© 2002  Hiasinta Fransisca Jaqueline Motulo                                                                        Posted:    17 June, 2002

Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana (S3)

Institut Pertanian Bogor

Juni 2002

 

Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung jawab)

 

 

 

 

 

AMANKAH MENGKONSUMSI PANGAN DARI TANAMAN TRANSGENIK

 

 

Oleh:

 

 

Hiasinta Fransisca Jaqueline Motulo

A 426014011

 

E-mail: hiasinta_motulo@yahoo.com

 

 

           Rekayasa genetika memiliki potensi sebagai teknologi yang ramah lingkungan . Selain ramah lingkungan  teknologi rekayasa genetika diharapkan akan dapat membantu mengatasi masalah pembangunan pertanian yang tidak lagi dapat dipecahkan secara konvensional. Contohnya dalam rangka meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan penduduk yang selalu bertambah salah satu kendala utamanya adalah adanya gangguan hama dan penyakit. Survei sekilas dari literatur majalah ilmiah mengenai tanaman transgenik menunjukkan bahwa tanaman transgenik dibuat untuk beberapa tujuan yaitu : pengembangan teknik transformasi baru, studi dasar mengenai peranan atau fungsi suatu gen, dan perbaikan tanaman untuk tujuan khusus. Dengan rekayasa genetika sudah dihasilkan tanaman transgenik  yang memiliki sifat  baru seperti tanaman  transgenik yang tahan terhadap hama, tanaman kedelai yang tahan terhadap herbisida  dan tanaman transgenik yang mempunyai kualitas hasil yang tinggi.

           Kemajuan ini sangat penting dan dalam kenyataan jumlah tanaman transgenik yang diproduksi setiap tahun semakin meningkat. Hingga tahun 1988 hanya ada sekitar 23 tanaman transgenik. Jumlah tersebut meningkat menjadi 30 pada tahun 1989 dan lebih dari 40 pada tahun 1990. Tanaman transgenik direkayasa pertama kali pada tahun 1980-an. Hall, Kemp dan kawan-kawan telah mentransfer gen b–faseolin dari kacang-kacangan ke kromosom bungan matahari. Perkembangan lebih lanjut telah memungkinkan untuk melakukan transformasi genetik ke eksplan yang mampu beregenerasi seperti daun, batang dan akar. Terobosan terakhir dalam hal meregenarasikan tanaman monokot transgenik telah menghilangkan penghambat utama dalam usaha untuk perbaikan sifat  tanaman serealia. Dalam makalah ini akan dibahas kekhawatiran konsumen untuk mengkonsumsi tanaman  transgenik : berbahaya atau tidak.

          

          

Mengenal teknologi rekayasa genetika

           Teknologi rekayasa genetika merupakan  transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya dimana dapat bersifat antar gen dan dapat pula lintas gen. Rakayasa genetika juga diartikan sebagai perpindahan gen. Misalnya gen pankreas babi ditransplantasikan ke bakteri Escheria coli sehingga dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang besar. Sebaliknya gen bakteri yang menghasilkan toksin pembunuh hama ditransplantasikan ke tanaman jagung maka akan diperoleh jagung transgenik yang tahan hama tanaman. Gen dari sel ambing susu domba ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri yang kemudian ditumbuhkembangkan  di dalam kandungan induknya sehingga lahirlah domba Dolly yang merupakan hewan kloning (cangkokan ) pertama di dunia. Demikian pula gen tomat ditransplantasikan ke ikan transgenik  sehingga ikan menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan.

Rekayasa genetika dalam bibit pangan nabati telah berkembang dengan luas begitu pula produk rekayasa genetika pada hewan misalnya produksi hormon untk peningkatan kuantitas maupun kualitas dari pangan hewani. Dengan adanya produk-produk rekayasa genetika tersebut  dapat dikatakan bahwa produk rekayasa genetika khususnya  bahan pangan  mengintroduksi unsur toksis, bahan-bahan asing dan berbagai sifat yang belum dapat dipastikan dan berbagai karakteristik lainnya. Oleh karena itu muncullah berbagai kekhawatiran  dalam menggunakan dan mengkonsumsi  bahan pangan transgenik. Kekhawatiran dapat bersifat ilmiah  yang dibuktikan dengan berbagai hasil percobaan, tetapi ada pula kekhawatiran yang disebut kekhawtiran logika (public anxiety). Misalnya di Indonesia benalu kopi adalah obat untuk kanker sebab tanaman tersebut menjadi kanker pada tanaman kopi.

 

Kekhawatiran terhadap tanaman transgenik.

           Adanya reaksi alergis pada manusia satu-satunya dampak negatif  gangguan kesehatan yang disebabkan mengkonsumsi bahan pangan transgenik yang sudah dapat dibuktikan melalui percobaan  skinprick testing. Hal ini dibuktikan oleh Nordlee dan kawan-kawan pada tahun 1996. Oleh karena itu seluruh gen  yang dipergunakan maupun produk yang telah dihasilkan ditarik dari peredaran, sehingga dapat dikatakan bahwa sampai saat ini belum ada lagi dijumpai keberadaan dampak negatif mengkonsumsi pangan transgenik terhadap gangguan kesehatan pada manusia. Disamping hal positif terdapat kekhawatiran dari sebagian masyarakat bahwa tanaman transgenik akan mengganggu, merugikan dan membahayakan bagi kesehatan manusia. Berikut akan diuraikan mengenai kekhawatiran dan fakta yang mendukung bahwa tanaman transgenik merupakan produk yang aman.

 

1. Kemungkinan menimbulkan keracunan.

           Ada kekhawatiran apabila manusia memakan organisme khususnya tanaman transgenik yang mengandung gen Bt-endotoxin akan mati karena keracunan. Kekhawatiran tersebut didasari oleh sifat beracun dari gen Bt terhadap serangga, karena serangga yang memakan tanaman transgeniktersebut akan mati akibat racun gen Bt. Pendapat ini tidak benar karena gen Bt hanya akan bekerja secara aktif dan bersifat racun apabila bertemu sinyal penerima (receptor) di dalam usus serangga dari golongan yang sesuai dengan dengan virulensinya. Gen Cry I       hanya manjur untuk serangga golongan Lepidoptera sedangkan gen Cry III hanya untuk Coleoptera. Usus serangga mempunyai pH basa sedangkan usus manusia mempunyai pH asam dan tidak memiliki sinyal penerima Bt. Menurut hasil penelitian gen Bt tidak stabil dan aktif pada pH lebih kecil dari  lima. Selain itu sejak puluhan tahun yang lalu Bt-toxin telah digunakan oleh petani di negara maju sebagai pestisida hayati yang aman baik terhadap hewan, serangga berguna maupun manusia. Oleh karena itu secara ilmiah tanaman transgenik yang mengandung gen Cry tidak akan beracun terhadap manusia.

 

2. Kemungkinan menimbulkan alergi

           Kekhawatiran lain dari tanaman hasil rekayasa genetik adalah sebagai penyebab alergi. Satu sampai dua persen orang dewasa dan 4-6% anak-anak menderita alergi akibat makanan. Beberapa komoditas yang digunakan sebagai bahan makanan diketahui dan dikenal sebagai sumber bahan penyebab alergi (allergen) seperti brazil nut,  crustacean, gandum, ikan, kacang tanah, kedelai dan padi. Sebagai peneliti sebelum mengisolasi gen interes dari suatu komoditas untuk digunakan dalam  perakitan tanaman transgenik kita harus mengetahui terlebih dahulu sumber-sumber allergen. Penggunaan gen yang berasal dari sumber allergen harus benar-benar dihindari.

           Suatu studi kasus yang relevan yang telah dilakukan adalah perakitan tanaman transgenik untuk memperoleh kedelai dengan kandungan metionin tinggi, karena diketahui tanaman kedelai mempunyai kandungan metionin rendah. Oleh karena itu dilakukan isolasi gen metionin dari tanaman brazil nut yang mengandung metionin tinggi dan ditransfer ke tanaman kedelai. Perakitan tersebut berjalan dengan sukses dan diperoleh tanaman kedelai yang mengandung gen metionin. Tetapi setelah dilakukan pengujian sifat alergi terhadap manusia melalui uji skin prick ternyata hasilnya positif menyebabkan alergi. Sebagai akibat dari hasil pengujian tersebut maka pengembangan proyek kedelai transgenik dengan kandungan metionin tinggi dihentikan dan produk tersebut tidak dapat dikomersialkan.

           Semua allergen adalah protein tetapi tidak semua protein adalah allergen. Makanan atau bahan pangan mengandubng puluhan ribu protein, tetapi sedikit sekali yang bersifat allergen. Allergen dijumpai dalam jumlah yang tinggi di dalam makanan atau bahan pangan, sebaliknya kandungan protein dari gen interes berjumlah sangat sedikit. Semua protein allergen bersifat stabil  dan memerlukan waktu yang lama untuk dicerna di dalam sistim pencernaan. Sifat tersebut sangat berbeda dengan protein tanaman dimana gen donor hanya dalam waktu beberapa detik sudah dapat dicerna. Selain itu diketahui pula bahwa semua allergen terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam makanan serta stabil dan aktif pada suhu lebih besar 65oC dan pH 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen donor sebagai bahan gen transgenik tidak stabil dan aktif pada suhu lebih besar dari 65oC dan pH 5, sehingga apabila dilakukan pemanasan dalam proses memasak makanan tidak berfungsi lagi.

 

3. Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh manusia dan tahan antibiotik.

           Ada kekhawatiran lain bahwa penggunaan marka tahan antibiotik seperti kanamycin resistant (Kan-R) dalam tanaman transgenik menyebabkan bakteri di dalam tubuh  menjadi resisten terhadap antibiotik. Kemungkinan bakteri di dalam tubuh menjadi resisten karena transfer horizontal gen Kan-R dari tanaman transgenik yang dikonsumsi ke bakteri di dalam usus adalah sangat kecil. Gen Kan-R yang ditransfer ke tanaman melalui rekayasa genetika akan terinkorporasi ke dalam genom tanaman. Sedangkan tanaman tidak mempunyai suatu mekanisme untuk mentransfer gen yang sudah terinkorporasi tersebut  ke bakteri. Terjadinya transformasi pada bakteri memerlukan suatu kesamaan homologi yang tinggi antara utas DNA donor dan DNA penerima. Selain itu gen yang ada pada tanaman  berada di bawah komando promotor tanaman yang tidak akan bekerja pada bakteri. Cara yang lebih cepat untuk menjadikan  bakteri dalam tubuh menjadi resisten terhadap antibiotik adalah dengan mengkonsumsi antibiotik yang berlebihan sewaktu orang sedang sakit. Menurut penelitian, manusia diestimasi telah mengkonsumsi 1 juta jasad renik tahan kanamicin melalui bahan pangan seperti sayur-sayuran mentah. Disamping itu secara alami 4 triliun bakteri tahan kanamicin sudah ada dan menghuni usus manusia. Pernah juga dikatakan adanya resistensi terhadap beberapa jenis antibiotika apabila mengkonsumsi pangan transgenik, tetapi setelah diteliti penyebabnya bukan disebabkan karena penggunaan bahan pangan transgenik tetapi adanya residu antibiotita yang berlebihan pada air susu yang diproduksi  dengan menggunakan bahan transgenik. Setelah ditelusuri  ternyata sapi-sapi yang disuntik hormon bovinesomatothropine (rBST) menghasilkan produksi susu yang meningkat.

 

 Berbahayakah tanaman transgenik ?

           Selama produk rekayasa tanaman transgenik dilakukan dengan memasukkan prinsip-prinsip etika moral maka tanaman transgenik tersebut tidak berbahaya bagi konsumen. Sebagai contoh, di Indonesia pada awal tahun 2001 dihebohkan dengan kasus penyedap rasa (monosodium glutamat) yang diproduksi dengan menggunakan  enzim yang diisolasi dari gen babi yang haram hukumnya bagi mereka yang menganut agama Islam. Hal ini dapat dikategorikan sebagai kekhawatiran yang berdampak negatif mengkonsumsi bahan transgenik terhadap gangguan etis dan agama.

           Di Indonesia sampai saat ini belum ada lagi laporan ilmiah yang telah dibuktikan menyatakan bahwa mengkonsumsi pangan transgenik menyebabkan gangguan kesehatan selain reaksi alergis (hal inipun gen dan produknya telah ditarik dari persedaran) maka dapat dikatakan pada saat ini pangan transgenik belum berbahaya bagi kesehatan.

           Di luar negeri telah dikeluarkan  petunjuk dan rekomendasi mengenai bioteknologi dan keamanan pangan. Misalnya di Amerika Serikat keamanan pangan termasuk produk rekayasa genetika ditangani oleh suatu badan yaitu Food and Drug Administration (FDA) . Badan ini membuat pedoman keamanan pangan yang bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa produk baru (termasuk yang berasal dari hasil rekayasa genetika) sebelum dikomersialkan  produk tersebut harus aman untuk dikonsumsi dan masalah keamanan pangan harus dukendalikan dengan baik. FDA akan melakukan telaah ulang terhadap produk asal tanaman transgenik apabila terdapat pengeluhan atau pengaduan dari publik yang disertai dengan data yang bersifat ilmiah. Gen yang ditransfer pada tanaman menghasilkan tanaman transgenik oleh FDA disepadankan dengan food additive yang dievaluasi secara substansi sepadan. Apabila bahan pangan baru diketahui secara substansial sepadan dengan bahan pangan yang telah ada, maka ketentuan keamanan bahan pangan tersebut sama dengan ketentuan bahan pangan aslinya. Kesepadanan substansial  ditentukan berdasarkan : sifat fenotipik, Karekteristik molekuler, analisis kandungan nutrisi, sifat potensial toksisitas dan non-toksisitas, sifat alergen dan non-alergen, penggunaan kategori generaly regarded as save (GRAS) dan tidak melakukan pelabelan bahan pangan yang berasal dari tanaman transgenik.

           Kelompok konsidarasi  dari badan international dunia Food and Agriculture Organization (FAO) memberikan beberapa petunjuk dan rekomendasi mengenai bioteknologi dan keamanan pangan, yaitu :

1.      Peraturan mengenai keamanan pangan yang komprehensif dan diterapkan dengan      baik merupakan hal yang penting untuk melindungi kesehatan konsumen dimana semua negara harus dapat menempatkan peraturan tersebut seimbang dengan perkembangan teknologi.

2.      Penilaian kesamaan untuk produk rekayasa genetika hendaknya berdasarkan konsep substansial equivalen.

3.      Pemindahan gen dari pangan yang menyebabkan alergi hendaknya dihindari kecuali telah terbukti bahwa gen yang dipindahkan tidak menunjukkan alergi.

4.      Pemindahan gen dari bahan pangan yang mengandung alergen  ke organisme lain tidak boleh dikomersialkan.

5.      Senyawa alergen pangan dan sifat dari alergen yang menetapkan immuno genicity dianjurkan untuk diidentifikasi.

6.      FAO akan mengadakan lokakarya untuk membahas dan memutuskan bilamana ada beberapa gen  marka ketahanan antibiotik  yang harus dihindarkan dari tanaman pangan komersial.

7.      Perlu ada pangkalan data (data base) tentang pangan dari tanaman, mikroorganisme pangan, dan pakan.

8.      Validasi metoda sangat diperlukan

9.      Negara berkembang harus dibantu dalam pendidikan dan pelatihan tentang keamanan pangan dan komponen pangan yang ditimbulkan oleh modifikasi genetik

10. Perlu ditingkatkan riset untuk pengembangan metode untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penilaian  keamanan pangan unt8uk produk rekayasa genetik..

           Di Indonesia sendiri dalam rangka pengaturan keamanan hayati dan keamanan pangan suatu produk pertanian hasil rekayasa genetik sperti tanaman transgenik telah dikeluarkan Keputusan bersama Menteeri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatandan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika Tanaman.No.998.I/Kpts/OT.210/9/99;790.a/Kptrs-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/ 199 ; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999. Kepusan ini dimaksudkan untuk mengatur dan mengawasi keamanan hayati dan keamanan pangan pemanfaatan produk pertanian hasil rekayasa genetika agar tidak merugikan, mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia, keaneka-ragtaman hayati dan lingkungan. Tanggapan masyarakat dalam menyikapi produk bioteknologi beraneka ragam sesuai dengan informasi yang didapatnya. Umumnya mengambil sikap anti dan tidak menerima tapi sebaliknya ada yang menerima dan ada juga yang menerima tapi dengan kehati-hatian.

 

Bahan Bacaan :

 

Herman, M. 2000. Pengaturan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetika. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pengklonan Gen dan Pengurutan DNA, Kerjasama antara PAU Bioteknologi IPB dan Proyek ARMP 14-26 Februari 2000 di Bogor.

 

Suwanto, A. 1998. Bioteknologi molekuler : mengoptimalkan manfaat keanekaan hayati melalui teknologi DNA rekombinan. Hayati (5) : 1, p 25-28.

 

Sitepoe, M. 2002. Berbahayakah mengonsumsi bahan pangan transgenik. Kompas 25 April 2002.

 

Ta’dung, M. 2001. Kapas transgenik dan perlindungan petani. Sinar Tani  28 November – 4 Desember 2001 No. 2921 thn XXXII

 

Tim Editorial. 2001. Memahami Bioteknologi. Sinar Tani  28 November – 4 Desember 2001 No. 2921 thn XXXII