© 2002 Gustan Pari Posted: 13 April 2002
Makalah Falsafah Sains (PPs
702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
April 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI
PENGOLAHAN KAYU
Oleh:
IPK E 016014011
Email: gustanp@yahoo.com
Limbah yang dimaksud disini adalah hasil
samping yang terbentuk dari kegiatan
bahan biomassa kayu atau berserat ligno-selulosa, suatu bahan baku yang
belum termanfaatkan . Untuk kasus ini dibatasi pada industri pengolahan kayu.
Adanya limbah dimaksud menimbulkan
masalah penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar
yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga
penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah
memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif
dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat.
Hasil evaluasi menunjukkan beberapa hal berprospek positif sebagai contoh
teknologi aplikatif dimaksud dapat diterapkan secara memuaskan dalam
mengkonversi limbah industri pengolahan kayu menjadi arang serbuk, briket
arang, arang aktif, arang kompos dan soil conditioning.
Penerapan teknologi aplikatif dan
kerakyatan ini dapat dikembangkan menjadi skala besar (pilot dan komersial)
baik secara teknis maupun ekonomis. Lebih lanjut keberhasilan pemanfaatan
limbah dapat memberi manfaat antara lain dari segi kehutanan dan industri kayu
dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku konvensional (kayu)
sehingga mengurangi laju penebangan/kerusakan hutan dan mengoptimalkan
pemakaian kayu serta menghemat pengeluaran bulanan keluarga dan meningkatkan
kesuburan tanah. Namun demikian mengubah pola kebiasaan masyarakat tidak mudah,
diperlukan proses yang panjang.
I. PENDAHULUAN
Keberadaan dan peran
industri hasil hutan utamanya kayu di Indonesia dewasa ini menghadapi tantangan
yang cukup berat berkaitan dengan adanya ketimpangan antara kebutuhan bahan
baku industri dengan kemampuan produksi kayu secara lestari. Bila memperhatikan
kondisi hutan alam yang makin menurun
berarti makin langkanya bahan
baku kayu, serta besarnya tantangan berbagai aspek khususnya di sektor kehutanan
(lingkungan, ekolabel, perdagangan karbon) maka perlu dilakukan perubahan
mendasar dalam kebijakan pembangunan kehutanan, salah satunya dengan
mengedepankan peran inovasi teknologi yang lebih berpihak kepada masyarakat
khususnya industri kecil, meningkatkan efisiensi pengolahan hasil hutan serta
memaksimalkan pemanfaatan kayu dan limbah biomassa yang mengarah kepada zero
waste (Anonim, 2000).
Beberapa teknologi
alternatif untuk memanfaatkan limbah biomassa ini melalui tekno-
logi yang aplikatif
menjadi produk yang lebih bermanfaat sehingga mudah untuk disosialisasikan ke
masyarakat pengguna. Teknologi tersebut di antaranya adalah teknologi pembuatan
arang dari serbuk gergajian kayu dengan sistem kontinyu yang dirancang dapat
dibongkar pasang (knock down) dan dapat dipindah-pindah (portable) dengan biaya
yang relatif murah. Arang serbuk yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut
menjadi produk yang lebih mempunyai nilai ekonomi seperti arang aktif, briket
arang, serat karbon, arang kompos dan dapat digunakan secara langsung sebagai
(soil conditioning). Sedangkan produk samping yang sudah bukan menjadi
sampingan lagi yaitu cairan destilat dan ter dapat digunakan sebagai bahan
pengawet, isektisida dan obat. Ditinjau dari aspek energi, briket arang ini
dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak tanah dan
kayu bakar yang harganya semakin naik, sehingga dapat menghemat pengeluaran
biaya bulanan.
Selain faktor internal, perlu diperhatikan juga faktor eksternal yang
tidak kalah
pentingnya seperti persaingan di
pasar global yang memerlukan dukungan teknologi yang dapat meningkatkan nilai
tambah, peningkatan produktivitas dan mutu produk. Kandungan teknologi (inovasi
teknologi) harus dapat ditingkatkan
sejalan dengan makin kompetitifnya perdagangan komoditas hasil hutan. Tanpa
inovasi teknologi kelangsungan hidup industri hasil hutan tidak dapat terus
berjalan apabila hanya mengandalkan potensi sumber daya alam (Anonim, 2000).
Di
Indonesia ada tiga macam industri kayu yang secara dominan mengkonsumi kayu
dalam jumlah relatif besar, yaitu: penggergajian, vinir/kayu lapis, dan
pulp/kertas. Sebegitu jauh limbah
biomassa dari industri tersebut telah dimanfaatkan
kembali dalam proses pengolahannya.
sebagai bahan bakar guna melengkapi kebutuhan energi industri vinir/kayu
lapis dan pulp/kertas. Yang menimbulkan
masalah adalah limbah penggergajian yang kenyataannya dilapangan masih ada yang
di tumpuk sebagian dibuang ke aliran sungai (pencemaran air), atau dibakar
secara langsung (ikut menambah emisi karbon di atmosfir). Produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 2.6 juta m3
per tahun (Forestry Statistics of Indonesia 1997/1998). Dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang
terbentuk 54.24 persen dari produksi total (Martawijaya dan Sutigno 1990), maka
dihasilkan limbah penggergajian sebanyak 1.4 juta m3 per tahun;
angka ini cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu
gergajian.
Tabel 1. Produksi
kayu gergajian dan perkiraan jumlah limbah
Tahun |
Produksi kayu Gergajian (m3) |
Produksi Limbah, 50 % (m3) |
Serbuk Gergajian 15 % (m3) |
Sebetan
25 % (m3) |
Potongan Ujung 10 % (m3) |
1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 |
1.729.839 2.014.193 3.565.475 2.613.452 2.707.221 |
864.919,5 1.007.096 1.782.737 1.306.726 1.353.610 |
129.737,9 151.064,5 267.410,6 196.008,9 203.041,6 |
216.229,9 251.774,1 445.684,4 326.681,5 338.402,6 |
86.492,0 100.709,7 178.273,8 130.672,6 135.361,1 |
Sumber: Departemen Kehutanan
(1998/1999)
Limbah
industri pengolahan kayu terdiri dari limbah yang dihasilkan industri kayu
lapis, pengergajian dan pengerjaan kayu yang berupa potongan ujung, sebetan,
sisa kupasan, tatal dan serbuk
gergajian.
1. Arang Serbuk dan Arang
bongkah
Khusus
untuk pembuatan arang dari serbuk gergajian kayu, teknologi yang digunakan
berbeda dengan cara pembuatan arang sistem timbun dan kiln bata. Teknologi yang
digunakan dalam proses pembuatan arang dari serbuk gergaji kayu ini adalah
dengan menggunakan drum yang dimodifikasi dan dilengkapi dengan lubang udara di
sekeliling badan drum dan cerobong asap dibagian tengah badan drum. Rendemen
arang serbuk gergaji yang dihasilkan dengan cara ini sebesar 15 – 20 %. kadar karbon terikat sebesar 50 - 72 kal/g
dan nilai kalor arang antara 5800 – 6300 kal/g. Mengingat cara ini kurang
efektif bila ditinjau dari lamanya proses pembuatan arang serbuk yang memerlukan
waktu lebih dari 10 jam dengan hasil yang tidak terlalu banyak, maka dibuat
teknologi baru untuk mengatasi kekurangan cara drum tersebut. Teknologi ini
dirancang dengan konstruksi yang terbuat dari plat besi siku yang dapat
dibongkar pasang (sistem baut) dan ditutup dengan lembaran seng yang juga
menggunakan sistem baut. Dalam satu hari
(9 jam) dapat mengarangkan
serbuk sebanyak 150 – 200 kg yang menghasilkan
rendemen arang antara 20 – 24 %.
Kadar air 3,49 %, kadar abu 5,19 %, kadar zat terbang 28,93 % dan kadar karbon
sebesar 65,88 %. Arang serbuk gergaji
yang dihasilkan dapat dibuat atau diolah lebih lanjut menjadi briket arang,
arang aktif, dan sebagai media semai tanaman. Biaya untuk membuat kiln semi
kontinyu ini adalah sebesar Rp. 2000.000,-
Untuk limbah sebetan dan potongan ujung dapat
dibuat arang dengan menggunakan tungku kubah yang terbuat dari batu bata yang
dipelester dengan tanah liat dan dilengkapi dengan alat penampung atau
mendinginkan asap yang keluar dari cerobong sehingga didapatkan cairan ter dan
destilat yang dapat diaplikasikan lebih lanjut. Di Thailand cairan wood vinegar
ini merupakan produk utama dalam hal pembuatan arang yang sebelumnya merupakan
produk samping karena harga jualnya tinggi yanitu sebesar 50 Bath/L sedangkan untuk arangnya hanya
berharga 4 Bath/kg. Dari kapasitas tungku sebesar 4,5 ton dihasilkan cairan
destilat sebanyak 150 liter dan arang sebanyak 800 kg (Sujarwo, 2000). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2000) menunjukkan bahwa tungku
dengan kapasitas 445 kg menghasilkan
arang sebanyak 60,6 kg dan cairan destilat 75,5 kg. Adapun biaya pembuatan
tungku bata yang diplester dengan tanah liat
yang dilengkapi dengan alat proses pendinginan sebesar Rp. 4000.000
(Nurhayati, 2000).
2. Arang aktif
Arang
aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi sehingga
pori-porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai bahan adsorben. Proses yang
digunakan sebagian besar menggunakan cara kimia di mana bahan baku direndam
dalam larutan, CaCl2, MgCl2, ZnCl2 selanjutnya
dipanaskan dengan jalan dibakar pada suhu 5000C. Hasilnya
menunjukkan bahwa kualitas arang aktif dalam hal ini besarnya daya serap
terhadap yodium memenuhi standar SII karena daya serapnya lebih dari 20 %.
Sesuai dengan perkembangan teknologi dan persyaratan standar yang makin ketat
serta isu lingkungan, teknologi ini sudah tidak memungkinkan untuk dikembangkan
lebih lanjut terutama untuk pemakaian bahan pengaktif ZnCl2 yang
dapat mengeluarkan gas klor pada saat aktivasi.
Mensikapi kasus tersebut di atas, telah dilakukan perbaikan teknologi
pembuatan arang aktif dengan cara oksidasi gas pada suhu tinggi dan kombinasi
antara cara kimia dengan menggunakan H3PO4 sebagai bahan
pengaktif dan oksidasi gas. Hasil penelitian Pari (1996) menyimpulkan bahwa
arang aktif dari serbuk gergajian sengon yang dibuat secara kimia dapat
digunakan untuk menarik logam Zn, Fe, Mn, Cl, PO4 dan SO4
yang terdapat dalam air sumur yang terkontaminas dan juga dapat digunakan untuk
menjernihkan air limbah industri pulp kertas (Pari, 1996). Arang aktif yang
diaktivasi dengan bahan pengaktif NH4HCO3 menghasilkan arang aktif yang memenuhi
Standar Jepang dengan daya serap yodium lebih dari 1050 mg/g dan rendemen arang
aktifnya sebesar 38,5 % (Pari, 1999).
Pada tahun 1986 berdiri sebuah pabrik arang
aktif di Kalimantan yang membuat arang aktif dari limbah serbuk gergajian kayu
dengan kapasitas produksi 3000 ton/th. Sampai sekarang terdapat dua buah pabrik
pengolahan arang aktif yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan
baku utamanya. Kualitas arang aktif yang dihasilkan memenuhi SNI karena daya
serap yodiumnya lebih dari 750 mg/g, tetapi belum memenuhi standar Jepang.
Harga jual arang aktif bervariasi antara Rp 6.500 – Rp 15.000/kg tegantung pada
kualitas yang diinginkan. Untuk arang aktif buatan Jerman harganya mencapi Rp
65.000/0,5 kg.
3. Briket arang
Briket
arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket (penampilan
dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan untuk keperluan energi
sehari-hari. Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan kayu
dilakukan dengan cara penambahan perekat tapioka, di mana bahan baku diarangkan
terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicapur perekat, dicetak (kempa dingin)
dengan sistem hidroulik manual selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian
Hartoyo, Ando dan Roliadi (1978) menyimpulkan bahwa kualitas briket arang yang
dihasilkan setaraf dengan briket arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan
yang berlaku di Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat mudah menguap yang
rendah serta tingginya kadar karbon terikat dan nilai kalor. Selain itu hasil
penelitian Sudrajat (1983) yang membuat briket arang dari 8 jenis kayu dengan
perekat campuran pati dan molase menyimpulkan bahwa makin tinggi berat jenis
kayu, karepatan briket arangnya makin tinggi pula. Kerapatan yang dihasilkan
antara 0,45 – 1,03 g/cm3 dan nilai kalor antara 7290 – 7456 kal/g.
Pembuatan briket arang yang dilakukan
sekarang adalah bahan baku yang digunakan adalah sudah langsung dalam bentuk
arang serbuk sehingga proses penggilingan dan pengayakan bahan baku yang
dilakukan sebelumnya dapat dihilangkan. Proses selanjutnya adalah penambahan
perekat tapioka dan pengepresan seperti
pembuatan briket arang sebelumnya. Untuk membuat alat cetak briket sistem
manual hidroulik dengan jumlah lubang 24 buah diperlukan biaya Rp 18.000.000,-
Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang
tanpa perekat di Jawa Barat dan Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian
kayu sebagai bahan baku utamanya. Proses pembuatan briket arangnya berbeda dengan
cara yang disebutkan di atas. Bahan baku serbuk gergajian kayu dikeringkan
selanjutnya dibuat briket kayu dengan sistem ulir berputar dan berjalan sambil
dipanaskan kemudian diarangkan dalam kiln bata. Kualitas briket arang yang
dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000 kal/g yaitu sebesar 6341
kal/g dan kadar karbon terikatnya sebesar 74,35 %. Namun demikian studi yang
dilaksanakan di Jawa Barat menunjukkan bahwa pabrik briket arang dengan
kapasitas sebanyak 260 kg briket arang/hari dapat menguntungkan. Di pasar
swalayan sekarang dapat dibeli briket arang dari kayu dengan dengan harga jual
Rp 12.000/2,5 kg.
Apabila briket arang dari serbuk gergajian
ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif baik sebagai pengganti
minyak tanah maupun kayu bakar maka akan dapat terselamatkan CO2
sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia, sedangkan untuk dunia karena kebutuhan
kayu bakar dan arang untuk tahun 2000 diperkirakan sebanyak 1,70 x 109
m3 (Moreira (1997) maka jumlah CO2 yang dapat dicegah
pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/th.
4. Energi.
Jenis limbah yang digunakan sebagai sumber energi dapat berupa potongan ujung, sisa pemotongan kupasan, serutan dan seruk gergajian kayu yang kesemuanya digunakan untuk memanaskan ketel uap. Pada industri kayu lapis keperluan pemakaian bahan bakar untuk ketel uap sebesar 19,7 % atau 40 % dari total limbah yang dihasilkan.
Untuk industri pengeringan papan skala
industri kecil proses pengeringannya dilakukan secara langsung dengan membakar
limbah sebetan atau potongan ujung, panas yang dihasilkan dengan bantuan
blower dialirkan ke dalam suatu ruangan
yang berisi papan yang akan dikeringkan. Hasil penelitian Nurhayati (1991)
menyimpulkan bahwa untuk mengeringkan papan sengon sebanyak 10260 kg berat
basah pada kadar air 161,04 % menjadi 5220 kg papan pada kadar air 6,58 %
selama 6 hari menghabiskan limbah sebanyak 3433 kg. Teknologi lainnya adalah
proses konversi kayu menjadi bahan bakar melalui proses gasifikasi. Hasil
penelitian Nurhayati dan Hartoyo (1992) menyimpulkan bahwa limbah kayu kamper
dapat dikonversi menjadi bahan bakar dengan sistem gasifikasi fluidized bed
yang menghasilkan nilai kalor gas sebesar 7,106 MJ/m3 dengan
komposisi gas H2 = 5,6 %; CO = 11,77 %, CH4 = 3,99 %; C2H4
= 4,34 %, C2H6 = 0,21 %, N2 = 57,69 % O2 =
0,40 % dan CO2 = 15,71 %.
5. Soil conditioning
Penggunaan arang baik yang
berasal dari limbah eksploitasi maupun yang berasal dari industri pengolahan
kayu untuk soil conditioning, merupakan salah satu alternatif pemanfaatan arang
selain sebagai sumber energi. Secara
morfologis arang memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara
tanah. Oleh sebab itu aplikasi arang
pada lahan-lahan terutama lahan miskin hara dapat membangun dan meningkatkan
kesuburan tanah, karena dapat meningkatkan beberapa fungsi antara lain:
sirkulasi udara dan air tanah, pH tanah, merangsang pembentukan spora endo dan
ektomikoriza, dan menyerap kelebihan CO2
tanah. Sehingga dapat meningkatkan
produktifitas lahan dan hutan tanaman.
Hasil
penelitian pendahuluan Gusmailina et. al.
(1999), menunjukkan bahwa pemberian arang dan arang aktif bambu sebagai
campuran media tanam dapat meningkatkan persentase pertumbuhan baik pada
tingkat semai maupun anakan (seedling) dari Eucalyptus
urophylla. pemberian arang serbuk gergaji dan arang sarasah dapat
meningkatkan pertumbuhan anakan Acacia
mangium dan Eucalyptus citriodora
lebih dari 30 % dibanding tanpa pemberian arang, begitu juga pemberian arang di
lapangan dapat meningkatkan diameter batang tanaman E. urophylla. Sedangkan untuk tanaman pertanian seperti cabe (Capsicum annum) penambahan arang bambu
sebanyak 5 % dan arang sekam sebanyak 10 % dapat meningkatkan persentasi
pertumbuhan tinggi tanaman menjadi 11 %. Namun demikian akan lebih baik bila pada
waktu penanaman, arang yang ditambahkan dicampur dengan kompos. Hasil sementara
menunjukkan dengan penambahan arang serbuk gergajian kayu dan kompos serbuk
menghasilkan diameter pohon yang lebih besar (7,9 cm) dibanding tanpa pemberian
kompos.
6. Kompos dan Arang Kompos
Serbuk gergaji merupakan salah satu jenis
limbah industri pengolahan kayu gergajian.
Alternatif pemanfaatan dapat dijadikan kompos untuk pupuk tanaman. Hasil penelitian Komarayati (1996)
menunjukkan bahwa pembuatan kompos
serbuk gergaji kayu tusam (Pinus merkusii)
dan serbuk gergaji kayu karet (Hevea
braziliensis) dengan menggunakan activator EM4 dan pupuk kandang
menghasilkan kompos dengan nisbah C/N 19,94 dan rendemen 85 % dalam waktu 4
bulan. Selain itu Pasaribu (1987) juga memanfaatkan
serbuk gergaji sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai bahan baku untuk kompos. Kompos yang dihasilkan mempunyai nisbah C/N
46,91 dengan rendemen 90 % dalam waktu
35 hari. Hasil penelitian pemberian
kompos serbuk dan sarasah pohon karet dapat meningkatkan pertumbuhan Eucalyptus urophylla 40-50 % dalam waktu
5 bulan dibanding tanpa pemberian kompos.
Penelitian dengan menggunakan residu
fermentasi padat anaerobik dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter
anakan Eucalyptus urophylla sampai
11,65 cm dan 1,24 cm (Gusmailina et al,
1990) sedangkan untuk anakan Paraserianthes falcataria sebesar 9,33 cm dan 0,11 cm (Komarayati et al, 1992 dan Komarayati, 1993).
IV. PENERAPAN
Hasil-hasil
penelitian tersebut tidak akan berarti tanpa disebarluaskan kepada masyarakat
pengguna. Untuk hal ini perlu dilakukan serangkaian ujicoba, maupun alih
teknologi kepada masyarakat dengan tujuan selain untuk mempertanggung jawabkan
hasil penelitian kepada masyarakat yang telah membiaya kegiatan penelitian ini
melalui penerimaan pajak yang disetorkan kepada negara juga untuk memberikan
bekal ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada akhirnya masyarakat dapat
membuat dan mengolah sendiri bahan-bahan yang belum termanfaatkan, minimal
untuk kebutuhan sendiri sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya
bulanan. Hasil sosialisasi yang
dilakukan oleh Hendra dan Pari (2001) penambahan arang-kandang dapat
meningkatkan panen cabe 2 kali lebih
besar dibanding tanpa memakai arang kandang dan tanah bekas pakai masih tetap
subur karena arangnya masih tersedia dan tidak lapuk. Hasil sosialisasi yang
dilakukan oleh Gusmailina dkk (2002) mengenai aplikasi arang kompos dari serbuk
gergajian kayu sebagai media tanaman cabe dalam kantung plastik di pekarangan
rumah dapat menghemat pengeluaran keluarga sebanyak Rp 50.000/bulan, sehingga
dapat digunakan untuk keperluan lain terutama untuk pendidikan. Namun demikian
untuk mengubah kebiasaan yang biasa dilakukan oleh masyarakat tidak mudah,
diperlukan waktu yang panjang seperti mengubah kebiasaan menggunakan kayu bakar
dengan arang/briket arang dan mengubah kebiasaan menggunakan pupuk sintetis
kepada pupuk organik.
Potensi bahan baku kayu yag belum
termanfaatkan adalah sebesar 2,03 juta
m3/th untuk industri pengolahan kayu. Limbah dari industri
pengolahan kayu dapat dimanfaatkan menjadi arang serbuk dengan teknologi kiln
semi kontinyu, briket arang, arang aktif, arang kompos, soil conditioning Hasil
sosialisasi arang kompos dapat menghemat pengeluaran bulanan keluarga dan lebih
menyuburkan lahan tanah. Namun demikian sulit untuk mengubah pola budaya yang
sudah biasa dilakukan oleh masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1967. Japanese Industrial Standard. Testing
method for powdered activated carbon. JIS K-1474. Japanese Standard
Association, Tokyo.
Anonim. 1995. Arang aktif teknis. Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3730-1995, Jakarta.
Anonim. 2000. Sambutan Mentri
Kehutanan dan perkebunan pada seminar nasional kehutanan Masa depan industri
hasil hutan (kayu) di Indonesia. Departemen Kehutanan dan Pekebunan, Jakarta
Anonim. 1995. Penilaian
rendemen dan produktivitas pabrik kayu lapis PT Erna Djuliawati di Sanggau,
Kalimantan Barat. Kerjasama antara P3HHSEK dengan PT Erna
Djuliawati, Bogor.
Anonim. 1997. Forestry statistic of Indonesia.
Secretary General of Forestry. Ministry of
Forestry and Estate Crops, Bureau of Planning, Jakarta.
Gusmailina, G. Pari dan
S.Komarayati. 1999. Teknologi penggunaan
arang dan arang aktif sebagai soil
conditioning pada tanaman kehutanan. Laporan proyek. Pusat Penelitian Hasil
Hutan, Bogor (Bahan publikasi).
Gusmailina, S.Komarayati dan T. Nurhayati. 1990. Pemanfaatan
residu fermentasi padat sebagai kompos pada pertumbuhan anakan Eucalyptus urophylla, Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. (4):157-163
Gusmailina, Pari, G dan S.
Komarayati. 2002. Laporan kerjasama
penelitian P3THH – JIPFRO. Bogor
Hartoyo, Ando, J dan H.
Roliadi. 1978.Pembuatan briket arang
dari 5 jenis kayu Indonesia Pusat Penelitian Hasil Hutan. Report No 103
Hendra, Pari, G. 2001.
Laporan hasil sosialiasi arang kompos di Sukabumi, Bogor.
Komarayati, S. 1996. Pemanfaatan serbuk gergaji
limbah industri sebagai kompos. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14 (9): 337-343
Komarayati, S., R.Sudrajat dan I.P Adhi. 1992. Pemanfaatan kompos
anaerobik untuk meningkatkan pertumbuhan Albizia
falcataria. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 10 (4): 125-129
Komarayati, S. 1993. Pemanfaatan serbuk gergaji,
tanah latosol dan residu fermentasi sebagai medium tumbuh bibit sengon. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 11 (2): 74-79
Martawijaya, A. and P. Sutigno (1990, January 22). Increasing the efficiency and productivity
of wood processing through the minimization and utilization of wood residues.
Seminar on Wood Technology, Jakarta. (in Indonesian).
Moreira, J.S. 1997. Wood fuels and biomass
energy:from houshold to industry. Proceedings Of the XI World Forestry
Congress, Antalya.
Nurhayati, T. 1991. Study pemanfaatan tungku
pengering dari limbah kayu sengon untuk
pengeringan sengon. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan. 9 (4)
Nurhayati, T dan Hartoyo. 1992. Pengaruh kecepatan laju
alir udara pada gasifikasi
fluidized bed dari limbah kayu kamper. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 10(1):24-28
Nurhayati, T. 2000. Produksi arang dan destilat kayu
mangium dan tusam dari tungku kubah. Buletin
Penelitian Hasil Hutan 18 (3): 137 - 151
Pasaribu, R.A. 1987.
Pemanfaatan serbuk gergaji sengon sebagai kompos untuk pupuk tanaman Jurnal
Penelitian Hasil Hutan 4 (4): 15-21
Pari, G. 1996. Pembuatan arang aktif dari serbuk gergajian
tusam untuk penjernih air sumur dan
limbah cair industri pulp dan kertas. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14
(2): 69-75
Pari, G. 1996. Pembuatan arang aktif dari serbuk
gergajian sengon dengan cara kimia. Buletin Penelitian Hasil Hutan Forest Products
Research Bulletin 14 (8): 308-320
Pari, G. 1999. Karakterisasi arang aktif dari arang
serbuk gergaji sengon dengan NH4HCO3
sebagai bahan pengaktif. Buletin Penelitian Hasil Hutan 17 (2):89-100
Sudrajat, R 1983. Pengaruh bahan baku, jenis
perekat dan tekanan kempa terhadap
kualiTas briket arang. Laporan No 165. Puslitbang Hasil Hutan, Bogor.
Sujarwo, A. 2000. High quality charcoal
getting popular in Thailand. Glow. Arecop, Yogyakarta.
Statistical Estate Corps of Indonesia (1998). Directorate General of
Estate, Ministry of Agriculture,
Jakarta.