Copyright ©  2002  Program Pasca Sarjana IPB   

Group I Presentation                                                                                          Posted  13 April  2002

Science Philosophy (PPs 702)

Graduate Program

Institut Pertanian Bogor

April 2002

 

Instructor:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng                                                                                                                 

 

 

STRATEGI PENGEMBANGAN POTENSI PERIKANAN DAN KELAUTAN MELALUI KONSEP INDUSTRI TERPADU

 

Oleh:

 

Kelompok I

 

[Ardi,  Edi Rudi,  Feti fatimah,  Nurjanah,  Pipih Suptijah, 

Romsyah Maryam, Yulian Fachrurrozi]

 

Pendahuluan

Krisis multidimensi yang diawali oleh krisis moneter di  Indonesia sejak tahun 1997 telah melumpuhkan sendi-sendi perekonomian sekaligus menempatkan  negara ini di posisi terendah menurut versi The World Competitiveness Report. Merupakan hal yang ironis memang, dimana suatu negara seperti Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang begitu besar menjadi salah satu negara miskin di dunia. Bagaimana negara ini dapat membangun kembali perekonomiannya yang sudah porak poranda di tengah kemelut yang berkepanjangan tersebut, jawabannya ada dipundak kita semua.

Keunggulan kompetitif suatu bangsa dibangun atas dasar keunggulan komparatif dengan menggunakan sumber daya alam yang dimiliki bangsa itu sendiri secara optimal. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikanan dan kelautannya. Letak geografis Indonesia yang strategis dengan keanekaragaman biota lautnya merupakan keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh negara lain sehingga dapat dibangun industri maritim sebagai penggerak perekonomian nasional.  Untuk mengoptimalkan industri berbasis sumber daya ini (resources based industry), dibutuhkan penerapan iptek dan manajemen profesional (Poter 1998 dalam Dahuri, 2002).

Berkenaan dengan hal tersebut, sangatlah sesuai dengan “ Seruan Sunda Kelapa” yang berisikan tekad untuk membangun kembali wawasan bahari, menegakkan kedaulatan di laut, mengembangkan industri dan jasa maritim, mengelola kawasan pantai dan pulau-pulau kecil untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, serta mengembangkan hokum nasional di bidang maritim,  yang disampaikan pada Hari Nusantara pada 27 Desember 2001. Tekad Renaisance yang dikumdangkan di depan presiden Megawati Soekarnoputri ini diharapakan tidak hanya sebagai ‘lip service”, tapi perlu untuk direalisasikan.

Berlandaskan hal-hal tersebut di atas dan dengan memperhatikan sumber daya perairan yang dimiliki Indonesia, timbul suatu gagasan bahwa dengan pola industri terpadu (integrated industry) di sektor perikanan dan kelautan perekonomian Indonesia dapat dibangun kembali dengan mengoptimalkan potensi maritim, serta memanfaatkan kawasan industri tersebut sebagai daerah wisata bahari (maritime tourism). Sasaran  yang ingin dicapai melalui penerapan konsep ini adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, dan peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa.

 

Potensi perairan dan kelautan Indonesia

Menurut Dahuri (2002) perairan dan kelautan Indonesia memiliki empat keunggulan komparatif, yaitu:

1.                Laut dan selat-selat di Indonesia merupakan alur transportasi internasional yang ramai, yang menghubungkan benua Asia, pantai barat Amerika dan benua Eropa sejak berabad-abad lamanya.

2.                 Perairan Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut terbesar di dunia (Marine Mega-Biodiversity) dengan 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut, dan 950 spesies terumbu karang.

3.                Pertemuan tiga lempeng tektonik (lempeng tektonik Eurasia, Indo-Australia, Pasifik) sebagai penyebab terjadinya gunung api dan gempa bumi yang merupakan prasyarat genesa pembentukan sumber daya mineral, minyak bumi dan gas bumi di darat dan laut Indonesia.

4.                Karakteristik oseanografis yang khas di laut Indonesia yang disebabkan oleh peralihan arus laut dari samudra Pasifik ke samudra Hindia merupakan indicator muncul dan lenyapnya El-Nino dan La-Nina yang mempengaruhi perubahan iklim global.

Keempat keunggulan komparatif tersebut merupakan modal dasar bagi pembangunan dan pengembangan maritim nasional. Namun, pendayagunaan sumber daya perairan ini perlu diarahkan untuk tujuan mensejahterakan masyarakat, menciptakan lapangan usaha dan lapangan kerja, sehingga mampu menjadi dasar bagi perekonomian nasional. Selain itu, dalam pembangunan dan pengembangan potensi maritim ini perlu memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan ditujukan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan hidup yang seimbang dan berkesinambungan (sustainable development). Jika semua prasyarat tersebut telah dapat terpenuhi, maka dapat diperoleh keunggulan kompetitif dengan mengerahkan seluruh potensi  sumber daya yang ada.

 

Identifikasi Masalah

Sejak dahulu budidaya perikanan dan kelautan Indonesia sudah dikelola baik secara intensif, semi intensif atau tradisional. Namun usaha tersebut masih belum dapat meningkatkan penghasilan nelayan dan memberi  kesejahteraan, bahkan  kondisi mereka dapat dikatakan sangat miskin. Melihat sekilas kehidupan nelayan, tampaknya sulit untuk mengatakan bahwa kemiskinan nelayan, terutama karena faktor budaya (malas), sebab  pada dasarnya nelayan memiliki etos kerja yang kuat.

Kemiskinan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan di bidang ini, sehingga nelayan hanya merupakan pekerja yang mengharapkan upah untuk hasil yang mereka usahakan sendiri. Kurangnya modal (finansial), keterbatasan sarana dan prasarana juga merupakan kendala bagi perkembangan industri perikanan dan kelautan nasional. Terlebih lagi, kebijakan pemerintah (hukum dan kelembagaan) yang seringkali memihak kepada konglomerat dan mengabaikan nasib para nelayan ikan (Yusra, 2000).

Hal-hal tersebut di atas merupakan penyebab ketidakberhasilan perkembangan industri maritim, dan berkurangnya mutu produk perikanan dan kelautan di Indonesia sehingga tidak mampu bersaing di pasar internasional. Sebagai contoh, adanya embargo terhadap ekspor udang asal Indonesia yang disinyalir mengandung antibiotika CTC (chlorotetracycline) dan OTC (oxytetracycline), khloramfenikol..

 

Peluang dan Tantangan

Dahuri (2002) mengungkapkan bahwa Indonesia mempunyai peluang yang sangat baik untuk memposisikan diri sebagai salah satu produsen dan eksportir utama produk perikanan. Kenyataan ini bertitik tolak dari besarnya permintaan  produk perikanan baik pasar domestik maupun pasar internasional yang terus meningkat, karena adanya terjadinya pergeseran selera konsumen dari  red meat menjadi  white meat, setelah merebaknya berbagai penyakit ternak seperti penyakit mulut dan kuku.

Walaupun demikian, pengembangan ekspor udang dihadapkan pada dua persoalan utama yaitu masalah hambatan tarif dan non tarif.  Menurut Dahuri (2002) hambatan tarif meliputi masalah yang berkaitan dengan bea masuk yang diberlakukan satu negara terhadap negara lain. Sedangkan hambatan non-tarif mencakup persoalan perizinan ekspor, sertifikasi kesehatan, standar sanitasi dan standar mutu. Persoalan non tarif yang belakangan cukup penting adalah isu lingkungan.

Isu-isu lingkungan banyak menghambat perdagangan ekspor udang Indonesia. Beberapa LSM di uni Eropa juga gigih mengadakan kampanye anti udang tambak, karena pembuatan tambak udang dianggap merusak hutan bakau dan kelestarian lingkungan. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan kepedulian produsen dan nelayan terhadap keamanan konsumen dan kasus penggunaan alat penangkap ikan yang tidak ramah lingkungan

 

Industri Udang Secara Terpadu (Integrated-Shrimp Industry)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dan latar belakang sosiologi sejarah perikanan dan kelautan, dapat ditarik kesimpulan bahwa potensi perairan  Indonesia yang begitu besar belum terkelola dengan baik. Meskipun pada saat ini sudah dilakukan upaya-upaya pengelolaan yang lebih baik, namun usaha tersebut belum terkoordinasi dan tidak berkelanjutan. Dengan mempertimbangkan potensi sumber daya yang dimiliki, dalam hal ini, konsep industri terpadu dapat diterapkan dengan menggunakan salah satu komoditi perikanan dan kelautan yang bernilai ekonomi tinggi sebagai percontohan (pilot project).

Analisis terdahulu yang dikemukakan Dahuri (2002), dalam upaya membangun kembali perekonomian Indonesia melalui sektor perikanan dan kelautan disajikan dalam alur berikut

 

Gambar 1.

Bagan alur strategi membangun kembali perekonomian Indonesia melalui sektor perikanan dan kelautan

 

Diantara produk perikanan dan kelautan, udang merupakan primadona yang berpotensi ekspor. Bahkan devisa negara dari hasil perikanan lebih dari 50% berasal dari jenis komoditi ini seperti terlihat pada Tabel 1. Industri udang ini nampak semakin menjanjikan, terlebih lagi dengan adanya introduksi jenis udang putih (Penaeus vannamae) yang produktivitasnya yang mencapai 6-10 ton/ha/tahun.

 

 

Tabel 1. Perkembangan volume dan nilai ekspor perikanan 1998-2001

 

Rincian

1998

1999 1)

2000 2)

2001 3)

2002 4)

Kenaikan rata-rata (%)

98-2001

01-02

Volume ekspor (ton)

650291

644104

703155

728599

1273245

3,95

74,75

Bahan makanan

604715

601773

630947

654671

11186341

2,71

 

1. Udang

142116

109650

117957

128448

-

-2,12

 

2. Tuna-Cakalang

104330

90581

94761

105793

-

1,03

 

3. Lainnya

358269

401542

418229

420430

-

5,59

 

Bukan bahan makanan

45576

42331

72208

73928

86904

21,95

 

1. Rumput laut

5213

25084

38425

39314

-

145,56

 

2. Mutiara

74

73

75

76

-

0,91

 

3. Ikan hias

192

2560

2577

2629

-

412,01

 

4. Lainnya

40097

14614

31131

31909

-

17,32

 

 

Nilai Ekspor (US$1000)

1698675

1604814

1739313

1914708

2160000

4,31

12,81

Bahan makanan

1642528

1542727

1647813

1814143

2061441

3,61

 

1. Udang

1009762

888982

973145

1077289

-

2,74

 

2. Tuna-Cakalang

215134

189386

189522

230890

-

3,31

 

3. Lainnya

417632

464359

485146

505964

-

6,65

 

Bukan bahan makanan

56147

62087

91500

100565

98559

22,62

 

1. Rumput laut

5936

16284

24976

30630

-

83,45

 

2. Mutiara

32862

20426

20986

21933

-

-1,13

 

3. Ikan hias

1122

10287

10360

10673

-

273,53

 

4. Lainnya

26227

15090

35178

37329

-

32,26

 

 

Sumber :  Dahuri (2002)

Keterangan : 1). Angka sementara

2). Angka perkiraan

3). Angka sasaran

 

4). Angka hasil olahan

 

Udang sangat disukai konsumen luar maupun dalam negeri karena rasanya yang enak dan mengandung gizi yang sangat tinggi (90% protein dalam daging udang), dimana dalam protein tersebut terkandung asam amino esensial yang lengkap (Hirota, 1990). Udang ini juga mengandung karotenoid yang menarik dan menyehatkan yang menyebabkan warna daging menjadi cerah  dengan sedikit lemak dan flavor yang sedap. Sebagai nilai tambah, limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam industri (farmasi, kosmetika, pangan, pertanian, tekstil). Di bidang perikanan, industri ini termasuk industri bioteknologi kelautan. Potensi untuk pengembangan bioteknologi kelautan ini dapat menghasilkan  40 miliar US$ per tahun (Tabel 1).  Salah satu peluang untuk pemanfaatannya adalah produksi chitin dan chitosan yang digunakan di berbagai bidang industri (Domard et al., 1997).

Dengan melihat begitu banyaknya potensi yang dapat dikembangkan melalui  budidaya udang ini, maka dapat dilakukan suatu terobosan baru untuk pengembangan  industri udang ini secara terpadu dengan manajemen pengelolaan yang baik guna memperoleh produk dengan mutu yang standar. Selain itu, lokasi tambak dapat dikembangkan sebagai daerah wisata. Pengembangan industri terpadu meliputi aspek struktural dan infrastruktural diantaranya:

1.                Adanya area tambak; meliputi tempat pembibitan, tempat pembesaran

2.                Adanya sumber pakan

3.                Industri pengolahan hasil utama dan industri pengolahan limbah yang ramah lingkungan

4.                Lokasi pemasaran

Disamping itu lokasi/daerah ini mudah diakses, dimana konsumen dapat mengamati dan menikmati seluruh aktifitas yang ada di lokasi tersebut, sehingga area ini sekaligus dapat berperan sebagai daerah wisata yang dapat dijadikan lokasi penelitian maupun rekreasi. Untuk mewujudkan semua ini bukanlah suatu hal yang mudah, karena sangat membutuhkan sumber dana dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

Konsep industri terintegrasi ini tidak hanya menguntungkan dari segi ekonomi karena selain menghasilkan produk yang berasal produk primer dengan diversifikasi produknya, tetapi juga memberi nilai tambah dengan adanya industri pengolahan limbah yang produknya dapat dipasarkan langsung di lokasi perindustrian sehingga lingkungan terjaga kelestariannya. Selain itu, lokasi industri dapat dijadikan sarana rekreasi (wisata bahari) dengan memanfaatkan pemandangan di sekitar pantai dan lokasi industri.

 

Pendekatan antara Konsep dan Realita

Pengembangan industri terpadu merupakan fenomena baru dalam industri perikanan dan kelautan di Indonesia. Memperkenalkan konsep baru kepada masyarakat membutuhkan waktu yang tidak dapat diperkirakan, tergantung kepada sikap masyarakat itu sendiri terhadap fenomena tersebut (social attitude).

Secara riil, sumber daya (SDA, SDM) dan kondisi beberapa industri udang  yang ada cukup mendukung. Namun untuk meningkatkan SDM yang memiliki pengetahuan diperlukan peningkatan pendidikan dan pengetahuan yang relevan, dan untuk meningkatkan kinerja industri diperlukan manajemen atau penatalaksanaan yang baik. Keseluruhan konsep membutuhkan  modal dan komitmen yang kuat dari seluruh elemen yang terlibat.

Langkah awal untuk mewujudkan daerah industri perudangan yang terpadu ini adalah pengidentifikasian lokasi yang strategis, baik secara struktur maupun infrastuktur. Diantara lokasi yang memungkinkan untuk hal ini adalah daerah pesisir timur Sumatera seperti pesisir timur Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dan Lampung; daerah pesisir utara Jawa, Bali; pesisir Kalimantan, Sulawesi dan Irian. Melihat banyaknya kemungkinan ini, maka diperlukan adanya skala prioritas.

Langkah berikutnya adalah pendidikan dan pelatihan tenaga-tenaga trampil dan ahli untuk penata laksanaan - manajemen.

Dengan berlakunya otonomi daerah melalui UU No.22 tahun 1999, konsep industri terpadu ini dapat sepenuhnya dikelola oleh daerah setempat dengan mengerahkan seluruh potensi sumber daya yang ada di daerah tersebut. Dengan demikian pemerintah  setempat mengelola sepenuhnya dan masyarakatnya dapat berperan aktif serta merasakan langsung hasil yang disusahakannya sendiri.

 

 

Gambar.  Konsep Umum Industri Udang Terpadu

 

 


 

 

 


Penutup

Industri perikanan dan kelautan tidak dapat dibiarkan berdiri sendiri, tetapi mesti terpadu dengan melibatkan komponen-komponen lain seperti wisata, transportasi, industri lain yang terkait.

Dengan potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang begitu besar, terbuka peluang untuk menggerakkan kembali perekonomian yang runtuh akibat krisis, sekaligus memperkuat basis kemandirian bagi pembangunan ekonomi di masa yang akan datang.

Salah satu komoditi unggulan yang potensial untuk dikembangkan adalah Industri udang yang dikelola secara terpadu. Untuk keberhasilan konsep ini diperlukan dukungan dan kerjasama dari semua pihak terkait (stake holder), antara lain nelayan, pemerintah, pemodal, LSM, peneliti dan perguruan tinggi.

 

Daftar Pustaka

 

Dahuri, D. 2002.  Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. LISPI Jakarta.

 

Domard, A., A.R. George., and  M.V.Kjell. 1997. Advances in Chitin Science. Proceedings of the 7th International Converence on Chitin Chitosan. Vol. II. Jaques Andre Publisher -Lyon Franc

 

Hirota, T. 1990. Nutrition and function of sea foods. In Motohiro, T.H., Kadota, K. Hashimoto. M.Kayama and T. Tokunaga (Eds). Sain of Processing Marine Food Products. Vol.1. Japan International Cooperation Agency

 

Yusra, A. 2000. Optimalisasi Pemanfaatan Potensi Bahari untuk Kemakmuran Bangsa. Jaringan LSM Sang Saka Merah Putih-Jakarta