© 2002 Godlief Joseph                                                                                       Posted 23 May 2002

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Mei  2002

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

MANFAAT SERAT MAKANAN BAGI KESEHATAN KITA

 

Oleh:

GODLIEF JOSEPH

NRP. D 016014021

 

E-mail: gjosephid@yahoo.com

 

 

Pendahuluan

           Istilah serat mkanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasr (crude fiber) yang biasa digunakan dalm analisa proksimat bahan pangan.  Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang di-gunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH  1.25%).  Sedang serat makanan adalah bagian dari bahan pangan yng tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan.  Piliang dan Djojosoebagio (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium.  Dengan proses seperti ini dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kinia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel.  Oleh karena itu serat kasar merendahkn perkiraan jumlah kandungan serat sebesar 80% untuk hemisellulosa, 50-90% untuk lignin dan 20-50% untuk sellulosa.

           Definisi terbaru tentang serat makanan yang dismpaikan oleh the American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat anaalog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi  pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar.  Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakharida, oligosakharida, lignin dan bagian tanaman laainnya.

           Beberapa karbohidrat tidak dapat dihidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan pada manusia.  Sisa yang tidak dicerna ini dikenal dengan diet serat kasar yang kemudian melewati  saluran pencernaan  dan dibuang dalam feses.  Serat makanan ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3 macam polisakharida yaitu sellulosa, zat pectin dan hemisellulosa.  Selain itu juga mengandung zat yang bukan karbohidrat yakni lignin (Piliang dan Djojosoebagio, 2002).

           Mutu serat makanan dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Soluble Dietary Fiber, SDF) dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF) (Harland and Oberleas, 2001).  Sekitar sertiga dari serat makanan total (Total Dietary Fiber, TDF) adalah serat makanan yang larut (SDF), sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut (IDF) (Prosky and De Vries, 1992).

           Serat yang tidak larut dalam air ada tiga macam yaitu sellulosa, hemisellulosa dan lignin.  Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan.  Sedang serat yang larut dalam air adalah pectin, musilase dan gum.  Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal sedang gum banyak terdapat pada aksia (http://nusaindah.tripot.com)

           Ada bebrapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber, metode deterjen dan metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kekurangan.  Data serat kasar yang ditentukan secara kimia tidak menunjukkan sifat serat secara fisiologis.  Selang kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar sebagai TDF adalah antara 10 sampai 500%.  Kesalahan terbesar terjadi pada analisis serialia dan terkecil pada kotiledon tanaman (Robertson and Van Soest, 1977).

           Metode analisis dengan menggunakan deterjen (acid deterjen fiber, ADF atau neutral deterjen fiber, NDF) merupakan metode gravimetrik yang hanya dapat mengukur komponen serat makanan yang tidak larut.  Adapun untuk mengukur komponen serat yang larut seperti pektin dan gum, harus menggunakan metade yang lain karena selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfaat pekat (James dan Theander, 1981).

           Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp,et al. (1984) merupakan metode fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh penggunaan enzim pepsin pankreatik.  Metode ini dapat mengukur kadar serat makan-an total, serat makanan larut dan serat makanan tidak larut secara terpisah.

 

Gangguan Akibat Kekurangan Serat

 

Pada masa lalu, serat makanan hanya dianggap sebagai sumber energi yang tidak tersedia (non-available energi source) dan hanya dikenal mempunyai efek pencahar perut.  Namun berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam penyakit diantaranya kanker usus besar, penyakit kadiovskular dan kegemukkan (obesitas).

           Ternyata dari hasil penyelidikan memperlihatkan bahwa serat sangat baik untuk kesehatan, yaitu membantu mencegah sembelit, mancegah kanker, mencegah sakit pada usus besar, membantu menurunkan kadar kolesterol, membantu mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir, membantu menurunkan berat badan dan lain-lain (http://nusaindah.tripot.com).

           Saat ini telah terjadi pergeseran utama dalam penyebab kematian dan kesakitan di Indonesia.  Penyakit infeksi yang selalu menjadi penyebab utama kejadian kesakitan dan kematian mulai bergeser dan diganti oleh penyakit degeneratif seperti penyaakit jantung, hipertensi, kencing manis, hiperkolesterol, peningkatan asam urat dan kanker serta penyakit degeneratif lain.  Hasil Survei Kesehatan Rumak Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1995 membuktikan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah SKRT sejak tahun 1972, bahwa dominasi penyakit infeksi di Jawa dan Bali telah digantikan oleh penyakit akibat sistem sirkulasi.  Hasil SKRT menunjukkan bahwa penyebab kematian telah didominasi oleh penyakit sistem sirkulasi (24.2%) dibandingkan penyakit infeksi (22.8%).  Salah satu faktor penting sebagai akibat dari penyebab penyakit ini adalah perubahan gaya hidup masyarakat yang menuju ke pola hidup tidak sehat antara lain kurang berolah raga, terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan berlemak (diet tinggi lemak dan karbohidrat), banyak makanan yang mengandung garam, kurang makanan yang berserat serta serta kebiasaan tidak sehat lain seperti merokok dan minum alkohol.

           Berbagai penyakit yang dapat timbul akibaat pola makan yang salah tersebut antara lain penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, gangguan pencernaan (susah buang air besar, wasir, kanker usus besar), kerusakan gigi dan gusi serta kegemukan (obesitas).

           Penelitian epidemiologi yang dilakukan di Afrika membuktikan bahwa orang-orang Afrika berkulit hitam yang mengkonsumsi makanan tinggi serat dan diet rendah lemak mempunyai angka kematian yang rendah akibat kanker usus besar (kolon) dibandingkan orng Afrika yang berkulit putih dengan diet rendah serat dan tinggi lemak.  Hasil penelitian ini membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian kanker kolon.

           Kanker usus besar merupakan salah satu masalah kesehatan di negara Barat karena kejadian kanker usus besar menempati urutan ke-4 terbesar sebagai penyebab kanker dan menempati urutan ke-2 terbesar sebagai penyebab kematian karena kanker.  Di Indonesia laporan kasus kanker kolon juga sudah mulai banyak, misalnya di ruang endoskopi RSCM adalah sebanyak 224 kasus kanker usus besar selam periode 1996 - 2001.  Jumlah kasus terbanyak, yaitu 50 pasien terdapat pada tahun 2001 dengan rata-rata umur 53.8 tahun (Waspodo, 2001).

            

Manfaat Serat Makanan

 

           Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan aspek manfaat dari serat makanan baik untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit maupun terapi.  Pada abad ke-5 SM, seorang penyembuh asal Yunani, Hipprocrates, menganjurkan bahwa roti sebaiknya dibuat dari tepung yang tidak dihaluskan.  Pada abad ke-19, seorang Amerika bernama Graham, kemudian menciptakaan jenis makanan yang diberi nama “Graham Creacker”, yang mengandung dedak.

           Peran utama serat dalam makanan ialah pada kemampuannya mengikat air, sellulosa dan pektin.  Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar.  Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.

           Beberapa penelitian membuktikan bahwa rendahnya kadar kholesterol dalam darah ada hubungannya dengan tingginya kandungan serat dalam makanan.  Secara fisiologis, serat makanan yang larut (SDF) lebih efektif dalam mereduksi plasma kholesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), serta meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL). 

           Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi juga dilaporkan dapat mengurangi bobot badan (Bell, et al., 1990).  Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang.  Selain itu makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat komplex yang menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan.  Makanan dengan kandungan serat kasar relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung.

           Singkatnya waktu transit makanan dengan kandungan serat kasar yang relatif tinggi juga dilaporkan mencegah penyakit divertikulosis karena berkurangnya tekanan pada dinding saluran pencernaan.  Serat makanan tidak larut (IDF) sangat penting peranannya dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi (susah buang air besar), ambeien, kanker usus besar dan infeksi usus buntu (Prosky dan De Vries, 1992).

           Suatu penelitian di Amerika membuktikan bahwa diet serat yang tinggi yaitu 25 gram/hari mampu memperbaiki pengontrolan gula darah, menurunkankan pening-kantan insulin yang berlebihan didalam darah serta menurunkan kadar lemak darah.

           Diabetes melitus adalah suatu kondisi dimana kadar gula dalam darah lebih tinggi dari normal (normal : 60 mg/dl samapi 145 mg/dl) (Gambar 1).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                                                                                                                                           145 mg/dl

 

 

 

                                                                                                                                      60 mg/dl

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Kadar gula darah

 

Mekanisme serat yang tinggi dapat memperbaiki kadar gula darah yaitu berhubungan dengan kecepatan penyerapan makanan (karbohidrat) masuk ke dalam aliran darah yang dikenal dengan glycaemic index (GI). GI ini mempunyai angka dari 0 sampai 100 dimana makanan yang cepat dirombak dan cepat diserap masuk ke aliran darah mempunyai angka GI yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kadar gula darah.  Sebaliknya makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah mempunyai angka GI yang rendah sehingga dapat menurunkan kadar gula darah.

Disamping memberikan manfaat terhadap kesehatan, serat makanan juga telah lama diketahui sebagai penyebab ketidaktersediaan (non-availability) beberapa mineral.  Telah terbukti bahwa serat makanan mempengaruhi ketidaktersediaan biologis (non-bioavailability) dan homeostasis beberapa mineral (Harland and Oberleas, 2001).

           Pada saat ini informasi tentang konsumsi serat di Indonesia masih sangat terbatas antara lain karena daftar komposisi bahan makanan Indonesia belum mencantumkan kandungan serat.  Dalam upaya memperoleh informasi tingkat konsumsi serat di Indonesia, telah dilakukan analisis tingkat konsumsi serat dengn data survei Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG) yang dikumpulkan Direktorat Gizi Masyarakat, Depkes, RI.   Rata-rata tingkat konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu sebesar 10.5 gram/orang/hari, baru mencapai sekitar separuh dari kecukupan serat yang dianjurkan.  Kecukupan serat untuk orang dewasa berkisar antara 20 - 35 gram/hari atau 10-13 gram serat untuk setiap 1000 kal.

           Kandungan serat makanan dalam menu sehari dengan 2100-2200 kalori seperti dalam Contoh Menu Sehari, Buku Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang DepKes adalah 28 gram.  Jika menu makanan sehari-hari adalah pola menu seimbang yang terdiri dari :

Ø                  3 porsi nasi

Ø                  2 porsi lauk hewani (daging atau ikan atau ayam atau telur)

Ø                  2 porsi lauk nabati (tempe atau tahu atau kacang-kacangan lain)

Ø                  1 porsi snack (misalnya : kacang hijau atau umbi-umbian)

Ø                  3 porsi aneka sayuran

Ø                  2 porsi aneka buah-buahan.

maka kebutuhan 25 - 30 gram serat sehari dapat terpenuhi.

           Perlakuan yang diberikan pada bahan makanan, seperti misalnya pada proses pembuatan makanan jadi, akan mengakibatkan perubahan kandungan serat kasar dalam makanan.  Biasanya bagian-bagian yng banyak mengandung serat kasar, dibuang, misalnya pada pembuatan sari buah dengan cara membuang kulit buahnya atau pada pembuatan tepung gandum, dengan caraa membuang lapisan luar berupa dedak.

           Di negara-negara yang penduduknya kurang mengkonsumsi serat kasar maka pada proses pembuatan makanan jadi ditmbahkan serat kasar kedalamnya.  Misalnya penambahan dedak (bran) pada proses pembuatan roti atau serialia.  Bahkan dedak dijual untuk dapat ditambahkan sendiri ke dalam makanan bagi yang memerlukannya.

Tampaknya masalah konsumsi serat bukan hanya dihadapi negara sedaang berkembang saja melainkan juga dihadapi negara maju.  Masalah rendahnya konsumsi serat di negara maju lebih berkaitan dengan pola konsumsi penduduknya.  Serat kasar yang umumnya dikonsumsi oleh orang-orang di negara maju seperti Amerika Serikat, biasanya berasal dari bahan makanan gandum, kentang, buah-buahan dan sayur-sayuran.

 

 

Kesimpulan

          

           Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa serat makanan tidak mengan-dung nutrisi penting, tetapi fungsinya sebagai pengatur ekskresi sisa makanan sangat-lah penting.  Kekurangan konsumsi serat makanan dapat menyebabkan kelainan dalam tubuh yang sifatnya kronis seperti : divertikulosis, atherosclerosis dan kanker pada kolon.  Meskipun peran serat makanan dapat menurunkan ketersediaan biologis dan homeostasis beberapa mineral namun konsumsi serat dalam makanan sangatlah bermanfaat dalam mempertahankan kesehatan tubuh.

 

 

Daftar Pustaka

AACC. 2001.  The Definition of Dietary Fiber.  Cereal Fds. World.

 

Asp, N.G., L. Prosky, L. Furda, J.W. De Vries, T.F. Schweizer and B.F. Harland.  1984.  Determination of Total Dietary Fiber in Foods and Food Products and Total Diets : Interlaboratory study.  J.A.O.A.C. 67 : 1044-1053.

 

Direktorat Gizi Masyarakat.  Pedoman Pemantauan Konsumsi Gizi, 2000.  Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

 

Direktorat Gizi Masyarakat.  Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, 1996.  Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

 

Harland, B.F. and D. Oberleas.  2001.  Effects of Dietary Fiber and Phytate on the Homeostasis and Bioavailability of Minerals.  CRC Handbook of Dietary Fiber in Human Nutrition, 3rd Ed,G.A. Spiller, ed.,CRC Press, Boca Raton. 2001.

 

James, W.P.T. and O. Theander.  1981.  The Analysis of Dietary Fiber in Food. Marcel Dekker Inc., New York.

 

Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj.  2002.  Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-4. IPB Press, Bogor.

 

Prosky, L and J.W. De Vries.  1992.  Controlling Dietary Fiber in Food Product.  Van Nostrand Reinhold, New York.

 

Robertson, J.B. and P.J. Van Soest.  1977.  Dietary Fiber Estimation in Concentrated Feedstuffs. J.Anim Sci. 45 : 254-255.