© 2002 Program Pasca Sarjana
IPB
Group
IV Presentation
Posted 13 May 2002
Science
Philosophy (PPs 702)
Graduate
Program
Institut
Pertanian Bogor
May
2002.
Instructor:
Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng
FALSAFAH KEBENARAN DALAM PERKEMBANGAN ILMU
(Pendekatan Aliran Pemikiran Makroekonomi)
Oleh:
Kelompok IV
Atien Priyanti, Azhar Bafadal, Eko
Wahyu Nugrahadi, Grace A. J Rumagit,
Prabawa E. Soesanto, Rahmanta
Ginting, Umi Pudji Astuti, W. Nasruddin
I. PENDAHULUAN
1.1. Hakikat
Ilmu
Hal penting yang
perlu diperjelas baik pengetahuan dan keyakinan sama-sama merupakan sikap
mental seorang dalam hubungan dengan objek tertentu yang disadarinya sebagai
ada atau terjadi. Pengetahuan tidak
bisa salah atau keliru, karena begitu suatu pengetahuan terbukti salah atau
keliru, tidak bisa lagi dianggap sebagai pengetahuan.
Dengan demikian,
pengetahuan selalu berarti pengetahuan tentang kebenaran. Seseorang tahu bahwa P
benar, jika dan hanya jika ia tahu
bahwa P memang benar. Ini
menunjukkan bahwa pengetahuan bukan sekedar sikap mental, karena sikap pernyataan atau proposisi yang
merupakan pengetahuan harus selalu mengandung kebenaran dan karena itu selalu
punya acuan pada realitas.
Hal mendasar yang
perlu ditekan dalam pembicaraan dalam ilmu pengetahuan adalah bebas nilai dalam
ilmu pengetahuan. Pengertian bebas
nilai adalah suatu tuntutan yang ditujukan kepada ilmu pengetahuan agar ilmu
pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain diluar
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan dan karena itu ilmu pengetahuan tidak
boleh dikembangkan yang didasarkan pada pertimbangan lain diluar ilmu
pengetahuan. Singkatnya, ilmu
pengetahuan harus dikembangkan hanya semata-mata berdasarkan perkembangan
ilmiah murni.
Ilmu pengetahuan
pada dirinya sendiri peduli terhadap nilai-nilai tertentu, yaitu nilai
kebenaran dan kejujuran, itulah pengertian bebas nilai yaitu bebas dari nilai
lain diluar nilai-nilai yang diperjuangkan ilmu pengetahuan, karena ilmu
pengetahuan itu sendiri harus tetap peduli akan nilai kebenaran dan kejujuran.
Perwujudan dari tuntutan bebas nilai adalah tuntutan agar ilmu pengetahuan
dikembangkan hanya demi kebenaran saja, dan idak tunduk kepada nilai dan
pertimbangan lain diluar ilmu pengetahuan.
1.2. Hakikat Kebenaran
Hal yang relevan
yang terlebih dahulu dikemukan adalah apa arti kebenaran. Dalam sejarah filasafat, paling tidak sampai dengan sekarang ada
empat teori yang menjawab pertanyaan tersebut secara filosofis (Keraf dan Dua,
2001), yaitu : (1) teori kebenaran sebagai persesuaian (the correspondence theory of truth), (2) teori kebenaran sebagai
keteguhan (the coherence theory of truth),
(3) teori pragmatis tentang kebenaran (the
pragmatic theory of truth), dan (4) teori performative tentang kebenaran (the performative theory of truth).
1.2.1. Teori Kebenaran Sebagai Persesuaian
Teori ini pertama kali dimunculkan oleh Aristoteles. Menurut Aristoteles kebenaran adalah soal
kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang
sebenarnya. Benar dan salah adalah soal
sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terletak pada kesesuaian antara
subyek dan obyek yaitu apa yang diketahui subyek dan realitas sebagaimana
adanya. Oleh karenanya ini disebut pula
kebenaran empiris, karena kebenaran suatu pernyataan, proposisi atau teori ditentukan
oleh apakah pernyataan, proposisi atau teori itu didukung oleh fakta atau
tidak. Contohnya “ bumi ini bulat”
adalah suatu pernyataan benar, karena dalam kenyataannya pernyataan ini
didukung sesuai dengan kenyataan.
Kebenaran terjadi pada pengetahuan. Pengetahuan terbukti
benar dan menjadi benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan
pernyataan itu. Intinya realitas adalah
hal yang pokok dari kegiatan ilmiah. Ada tiga hal pokok yang perlu digarisbawahi
dalam teori ini. Pertama, teori ini sangat menekankan aliran empirisme yang
mengutamakan pengalaman dan pengamatan indrawi sebagai sumber utama pengetahuan
manusia. Kedua, teori ini juga cenderung menegaskan dualitas antara subyek dan
obyek, antara sipengenal dan yang dikenal. Bagi teori ini yang paling berperan
bagi kebenaran pengetahuan manusia adalah obyek. Subyek atau akal budi manusia
hanya mengolah lebih jauh apa yang diberikan oleh obyek. Ketiga, konsekuensi
dari hal di atas teori ini sangat menekankan bukti (eviden) bagi kebenaran suatu pengetahuan. Tetapi bukti ini bukan
diberikan secara apriori oleh akal budi, bukan pula hasil imajinasi, tetapi apa
yang diberikan dan disodorkan oleh obyek yang dapat ditangkap oleh panca indera
manusia. Jadi pengamatan atau penangkapan fenomena yang ada menjadi penentu
dalam teori ini.
Teori ini dianut oleh kaum rasionalitas seperti Leibniz,
Spinoza, Descartes, Heggel, dan lainnya.
Kebenaran ditemukan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi
yang sudah ada. Suatu pengetahuan,
teori, pernyataan, proposisi atau hipotesis dianggap benar kalau sejalan dengan
pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu
meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Matematika dan ilmu-ilmu pasti sangat
menekankan teori kebenaran ini.
Contohnya, pengetahuan “lilin akan mencair kalau dimasukkan ke dalam air
yang sedang mendidih”.
Bagi kaum empiris (kebenaran persesuaian), untuk mengetahui
kebenaran pengetahuan ini perlu diadakan percobaan dengan memasukkan lilin ke
dalam air yang sedang mendidih untuk mengetahui apakah pernyataan itu sesuai
dengan kenyataan atau tidak. Tetapi
bagi kaum rasionalitas, untuk mengetahui kebenaran pernyataan ini cukup mecek
apakah pernyataan ini sejalan dengan pernyataan lainnya, atau apakah pernyataan ini meneguhkan pernyataan
lainnya. Ternyata, pernyataan ini
benar karena lilin termasuk bahan parafin dan parafin selalu mencair pada
suhu 600 C. Karena air
mendidih pada suhu 1000 C, lilin dengan sendirinya mencair kalau
dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih.
Pernyataan ini benar karena meneguhkan pernyataan lain bahwa lilin
adalah bahan parafin yang selalu mencair pada suhu 600 C dan sejalan
dengan pengetahuan lain bahwa iar mendidih pada suhu 1000 C. Dengan kata lain, “lilin akan mencair kalau
dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih”, hanya merupakan konsekuensi
logis dari pernyataan-pernyataan lain tersebut.
1.2.3. Teori Pragmatis Tentang Kebenaran
Teori
ini dikembangkan oleh filsuf pragmatis dari Amerika Serikat seperti Charles, S.
P dan William James. Bagi kaum
pragmatis kebenaran adalah sama artinya dengan kegunaan. Ide, konsep, pengetahuan, atau hipotesis
yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang benar adalah ide yang paling mampu
memungkinkan seseorang (berdasarkan ide itu) melakukan sesuatu secara paling
berhasil dan tepat guna. Berhasil dan berguna adalah kriteria utama untuk menentukan apakah suatu
ide itu benar atau tidak. Contoh, ide
bahwa kemacetan jalan-jalan besar di
Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang ditumpangi oleh satu
orang. Maka penyelesaiannya “mewajibkan
jalan pribadi ditumpanhi oleh tiga orang atau lebih”. Ide tadi benar apabila ide tersebut berguna dan berhasil
memecahkan persoalan kemacetan.
Kebenaran yang ditekankan oleh kaum pragmatis adalah
kebenaran yang menyangkut “pengetahuan
bagaimana” (know how). Suatu ide yang
benar adalah ide yang memungkinkan saya berhasil memperbaiki atau menciptakan
sesuatu. Kaum pragmatis sebenarnya tidak menolak teori kebenaran dari kaum
rasionalis maupun teori kebenaran kaum empiris. Hanya saja, bagi kaum pragmatis
suatu kebenaran apriori hanya benar kalau kebenaran itu berguna dalam
penerapannya yang memungkinkan manusia bertindak secara efektif. Kebenaran bagi
kaum pragmatis juga berarti suatu sifat yang baik. Maksudnya, suatu ide atau
teori tidak pernah benar kalau tidak baik untuk sesuatu. Dengan kebenaran,
manusia dibantu untuk melakukan sesuatu supaya berhasil. Singkatnya, kita tidak
hanya membutuhkan “pengetahuan bahwa” dan “pengetahuan mengapa” tetapi juga
“pengetahuan bagaimana”.
1.2.4. Teori Kebenaran Performative
Teori ini dianut
oleh filsuf Frank Ramsey, John Austin
dan Peter Strawson. Para filsuf ini
hendak menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah ungkapan yang
hanya menyatakan sesuatu (deskriptif). Proposisi yang benar berarti proposisi
itu menyatakan sesuatu yang dianggap benar, demikian sebaliknya. Namun, justru inilah yang ingin ditolak
oleh filsuf-filsuf ini. Menurut teori
ini suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan itu menciptakan
realitas. Pernyataan yang benar
bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas tapi justru dengan pernyataan
itu terciptanya suatu realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan
itu. Contohnya, “Dengan ini saya mengangkat anda menjadi dosen pengasuh
matakuliah Falsafah Sains”. Dengan pernyataan ini tercipta suatu realitas baru, realitas anda
sebagai dosen Falsafah Sains.
Dengan demikian, sifat
dasar kebenaran ilmiah selalu mempunyai paling kurang tiga sifat dasar, yaitu :
struktur yang rasional-logis, isi empiris, dan dapat diterapkan
(pragmatis). Kebenaran ilmiah yang
rasional-logis adalah bahwa kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan yang
logis atau rasional dari proposisi atau premis tertentu. Karena kebenaran
ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional, yaitu yang dapat
menggunakan akal budinya secara baik, dapat memahami kebenaran ilmiah ini. Oleh karenanya kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai
kebenaran yang universal. Satu hal yang perlu dicatat bahwa perlu dibedakan
sifat rasioanl dengan sifat masuk akal (reasonable). Sifat rasional terutama berlaku bagi kebenaran ilmiah.
Sifat “masuk akal” ini terutama berlaku bagi kebenaran tertentu yang berada di
luar lingkup pengetahuan. Contohnya tindakan marah menangis, dan semacamnya
dapat sangat masuk akal walaupun mungkin tidak rasional.
Sifat empiris dari kebenaran ilmiah
mengatakan bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah perlu diuji dengan
kenyataan yang ada. Bahkan, dapat dikatakan bahwa sebagian besar pengetahuan
dan kebenaran ilmiah berkaitan dengan kenyataan empiris dalam dunia ini.
Sifat
pragmatis terutama hendak menggabungkan kedua sifat kebenaran lainnya, artinya
kalau suatu pernyataan benar secara logis dan empiris maka pernyataan tersebut
juga harus berguna dalam kehidupan manusia, yaitu membantu manusia memecahkan
berbagai persoalan dalam hidup manusia.
II. PERKEMBANGAN
PEMIKIRAN MAKROEKONOMI
2.1. Pemikiran Klasik
Teori
makroekonomi yang menjadi pegangan umum para ahli ekonomi sebelum tahun 1937
dijuluki dengan nama teori
makroekonomi klasik. Kaum klasik secara
ideologi percaya bahwa sistem di mana setiap orang betul-betul bebas untuk
melakukan kegiatan ekonomi apapun bisa mencapai kesejahteraan masyarakat secara
otomatis (lassez faire). Menurut mereka, peranan pemerintah harus dibatasi
seminimal mungkin, sebab apa yang bisa dikerjakan oleh pemerintah dapat
dikerjakan oleh swasta secara lebih efisien. Kegiatan pemerintah haruslah
dibatasi pada macam-macam kegiatan yang betul-betul tidak dapat dilakukan oleh
swasta dengan efisien misalnya di bidang pertahanan, pemerintahan, ataupun
pendidikan. Dengan ciri ideologi ini,
kita dapat mengetahui bahwa di bidang makroekonomi pun mereka tidak menghendaki
campur tangan pemerintah. Jadi esensi dari teori makroekonomi adalah suatu perekonomian laissez faire adalah self-regulating yang artinya mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan tingkat kegiatan ekonomi nasional (misalnya GDP)
yang efisien (full employment) secara
otomatis.
Menurut
kaum klasik, di pasar barang tidak mungkin terjadi kelebihan produksi atau
kekurangan produksi untuk jangka waktu yang lama. Pendapat semacam itu
dilandasi adanya kepercayaan bahwa setiap barang yang diproduksi selalu ada
yang membutuhkan, dan harga-harga adalah fleksibel yang dapat dengan mudah
berubah sehingga kembali pada posisi full
employment. Pada pasar tenaga kerja, bila harga upah cukup fleksibel maka
permintaan tenaga kerja akan selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja.
Jadi pada tingkat upah tersebut tenaga kerja bersedia dibayar sebesar upah
tersebut, dan yang menganggur adalah mereka yang tidak bersedia dibayar pada
tingkat upah tersebut.
Karena uang tidak dapat menghasilkan apa-apa kecuali
mempermudah transaksi, maka uang yang diminta masyarakat hanya sejumlah
kebutuhan akan transaksi. Jadi semakin banyak transaksi yang dilakukan akan
semakin banyak uang tunai yang dibutuhkan masyarakat. Sedangkan esensi teori klasik di pasar luar negeri adalah bahwa
suatu perekonomian nasional tidak perlu merepotkan diri untuk menyeimbangkan
neraca perdagangannya.
2.2. Pemikiran Keynes
Keynes
ada pada posisi yang unik dalam sejarah pemikiran ekonomi barat, karena pada
saat-saat krisis ideologi Keynes dapat
menawarkan suatu pemecahan yang merupakan jalan tengah. Dia berpendapat bahwa untuk menolong sistem
perekonomian negara-negara tersebut, orang harus bersedia meninggalkan ideologi
laissez taire yang murni. Tidak bisa
tidak, pemerintah harus melakukan campur tangan lebih banyak dalam mengendalikan perekonomian nasional.
Keynes
mengatakan bahwa kegiatan produksi dan pemilikan faktor-faktor produksi masih
tetap bisa dipegang oleh swasta, tetapi pemerintah wajib melakukan
kebijakan-kebijakan yang secara aktif akan mempengaruhi gerak perekonomian.
Sebagai contoh, pada saat terjadi depresi,
pemerintah harus bersedia melakukan program atau kegiatan yang langsung
dapat meyerap tenaga kerja (yang tidak tertampung di sektor swasta), meskipun
itu membutuhkan biaya besar.
Inti dari ideologi
Keynesianisme adalah Keynes tidak percaya akan kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk mengoreksi diri sendiri sehingga tercapai kondisi efisien (full employment) secara otomatis, tetapi
kondisi full-employment hanya dapat
dicapai dengan tindakan-tindakan terencana.
2.3. Pemikiran Moneteris (Monetarism)
Selama
tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, di bawah pimpinan ekonom terkenal Milton Friedman dari Chicago University (kini hijrah ke Stanford University) telah
berkembang suatu aliran pemikiran (school
of thought) di dalam makroekonomi yang dikenal sebagai aliran moneteris (monetarism).
Para ekonom dari aliran moneteris ini menyerang pandangan dari aliran Keynesian, terutama menyangkut
penentuan pendapatan yang dinilai oleh mereka sebagai tidak benar. Kaum
moneteris menghendaki agar analisis tentang penentuan pendapatan memberi
penekanan pada pentingnya peranan jumlah uang beredar (money supply) di dalam perekonomian. Perdebatan yang lain
menyangkut : efektifitas antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, peranan
kebijakan pemerintah, dan tentang kurva
Phillips (kurva yang menunjukkan
bahwa hubungan antara pengangguran dan inflasi adalah saling
berkebalikan).
Bagi
kaum moneteris, jumlah uang beredar merupakan faktor penentu utama dari tingkat
kegiatan ekonomi dan harga-harga di dalam suatu perekonomian. Dalam jangka
pendek (short run), jumlah uang
beredar mempengaruhi tingkat output dan kesempatan kerja; sedangkan dalam
jangka panjang (long run) jumlah uang
beredar mempengaruhi tingkat harga atau inflasi. Menurut Milton Friedman
“inflasi ada di mana saja dan selalu merupakan fenomena moneter”. Pertumbuhan moneter atau uang beredar
yang berlebihan dalam hal ini bertanggung jawab atas timbulnya inflasi, dan
pertumbuhan moneter yang tidak stabil bertanggung jawab atas timbulnya gejolak
atau fluktuasi ekonomi. Oleh karena pertumbuhan moneter sangat berpengaruh
terhadap variabilitas, baik variabilitas dalam tingkat harga maupun pertumbuhan
output (GNP), maka kebijakan moneter yang diambil pemerintah sedapat mungkin
haruslah dapat menjamin terciptanya suatu tingkat pertumbuhan moneter atau
jumlah uang beredar yang konstan dan tetap terkendali pada tingkat yang rendah.
Adapun gagasan pokok dari aliran moneteris yang dianggap
penting di antaranya adalah :
1. Sektor atau perekonomian
swasta pada dasarnya adalah stabil.
2. Kebijakan makroekonomi aktif
seperti kebijakan fiskal dan moneter hanya akan membuat keadaan perekonomian
menjadi lebih buruk. Bahkan secara
ekstrim mereka mengatakan bahwa “kebijakan
makroekonomi yang aktif itu lebih merupakan bagian dari masalah, dan bukan
bagian dari solusi”. Dengan perkataan lain, kaum moneteris menghendaki
suatu peran atau campur tangan pemerintah yang seminimum mungkin di dalam
perekonomian.
3. Seperti halnya dengan aliran Klasik, kaum moneteris
berpendapat bahwa harga-harga dan upah di dalam perekonomian adalah relatif
fleksibel, yang akan menjamin keadaan keseimbangan di dalam perekonomian selalu
bisa diwujudkan.
4. Jumlah uang beredar merupakan
faktor penentu yang sangat penting dari tingkat kegiatan ekonomi secara
keseluruhan.
Berbagai pendapat atau
gagasan kaum moneteris di atas, memiliki implikasi kebijakan yang penting ,
yaitu :
1. Stabilitas
di dalam pertumbuhan jumlah uang beredarlah yang merupakan kunci dari
stabilitas makroekonomi, dan bukan kebijakan makroekonomi aktif yang menimbulkan
fluktuasi dalam pertumbuhan jumlah uang beredar yang menjadi penentu kestabilan
makroekonomi.
2.4. Pemikiran Rational Expectation
(Ratex)
Penganut
rational expectation (ratex) tidak lain adalah kelompok klasik
baru (new-classical), karena asumsi ratex dijadikan oleh kaum tersebut
sebagai landasan pokok seluruh analisis dan pemikirannya. John Muth merupakan
pencetus pertama ide ratex dimana
pada awal 1960-an ia mengemukan premis : ”ekspektasi tiap individu bersifat
rasional bila ekspentasi tersebut identik dengan hasil prediksi model”. Premis
ini mengandung pengertian bahwa apabila masyarakat mengetahui benar informasi
tentang suatu peristiwa atau kebijakan maka mereka akan bereaksi dimana reakasi
tersebut berciri rasional. Sebagai gambaran, jika masyarakat mengetahui bahwa
jumlah uang beredar meningkat dan mereka
menyadari bahwa dampaknya akan terasa di dalam peningkatan harga maka
ekspektasi harga juga akan ikut meningkat.
Menurut
penganut model ratex jika dan hanya
jika masyarakat membuat kesalahan ekspektasi maka kebijakan pemerintah dapat
memberi hasil, contohnya pada kebijakan peningkatan jumlah uang beredar
berdampak pada peningkatan output. Walau demikian, paham klasik tentang
kekuatan pasar nampaknya sangat kuat berakar juga pada penganut model ratex. Menurut pandangan penganut ratex jika kesalahan terjadi, intervensi
pemerintah semacam contoh di atas tetap tidak diinginkan karena ia justru akan
menghasilkan ketidakpastian yang lebih besar lagi. Berbeda dengan pandangan
kaum monetaris dimana mereka masih memberi “ruang” untuk melihat berbagai
dampak kebijakan pemerintah melalui perlakuan eksplisit terhadap faktor adaptive expectation, khususnya dalam
jangka pendek.
2.6. Pemikiran New Keynesian
Penganut
aliran New Keynesian berpendapat
bahwa sintesis yang timbul sebagai respon terhadap kritik ekspektasi rasional
pada dasarnya adalah benar, yakni asumsi yang menyatakan bahwa nilai-nilai
ekspektasi perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan perekonomian nasional,
dimana nilai tersebut harus serasional mungkin berdasarkan informasi yang
tersedia. Mereka juga berargumentasi bahwa masih cukup banyak yang harus
dipelajari tentang sifat-sifat dan karakteristik yang tidak selalu sempurna
dalam kondisi pasar yang berbeda, disamping juga tentang implikasi dari
ketidak-sempurnaan tersebut bagi evolusi makroekonomi.
Salah satu kajiannya berfokus pada aspek
menentukan tingkat upah dalam pasar tenaga kerja. Tingkat upah yang efisien
muncul dari suatu gagasan yang apabila upah yang diterima oleh pekerja adalah
terlalu rendah mengakibatkan hal-hal seperti (a) pekerja tidak termotivasi
untuk menghasilkan ouput yang optimal (bermalas-malasan), (b) masalah tentang
moral dalam suatu perusahaan, (c) kesulitan didalam mendapatkan dan
mempertahankan pekerja yang berkualitas, dan lain sebagainya. Salah seorang
yang sangat berpengaruh terhadap issue tersebut adalah George Akerlof dari Berkeley, yang mempunyai gagasan tentang suatu
“norma”, yang mengkaji apa yang sebenarnya disebut dengan “fair” dan “unfair”.
Penelitian ini menggali aspek sosiologi dan psikologi yang selama ini
ditinggalkan, serta menjelaskan implikasinya terhadap dunia makroekonomi.
Hal
lain yang juga diteliti oleh aliran New
Keynesian adalah peran dari ketidaksempurnaan dalam pasar kredit.
Diasumsikan bahwa dampak dari kebijakan moneter akan bekerja melalui tingkat
suku bunga, dimana perusahaan atau individu dapat meminjam uang dengan tingkat
suku bunga yang telah ditentukan. Didalam kenyataannya, perusahaan dan individu
tersebut meminjam uang dari bank, dimana bank sering merendahkan potensi yang
dimiliki oleh peminjam dibandingkan dengan keinginan bank untuk memberikan
pinjamannya pada tingkat suku bunga yang telah ditentukan. Mengapa hal ini
dapat terjadi, dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi pandangan kita tentang
bekerjanya suatu kebijakan moneter menjadikan subyek-subyek kajian dari
berbagai penelitian, utamanya oleh Ben
Bernanke dari Princeton.
Hal
lain yang juga dikaji adalah tentang kekakuan dari nilai nominal. Fischer dan Taylor menyatakan bahwa keputusan untuk merubah tingkat upah atau
harga secara tiba-tiba akan mengakibatkan output dapat menyimpang dari tingkat
keseimbangan dalam waktu yang cukup lama. Kesimpulan ini menimbulkan berbagai
isu, apabila perubahan yang tidak terduga tersebut bertanggungjawab, paling
tidak sebagian, terhadap fluktuasi perekonomian, mengapa penentu tingkat upah
atau penentu tingkat harga tidak dapat mensinkronkan suatu keputusan? Mengapa
harga dan upah tidak disesuaikan lebih sering? Mengapa tidak semua harga dan
upah berubah, katakanlah setiap tanggal 1 setiap bulannya? Didalam menjawab
issu-issu tersebut, Akerlof dan N. Gregory Mankiw (Harvard University)
telah menurunkan suatu hasil yang sangat penting dan menakjubkan, yang sering
disebut dengan biaya menu untuk menerangkan fluktuasi output, yaitu: Setiap
penentu harga atau upah tidak akan sangat jauh berbeda sebagaimana kapan dan
seberapa seringnya seseorang merubah upah atau harganya sendiri (bagi pengecer,
merubah harga setiap hari atau setiap minggu tidak akan memberikan perbedaan
yang mencolok terhadap keuntungan). Oleh karenanya, meskipun biaya yang
dipergunakan untuk melakukan perubahan terhadap harga sangat kecil, seperti
misalnya biaya untuk mencetak sebuah menu, akan mengakibatkan penyesuaian harga
yang sangat jarang dan tak terduga. Hal ini secara umum dapat menyebabkan
penyesuaian yang sangat lambat terhadap tingkat harga, dan pada akhirnya kepada
fluktuasi agregat output yang direspon oleh pergerakan permintaan agregat.
Singkatnya, keputusan-keputusan yang tidak banyak berpengaruh pada tingkat
individu (seberapa sering untuk merubah harga atau upah) akan mengakibatkan
dampak yang luas secara agregat (penyesuaian yang lambat dari tingkat harga,
dan karenanya pengaruh yang besar terhadap pergerakan dari permintaan dan
output agregat).
Dapat disimpulkan
secara singkat bahwa aliran New Keynesian
menggali lebih dalam kepada isu-isu yang berkaitan dengan peranan dari
ketidaksempurnaan pasar terhadap fluktuasi perekonomian.
3.1. Mengapa Ada Aliran Pemikiran
Aliran
pemikiran (school of thought) pada
kenyataannya adalah eksis.
Keberadaannya diperlukan karena tidak semua fenomena yang ditangkap oleh
seseorang atau ilmuwan dapat didekati atau dipandang dengan cara yang
sama. Hal yang lebih teknis adalah
mungkin saja didalam menangkap fenomena tersebut dan mencoba menyelesaikan atau
menjawabnya ada perbedaan alat (tools)
yang digunakan. Perbedaan-perbedaan
(misal) seperti ini akan diperoleh hasil yang sebenarnya sama tetapi didekati
dengan cara yang berbeda. Suatu
pertanyaan yang dinyatakan “buatlah suatu bidang dengan luas 100 cm2. Inti permasalahan sebenarnya adalah
bagaimana membuat suatu bidang dengan luasan tersebut. Tidak ada penjelasan atau keterangan
tambahan, maka fenomena itu akan ditangkap oleh orang dengan berbagai
cara. Namun dalam hakikat yang
terkandung didalamnya bahwa hanya ada satu kebenaran dari permasalahan itu yaitu kita dapat membuat bidang 100 cm2,dan
itulah kebenaran tersebut. Adapun
bentuk dari bidang itu apakah segitiga, segiempat, belah ketupat, lingkaran dan
lain sebagainya, hanya mencerminkan bagaimana suatu fenomena ditangkap dan
fenomena itu ditunjukkan ke dalam bentuk yang dapat dicerna oleh manusia. Selama bidang-bidang itu mempunyai luasan
100 cm2, maka itu adalah hakikat kebenarannya, sebab 100 cm2 adalah
simplifikasi dari bentuk yang berbeda-berbeda tersebut, dan di dalam konsep
ilmu pengetahuan itulah yang disebut dengan model yaitu abstraksi atau
simplikasi dari dunia nyata. Cara orang
mengabstraksi dengan cara yang berbeda-beda tersebut karena berangkat dari
pengetahuan, permasalahan dan asumsi yang dipakai juga berbeda terhadap suatu
fenomena yang timbul.
Aliran pemikiran
dalam perkembangan ilmu pada dasarnya ingin menjawab satu solusi yang hakiki
dengan pendekatan yang berbeda. Hal
yang berbeda mungkin pada pendekatan dan itulah yang disebut aliran
pemikiran. Konsep kebenaran pada satu
inti atau objek yang sedang diperbincangkan tetap hanya satu.
Contoh pendekatan
makroekonomi di atas memperlihatkan bagaimana perkembangan makroekonomi atau
aliran-aliran di dalam makroekonomi dari waktu ke waktu. Kaum klasik berpendapat bahwa pemerintah
tidak perlu campur tangan dalam perekonomian.
Mereka beranggapan perekonomian akan mengatur dirinya sendiri sedemikian
rupa sehingga sumberdaya ekonomi yang ada akan mampu digunakan secara efisien
sehingga selalu terjadi keadaan dimana kondisi perekonomian pada full employment. Pandangan ini cukup lama berakar dan dipegang sebagai landasan perekonomian sebelum
munculnya Keyness yang membawa aliran pemikiran baru, yang mengatakan bahwa
intervensi pemerintah itu diperlukan dalam perekonomian dalam upaya membuat
suatu keadaan lebih baik atau ada pihak tertentu yang menjadi tujuan perbaikan
ekonomi.
Mengapa pemikiran
Keynes muncul ? Hal itu tidak terlepas dari fenomena yang berkembang pada saat
itu, dimana terjadi depresi besar (great
depretion) sehingga terjadi pengangguran besar-besaran. Pengangguran besar-besaran inilah merupakan
fenomena yang tidak dapat dijawab oleh kaum klasik. Kaum klasik mengatakan bahwa di dalam perekonomian yang full employment (padahal mereka
mengatakan perekonomian selalu full
employment) tidak ada pengagguran (unemployment). Tetapi kenyataan pada saat
itu terjadi pengangguran besar-besaran.
Munculnya pemikiran Keynes membuka cakrawala baru dan menjadi tonggak
sejarah penting keberadaan makroekonomi.
Pertanyaan
adalah apakah pemikiran klasik salah ? Jawabannya adalah tidak. Mengapa ?
Paham klasik muncul sesuai dengan zamannya dan fenomena yang ada diabstraksikan dalam model klasik
untuk menunjukkan perilaku perekonomian pada saat itu. Kalau begitu apa yang
menjadi penentu mengapa perlu adanya aliran pemikiran.
Dengan latar belakang dan penjelasan di atas, jelaslah
munculnya aliran pemikiran disebabkan karena ilmu tidak statis melainkan
dinamis, dinamisnya perkembangan ilmu tidak terlepas dari beberapa hal. Pertama, fenomena (perekonomian) selalu
mengalami perubahan. Keadaan sekarang
dimana munculnya pasar modal mengakibatkan di dalam perekonomian orang tidak
murni lagi mengadakan transaksi perdagangan atau produksi, tetapi sudah masuk
unsur ekspektasi. Aliran rasional
ekspektasi (ratex) yang mengatakan bahwa ekspektasi setiap individu bersifat
rasional bila ekspektasi tersebut identik dengan hasil prediksi model. Atau dapat dikatakan bahwa apabila
masyarakat mengetahui benar informasi
tentang suatu peristiwa atau kebijakan maka mereka akan beraksi dimana reaksi
tersebut berciri rasional. Kedua, waktu
adalah variabel yang menentukan untuk menjawab mengapa perilaku atau fenomena
itu berubah. Seseorang dapat saja
memprediksikan sesuatu tetapi apakah
hal itu nantinya sesuai hanyalah waktu yang akan dapat menjawabnya.
3.2. Adakah Konsep Kebenaran Dalam Pemikiran Makroekonomi
Sekali lagi
ditekankan bahwa konsep kebenaran haruslah ada setiap cabang ilmu. Dan suatu objek tertentu kebenaran itu
adalah satu. Apakah hal ini tidak
kontradiktif dengan konsep aliran pemikiran yang dipaparkan di atas? Justru akan memperkuat argumen yang telah
disimpulkan sebelumnya. Salah satu
syarat penting agar apa yang kita klaim
sebagai yang kita ketahui benar-benar merupakan pengetahuan, adalah bahwa apa
yang kita klaim itu memang benar.
Pengetahuan selalu mengandung kebenaran dari apa yang diketahui
itu. Karena itu, suatu pembicaraan
tertentu pengetahuan mau tidak mau harus pula menyangkut kebenaran (Keraf dan
Dua, 2001). Karena
makroekonomi adalah suatu pengetahuan, berarti makroekonomi mengandung
kebenaran. Bagaimana menjelaskan konsep
kebenaran pada makroekonomi kalau aliran-aliran pemikiran yang ada pada
makroekonomi itu berkembang terus.
Pertama, yang harus dipegang terlebih dahulu bahwasanya
kebenaran ada pada setiap ilmu. Adanya aliran pemikiran yang telah dijelaskan
di depan membuktikan bahwa konsep kebenaran makroekonomi tetap terkandung di
dalamnya. Konsep kebenaran apa yang
terkandung di dalamnya ? yaitu menjawab bagaimana menerangkan perekonomian secara
global berdasarkan fenomena yang ada pada suatu masa. Kedua, aliran pemikiran
itu ada karena ingin mengkoreksi atau melengkapi (bukan menyalahkan) dari
konsep pemikiran yang telah ada sebelumnya. Sekali lagi, koreksi ini
berdasarkan terjadinya perubahan fenomena. Ketiga, dari tipe kebenaran
pragmatis artinya mereka yang mengatakan kebenaran sama artinya dengan
kegunaan, ide, konsep, pengetahuan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang
berguna. Ide yang benar adalah ide yang
paling mampu menghubungkan seseorang melakukan sesuatu secara paling berhasil
dan tepat guna. Dapat dikatakan bahwa munculnya aliran pemikiran pada suatu
masa untuk menjawab permasalahan pada masa itu dan aliran itu berhasil menjawab
fenomena dengan tepat guna, artinya keberadaannya diperlukan karena konsep
kebenaran yang terkandung di dalamnya berguna menjawab atau paling tidak
menerangkan perilaku atau fenomena yang ada pada saat itu.
3.3. Sinergi dan Kovergensi Aliran Pemikiran Makroekonomi
Secara kodrati, di
alam ini selalu ada dua hal yang keberadaannya berpasangan, ada laki-laki dan
perempuan, tinggi dan pendek, siang dan malam, konvergensi dan divergensi dan
lain sebagainya. Biasanya dari dua hal
tersebut pada satu tujuan atau maksud tertentu hanya dipilih salah satu diantaranya.
Pertanyaannya adalah bersinergi dan berkonvergensikah pemikiran makroekonomi
seperti yang dijelaskan pada Bab II untuk dapat dikatakan sebagai ilmu yang
memang benar-benar mengandung kebenaran ? Untuk
menjawab hal ini, perlu dilihat beberapa hal atau faktor penentunya.
Pertama, urut-urutan atau sequences penyajian pemikiran makroekonomi yang dipaparkan pada Bab
II di atas dibuat secara kronologis.
Dengan membaca serta memahaminya lebih baik akan nampak bahwa sebenarnya
munculnya satu aliran pemikiran baru tidak dimaksudkan untuk menyalahkan
pemikiran yang telah ada sebelumnya. Keberadaan dari pemikiran yang baru ini
dikarenakan bahwa pada aliran pemikiran sebelumnya cara pandang terhadap suatu
permasalahan berbeda.
Kedua, akibat dari perbedaan pandangan tersebut memunculkan
cara atau alat (tools) untuk
memecahkan permasalahan tersebut juga berbeda.
Perbedaan ini biasa atau lumrah. Misalnya saja kita dapat memandang
binatang gajah dari arah depan, dari arah belakang, dari arah atas, dan setiap
arah dari pandangan tersebut akan
memberikan gambaran yang berbeda. Oleh karenanya, perlakuan tertentu terhadap
gajah tersebut misal akan dimandikan juga akan berbeda. Untuk dapat menyiram
tubuh gajah bagian atas mungkin diperlukan tangga khusus, tetapi hal itu tidak
perlu dilakukan kalau untuk membersihkan kaki gajah. Sama halnya dengan
pemikiran Makroekonomi, sebagai contoh pada teori klasik yang mengatakan
intervensi pemerintah tidak perlu, tetapi datangnya pemikiran Keynes bahwa
intervensi pemerintah perlu (khususnya pada kebijakan fiskal). Lalu muncul kembali pemikiran moneteris yang
“seolah-olah” ingin kembali kepada konsep klasik bahwa campur tangan itu
seminimal mungkin (hanya pada sektor moneter), karena dalam sektor moneter akan
dapat memecahkan masalah.
Kalau demikian dimana konvergensi aliran-aliran pemikiran
ekonomi dalam kaitannya dengan falsafah kebenaran yang terkandung di dalamnya?
Konvergensinya jelas, yaitu membuat peradaban manusia menjadi lebih baik atau
di dalam bahasa ekonominya berguna untuk membuat kesejahteraan (welfare)
masyarakan meningkat. Hal yang menjadi persoalan
adalah bagaimanakah hal itu dapat tercapai ? Pemikiran makroekonomi
berkonvergensi, bahwa pada akhirnya mereka ingin mengatasi empat masalah besar
di dalam perekonomian, yaitu masalah pertumbuhan
ekonomi (growth), inflasi
(inflation), pengangguran (unemployment) dan nercara pembayaran (balance of payment). Muara atau sinergi dari semua aliran
pemikiran ekonomi tersebut tentunya pada empat masalah fundamental perekonomian
makroekonomi tersebut.
Didalam menjawab empat hal tersebut semua aliran pemikiran
mendekatinya dengan cara yang berbeda, yang berbeda adalah cara atau
pendekatannya, tetapi hakikatnya sama bahwa hanya ada satu yang diinginkan
yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inflasi yang terkendali, pengangguran
yang rendah dan neraca pembayaran yang surplus. Setiap aliran pemikiran
memberikan kontribusi walau tidak untuk sepanjang masa, paling tidak pernah
mampu menjawab permasalahan pada suatu masa, masa dimana kebenaran pemikiran
mereka diakui.
IV. Kesimpulan
Kebenaran sebagai suatu hakikat pokok dari suatu
pengetahuan. Ilmu
pengetahuan sifatnya tidak statis.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat membuat konsekuensi
logis dan dengan sendirinya memunculkan aliran-aliran pemikiran yang sanggup
menjawab permasalahan pada suatu saat atau suatu masa. Timbulnya aliran pemikiran dilandasi pada
suatu fenomena, asumsi, penggunaan alat (tools)
analisa yang berbeda antara satu pemikiran dengan pemikiran yang lain.
Kebenaran pada satu objek tertentu haruslah kita jawab hanya ada
satu. Karena pada intinya kebenaran itu
adalah hakikat. Sedangkan pada setiap
hakikat selalu mengandung satu makna atau satu muatan. Dengan diyakini bahwa makroekonomi adalah
suatu pengetahuan maka di dalamnya mengandung kebenaran. Namun usaha untuk menjawab kebenaran yang
dinamis tersebut memerlukan aliran-aliran pemikiran, tidak menunjukkan bahwa
aliran-aliran pemikiran tersebut tidak mengandung kebenaran dari pemikiran apa
yang dihasilkannya. Munculnya aliran
pemikiran-pemikiran tersebut dapat diterjemahkan bahwa permasalahan pengetahuan
dipandang oleh seseorang atau beberapa kelompok orang dengan cara yang berbeda
dan pada situasi yang tidak sama.
Sebagai bahan penutup kiranya lebih bijak untuk dikatakan beberapa hal tentang tulisan
ini. Pertama, dapat dikatakan bahwa
makalah ini ingin menekankan konsep
hakikat kebenaran pada satu inti permasalahan yang hanya (memang seharusnya)
ada satu jawabnya. Namun usaha untuk
menjawab tersebut menimbulkan berbagai macam aliran pemikiran. Kedua, pada Bab I dan II berisi kutipan dan
pendapat yang diambil dari beberapa buku baik itu buku tentang filsafat maupun textbook makroekonomi sebagai kasus
pendekatan di dalam menjelaskan topik dari tulisan ini.
Ketiga,
Bab III merupakan telaah lebih jauh setelah membahas kajian pada Bab I dan
II. Telaah ini dilakukan bukan untuk
membuktikan bahwa setiap pengetahuan memerlukan aliran pemikiran, tetapi hanya
ingin menjelaskan bahwa pada satu ilmu pengetahuan dapat saja terjadi
aliran-aliran pemikiran. Selain itu
pula, juga ingin ditekankan sebenarnya kebenaran itu sendiri merupakan ilmu falsafah.
Boediono.
1980. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu
Ekonomi Makro, seri. 2, edisi keempat, BPFE, Yogyakarta.
Galbraith, J.K and W Darity, Jr. 1984. Macroeconomics. Houghton Mifflin Company. New Jersey.
Keraf, A.S dan M. Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah
Tinjauan Filosofis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Nanga, M. 2001. Makroekonomi :
Teori, Masalah dan Kebijakan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.