang metode-metode dalam ilmunya, mereka pun harus
memahami posisi maupun hakekat dari ilmu yang dipelajarinya.
Tinjauan aksiologi,
epistimologi maupun ontologi telah menunjukkan bahwa pertanian terpadu hanya
dapat dilaksanakan pada taraf aksiologi.
Dengan demikian pendidikan tinggi pertanian terpadu hanya berada pada
tingkat diploma dan sarjana dan tidak pada tingkat pascasarjana baik magister
maupun doktor.
Menurut pemikiran penulis
berdasarkan tinjauan di atas dan keadaan di lapangan yang menuntut keterpaduan
berbagai bidang ilmu, program pendidikan yang sebaiknya dikembangkan pada
strata 0 dan I adalah program pendidikan pertanian terpadu. Pada strata II adalah program pendidikan
berdasarkan komoditas seperti peternakan, perikanan, pertanian tanaman pangan,
perkebunan, kehutanan dan holtikultura sedangkan pada strata III program
pendidikan berdasarkan ilmu seperti fisiologi, nutrisi, genetika dan
sebagainya. Keterpaduan yang dimaksud
pada strata I disamping mempelajari masalah produksi, pun dipelajari masalah
pengolahan maupun pemasarannya sehingga lulusan pada taraf S0 dan S1 ini akan
sanggup siap serta mampu mengelola alam ini secara benar dan bertanggung
jawab.
Produksi
dalam bidang pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh
potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat
terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu
kawasan. Pada kawasan ini sebaiknya ada
sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut
memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan
menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil
produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi
produksi akan tercapai.
Metode sains falsafiyyah mengukur kebenaran sesuatu dalam 3 taraf. Ketika kebenaran diperoleh hanya berdasarkan
nalar dengan dukungan teori-teori universal dan biasanya bersifat deduktif,
maka kebenaran berada pada taraf ilm al-yaqin (baca ilmul yaqin),
sedangkan ketika kebenaran diperoleh dari hasil percobaan atau pengamatan
secara empiris, maka kebenaran tersebut berada pada taraf ain al-yaqin
(baca ainul yaqin). Selanjutnya
kebenaran ketiga adalah kebenaran yang didasarkan pada firman Tuhan yang ada
dalam kitab suci. Kebenaran ketiga ini
biasa dikatakan dalam kebenaran mutlak atau berada pada taraf haq al-yaqin
(baca haqqul yaqin) (Nasoetion, 1999).
Permasalahannya kini, apakah benar pertanian terpadu merupakan pilar utama dalam upaya bangsa
Indonesia untuk bangkit dan memperbaiki keadaan dengan menyediakan pangan yang
aktual. Oleh karena itu kebenaran
pertanian terpadu ini akan ditinjau dengan metode sains falsafiyyah pada
masing-masing taraf.
Berdasarkan teori-teori yang ada, argumentasi kebenaran pertanian
terpadu sebagai penyedia pangan yang paling efektif dan efisien sudah tidak
diragukan lagi. Siklus dan keseimbangan
nutrien serta energi yang akan membentuk suatu ekosistem secara keseluruhan
akan terjadi dalam sistem pertanian terpadu.
Dengan demikian secara deduktif pertanian terpadu akan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi produksi yang berupa peningkatan hasil produksi dan
penurunan biaya produksi.
Pengamatan dan percobaan secara empiris telah menunjukkan bahwa pertanian terpadu merupakan bentuk pertanian yang paling baik karena hampir tidak ada komponen (yang dalam pertanian tidak terpadu dapat saja dikatakan limbah) yang terbuang. Tercatat beberapa negara telah mengembangkan pertanian terpadu secara sukses seperti Cina dan Ekuador. Selain itu pengalaman penulis di salah satu lokasi pertanian di Jawa Barat dengan menerapkan sistem pertanian terpadu telah mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi. Dengan demikian berdasarkan apa yang telah dilakukan bangsa lain dan pengamatan serta pengalaman empiris penulis maka disimpulkan kebenaran pertanian terpadu pun berada pada taraf ain al-yaqin. Walaupun contoh-contoh yang diambil belum banyak namun pengambilan kesimpulan ini bersifat induktif.
Taraf kebenaran haq al-yaqin didasarkan pada firman Tuhan dalam kitab suci, dan karena penulis seorang muslim maka kitab yang menjadi rujukan adalah Al-qur’an. Dalam Al-qur’an surat Al-Hijr ayat 19-20 Tuhan berfirman sebagai berikut :
“Dan kami hamparkan bumi, kami jadikan pada bumi tersebut gunung-gunung, dan kami tumbuhkan segala sesuatunya (di bumi) dengan menjaga keseimbangan (ekosistemnya) agar bumi ini kami jadikan sebagai sumber rezeki bagi kamu (manusia) dan bagi mahluk lain yang rezekinya bukan urusan kamu” (QS.15:19-20).
Dari firman di atas telah jelas bahwa Tuhan menggambarkan bahwa menumbuhkan sesuatu (pertanian) harus dengan menjaga keseimbangan ekosistemnya. Sementara dalam bagian sebelumnya penulis telah menyatakan bahwa pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem adalah pertanian terpadu. Dengan demikian Tuhan pun menginginkan adanya pertanian terpadu.
Dengan pertanian terpadu (keseimbangan ekosistem yang terjaga) maka setidaknya ada 2 tujuan Tuhan:
1. Tuhan akan menjadikan bumi ini sebagai sumber rezeki bagi umat manusia.
2. Tuhan akan menjadikan bumi ini sebagai sumber rezeki bagi mahluk lain di luar manusia yang rezekinya pun bukan urusan manusia.
Secara sederhana apa yang diinginkan Tuhan tersebut dapat dipahami karena dengan pertanian terpadu kita tidak pernah mematikan bahkan mengajak hidup organisme lain. Contoh organisme tersebut adalah cacing dan bakteri perombak bahan organik yang ikut hidup ketika kita bertani walaupun mungkin organisme tersebut tidak kita tumbuhkan atau kita tidak bermaksud menghidupi organisme tersebut. Inilah yang dimaksud bahwa Tuhan pun akan menjadikan bumi ini sebagai sumber rezeki bagi mahluk lain yang rezekinya bukan urusan kita. Secara ilmiah aktivitas dari “mahluk lain” tersebut akan meningkatkan produktivitas dari lahan kita dan secara agamawi mahluk lain akan terus berdoa akan keberhasilan dan keberlanjutan pertanian terpadu ini agar mereka pun dapat terus melanjutkan kehidupannya.
Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat bangsa ini. Pengujian kebenaran melalui metode sains falsafiyyah menunjukkan bahwa kebenaran pertanian terpadu berada pada taraf ilm al-yaqin, ain al-yaqin dan haq al-yaqin. Dengan demikian tidak ada keraguan dari kita terhadap kebenaran pertanian terpadu sehingga apabila hal ini dapat dilaksanakan dan dikembangkan, dapat diharapkan bangsa ini dapat tampil sebagai bangsa yang disegani dan menyongsong masa hadapan dengan mantap, apalagi pada era kesejagatan (globalisasi) nanti.
Nasoetion,
A.H. 1999. Pengantar ke filsafat sains.
Litera Antar Nusa. 229
hal.