© 2002  Santoso                                                      Posted:  16 January 2002

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Januari 2002

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

PROSPEK DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN

 

 

Oleh:

 

SANTOSO

C526010124

E-mail: santosodkp@yahoo.com

 

TKL -Sub Prg Studi Perencanaan dan Pembangunan

 

 

 

I.      PENDAHULUAN.

 

Indonesia sebagai negara maritime, penduduknya sudah sejak lama dikenal sebagai pelaut handal yang gemar mengarungi samudera hingga ke berbagai manca negara. Sebagai negara kepulauan yang memiliki panjang pantai + 81.000 km dan 17.508 pulau, serta potensi yang terkandung di dalamnya sangat besar seperti : pertambangan, perikanan, pariwisata dan lain-lain, maka laut memiliki arti yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia.

 

Dengan berbagai fungsi dan potensi tersebut, maka cukup besar jumlah penduduk Indonesia yang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bertumpu dan mempertaruhkan nasibnya di laut.

 

Di sisi lain dari aspek kelembagaan, perhatian pemerintah dimasa lalu terhadap sumberdaya laut masih sangat lemah dan baru pada masa kabinet pemerintahan Presiden Abdurachman Wahid dibentuklah Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan yang telah diubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor : 165 Tahun 2000.

 

Namun demikian pada masa pemerintahan Abdurachman Wahid kestabilan dan kepastian keberadaan suatu Departemen sangat dikhawatirkan oleh hampir sebagian besar aparatur pemerintah, sehingga hampir setiap pegawai merasa khawatir Departemennya dibubarkan atau digabung-gabung.

 

Di sisi lain, Departemen Kelautan dan Perikanan yang relatif masih baru dibentuk dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sering dihadapkan pada berbagai kendala, karena pada kenyataannya secara parsial sumberdaya kelautan sudah dikelola oleh berbagai Departemen/Lembaga/Unit Organisasi lain.

 

Oleh karena itu sejak masa pemerintahan Presiden Abdurachman Wahid dan terutama pada saat awal pemerintahan Presiden Megawati membentuk Kabinet, rasa khawatir dibubarkannya Departemen Kelautan dan Perikanan cukup mewarnai hampir di setiap pembicaraan antar pegawai Departemen Kelautan dan Perikanan.

 

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka penulis mencoba menganalisis keberadaan Departemen Kelautan dan Perikanan dengan menggunakan pendekatan kesisteman/kelembagaan dengan  harapan agar pemikiran ini mendapat respon dari berbagai pihak.

 

 

II.   TUGAS POKOK DAN FUNGSI DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN.

 

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 165 tahun 2000, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

 

A.    Tugas pokok dan fungsi DKP.

 

          DKP mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.

 

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, DKP menyelenggarakan fungsi:

 

1.     pelancaran pelaksanaan di bidang kelautan dan perikanan;

 

2.     Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas serta pelayanan administrasi Departemen;

 

3.     Pelaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi terapan serta pendidikan dan pelatihan tertentu dalam rangka mendukung kebijakan di bidang kelautan dan perikanan;

 

4.     Pelaksanaan pengawasan fungsional. 

 

 

B.     Kewenangan DKP.

 

Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, DKP mempunyai kewenangan:

 

1.     Penetapan kebijakan di bidang kelautan dan perikanan untuk mendukung pembangunan secara makro;

2.     Penetapan kriteria penentuan dan perubahan fungsi ruang kawasan/lahan dalam rangka penyusunan tata ruang di bidang kelautan dan perikanan;

3.     Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kelautan dan perikanan;

4.     Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kelautan dan perikanan;

5.     Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidang kelautan dan perikanan;

6.     Penetapan pedoman pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam di bidang kelautan dan perikanan;

7.     Pengelolaan dan penyelenggaraan perlindungan sumber daya alam di wilayah laut di luar 12 (dua belas) mil di bidang kelautan dan perikanan;

8.     Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kelautan dan perikanan;

9.     Penetapan standar pemberian izin oleh Daerah di bidang kelautan dan perikanan;

10. Penanggulangan bencana yang berskala nasional di bidang kelautan dan perikanan;

11. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kelautan dan perikanan;

12. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kelautan dan perikanan;

13. Penyelesaian perselisihan antar Propinsi di bidang kelautan dan perikanan;

14. Pelancaran kegiatan distribusi bahan-bahan pokok di bidang kelautan dan perikanan;

15. Pengaturan tata ruang perairan di luar 12 (dua belas) mil;

16. Penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam perairan di wilayah laut di luar 12 (dua belas) mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen;

 

a.        Penetapan kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim yang meliputi batas-batas daerah otonom di laut dan batas-batas ketentuan hukum laut internasional;

b.        Penetapan standar dan pengelolaan pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil;

c.         Penetapan standar pelepasan dan penarikan varietas komoditas perikanan;

d.        Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:

 

1)         penetapan kebijakan dan pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya alam kelautan termasuk benda berharga dari kapal tenggelam dan kawasan konservasi laut;

 

2)         penetapan kebijakan teknis serta pengaturan pemasukan dan pengeluaran benih dan induk serta penetapan pedoman dan standar perbenihan dan standar pembudidayaan ikan;

 

3)         penetapan standar jenis kualitas komoditi ekspor dan impor di bidang kelautan dan perikanan;

 

4)         penetapan norma dan standar teknis pemberantasan hama dan penyakit ikan;

 

5)         penetapan persyaratan dan akreditasi lembaga pengujian serta sertifikasi tenaga profesional/ahli di bidang kelautan dan perikanan;

 

6)         pemberian izin di bidang kelautan dan perikanan, di wilayah laut di luar 12 (dua belas) mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya, serta Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen.

 

 

 

III.           PELAKSANAAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI.

 

A.          Aspek Kelembagaan.

 

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi DKP sesuai Keppres 165 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Keppres Nomor 172 Tahun 2000, telah diterbitkan Keppres Nomor 177 tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen, yang antara lain memuat susunan organisasi Departemen Kelautan dan Perikanan terdiri dari :

 

1.     Menteri.

2.     Sekretariat Jenderal yang mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas dan administrasi Departemen.

3.     Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perikanan tangkap.

4.     Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mempunyai tugas merumuskan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perikanan budidaya.

5.     Direktorat Jenderal Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan.

6.     Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peningkatan kapasitas kelembagaan dan pemasaran sumber hayati laut dan ikan.

7.     Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mempunyai tugas merumuskan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pesisir dan pulau-pulau kecil.

8.     Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen.

9.     Badan Riset Kelautan dan Perikanan mempunyai tugas melaksanakan risetdi bidang kelautan dan perikanan.

10. Staf Ahli Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah ekonomi, sosial dan budaya.

11.  Staf Ahli Bidang Kebijakan Publik mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah kebijakan publik.

12.  Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah kemasyarakatan dan hubungan antar lembaga.

13.  Staf Ahli Bidang Hukum  mempunyai tugas memberikan telaahan mengenai masalah hukum.

14. Staf Ahli Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut mempunyai tugas  memberikan telaahan mengenai masalah ekonlogi  dan sumber daya laut.

Disamping unit organisasi di tingkat pusat seperti tersebut diatas, di daerah daerah juga terdapat Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang seluruhnya berjumlah 54, meliputi : UPT Bidang Penelitian, UPT Bidang Perikanan Tangkap (Pelabuhan) dan UPT Bidang Pendidikan; terakhir pengelolaan tugas Karantina Ikan juga telah dilimpahkan ke DKP.

 

B.    Bidang Kepegawaian.

 

Saat ini jumlah pegawai DKP 5.002 orang,  berada di kantor pusat sejumlah 1.240 orang dan di daerah (Unit Pelaksana Teknis) 3.762 orang, sebagian besar berasal dari Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian (4.600 orang) dan lainnya pindahan dari berbagai Instansi seperti : Departemen Penerangan, Transmigrasi, Koperasi dll sejumlah 402 orang.

Disamping itu telah diberikan tambahan formasi pegawai baru sejumlah 115 orang, terdiri dari : S2 sejumlah 26 orang, S1 sejumlah 69 orang, dan SLTA sejumlah 20 orang, seluruh pegawai baru ini akan memperoleh Nomor Induk Pegawai Departemen Kelautan dan Perikanan.

 

C.    Bidang Keuangan.

 

Sumber pembiayaan DKP berasal dari APBN terdiri dari dana rutin dan dana pembangunan. Dana rutin untuk membiayai belanja pegawai dan belanja non pegawai, yang dalam tahun anggaran 2001 memperoleh alokasi dana rutin sebesar Rp. 20. milyard, dan dana pembangunan sebesar Rp. 495 milyard.

 

D.    Sarana dan Prasarana.

 

Sebagai konsekwensi keberadaannya yang merupakan lembaga baru dibentuk, maka masalah sarana dan prasarana merupakan masalah yang paling dominan. Sebagai ilustrasi belum semua pejabat eselon II memperoleh fasilitas sarana transportasi dan pegawai lainnya juga belum memperoleh jatah antar jemput.

Demikian pula prasarana gedung, masih terpencar : Ditjen Perikanan berada di Pasar Minggu, Itjen di Jl. Veteran dan lainnya di Jl. M.T. Haryono. Masalah prasarana gedung ini perkembangan terakhir akan menempati gedung Ex. Timor di Jl. Merdeka Jakarta Pusat.

 

 

IV.             KESIMPULAN.

 

Beradasarkan uraian singkat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

 

1.     Dari ruang lingkup tugas pokok dan fungsi serta kewenangan yang didukung dengan kelembagaan yang kuat, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan DKP dibubarkan sangatlah kecil, bahkan prospek kedepan akan semakin strategis.

 

2.     Hal-hal penting yang harus menjadi perhatian pihak DKP, antara lain :

a.      Bagaimana DKP mampu melaksanakan tugas dan fungsi berdasarkan kewenangan yang ada tanpa harus menimbulkan rasa yang tidak kooperatif bagi pihak-pihak yang saat ini telah operasional di lapangan.

b.     Keberadaan DKP harus dirasakan manfaatnya oleh negara, rakyat dan para penentu kebijakan negara, untuk itu diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas.

 

3.     Untuk membangun “organization knowledge creation” dengan kemampuan “learning organization” yang bersifat optimal, perlu suatu pengkondisian interaksi organisasi di dalam gambaran sebagai berikut :

a.      Diperlukan perubahan cara kerja yang bertumpu pada kemampuan individu (individual base) menjadi kemampuan tim (kelompok).

b.     Membutuhkan perubahan dari otonomi individu menjadi otonomi kelompok dan tanggung jawab kelompok.

c.      Tim harus memiliki adaptasi yang cepat terhadap perubahan-perubahan yang berlangsung baik secara internal maupun eksternal.

d.     Pengembangan kompetensi individu harus berlangsung secara melalui tahapan-tahapan yang lebih bersifat sistematis.

 

4.     Agar keberadaan Departemen/Lembaga Pemerintah tidak mudah diubah atau dihapuskan, sebaiknya ditetapkan dengan Undang-undang atau paling tidak pembentukan Kabinet oleh Presiden harus mendapat persetujuan DPR. Mengingat perubahan atau penghapusan Departemen akan memerlukan dana yang sangat besar, disamping itu kesinambungan pelaksanaan tugas yang ditangani menjadi tidak jelas.

 

Daftar Kepustakaan

 

David Osborne, Td Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi, Lembaga Manajemen PPM & PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 2000.

Kristiadi, JB. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indoneisa, STIA LAN Press, Jakarta, 1997.

S.P. Siagian Prof. Dr., Pengembangan Sumberdaya Insani, PT. Gunung Agung, Jakarta, 1987.

Thoha, Miftah,. Birokrasi Indonesia Dalam Era Globalisasi, PD. Batang Gadis, Jakarta, 1995.

Tjiptoherjanto, Prijono. “Aparatur Negara Pada Era Reformasi” dalam Analisis CSIS, Tahun XXVIII, Nomor 2, 1999.

Keppres Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen.

Keppres Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen.

Keputusan Meenteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.01/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan.

Biro Kepegawaian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Laporan Tahunan 2001.